Terbukanya Peluang Kreditor Lain dalam Pengajuan Pailit Bank

yang dalam kaitan ini yang terpenting adalah pekerja. Ketentuan kepailitan memang telah memberikan hak istimewa untuk pembayaran gaji yang ga perlu dilihat a bagi konsumen atau menyebabkan terjadinya dislokasi ekonomi yang buruk. Singkat kata, kepailitan adalah ultimum remedium, upaya terakhir”. oleh suatu tim yang profesional yang berang sebagai pengawas pelaksanaan likuidasi. 133 Likuidasi perusahaan yang terutang. Akan tetapi bagaimana dengan hak-hak lainnya. Di samping itu ju pakah pailit menimbulkan dampak luas Likuidasi bank merupakan salah satu instrumen pembinaan di dalam dunia perbankan agar sektor perbankan dapat tetap menjalankan fungsinya secara dinamis dan mandiri. Likuidasi bank harus tetap menjamin terpeliharanya hak para pihak terkait, khususnya nasabah penyimpan dana.

A. Terbukanya Peluang Kreditor Lain dalam Pengajuan Pailit Bank

Pelaksanaan likuidasi harus dilakukan gotakan berbagai unsur yang terkait dengan aktifitas perbankan sehingga kepentingan berbagai pihak dapat terwakili dan terpelihara. 132 Bank Indonesia bertindak bernama Bank diatur prosedur di luar ketentuan kepailitan yang ada, karena karateristik bank memang jauh berbeda dengan perusahaan biasa. Hal tersebut misalnya dapat dilihat bahwa bank merupakan lembaga kepercayaan, karena bank dapat bekerja atas dasar kepercayaan nasabahmasyarakat, sehingga kaidah kepailitan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan aran dan Likuidasi Bank. 132 Pasal 7 ayat 1, Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. 133 Pasal 1 ayat 4, Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembub Universitas Sumatera Utara dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak dapat diterapkan karena dapat menggoyahkan kepercayaan masyarakat. 134 Dari segi aset, aset perbankan adalah dana masyarakat, sementara porsi modal bank tersebut relatif kecil bila dibandingkan dengan aset secara keseluruhan. Operas m Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang m b terhadap suatu b ional bank mempunyai resiko sistemik, dalam arti kejatuhan pada suatu bank dapat menyebabkan kejatuhan bank lain, yang pada akhirnya akan menghancurkan sistem yang telah dibangun. Oleh sebab itu, terhadap bank perlu diatur prosedur yang sangat khusus untuk pembubarannya. 135 Dala 3 em erikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk memohonkan pailit ank debitur, namun dalam praktiknya pasal ini tidak pernah digunakan. 136 Alasan yang paling mendasar mengenai tidak digunakannya pasal ini oleh Bank Indonesia adalah karena usaha bank memiliki karakteristik kegiatan usaha yang berbeda dari perusahaan pada umumnya, yaitu sebagai intermediary institution, sehingga aset bank pada dasarnya adalah milik para deposan selain juga milik kreditur bank lainnya. Selain itu mengingat bank adalah usaha yang hanya dapat berjalan atas dasar kepercayaan masyarakat, sehingga usaha bank harus dilindungi dari kemungkinan tindakan kreditur tertentu untuk serta merta mengajukan gugatan pailit ke Pengadilan. Oleh karena itu Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang 134 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan : Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Edisi Baru, Op.cit., hal. 29. 135 Bagian Menimbang huruf b. dan c., Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1996 tentang Ketentua Kewenangan Bank Indonesia dalam Menyata n dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. 136 Sylvia Janisriwati, “Disertasi Sylvia Janisriwati : kan Pailit”, http:prasetya.ub.ac.idberitaDisertasi-Sylvia-Janisriwati--Kewenangan-Bank- Indonesia-dalam-Menyatakan-Pailit-1583-id.html., diakses pada 14 Mei 2011. Universitas Sumatera Utara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat membatasi pihak yang boleh mengajukan gugatan kepailitan terhadap bank melalui debitur, yaitu Bank Indone dan bukan tetapi hanya berakibat terhadap ketidak mampuan perusahaan itu untuk melakukan Pemegang Saham perusahaan tetap sia selaku otoritas perbankan. 137 Namun, mengingat karakteristik usaha bank sebagaimana diuraikan di atas, maka terhadap bank yang mengalami permasalahan keuangan, pertama-tama dilakukan upaya penyelamatan. Apabila upaya penyelamatan itu tidak berhasil, sementara permasalahan yang dihadapi bank itu menganggu usahanya atau sistem perbankan, maka bank bermasalah itu harus keluar dari sistem perbankan exit policy melalui proses likuidasi bank sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 37 Undang- Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha Pembubaran dan Likuidasi Bank melalui proses kepailitan sebagaimana disediakan jalannya oleh Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 138 Bank yang sudah dilikuidasi dianggap sudah tidak eksis lagi, oleh karena itu tidak berhak melakukan kegiatan hukum seperti membayar utang. Ini berbeda dengan proses kepailitan. Perusahaan yang dipailitkan wajib melakukan proses kepailitan. Perusahaan yang dipailitkan wajib melakukan proses rehabilitasi sehingga perusahaan itu tetap eksis. Kepailitan tidak menyebabkan matinya suatu Perseroan Terbatas, tindakan hukum terhadap harta kekayaan 137 Ibid. 138 Ibid. Universitas Sumatera Utara eksisaktif, namun diwakili oleh Kurator. Dalam proses rehabilitasi ternyata perusahaan tersebut mampu survive, maka perusahaan tersebut dapat berubah statusnya menjadi perusahaan biasa lagi yang tidak di bawah pengampuan. 139 roleh pembayaran atas piutang mereka yang belum dilunas Status Debitur setelah selesainya tindakan pemberesan, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan bahwa setelah tindakan pemberesan selesai dilakukan, Debitur yang berbentuk badan hukum tidak bubar. Bubarnya perusahaan yang berbentuk badan hukum hanya terjadi apabila memang dengan sengaja dibubarkan, bagi perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas maka pembubarannya mengikuti ketentuan Pasal 142 sampai dengan Pasal 152 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam hal setelah tindakan pemberesan ternyata utang-utang debitur kepada kreditur masih tersisa atau belum lunas seluruhnya maka Debitur tetap berkewajiban untuk melunasi utang itu. Para Kreditur memperoleh kembali hak mereka untuk menagih dan mempe i oleh Debitur Pasal 204 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 140 Sebagai konsekuensinya, apabila Debitur memulai kembali untuk berbisnis setiap pendapatan yang diperolehnya dari bisnisnya itu harus dipakai untuk membayar utang-utang yang belum lunas. Sebaliknya apabila Debitur tersebut tidak lagi menjalankan kegiatan usahanya, sehingga dengan demikian tidak memperoleh pendapatan sebagai sumber pelunasan utang-utangnya maka hanya lewatnya masa i, Hukum Kepailitan, Medan : USU Press., 2009. i, Loc.cit.. 139 Sunarm 140 Sunarm Universitas Sumatera Utara kadaluarsa yaitu setelah lewatnya waktu 30 tiga puluh tahun sejak terakhir Debitur ditagih oleh krediturnya yang dapat membebaskan Debitur dari kewajiban membayar utang-utangnya. 141 Kembali ke permasalahan likuidasi Bank, untuk menyelesaikan permasalahan yang membelit Bank tersebut. Bank dalam kondisi pailit lebih memberikan keuntungan, salah satunya bagi nasabah penyimpan dana. Pengajuan pernyataan pailit pada Bank bisa melindungi Kreditor Bank sehingga Bank dapat segera menyelesaikan utangnya kepada para Kreditor. Posisi Bank Indonesia dalam hal ini sangatlah krusial karena sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang mengatur bahwa dalam hal Debitor adalah Bank, permohonan pernyataan pailit hanya bisa diajukan oleh Bank Indonesia. 142 Hal ini terjadi pada kasus PT. Bank IFI yang tidak berhasil mengajukan pailit terhadap PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk., karena ketidakbersediaan Bank Indonesia untuk mengambil langkah mengajukan permohonan pailit terhadap Bank sebagai kelanjutan permohonan yang diajukan oleh Kreditur secara absolut akan menutup kesempatan dari Kreditur tersebut untuk mempailitkan Bank debiturnya walaupun telah terbukti adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 143 141 Ibid. Menyatakan Pailit”, Op.cit., diakses pada 14 Mei 2011. 143 Andreas Timothy, “Tinjauan Yuridis tentang Kasus Permohonan Pernyataan Pailit PT.Bank IFI terhadap PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk.”, Op.cit., Lihat juga : Putusan Pailit Pengadil t antara PT. Bank IFI sebagai Pemoho ank Danamon Indonesia, Tbk., sebagai Termohon Pailit. 142 Sylvia Janisriwati, “Disertasi Sylvia Janisriwati : Kewenangan Bank Indonesia dalam an Niaga Jakarta Pusat No. 021PAILIT2001PN.Niaga.Jkt.Ps n Pailit terhadap PT. B Universitas Sumatera Utara Dalam hal terjadi likuidasi bank, nasabah penyimpan dan Kreditur lainnya berada dalam posisi yang lemah. Berbeda dengan perjanjian kredit yang lebih menjamin posisi Bank sebagai Kreditur, karena Debitur wajib menyerahkan jaminan, sehingg karena kelalaian maupun kurangnya kepatu an hukum terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya pencabutan izin usaha bank belum sepenuhnya efektif. 145 a apabila Debitur wanprestasi, Bank memiliki kepastian hukum bahwa dana yang dipinjamkannya akan kembali, sedangkan dalam hubungan antara Bank dengan nasabah penyimpan, ketika nasabah menyimpan sejumlah dananya pada Bank, Bank tidak menyerahkan jaminan yang dapat memberi kepastian kepada nasabah bahwa dana yang disimpannya pasti dapat diterima kembali, bahkan oleh hukum nasabah bank yang dianggap harus menanggung risiko hilangnya sebagian dana yang disimpan di bank yang dipilih sendiri. Demikian pula kedudukan Kreditur bank yang bukan merupakan Kreditur Preferen. 144 Likuidasi bank terjadi antara lain han pengurus bank terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kinerja Tim Likuidasi harus memperlihatkan efektifitas seperti yang diharapkan untuk menuntaskan proses likuidasi bank yang disebabkan karena beberapa hal antara lain ketentuan tentang likuidasi bank yang belum sempurna, peraturan yang belum lengkap, misalnya dalam hal eksekusi aset bank terlikuidasi, dalam hal pembuktian, masalah aset atas nama pihak lain dan lain sebagainya. Pelaksanaan penegak 144 Suwono, “Pemberdayaan dan Perlindungan Hukum Nasabah Bank”, http:www.balipost.co.idbalipostcetak2004419o2.htm., diakses pada 14 Mei 2011. 145 Zulkarnain Sitompul, “Likuidasi BDB dan Efektifitas Pengawasan Bank”, Majalah Pilars No. 28, periode 12-18 Juli 2004. Universitas Sumatera Utara Perizinan merupakan sub yang sangat penting dalam pembangunan sistem perbankan yang sehat dan kuat, karena perizinan merupakan salah satu sarana untuk menyeleksi agar hanya badan hukum yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang dapat menjalankan usaha perbankan. Di samping itu, perizinan juga digunakan oleh otoritas perbankan sebagai alat untuk memaksa bank agar mematuhi segala ketentuan dari otoritas perbankan dengan ancaman pencabutan izin usaha bila terjadi pelanggaran dan penyimpangan dalam pengelolaan bank. 146 Pencabutan izin usaha Bank dilakukan oleh Pimpinan Bank Indonesia apabila tindakan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1 Undang- Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang- Undang No. 10 Tahun 1998 belum cukup mengatasi kesulitan yang dihadapi Bank, atau me nurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu Bank dapat membahayakan sistem perbankan atau terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham Bank atau bank melanggar peraturan perundang-undangan. 147 Pencabutan izin usaha Kantor Cabang dari Bank yang berkedudukan di Luar Negeri dapat dilakukan oleh Bank Indonesia apabila memenuhi alasan sebagaimana diuraikan di atas atau terdapat permintaan kantor pusat Bank yang berkedudukan di Luar Negeri atau izin usaha kantor pusat Bank yang berkedudukan di Luar Negeri dicabut danatau kantor pusat dimaksud dilikuidasi oleh otoritas yang berwenang di tan Izin Usaha, Pembub ublik Indonesia Nomor 3831. 146 Bank Indonesia, “Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank, Op.cit. 147 Pasal 3 ayat 3, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabu aran dan Likuidasi Bank, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Rep Universitas Sumatera Utara negara biasa pada umumnya, dalam hal ini p 11 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban setempat. 148 Apabila tindakan penyelamatan belum cukup, untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi Bank danatau menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu Bank dapat membahayakan sistem perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk Tim Likuidasi. 149 Konsekuensi dari pencabutan izin usaha tersebut adalah bank wajib menutup seluruh kantor-kantornya untuk umum dan menghentikan segala kegiatan perbankan dan membubarkan badan hukum bank tersebut. Berkenaan dengan itu bank harus berupaya mengembalikan dana masyarakat yang telah dipercayakan untuk disimpan pada bank tersebut maupun dana kreditur lainnya kepada yang berhak. Sebaliknya debitur bank harus segera menyelesaikan kewajibannya untuk membayar kembali kepada bank agar piutang bank tersebut segera masuk ke dalam boedel. Bank yang dicabut izin usahanya berubah bentuk menjadi perseroan engajuan kepailitan terbuka untuk seluruh Kreditur bank tersebut. Karena pada pendirian Bank pertama sekali adalah menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, lalu selanjutnya pada bidang usahanya diatur dalam ketentuan perbankan. Setelah dicabut izin usahanya, Bank tidak bergerak dalam bidang perbankan lagi sehingga karenanya mengacu kepada ketentuan Pasal 1 angka cabutan Izin Usaha, Pembub 148 Pasal 22, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pen aran dan Likuidasi Bank. 149 Pasal 5 ayat 1, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Universitas Sumatera Utara Pembayaran Utang bahwa badan hukum tersebut dapat dimohonkan pailit oleh setiap Krediturnya, tidak lagi harus Bank Indonesia yang memohonkan pailit. 150

B. Aspek Hukum Permohonan Pernyataan Pailit

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Melaksanakan Tugas Mengamankan Harta Pailit Dalam Praktik Berdasarkan Kajian Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1 3 18

TINJAUAN TENTANG KEHARUSAN DIKABULKANNYA PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT OLEH HAKIM (Studi KasusPertimbanganPasal 8 ayat (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Negeri Niaga Semarang).

0 0 14

31 UU NO 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 62

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Penyebab Terjadinya Kepailitan - Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Kreditu

0 0 28

BAB II PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Pengertian Pailit - Analisis Yuridis Putusan Pailit Terhadap PT. Telkomsel Tbk.

0 1 31

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Kepailitan - Ubharajaya Repository

0 0 17

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16