M ANISME HUKUM YANG DAPAT DIGUNAKAN OLEH KREDITOR

BAB IV ANISME HUKUM YANG DAPAT DIGUNAKAN OLEH KREDITOR

DALAM MENYELESAIKAN PIUTANGNYA TERHADAP BANK ekanisme Hukum Penyelesaian Piutang Terhadap Bank 1. Melalui Permohonan Pailit MEK

A. M

Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pe aka kondisi itu sebaiknya idasarkan pada ukuran yang terdapat Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang No. 10 ahun 1998 tentang Perbankan yaitu “keadaan suatu bank mengalami kesulitan yang embahayakan kelangsungan usahanya”. 215 Suatu bank dikatakan mengalami esulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya bila berdasarkan penilaian mbayaran Utang disebutkan dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia sudah sewajarnya melaksanakan kewenangannya dalam kepailitan untuk menunjang perekonomian nasional. 213 Sehubungan dengan itu, dalam ketentuan kepailitan ini sebenarnya perlu diatur dengan tegas dalam kondisi bagaimana Bank Indonesia dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga. 214 Oleh karena pengaturan dimaksud tidak ada m d T m k 213 Mario Giovanoli dan Gregor Heinrich Editors, International Bank Insolvencies : A entral Bank Perspective, Kluwer Law International, 1999., dalam : Ramlan Ginting, Kewenangan unggal Bank Indonesia Dalam Kepailitan Bank, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, olume 2 Nomor 2, Jakarta : Bank Indonesia, Agustus 2004, hal. 9. 214 Direktorat Hukum Bank Indonesia, “Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan”, olume 2 Nomor 2, Jakarta : Bank Indonesia, Agustus 2004, hal. 9. 215 Pasal 37 ayat 1, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, mengatakan ahwa : “dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, ank Indonesia dapat melakukan tindakan...”. C T V V b B Universitas Sumatera Utara Bank Indonesia keadaan usaha Bank s emburuk antara lain ditandai dengan m ank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan y s sia akan aman dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit k nk dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban; Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada 7. izin usaha bank dan memerintahkan Direksi Bank untuk segera menyelenggarakan menyelenggarakan RUPS, emakin m enurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas, serta pengelolaan B ang ehat. Dengan adanya ukuran yang jelas ini maka Bank Indone menggunakan kewenangan tunggalnya e Pengadilan Niaga. 216 Selanjutnya menurut penilaian Bank Indonesia suatu Bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar 217 : 1. “Pemegang saham menambah modal; 2. Pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau Direksi bank; 3. Bank menghapus bukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya; 4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain; 5. Ba 6. pihak lain; Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajibannya kepada bank atau pihak lain”. Apabila tindakan di atas belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi Bank atau menurut Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan, maka Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut Rapat Umum Pemegang Saham RUPS guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk Tim Likuidasi. Dalam hal Direksi bank tidak 216 Ibid. 217 Pasal 37 ayat 1, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Universitas Sumatera Utara Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan Tim Likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 218 Dalam rangka kepailitan ini, sebaiknya Bank Indonesia mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga ketika tindakan tindakan penyelamatan bank bank rescue sebagaimana pada Pasal 37 ayat 1 huruf a hingga huruf g nesia tidak menunggu hingga kesulitan Bank tersebut Bila keadaan suatu Bank telah ankan itu terjadi epailitan, penetapan putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga tidak perlu didahu . Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan belum berhasil untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank. 219 Sebaiknya Bank Indo dapat membahayakan sistem perbankan. membahayakan sistem perbankan maka sebenarnya adalah suatu keterlambatan untuk melakukan kepailitan, kecuali keadaan membahayakan sistem perb seketika. Ketepatan waktu ini penting karena upaya kepailitan itu sebenarnya adalah juga merupakan upaya penyelamatan Bank melalui jalur Pengadilan Niaga. Dalam k lui dengan pencabutan izin usaha bank oleh Bank Indonesia dan pembubaran badan hukum bank oleh RUPS mengingat dalam kepailitan selalu diupayakan terwujudnya perdamaian yang merupakan tindakan penyelamatan bank berdasarkan kesepakatan antara Debitor dan para Kreditur Kreditur Konkuren. Bila perdamaian tersebut dapat diwujudkan dan setelah disahkan oleh Pengadilan Niaga maka kepailitan diangkat dicabut dan bank sebagai Debitor dapat kembali berbisnis 218 Pasal 37 ayat 2 dan 3, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. torat Hukum Bank Indonesia, “Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan”, Op.cit., h 219 Direk al. 10. Universitas Sumatera Utara seperti biasa. Namun, jika perdamaian tidak terwujud maka harta pailit Bank dinyatakan berada dalam keadaan insolvensi dan Kurator mulai membereskan dengan menjual harta pailit tanpa memerlukan persetujuan Debitor. 220 Setelah ada kejelasan ukuran bagi Bank Indonesia untuk melaksanakan kewenangannya atas Bank sebagai Debitor, selanjutnya diperlukan juga kejelasan ukuran atas ‘jumlah Kreditur’ dan ‘utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih’. Dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dinyatakan bahwa agar dapat diajukan permoh onan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga maka jumlah kreditur yang dimiliki debitor minimal dua. Bagi Bank sebagai Debitor terlalu riskan diberlakukan kriteria kepemilikan minimal dua Kreditur tersebut. Suatu hal yang tidak wajar bagi Bank sebagai Debitor jika hanya karena dengan memiliki minimal dua Kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih menjadi dapat dipailitkan oleh Pengadilan Niaga, mengingat ketidakwajaran ini berbeda dengan perusahaan pada umumnya, dimana bank memiliki banyak Kreditur. Kepentingan seluruh Kreditur sudah sewajarnya menjadi pertimbangan bukan hanya sekedar kepentingan dua atau tiga Kreditur saja. Selain kepentingan para Kreditur Bank, maka kepentingan para nasabah Debitor dan nasabah pengguna jasa Bank juga perlu menjadi pertimbangan. 221 220 Ibid. am Kepailita Universitas Surabaya dengan Bank Indonesia, 2004, hal. 35. 221 Daniel Djoko Tarliman, et.al., “Kewenangan dan Tanggung Jawab Bank Indonesia Dal n dan Likuidasi Lembaga Perbankan”, Executive Summary Hasil Penelitian : Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Dengan kata lain, implikasi kepailitan bagi kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan perlu mendapat perhatian dalam mempailitkan bank. Oleh karena itu, adalah suatu pengaturan yang tepat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang engan kewenangan yang diberikan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bahwa atas Bank sebagai Debitor permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan kepailitan, Bank Indonesia sudah seharusnya mengabaikan ukuran kepemilikan minimal dua Kreditur tersebut . 222 Selanjutnya, untuk menghindari kesan bahwa mudah untuk mempailitkan Debitor maka ukuran nilai atas ”utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih” juga perlu menjadi pertimbangan. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak menetapkan besarnya nilai utang Debitor sebagai dasar untuk melaksanakan kepailitan. Artinya, berapapun nilai utang Debitor kepailitan tetap dapat dilaksanakan asal utang tersebut tidak dibayar pada saat jatuh tempo. Bagi Bank sebagai Debitor, ukuran nilai utang menjadi penting karena kaitannya dengan pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap Bank. Bila nilai utang Bank hanya relatif sedikit maka adalah suatu tindakan yang keliru untuk mempailitkan Bank, mempertimbangkan dampak kepailitan itu bagi pemeliharaan kepercayaan masyarakat. Pihak yang menentukan ukuran nilai utang tersebut adalah Bank Indonesia sendiri sejalan d 222 Ibid. Universitas Sumatera Utara kepada ia. Karena hanya Bank I suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak menutup usaha Dapat dilihat pada kasus PT. Bank IFI melawan PT. Bank Danamon Indonesia, Bank Indonesia telah lalai dan salah melaksanakan tugasnya atau tidak melaksanakan haknya sesuai Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang nya sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit atas Bank sebagai Debitor. 223

2. Melalui Gugat Pengadilan

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

24 183 81

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Melaksanakan Tugas Mengamankan Harta Pailit Dalam Praktik Berdasarkan Kajian Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1 3 18

TINJAUAN TENTANG KEHARUSAN DIKABULKANNYA PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT OLEH HAKIM (Studi KasusPertimbanganPasal 8 ayat (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Negeri Niaga Semarang).

0 0 14

31 UU NO 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 62

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Penyebab Terjadinya Kepailitan - Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Kreditu

0 0 28

BAB II PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Pengertian Pailit - Analisis Yuridis Putusan Pailit Terhadap PT. Telkomsel Tbk.

0 1 31

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Kepailitan - Ubharajaya Repository

0 0 17

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16