Penanganan Bank Gagal Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

membaik dan program penyehatan telah selesai dilakukan atau dinyatakan berhasil, maka status BDP dicabut dan Bank diserahkan kembali kepada Bank Indonesia untuk dilakuk Dalam Penyehatan BDP tidak dapat diselesaikan oleh ank dalam jangka waktu yang disepakati atau berdasarkan pertimbangan BPPN, p ra ksanakan meskipun jangka waktu yang disepak terukur dan rasional. Artinya sejak awal harus disadari bahwa peluang gagalnya an pengawasan yang diperlukan. Sebaliknya, apabila kondisi Bank semakin memburuk, status BDP dapat berubah menjadi Bank Beku Kegiatan Usaha. 95

b. Bank Beku

Kegiatan Usaha BBKU Bank ditetapkan dengan status Bank Beku Kegiatan Usaha apabila Bank memenuhi persyaratan bahwa kondisi Bank menurun sangat tajam atau program penyehatan BPPN atas Bank B rog m penyehatan tidak dapat dila ati belum terlampaui. Selanjutnya dalam hal BPPN telah selesai melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk penyelesaian Bank dengan status BBKU, penyelesaian berikutnya dilakukan tahapan-tahapan pencabutan izin usaha, pembubaran badan hukum, serta likuidasi Bank menurut Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. 96

4. Penanganan Bank Gagal

Kegagalan sebuah bank secara realistis harus dijadikan suatu risiko yang 95 Ibid. 96 Ibid. Universitas Sumatera Utara suatu bank harus diperhitungkan sekecil apapun peluangnya. Dengan demikian dapat dilakukan pencadangan sumber dananya agar penanganan bank gagal menjadi lebih rorganisir dengan baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Tentunya sulit diterima o s dapatan Belanja Negara APBN akan dialoka t meminimumkan risiko yang membebani anggaran negara atau risiko yang enimbulkan moral hazard. 98 sabah Bank tersebut diselenggarakan oleh LPS, fungsi te leh emua pihak kalau dalam Anggaran Pen sikan sejumlah dana pencadangan untuk mengatasi bank gagal. Oleh sebab itu, diperlukan pendekatan dan penanganan khusus oleh suatu lembaga yang khusus juga. 97 Pendekatan dan penanganan khusus oleh suatu lembaga khusus dilandasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan LPS pada tanggal 22 September 2004 atas dasar persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat DPR dan Presiden. LPS adalah sebuah lembaga yang independen diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan program dimaksud. Di dalam ketentuan ini ditetapkan penjaminan simpanan nasabah Bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhaap industri perbankan dan dapa m Penjaminan simpanan na LPS adalah menjamin simpanan nasabah Bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal likuidasi bank. Penjaminan simpanan nasabah Bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas, tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya 97 Krisna Wijaya, “Penanganan Bank Gagal”, http:www.lps.go.idv2home.php?link=publikasipub_id=35., diakses pada 13 Mei 2011. nto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liability Management, Jakarta : Elex Media K do, 2008, hal. 201. 98 Soeta omputin Universitas Sumatera Utara nasabah. Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta yang membayar premi penjaminan. LPS melakukan tindakan penyelesaian atau penanganan Bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut : Indonesia Financial Safety Net IFSN i kesulitan keuangan tersebut semakin memburuk, antara terhadap perekonomian nasional, tindakan penanganan yang dilakukan LPS bersama Menteri Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Pengawas Perbankan LPP menjadi anggota Komite Koordinasi. 99 Tindakan penyelesaian atau penanganan Bank gagal oleh LPS didahului berbagai tindakan lain oleh Bank Indonesia dan LPP sesuai peraturan perundang- undangan. Bank Indonesia melalui mekanisme sistem pembayaran, akan mendeteksi kesulitan tersebut dan berupaya mengatasi dan menjalankan fungsi pengawasannya, antara lain berupa tindakan agar pemilik Bank menambah modal atau menjual Bank, atau agar Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan Bank lain. Apabila kondisi Bank yang mengalam lain ditandai dengan menurunnya tingkat solvabilitas Bank, tindakan penyelesaian dan penanganan lain harus segera dilakukan. Dalam keadaan ini, penyelesaian dan penanganan Bank gagal diserahkan kepada LPS yang akan bekerja setelah terlebih dahulu mempertimbangkan perkiraan dampak pencabutan izin usaha Bank terhadap perekonomian nasional. 100 Dalam hal pencabutan izin usaha Bank diperkirakan memiliki dampak 99 Ibid., hal. 201-202. 100 Ibid., hal. 202. Universitas Sumatera Utara didasarkan pada keputusan Komite Koordinasi. Mengingat fungsinya yang sangat penting, LPS harus independen, transparan, dan akuntabel dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Karena itu, status hukum, governance, pengelolaan kekayaan dan kewajiban pelaporan dan akuntabilitas LPS serta hubungannya dengan organisasi lain, diatur sercara jelas dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjam h akan diselamatkan atau tidak. Jika biaya penyela inan Simpanan LPS. 101 Keberadaan LPS terlanjur dipahami hanya sekedar menjalankan fungsi penjaminan simpanan masyarakat yang menabung di bank. Masih banyak yang belum mengetahui bahwa salah satu tugas strategis LPS diluar penjaminan simpanan adalah penanganan bank gagal dan melaksanakan proses dan penyelesaian likuidasi bank. Bank gagal yang akan ditangani LPS adalah bank gagal yang berdampak sistemik dan tidak sistemik. Pengertian sistemik adalah apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana rush maupun terhadap kelancaran dan kelangsungan roda perekonomian. Sementara yang tidak sistemik tentunya apabila tidak memenuhi kriteria tersebut di atas. 102 Dalam menangani bank gagal yang sistemik maupun tidak, pihak LPS akan melakukan kajian dan memutuskan apaka matan jauh lebih mahal dari pada dengan melikuidasinya, maka penyelesaiannya singkat saja. Bank tersebut diusulkan dicabut ijin usahanya, kemudian dilikuidasi dan LPS membayar klaim atas simpanan masyarakat. Apabila LPS memutuskan untuk melakukan penyelamatan, maka ada perbedaan perlakuan “Penanganan Bank Gagal”, Op.cit. 101 Ibid. 102 Krisna Wijaya, Universitas Sumatera Utara antara penyelamatan bank gagal sistemik dan tidak sistemik. Untuk bank gagal tidak sistemik penyelamatan tidak mengikutsertakan pemegang saham lama. Artinya segala biaya yang timbul untuk penyelamatan akan menjadi disediakan oleh pihak LPS. 103 Untuk bank gagal sistemik dapat dilakukan baik tanpa melibatkan pemegang saham ger dan konsolidasi dengan bank lain. 104 prioritas untuk biaya gaji dan pesangon pegawai, biaya operasional dan biaya-biaya lama maupun dengan cara melibatkan pemegang saham lama open bank assistance. Dalam hal pemegang saham lama akan terlibat dalam penyelematan, maka diwajibkan menyetor minimal 20 dari total biaya penyelamatan. Sama seperti bank gagal sistemik, maka kekurangannya akan ditangani LPS. Untuk penanganan bank gagal dengan skim apapun, pihak LPS berdasarkan UU No.242004 diberikan kewenangan yang sangat memadai. Kewenangan RUPS dan pengelolaan bank gagal sepenuhnya diserahkan kepada LPS sehingga program penyelamatan dapat dilakukan lebih efektif. Termasuk dalam kewenangan yang diberikan kepada LPS adalah untuk melakukan penyertaan sementara, melakukan mer Sekalipun diperbolehkan melakukan penyelamatan, bukan berarti dana “talangan” dari LPS akan hilang. Semua biaya yang timbul akibat melakukan penyelamatan suatu bank akan diperhitungkan sebagai penyertaan sementara. Jangka waktu penyertaan LPS dibatasi dan harus menjual kembali sahamnya maksimal 2-3 tahun sejak penyelamatan dilakukan. Dalam hal suatu bank pada akhirnya harus dilikuidasi, maka hasil penjualan aset bank terlikuidasi akan didistribusikan secara 103 Ibid. 104 Ibid. Universitas Sumatera Utara yang telah dikeluarkan oleh LPS. Apabila hasil penjualan aset masih belum mencukupi, maka sisanya akan tetap menjadi kewajiban pihak pemegang saham lama. 10 Mekanisme Pengambilan Keputusan untuk Pencegahan dan Penanganan Krisis 5 Gambar 2 TUJUAN RUANG LINGKUP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KEPUTUSAN TOOL KITS MEKANISME SUMBER PENDANAAN Pencegahan Krisis 1. Likuidasi Bank 1. Pemberian bantuan likuiditas 1. FPD oleh BI, dijamin Pemerintah 2. Solvabili Gagal Sistemik tas Bank Bank 2.a. Pemberian bantuan likuiditas 2.b. Penyelesaian untuk Bank 2.a. PMS oleh LPS 2.b. Penutupan Bank dan pembayaran jaminan oleh LPS 3. Likuidita solvabili penanganan penyertaan modal untuk LKBB n s berasal i SBN dimaksud di pasar primer; a APBN n dan penanganan krisis harus DPR. s dan atau tas LKBB KKSK melakukan : a. Evaluasi masalah b. Penetapan masalah c. Penetapan langkah masalah 3. Pemberian Pinjaman atau untuk LKBB 3. Pemberian Pinjaman atau penyertaan modal  Sumber pendanaa Pemerintahan dan penanganan Krisi dari APBN melalui penerbitan SBN;  BI dapat membel  Penggunaan dan untuk pencegaha terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Penanganan Krisis 1. Likuidita solvabilitas Bank bantuan likuiditas melalui BI Badan Khusus s dan atau 1.a. Pemberian 1.b. Penyertaan Modal Sementara 1.a. FPD oleh Pemerintah 1.b. PMS oleh LPS atau Pemerintah atau 2. Likuidita solvabilitas LKBB a. Evaluasi masalah c. Penetapan langkah penanganan 2. Pemberian Bantuan likuiditas 2. Pinjaman PMS oleh Pemerintah atau Badna s dan atau KKSK melakukan : b. Penetapan masalah masalah Penyertaan Modal Sementara Khusus Sumber : Wikisource, “Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan IndonesiaBab 3”, http:id.wikisource.orgwikiKrisis_Global_dan_Penyelamatan_Sistem_Perbankan_Indon esiaBab_3., diakses pada 13 Mei 2011. Dari skim penanganan bank gagal oleh LPS sebagaimana telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila terjadi kegagalan bank secara sistem telah ada mekanisme penyelesaian yang lebih pasti dan terstruktur. Di samping itu ada sanksi yang jelas dan tegas kepada pemegang saham yang mengakibatkan banknya gagal. Hal tersebut tentunya akan memberikan suatu perlindungan yang lebih memadai baik 105 Ibid. Universitas Sumatera Utara bagi masyarakat maupun pemerintah. Sekalipun demikian harus tetap disadari bahwa keberadaan LPS belum bisa membebaskan beban pemerintah. Sebab apabila kemampuan LPS baik dari modal, aku mi dan cadangan serta surplus usaha tetap dim u dilihat bahwa kemungkinan itu ada, maka LPS memang bukan dewa P harus diyak a penang an berpendapat gagal tidakn rgantung kepada unsu tu tida i jug i es mene a ban p miliknya. Sebagai katan yang lebih komprhensif dalam rangka m bangkan perbankan yang kuat sekaligus engelola K Otoritas Jasa Keuangan fokus kepada pengaw mulasi pre tidak mencukupi, maka kekurangannya akan intakan kepada pemerintah. Kala penyelamat yang handal. 106 ada akhirnya an mujarab ad ini bahw anan b k gagal yang paling ampuh d alah apabila bank yan ya suatu bank te g ada selalu sehat. Mungkin ada yang r pengawasannya. Kesan i k salah tetap a t dak selalu benar. Sebab dalam k eharian yang ntukan sehat tidakny k kembali kepada engelola dan pe langkah antisipasi kedepan, tentu ada baiknya di enumbuh-kem carikan suatu pende sehat. Ada pendekatan yang ideal dan perlu dikaji lebih lanjut. Biarkan BI fokus pada an monoter dan regulator, lalu OJ p asan dan LPS dalam penanganan bank gagal. Jadi akan ada segitiga pengaman untuk perbankan nasional yang lebih terstruktur sekaligus terukur. 107 R. G. Hawtrey sebagai ahli perbankan The Art of Central Banking, 1932 berpendapat bank sentral adalah suatu bank yang berperan sebagai sumber pinjaman terakhir bagi bank-bank lender of the last resort dan untuk mendukung peranan tersebut, bank sentral juga harus mempunyai hak untuk menerbitkan uang kertas bank 106 Ibid. 107 Ibid. Universitas Sumatera Utara sebagai sumber dari perolehan dana bank sentral itu dalam pemberian jaminan. 108 Vera Smith sebagai ahli perbankan Rational of Central Banking, 1936 menyatakan bahwa suatu bank dikatakan sebagai bank sentral apabila bank tersebut berperan sebagai pencetak dan pengedar uang kertas dengan hak monopoli dari pemerintah the bank of issue. Kisch dan Elkin berpendapat bahwa bank sentral adalah suatu bank y mlah minimu ang memiliki ciri yang paling hakiki, yaitu sebagai pemelihara stabilitas moneter yang baku yang mendukung kontrol terhadap peredaran moneter. 109 Salah satu fungsi Bank Indonesia yang diatur dalam peraturan perundang- undangan adalah mengatur dan mengawasi bank umum di Indonesia. Bank-bank umum di bawah pengendalian dan pengawasan Bank Indonesia, beserta dengan Bank Indonesia itu sendiri, membentuk sistem moneter nasional. Sistem moneter ini juga melibatkan lembaga-lembaga keuangan non-bank. Bank Indonesia mempunyai kewajiban untuk menjaga kestabilan sistem moneter nasional. Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan moneter nasional berwenang untuk menjaga dan memelihara cadangan kas-kas bank komersial. 110 Dalam hal ini bank komersial diwajibkan untuk menyimpan suatu ju m tertentu reserve requirement pada bank sentral. Penyimpanan cadangan 108 RG. Hawtrey, The Art of Central Banking, Edisi Kedua, http:books.google.co.idbooks?id=n0ciOB2jKV0Clpg=PA39dq=R.20G.20Hawtrey20The 20Art20of20Central20Banking2C201932pg=PA116v=onepageqf=false., diakses pada 22 Juni 2011. 109 Vera Constance Smith, The Rationale of Central Banking and the Free Banking Alternative, http:books.google.co.idbooks?id=nyyVWio6wiUClpg=PA261dq=Vera20Smith20Rationale 20of20Central20Banking2C201936pg=PA261v=onepageq=Vera20Smith20Ration ale20of20Central20Banking,201936f=false., diakses pada 22 Juni 2011. 110 Pamela Romauli Tampubolon, “Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesi upiah dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank”, Medan : Tesis, Se scasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009, hal. 25. a dalam R kolah Pa Universitas Sumatera Utara ini bisa berupa uang kertas maupun surat berharga. Bank Indonesia juga berwenang untuk Menyelenggarakan kegiatan kliring di antara bank-bank. Kliring clearing adalah sarana perhitungan market antar bank yang dilaksanakan oleh bank sentral guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral dalam suatu wilayah kliring. 111 Bank Indonesia sebagai bank sentral juga diberi fungsi dan wewenang untuk membina dan mengawasi kegiatan perbankan sebagai lembaga perantara keuangan financ g ini dijalankan oleh Bank Indonesia dalam rangka pengawsan dan pengaturan yang ketat. Isu kesehatan perbankan menjadi isu sentral ial intermediary. Dalam menjalankan fungsinya itu, bank sentral mempunyai peranan khusus dalam sistem moneter sebagai sumber peminjaman bagi bank-bank the banker’s bank dan sumber terakhir bagi bank-bank untuk mendapatkan pinjaman ketika bank yang bersangkutan sedang mengalami kesulitan likuiditas lender of the last resort. Dalam fungsinya ini, bank sentral sekaligus juga berperan dalam mengembangkan sistem perkreditan yang sehat. 112 Bank Indonesia membantu manakala suatu bank gagal untuk memenuhi Giro wajib Minimum GWM. Semua fungsi dan wewenan menjami terciptanya kondisi perbankan yang sehat. Perbankan yang sehat menurut Manuel Guitian sebagai ahli perbankan hanya dapat tercipta melalui manakala krisis perbankan melanda dunia. Perbaikan sistem pembayaran dan restrukturisasi perbankan menjadi permasalahan utama dalam menjaga fungsi perbankan pada umumnya. Tingkat kesehatan suatu bank dapat diukur dari Cash 111 Ibid. 112 Satjipto Rahardjo, et.al, Op.cit, hal. 21. Universitas Sumatera Utara Ratio CAR. 113 Aset yang dimiliki oleh bank tersebut, pengelolaan bank, pendapatan, dan tingkat likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan bank. Bank juga diwajibkan untuk menjaga kesehatannya sendiri dengan cara melaksanakan kegiatan usahanya dengan prinsip kehati-hatian. 114

D. K Sentral Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan SSK

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menyatakan bahwa hanya Bank Indonesia yang dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitur yang merupakan Bank, menurut ahli hukum kepailitan Sutan Remy Sjahdeini merupakan standar ganda double standard. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, ketentuan ini telah merampas hak kreditur dari suatu bank. Kreditur bank justru pada umumnya adalah juga bank, bahkan sering terdiri dari banyak sekali bank, yang memberikan fasilitas kepada bank itu melalui interbank money market. Bank sebagai kreditur dalam menghadapi debitur non-bank adalah mandiri menjalankan haknya untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, tetapi apabila bank sebagai kreditur menghadapi debitur yang merupakan bank, haknya untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit itu hilang ewenangan Bank Indonesia Dalam Kepailitan Bank Sebagai Bank 115 segera dibayar oleh pihak bank. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik menggunakan alat likuid yang dimilkinya. Alat likuid, menurut ketentuan Bank Indonesia, terdiri dari uang kas ditambah dengan rekening giro bank yang disimpan di Bank Indonesia. Dalam : Steven M. Bragg, Business Ratios and Formulas : A 113 Cash Ratio adalah rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga yang dihimpun dan harus Comprehensive Guide, Second Edition, Amerika Serikat : John Wiley Sons Inc., 2010, hal. 87. Washington DC : International Monetary Fund, Juni 1992. 115 Sutan Remy Syahdeini, Undang-Undang Kepailitan : Dalam Persfektif Hukum, Politik dan Ekonomi, Makalah disajikan pada 7 Mei 1998 di Jakarta, hal. 6., sebagaimana dikutip Habiba Hanum, Terhadap Ketentuan Insolvensi Dalam Hukum Kepailitan”, Medan : Tesis, Sekolah Pascasar . 114 Manuel Guitián, Rules and Discretion in International Economic Policy, Occasional Paper, “Analisis jana Universitas Sumatera Utara, 2007, hal. 48 Universitas Sumatera Utara karena ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang tersebut. 116 Selanjutnya menurut ahli hukum kepailitan Sutan Remy Sjahdeini mengemukakan bahwa untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan m b keterlibatan Bank Indonesia. Sebab, Bank Indonesia merupakan bank sentral yang menentukan kebijakan perbankan Indonesia, yang mempunyai kewenangan untuk memberikan izin usaha berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pemerintah berpendapat bahwa kewenangan Bank Indonesia ini berhubungan dengan tugas pengawasan dan pembinaan terhadap dunia perbankan nasional. Pembinaan terhadap perbankan ditekankan pada aspek ekonomi dan politik. Konsekuensinya segala sesuatu yang berkaitan dengan keadaan insolvensi atau masalah kesulitan dana yang dapat membahayakan keberadaan bank dengan cara-cara persuasif akan diakhiri oleh Bank Indonesia dengan cara melakukan likuidasi tanpa perlu pernyataan pailit terhadap bank. Menurut ahli hukum kepailitan Sutan Remy Syahdeini menyatakan bahwa keadaan pailit atau bangkrut hanya akan dirasakan oleh em erikan keputusan untuk dinyatakan pailit suatu bank, haruslah terdapat 117 kreditur. Krediturlah yang mengalami ingkar janji in default sehubungan dengan 116 Ibid, hal. 48. 117 Menteri Kehakiman, “Jawaban Pemerintah atas Tanggapan Fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan”, hal. 3., dalam Laporan Lima Tahun DPR-RI 2004-2009, Jakarta : Sekjend DPR-RI UNDP dan AusAID, 2009. Universitas Sumatera Utara perjanjian utang-piutang perjanjian kredit antara debitur dan kreditur. Bank Indonesia tidak pernah menjadi pihak dalam perjanjian antara kreditur dan debitur. 118 Kenyataan bahwa debitur bukanlah debitur biasa, tetapi suatu bank, tidak mengu atau kreditur atau kejaksaan, apabila Bank Indonesia bukan sebagai kreditu tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang menyatakan bahwa : “Bank Indonesia dapat mengajukan permohonan pailit dalam hal debitur bah keadaan bahwa Bank Indonesia bukan pihak dalam perjanjian kredit antara debitur dan kreditur. Bank Indonesia hanya akan menjadi pihak dalam perjanjian antara kreditur dan debitur, apabila kredit yang diterima oleh debitur yang merupakan bank diberikan oleh Bank Indonesia berupa Kredit Likuiditas Bank Indonesia KLBI atau berupa Sertifikat Bank Indonesia SBI. Dalam hal Bank Indonesia yang menjadi kreditur, maka seyogyanya Bank Indonesia, baik sendiri maupun bersama dengan kreditur-kreditur lain, yang mengajukan permohonan pernyataan pailit. Selain itu Bank Indonesia dapat pula mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa diminta oleh debitur r tetapi sebagai otoritas moneter yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengawasan bank-bank serta stabilitas moneter menilai bahwa bank yang bersangkutan telah membahayakan sistem perbankan. Hal ini tidak mengurangi kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit suatu bank dalam kedudukan Bank Indonesia selaku kreditur Bank itu. 119 Selanjutnya Sutan Remy Syahdeini sebagai ahli hukum kepailitan, menyebutkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat 3, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 118 Habiba Hanum, Op.cit., hal. 48. 119 Ibid. Universitas Sumatera Utara yang diajukan pailit tersebut merupakan bank”, pada satu sisi dapat dibenarkan. Hal ini untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Apabila kreditu bank karena r dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada debitur yang merupakan bank tanpa melalui Bank Indonesia, dikhawatirkan bahwa setiap saat Bank akan senantiasa dibayang-bayangi pengajuan permohonan pernyataan pailit. Bila kondisi ini terjadi maka jelas akan mengganggu kinerja perbankan nasional, yang selanjutnya tentu akan berkaitan dengan kelangsungan hidup perbankan tersebut. Dampak selanjutnya adalah akan mengganggu perekonomian nasional. Karena sebagaimana diketahui bahwa bank merupakan agent of modernization. 120 Pemberian hak-hak khusus kepada Bank Indonesia yang mewakili kepentingan orang banyak harus mendapat dukungan karena berkaitan dana masyarakat yang terhimpun dalam bank. Perlindungan terhadap dana masyarakat luas ini harus dijaga dan dilindungi secara proporsional. Perkara yang berkaitan dengan diajukannya permohonan pailit terhadap Bank adalah perkara Bank IFI sebagai pemohon terhadap Bank Danamon sebagai termohon. Dalam perkara ini Bank Indonesia menolak untuk mempailitkan Bank Danamon dan akhirnya Pengadilan Niaga menolak untuk memeriksa dan memutuskan permohonan kepailitan tidak diajukan melalui Bank Indonesia. Hal ini berarti selama Bank Indonesia tidak memohonkan pailit terhadap bank yang tidak membayar utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, maka terhadap bank tersebut tidak dapat dipailitkan. 121 120 Sutan Remy Sjahdeini dalam Andreas Timothy, Op.cit., hal. i-ii. 121 Andreas Timothy, “Tinjauan Yuridis tentang Kasus Permohonan Pernyataan Pailit PT.Bank donesia, Tbk.”, Medan : Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2005, hal. 83-95. IFI terhadap PT.Bank Danamon In Universitas Sumatera Utara Selanjutnya untuk mengetahui lebih dalam mengenai permohonan pailit yang diajukan kepada Bank dapat dilihat pada kasus Lina Sugiharti Otto melawan PT. Bank Global Internasional Tbk., dan PT. Bank IFI melawan PT. Bank Danamon. Pada putusan Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung RI juga menolak permohonan pemohon terhadap Bank yang diajukan pailit. Putusan tersebut dapat dilihat di bawah ini :

1. Putusan Mahkamah Agung RI No. 029KN2006 antara Lina Sugiharti

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Melaksanakan Tugas Mengamankan Harta Pailit Dalam Praktik Berdasarkan Kajian Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1 3 18

TINJAUAN TENTANG KEHARUSAN DIKABULKANNYA PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT OLEH HAKIM (Studi KasusPertimbanganPasal 8 ayat (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Negeri Niaga Semarang).

0 0 14

31 UU NO 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 62

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Penyebab Terjadinya Kepailitan - Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Kreditu

0 0 28

BAB II PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Pengertian Pailit - Analisis Yuridis Putusan Pailit Terhadap PT. Telkomsel Tbk.

0 1 31

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Kepailitan - Ubharajaya Repository

0 0 17

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16