Adat Sebelum Perkawinan Tujuan Perkawinan Menurut Adat

BAB IV RITUAL PERKAWINAN ADAT ACEH YANG MERUPAKAN SALAH SATU

DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI SERAMBI MEKKAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM

4.1 Adat Sebelum Perkawinan

Yang dimaksud dengan adat sebelum perkawinan ialah segala kelaziman, aturan-aturan, ide-ide dan segala tata cara yang ditempuh sebelum perkawinan berlangsung. Dalam hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

4.2 Tujuan Perkawinan Menurut Adat

Secara biologi perkawinan mempunyai tujuan dalam rangka meneruskan keturunan, demkian pula perkawinan itu mempunyai tujuan pokok untuk memenuhi hasrat seksual manusia. Antara tujuan memperoleh anak dan perbuatan seksual dalam perkawinan terdapat hubungan yang kausal dengan akibat hukum tertentu, terutama bagi kedudukan anak. Kelahiran anak perempuan mempunyai arti tersendiri. Karena menurut adat disana, anak perempuan apabila telah kawin akan tetap tinggal di rumah orang tuanya, mengurus suami, anak-anaknya, juga orang tuanya yang telah uzur. Keadaan yang demikian itu menunjukkan bahwa hubungan kasih sayang orang tua dengan anak perempuan lebih akrab dibanding dengan anak laki-laki. Sebaiknya kelahiran anak laki-laki mempunyai arti tersendiri pula. Anak laki- laki selalu dipandang sebagai perlambang kepemimpinan dalam keluarga, di samping Universitas Sumatera Utara dianggap sebagai penerus keturunan, pembawa nama dan gelar. Demikian pula dalam hal penentuan warisan, biasanya kedudukan anak laki-laki juga lebih penting dari anak perempuan, demikian pula yang menyangkut hak dan kewajiban serta peranan yang lain dalam masyarakat. Namun demikian kedudukan perempuan tidak pula dapat dianggap rendah, karena pada sistem sosial masyarakat tersebut terdapat ketentuan lain yang memberi keseimbangan. Keseimbangan sosial itu dicapai dengan kewajiban menghormati kelompok keluarga pemberi gadis dalam hubungan perkawinan konnubioum disamping adat kebiasaan membayar uang jujur kepada keluarga si gadis, sebagai imbalan yang tidak bisa saja bersifat material tetapi juga bersifat non material magis. Tujuan yang bersifat biologis lainnya ialah bahwa perkawinan bertujuan memuaskan nafsu syahwat dan kebutuhan seksual, meskipun hal itu bukan merupakan tujuan utama perkawinan, justru nafsu seksual itu dapat juga dipuaskan di luar lembaga perkawinan. Tujuan perkawinan pada hakekatnya adalah legalisasi tingkah laku seksual antara suami istri yang sah, guna menampung semua akibatnya, terutama keturunan atau kelahiran anak. Hampir semua kelompok adat di Aceh tujuan-tujuan dan motif seksual ini tidak banyak dibicarakan, karena dianggap sesuatu yang tabu. Namun motif-motif seksual ini ada dan hidup dalam kesadaran masyarakat. Di satu pihak norma-norma adat tidak menyediakan media pergaulan bebas sebagai sarana penyaluran hasrat muda mudi. Kecuali kita jumpai secara terbatas terdapat pada masyarakat Adat Gayo, Universitas Sumatera Utara Alas, dan Tamiang. Malah pada masa-masa kematangan seksual di kalangan muda- mudi terjadi semacam pengendalian sosial yang amat keras terutama bagi anak gadis, misalnya dalam bentuk pingitan. Namun di pihak yang lain norma adat di Aceh secara umum memberi tekanan apabila telah sampai waktunya kematangan seksual. Dalam bahasa Aceh disebut “ trou umu “. Yang lebih penting dari fungsi biologis adalah fungsi sosial perkawinan. Pasangan yang baru saja melakukan perkawinan, hidup bersama dalam satu ikatan, diakui dan disetujui oleh anggota-anggota masyarakat. Kepada mereka dituntut untuk bekerja sama antara sesamnya dan kadang-kadang dengan anggota kerabat lainnya dalam mengasuh rumah tangga. Prinsip-prinsip tersebut di atas juga berlaku pada semua kelompok adat di daerah Aceh. Salah satu maksud perkawinan pada masyarakat Aceh adalah untuk memperluas kaum kerabat, sekaligus merapakan hubungan yang sudah ada. Tujuan lain dari perkawinan adalah dalam tangka peningkatan status sosial. Hampir pada semua kelompok sosial perkawinan untuk pertama kalinya dianggap sebagai lambing kedewasaan.

4.3 Bentuk-Bentuk Perkawinan