Bahasa dan Kesenian Latar Belakang Kebudayaan Aceh

Pada bentuk yang pertama yaitu mengurut akan dikusuk atau diurut oleh “Bidan“ kampung. Bila perempuan tersebut telah dikusuk maka untuk selanjutnya ia tidak akan hamil lagi.

3.3.3 Bahasa dan Kesenian

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Aceh, Bahasa Indonesia. Meskipun banyak yang menggunakan Bahasa Aceh dalam pergaulan sehari-hari, namun tidak berarti bahwa corak dan ragam bangsa Aceh yang digunakan sama. Tidak saja dari segi dialek yang mungkin berlaku bagi bahasa didaerah lain, Bahas Aceh bisa berbeda dalam pemakaiannya, bakan untuk kata-kata yang bermakna sama. Kemungkinan besar hal ini disebabkan banyaknya percampuran bahasa, terutama didaerah pesisir, dengan bahasa daerah lainnya atau juga karena kelestarian bahasa aslinya. Orang Aceh mempunyai bahasa sendiri yakni Bahasa Aceh, yang termasuk rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Aceh terdiri dari beberapa dialek, diantaranya dialek Keusangan, Banda, Bueng, Daya, Pase, Pidie, Tunong, Seunagan, Matang dan Meulaboh, tetapi yang terpenting adalah dialek Banda. Dialek ini dipakai di Banda Aceh. Dalam tata bahasanya, bahasa Aceh tidak mengenal akhiran untuk membentuk kata yang baru, sedangkan dalam sistem fonetiknya, tanda seru, kebanyakan dipakai tanda pepet bunyi e. Dalam bahasa Aceh, banyak kata yang bersuku satu. Hal ini terjadi karena hilangnya satu vokal pada kata-kata yang bersekutu dua, seperti “ turun “ menjadi “ tru one “, karena hilangnya suku pertama, seperti “ daun “ menjadi “ beuen “. Universitas Sumatera Utara Disamping itu banyak pula kata-kata yang sama dengan bahasa-bahasa Indonesia Bagian Timur. Masyarakat Aceh yang berdiam di kota umumnya menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar, baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan sosial. Namun demikian, masyarakat Aceh yang berada di kota tersebut mengerti dengan pengucapan Bahasa Aceh. Selain itu, adapula masyarakat yang memadu kan antara Bahasa Indonesia dengan Bahasa Aceh dalam berkomunikasi. Pada masyarakat Aceh di pedesaan, Bahasa Aceh lebih dominant dipergunakan dalam kehidupan sosial mereka. Dalam sistem bahasa tulisan tidak ditemui sistem huruf khas bahasa Aceh asli. Tradisi bahasa tulisan dalam huruf Arab Melayu yang disebut bahasa Jawi, Jawoe, bahasa Jawi ditulis dengan huruf Arab ejaan Melayu. Pada masa Kerajaan Aceh banyak kitab ilmu pengetahuan agama, pendidikan, dan kesusasteraan ditulis dalam bahasa Jawi. Pada makam-makam raja Aceh terdapat juga huruf Jawi. Huruf ini dikenal setelah datangnya Islam di Aceh. Banyak orang-orang tua Aceh yang masih bisa membaca huruf Jawi. Bahasa lain yang digunakan di Aceh adalah Bahasa Gayo yang diturunkan di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan Serbajadi, Aceh Timur, Bahasa Simeulue dan beberapa bahasa lainnya di Kabupaten Simeulue, Melayu Tamiang, Alas, Aneuk Jamee yang merupakan dialek bahasa Minangkabau dan Bahasa Kluet. Universitas Sumatera Utara Di daerah adat Aneuk Jamee terdapat beberapa bentuk kesenian yang lazim dipertunjukan adalah sebagai berikut : Kra kuda, badampiang, daba, gandang selusin, dan panka gelombang. Rantak Kudo adalah suatu bentuk pertunjukkan kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang. Dalam bentuk kesenian ini terpadu unsur seni suara dan seni tari. Badampiang juga merupakan suatu bentuk kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang. Seperti halnya dengan rantak kudo, dalam bentuk kesenian ini terpadu unsur seni dan seni suara. Kaba atau ceritera adalah bentuk kesenian yang sama seperti haba dalam masyarakat adat Aceh, kaba yang sering diceritakan di sana adalah kaba Unggeh Bamban dan Cindua Mato Di daerah Aceh Tamiang terdapat beberapa bentuk kesenian yang lazim dipertunjukkan, antara lain pencak, pelintau, nasyid. Pencak adalah bentuk seni bela diri yang dimainkan oleh dua orang yang saling bertarung. Pelintau juga merupakan seni bela diri yang dimainkan oleh dua orang yang saling bertarung. Bila pada silat senjata yang dipergunakan terdiri dari pisau atau pedang, maka pada palintau senjata yang dipergunakan adalah kayu. Nasyid adalah suatu bentuk kesenian yang dimainkan oleh seregu anak perempuan dengan menggunakan rebana. Pada bentuk kesenian ini terpadu unsur seni tari, seni musik dan seni suara. Di daerah Alas terdapat beberapa bentuk kesenian yang lazim dipertunjukkan, antara lain : canang, cerite atau sukuten, lagam. Canang adalah gendrang yang Universitas Sumatera Utara dipukul dengan irama tertentu oleh beberapa orang. Cerite atau ceritera adalah hampir sama dengan haba pada masyarakat adat Aceh dan kaba pada masyarakat adat Aneuk Jamee. Cerite yang lazim diceriterakan adalah suketen dilayar dengan Beghu Dinem dan cerite suketen si Pehe dengan Beghu Dihe. Lagam adalah suatu bentuk kesenian yang dimainkan oleh dua orang. Kedua orang tersebut salaing beralasan pantun sehingga hampir menyerupai nasib dalam kesenian Aceh. Selain dari bentuk-bentuk kesenian di atas, semua masyarakat mengenal beberapa pertunjukkan kesenian lagi, yang sering dipertunjukkan pada waktu upacara perkawinan. Bentuk-bentuk kesenian tersebut adalah dalam bentuk musik yaitu orkes, band, kesemua daerah adat, bersamaan dengan arus modernisasi. Dalam hubungan dengan adat dan upacara perkawinan, seni lukis atau seni ukir juga mendapat tempat yang penting, seni ukir dan seni lukis terlihat pada tempat pelaminan, kostum pakaian acara-acara kesenian di atas, kostum pakaian penganten, hiasan tirai, hiasan langit-langit hiasan tempat tidur, tikar dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara

BAB IV RITUAL PERKAWINAN ADAT ACEH YANG MERUPAKAN SALAH SATU