Syarat Adanya Dua Kreditor Atau Lebih Concursus Creditorium

Pembayaran Utang bahwa badan hukum tersebut dapat dimohonkan pailit oleh setiap Krediturnya, tidak lagi harus Bank Indonesia yang memohonkan pailit. 150

B. Aspek Hukum Permohonan Pernyataan Pailit

Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Debitor dapat dilihat pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang berbunyi bahwa : ”Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri atau maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”. 151 Untuk lebih lanjutnya akan dibahas mengenai unsur-unsur dari ketentuan tersebut di atas, yang terdiri dari : 1. adanya dua Kreditor atau lebih; 2. adanya utang; 3. adanya satu utang yang telah jatuh tempo; dan 4. persyaratan permohonan pailit. Hal ini akan dibahas pada sub-bab selanjutnya di bawah ini.

1. Syarat Adanya Dua Kreditor Atau Lebih Concursus Creditorium

Adanya persyaratan concursus creditorium adalah sebagai bentuk konsekuensi berlakunya ketentuan Pasal 1131 Burgerlijk Wetboek dimana rasio kepailitan adalah jatuhnya sita umum atas semua harta benda Debitor untuk kemudian 150 Erman Radjagukguk sebagai saksi ahli dalam Kasus Bank Global., dalam Andi Pangeran Hamzah as Hukum Universitas Indonesia, 2006, hal. 87. , “Proses Kepailitan Bank Dalam Likuidasi : Studi Mengenai Bank Global Dalam Likuidasi”, Depok : Tesis, Fakult 151 Pasal 2 ayat 1, Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara setelah dilakukan rapat verifikasi utang-piutang tidak tercapai perdamaian atau accoord, dilakukan proses likuidasi atas seluruh harta benda Debitor untuk kemudian ibagi-bagikan hasil perolehannya kepada semua Kreditor sesuai urutan tingkat K i tur secara tegas mengenai pembuktian bahwa n atau penggugat untuk embuktikan diri posita gugatannya, 154 maka sesuai dengan prinsip pembebanan w b bahwa Debito d red tor yang telah diatur oleh undang-undang. 152 Jika Debitor hanya memiliki satu Kreditor, maka eksistensi ketentuan kepailitan kehilangan raison d’etre-nya. Bila Debitor hanya memiliki satu Kreditor, maka seluruh harta kekayaan Debitor otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang Debitor tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara pari passu pro rata parte, dan terhadap Debitor tidak dapat dituntut pailit karena hanya mempunyai satu Kreditor. 153 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak menga Debitor mempunyai dua Kreditor atau lebih, namun oleh karena di dalam hukum kepailitan berlaku pula Hukum Acara Perdata, maka Pasal 116 HIR berlaku dalam hal ini. Pasal 116 HIR atau Pasal 1865 Burgerlijk Wetboek menegaskan bahwa beban wajib bukti burden of proof dipakai oleh pemoho m aji bukti di atas, maka pemohon pernyataan pailit harus dapat membuktikan r mempunyai dua atau lebih Kreditor sebagaimana telah dipersyaratkan oleh undang-undang kepailitan. 155 a, Staatsblad 1847 Nomor 2 i, Op.cit., hal. 64-65. 152 Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hal. 64. 153 Jono, Hukum Kepailitan, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal. 5. 154 Pasal 116 HIR dan Pasal 1865, Kitab Undang-Undang Hukum Perdat 3. 155 Sutan Remy Sjahdein Universitas Sumatera Utara Ketentuan mengenai adanya syarat dua atau lebih Kreditor di dalam permohonan pernyataan pailit, maka terhadap definisi mengenai Kreditor harus diketahui terlebih dahulu. Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan tidak memberikan definisi yang jelas mengenai “Kreditor”. Menurut ahli hukum kepaili Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. 158 tan Sutan Remy Sjahdeini, harus dibedakan pengertian Kreditor dalam kalimat “...mempunyai dua atau lebih Kreditor…”, dan “...atas permohonan seorang atau lebih kreditornya...”. 156 Dalam kalimat pertama, yang dimaksud Kreditor adalah sembarang Kreditor, baik Kreditor Separatis, Kreditor Preferen, maupun Kreditor Konkuren. Sedangkan dalam kalimat kedua, kata “Kreditor” disini dimaksudkan untuk Kreditor Konkuren. Kreditor Konkuren berlaku dalam definisi Kreditor pada kalimat kedua dikarenakan seorang Kreditor Separatis tidak mempunyai kepentingan untuk diberi hak mengajukan permohonan pernyataan pailit mengingat Kreditor Separatis telah terjamin sumber pelunasan tagihannya, yaitu dari barang agunan yang dibebani dengan hak jaminan. 157 Pendapat Sutan Remy Sjahdeini ini diperkuat pula oleh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 07.KN1999 tanggal 4 Februari 1999 yang mengemukakan dalam pertimbangan hukumnya bahwa Kreditor Separatis yang tidak melepaskan haknya terlebih dahulu sebagai Kreditor Separatis, bukanlah Kreditor sebagaimana dimaksud dalam 156 Ibid. 157 Ibid. 158 Ibid., hal. 65. Universitas Sumatera Utara Disahkannya Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka telah didapat pengertian “Kreditor” sebagaimana terdapat di dalam Penjelasan Pasal 2 ayat 1 ketentuan ini. Berkaitan dengan ada tidaknya pelepasan hak agunan Kreditor Separatis terhadap pengajuan

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Melaksanakan Tugas Mengamankan Harta Pailit Dalam Praktik Berdasarkan Kajian Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1 3 18

TINJAUAN TENTANG KEHARUSAN DIKABULKANNYA PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT OLEH HAKIM (Studi KasusPertimbanganPasal 8 ayat (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Negeri Niaga Semarang).

0 0 14

31 UU NO 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 62

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Penyebab Terjadinya Kepailitan - Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Kreditu

0 0 28

BAB II PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Pengertian Pailit - Analisis Yuridis Putusan Pailit Terhadap PT. Telkomsel Tbk.

0 1 31

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Kepailitan - Ubharajaya Repository

0 0 17

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16