Alas, dan Tamiang. Malah pada masa-masa kematangan seksual di kalangan muda- mudi terjadi semacam pengendalian sosial yang amat keras terutama bagi anak
gadis, misalnya dalam bentuk pingitan. Namun di pihak yang lain norma adat di Aceh secara umum memberi tekanan apabila telah sampai waktunya kematangan
seksual. Dalam bahasa Aceh disebut “ trou umu “. Yang lebih penting dari fungsi biologis adalah fungsi sosial perkawinan.
Pasangan yang baru saja melakukan perkawinan, hidup bersama dalam satu ikatan, diakui dan disetujui oleh anggota-anggota masyarakat. Kepada mereka dituntut untuk
bekerja sama antara sesamnya dan kadang-kadang dengan anggota kerabat lainnya dalam mengasuh rumah tangga.
Prinsip-prinsip tersebut di atas juga berlaku pada semua kelompok adat di daerah Aceh. Salah satu maksud perkawinan pada masyarakat Aceh adalah untuk
memperluas kaum kerabat, sekaligus merapakan hubungan yang sudah ada. Tujuan lain dari perkawinan adalah dalam tangka peningkatan status sosial.
Hampir pada semua kelompok sosial perkawinan untuk pertama kalinya dianggap sebagai lambing kedewasaan.
4.3 Bentuk-Bentuk Perkawinan
4.4.1 Bentuk Kawin Biasa
Yang dimaksud perkawinan biasa dalam masyarakat Aceh, ialah perkawinan yang berlangsung menurut ketentuan norma agama, yang sekaligus berdampingan
dengan norma-norma adat-istiadat hukum adat. Norma agama yang dimaksud ialah
Universitas Sumatera Utara
ketentuan menurut hukum Islam, yang diperlukan secara mutlak, tanpa meninggalkan syarat-syaratnya yang minimal untuk sahnya perkawinan. Yang dimaksud ketentuan
adat ialah semua ketentuan adat yang dalam kenyataan diperlukan sesuai dengan keterikatan dalam adat masyarakatnya, atau menurut batas-batas kemampuan dan
penghayatan anggota-anggota masyarakat terhadap adatnya. Dengan demikian intensitas berlakunya hukum adapt dalam perkawinan adalah relative sekali.
Dikatakan perkawinan biasa pada semua kelompok adat di Aceh tidak lain karena perkawinan itu terjadi untuk pertama kalinya antara seorang laki-laki
pemuda dengan seorang wanita gadis, yang pada umumnya dimaksudkan sebagai perkawinan pasangan tunggal monogam. Perkawinan itu biasanya dimulai dengan
datangnya lamaran dari pihak keluarga calon pengantin laki-laki dan kemudian diteruskan menjadi hubungan pertunangan yang kadang-kadang berlangsung agak
lama satu sampai dua kali panen. Keumeukoh Aceh di gotam Tamiang. Selanjutnya pada perkawinan sejak lamaran diterima sampai pada upacara-upacara
sesudah kawin.
4.4.2 Bentuk Perkawinan Dengan Cara Kawin Lari
Bentuk perkawinan lari merupakan bentuk pranata yang hamper tidak dikenal dalam masyarakat adat Aceh, sehingga tidak diketumkan suatu istilah khusus untuk
itu di dalam bahasa daerah Aceh. Kawin lari nampaknya suatu perkembangan baru dalam kebiasaan Aceh. Kemungkinan setelah semakin berkembang pergaulan bebas
yang menyebabkan semakin sering terjadi hubungan-hubungan azas insiatif dari muda-mudi yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya kawin lari terjadi disebabkan ketiadaan restu dan persetujuan orang tua atau wali si gadis. Padahal di antara dua muda-muda itu telah terjadi
hubungan percintaan yang mendalam sekali dan bersepakat untuk kawin dengan cara bagaimanapun. Sebab yang tidak mampu pihak laki-laki menunaikan atau memenuhi
mas kawin atau uang jujur serta biaya perkawinan yang sangat tinggi yang ditentukan oleh adat ataupun yang ditentukan oleh orang tua si gadis itu sendiri, sebagai suatu
cara penolakan pinangan terhadap anak gadisnya.
4.4.3 Bentuk Kawin Ganti Tikar