Cabai merah merupakan salah satu tanaman yang sangat rentan terhadap hama dan penyakit tanaman. Alokasi obat-obatan untuk tanaman cabai merah ini
relatif lebih banyak. Akan tetapi, meskipun demikian terkadang tidak dapat dipastikan penggunaan obat-obatan tertentu dapat menanggulangi hama dan
penyakit yang menyerang, apalagi saat musim hujan. Terlebih, dengan penggunaan obatan-obatan, pupuk kimia atau zat zat kimia lainnya yang berlebih
saat ini oleh petani akan membuat kondisi tanah menjadi jenuh. Namun, dilain sisi masih adanya kesadaran petani cabai merah di Desa Perbawati akan kesuburan
tanah ini. Hal ini ditunjukkan dengan pemakaian pupuk-pupuk organik baik padat maupun cair oleh petani cabai merah dan masih adanya sistem bera, yaitu
pemulihan unsur hara lahan dengan cara penanaman lahan dengan kacang- kacangan.
6.5. Manajemen Risiko yang dilakukan Petani
Petani sebagai pelaku utama dalam kegiatan usahatani, pada dasarnya telah melakukan beberapa tindakan dalam menghadapi adanya risiko usaha.
Berdasarkan observasi di lapangan bahwa rata-rata petani telah memiliki pengalaman berusahatani cabai merah selama bertahun-tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun tingkat risiko usahatani cabai merah cukup tinggi, namun usahatani tersebut masih dianggap menguntungkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani cabai merah di lapangan, terdapat beberapa hal yang biasa dilakukan oleh petani dalam mengahadapi risiko
pada kegiatan usahatani cabai merah, yaitu sebagai berikut: 1.
Pengaturan pola tanam
Pada dasarnya setiap tanaman memiliki kriteria ekologis masing-masing.
Begitu pula dengan tanaman cabai merah. Kesesuaian kondisi lingkungan dengan kriteria ekologis yang dibutuhkan sangat dipengaruhi oleh penentuan waktu dan
pola penanaman. Selain aspek teknis, pengaturan pola tanam juga berhubungan dengan aspek ekonomis, seperti faktor harga dan efisiensi usahatani. Oleh karena
itu, pengaturan pola tanam ini dapat digunakan sebagai upaya dalam menghadapi risiko usahatani.
Pada petani cabai merah di Desa Perbawati, pola tanam cabai merah yang dilakukan cenderung sama untuk setiap musimnya, yaitu secara monokultur. Hal
ini dilakukan oleh petani cabai merah karena apabila penanaman cabai merah ditumpangsarikan dengan tanaman lain, maka pertumbuhan tanaman cabai kurang
optimal karena cabai merupakan tanaman yang banyak memakan unsur hara tanah. Biasanya petani melak
ukan masa “bera” dalam pola tanamnya, yaitu berkisar dua bulan. Masa “bera” ini biasanya digunakan petani cabai merah untuk
menanam tanaman yang dapat mengembalikan unsur hara tanah dan yang memiliki umur tanam tidak lama, seperti kacang panjang, kubis, dan bawang
daun. Pola tanam yang dijelaskan seperti pada Gambar 8 merupakan pola tanam
petani responden secara umum. Pada praktiknya, tidak seluruh petani menanam cabai merah secara serentak dalam satu waktu. Berdasarkan wawancara yang
dilakukakn kepada responden, keputusan petani dalam menanam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan modal, terutama bagi petani kecil. selain itu,
penanaman yang tidak serentak ini juga dilakukan petani karena apabila seluruh petani menanam cabai, maka pasokan cabai akan berlebih sehingga harga cabai
akan rendah. Namun, penanaman cabai merah yang tidak serentak ini akan dapat menyebabkan siklus hama menjadi tidak terputus. Oleh karena itu, diperlukan
adanya pengaturan pola tanam untuk seluruh petani cabai merah secara serentak. Akan tetapi, untuk mengatasi over supply maka pengaturan pola tanam secara
serentak harus dilakukan di setiap wilayah sentra.
2. Pengendalian hama dan penyakit
Cabai merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit tersebut dapat menyerang mulai dari akar,
batang, daun, bunga, dan buah. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman merupakan faktor risiko pada kegiatan usahatani. Untuk menghadapi
permasalahan hama dan penyakit tanaman tersebut, maka petani melakukan beberapa hal seperti penyemprotan secara rutin, penggunan obat-obatan tertentu,
dan sebagainya.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, rata-rata frekuensi penyemprotan tanaman berkisar dua hingga tiga hari sekali. Namun, jika musim hujan
penyemprotan dapat dilakukan satu hari sekali. Sementara saat kemarau panjang penyemprotan dapat dilakukan 6 hari sekali. Perlakuan penyemprotan ini juga
disesuaikan dengan jenis hama dan penyakit yang dihadapi. Selain itu, perlakukan dalam pengendalan hama dan penyakit tanaman cabai merah, juga disesuaikan
dengan waktu dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan. Penjelasan mengenai pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai merah dapat dilihat pada Tabel
29. Meskipun petani cabai merah sudah melakukan beberapa cara untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman, namun upaya-upaya tersebut belum bersifat terpadu. Petani cabai merah di Desa Perbawati cenderung menggunakan
obat-obatan melebihi dosis yang ditentukan. Dalam menggunakan obat-obatan tersebut, petani cabai merah di Desa Perbawati belum memperhatikan aspek
lingkungan dan kesehatan. Akibatnya, beberapa jenis hama maupun penyakit justru menjadi resisten terhadap obat-obatan tersebut. Belum dilakukannya
pengendalian hama dan penyakit secara terpadu bukan karena pengetahuan petani yang terbatas, namun karena petani tidak ingin hasil usahatani cabainya rusak dan
produksi rendah. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, bahwa petani telah sering
mendapatkan penyuluhan mengenai budidaya cabai merah yang baik dan benar, bahkan petani juga telah mendapatkan pelatihan dalam penggunaan bahan
organik. Namun, sampai saat ini petani masih sulit untuk mendapatkan bahan oraganik tetsebut serta harganya yang cukup tinggi. Sementara harga cabai masih
berfluktuatif. Oleh karena itu, petani cabai merah lebih baik menghindari risiko dengan cara masih menggunakan obat-obatan kimia.
Tabel 29. Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Merah yang
Dilakukan oleh Petani di Desa Perbawati
Jenis hama dan penyakit Perlakuan
Lalat buah Dacus ferrugineus Mengumpulkan buah cabai yang diserang
kemudian dimusnahkan Penyemprotan secara rutin dengan
insektisida Thrips Thrips sp
Penyemprotan rutin dengan insektisida Tungau Tarsonemus translucens
Penyemprotan secara
rutin dengan
insektiseda Layu bakteri Pseudomonas solana-cearum
E.F Smith Perlakuan benih sebelum ditanam dengan
direndam dalam bakterisida Perbaikan drainase
Pencabutan tanaman yang sakit Bercak daun dan buah
Perlakuan benih yaitu direndam dalam fungisida
Pembersihan lingkungan dan membuang tanaman yang terserang
Penyemprotan dengan fungisida Busuk daun dan buah
Pengaturan jarak tanam Memusnahkan buah cabai yang busuk
Penyemprotan dengan fingisida
Sumber: BP4K Kabupaten Sukabumi 2012 3.
Pengelolaan pascapanen Pengelolaan pascapanen pada kegiatan produksi cabai merah merupakan
hal yang snagat penting. Hal ini dikarenakan sifat dari cabai merah yang tidak tahan lama. Pengelolaan pascapanen yang dilakukan oleh petani cabai merah di
Desa Perbawati hanya proses sortasi, yaitu proses pemisahan antara cabai merah, cabai yang masih hijau, dan cabai yang busuk. Kemudian setelah proses sortasi,
dilakukan pengepakan di dalam kardus. Proses grading dan penyimpanan tidak dilakukan petani cabai karena hasil panen petani akan langsung dibawa oleh
pengumpul ke Pasar Induk Kramat Jati. Rata-rata hampir seluruh petani di Desa Perbawati melakukan hal yang sama. Namun, ada beberapa petani yang tidak
langsung menjual kepada pengumpul. Beberapa petani cabai merah ini menjual atau penyuplai restoran-restoran padang dan supermarket, lalu cabai yang
berkualitas rendah akan dijual ke pasaran. Biasanya petani cabai merah yang melakukan hal ini adalah petani yang memiliki modal sendiri atau tidak
bergantung dengan pengumpul.
Meskipun risiko ketidakpastian harga sangat tinggi, namun petani cabai merah di Desa Perbawati tetap mengusahakan cabai merah. Petani akan langsung
menjual cabai merah hasil panen karena petani tidak memiliki gudang penyimpanan. Oleh karena itu, meskipun harga cabai merah sangat rendah petani
tetap akan langsung menjual tanpa harus menunggu harga cabai merah tinggi.
6.6. Analisis Perilaku Penawaran Cabai Merah di Desa Perbawati