a Kategori Pertama adalah PHBM pada lahan-lahan yang berdasarkan tata guna lahan diperuntukkan sebagai kawasan dilindungi, dengan jenis hasil hutan
yang diproduksi berupa kayu dan orientasi usahanya komersial; b Kategori Kedua adalah PHBM pada tanah negara yang berdasarkan tata guna
lahan diperuntukkan sebagai kawasan budidaya kehutanan, dengan jenis hasil hutan yang diproduksi berupa kayu dan orientasi usahanya komersial;
c Kategori ketiga adalah PHBM yang berada pada tanah adat dan hak milik yang berdasarkan tata gunanya diperuntukkan sebagai kawasan budidaya
kehutanan, dengan jenis hasil hutan yang diproduksi berupa kayu dan orientasi usahanya komersial. Kategori ini dapat berarti PHBM pada tanah-tanah yang
berdasarkan tata gunanya diperuntukkan sebagai kawasan lindung atau kawasan budidaya kehutanan, dengan jenis hasil hutan yang diproduksi berupa
hasil hutan non kayu dan orientasi usahanya komersial; d PHBM pada lahan-lahan yang berdasarkan tata gunanya diperuntukkan
sebagai kawasan lindung atau kawasan budidaya kehutanan, jenis hasil hutan yang diproduksinya berupa kayu atau non kayu, namun dengan orientasi
subsisten. e PHBM pada lahan-lahan yang berdasarkan tata gunanya diperuntukkan
sebagai kawasan budidaya non kehutanan dengan jenis hasil hutan yang diproduksi berupa kayu atau non kayu, dan orientasi usahanya komersial.
f PHBM pada lahan-lahan yang berdasarkan tata gunanya diperuntukkan sebagai kawasan budidaya non kehutanan dengan jenis hasil hutan yang
diproduksi berupa kayu atau non kayu, namun orientasi usahanya subsisten.
2.2.4. Organisasi Hutan dan Unit Pengelolaan Hutan
Menurut Davis 1966, penerapan pengelolaan hutan memerlukan terbentuknya organisasi administrasi dan bagian hutan subdivision pada unit
kerjanya. Kehidupan, transportasi, dan fasilitas lainnya harus dilengkapi. Tanggungjawab untuk mencapai tujuan dan kebijakan pengelolaan hutan harus
disusun dan dilaksanakan berdasarkan pada organisasi administratif. Penerapan sistem peraturan menuju efektifitas jadwal penebangan dan kerja pengelolaan
hutan lainnya, identifikasi tegakan dan wilayah penebangan atau perlakuan lainnya diperlukan dalam pengelolaan hutan . Rekaman perlu disimpan yang
berhubungan dengan unit lahan untuk gambaran pengukuran dan petunjuk kegiatan ke depan.
Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dibagi atas beberapa tingkat,
yaitu propinsi, kabupatenkota, dan unit pengelolaan. Pembentukan unit pengelolaan
hutan tingkat
unit pengelolaan
dilaksanakan dengan
mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat
termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi luasnya suatu organisasi unit
pengelolaan hutan adalah Davis dan Mason, 1966: 1. Pendirian dan pemeliharaan dari pemilikan lahan
Bagaimana lahan diperoleh dan didistribusikan dalam hubungan dengan kepemilikan lainnya dan penggunaan lahan, memerlukan pendirian dan
pemeliharaan pada batas luar, trespass, dan klaim tanah yang merugikan, masalah akses dan prilaku masyarakat serta politiknya.
2. Tambahan rencana hasil ke depan Jika penambahan lahan diperoleh, kapan, dimana, dan berapa banyak?
Jawabannya mempengaruhi atministrasi dan subdivisi hutan. 3. Lawas Scope dan karakter pekerjaan yang dilakukan
Apakah dominan untuk produksi kayu atau untuk penggunaan lainnya dan bagaimana kepentingannya? Pertanyaan ini sangat penting di masyarakat dan
berhubungan dengan kepentingan kepemilikan pribadi. Peningkatan produksi kayu mungkin perlu dihubungkan dan diseimbangkan dengan penggunaan
lainnya. 4. Beban pekerjaan dan pengawasan
Berapa besar beban pekerjaan dan unit personil profesional yang langsung berhubungan dengan lahan? Ukuran dan struktur unit administrasi yang
efisien mengutamakan fungsi dari volume dan kompleksitas dari pekerjaan yang dilakukan dibanding berdasarkan luas tanah.
5. Area pemasaran Bagian hutan sebagai penyedia kayu terutama untuk pabrik, kota, atau
masyarakat akan mempengaruhi organisasi dan bagian hutan itu sendiri. 6. Topografi
Banyak bagian hutan ditentukan oleh karakteristik wilayahnya, seperti wilayah pegunungan untuk pengaturan kegiatan penebangan ditetapkan
berdasarkan aliran air dan bentuk topografi. 7. Fasilitas transportasi
Tersedianya fasilitas transportasi akan sangat mempengaruhi organisasi hutan. Transportasi menjadi batasan untuk pemasaran kayu di banyak wilayah hutan.
Terbukanya wilayah hutan oleh jalan darat maupun air akan mengubah kondisi administratif. Pada beberapa kondisi, besarnya wilayah di suatu
bagian hutan dipengaruhi oleh transportasi. Keberadaan transportasi seperti jalan dan rel secara alami berhubungan dengan topografi.
8. Karakteristik hutan Hutan didominasi oleh tegakan tua atau siap tebang. Sebagian merupakan
persediaan, dan diperlukan regenerasi buatan dan lainnya yang penting hubungannya dengan administrasi hutan. Selain itu, perbedaan jumlah dan
karakter serta tipe hutan seperti hardwood, konifer, atau gambut membedakan perlakuan dalam kegiatan di hutan.
9. Inventarisasi dan keperluan penyimpanan rekaman Beberapa macam pengawasan inventarisasi dan kegiatan rekaman harus
disimpan sesuai dan berarti dalam bagian hutan. Dalam suatu organisasi di masyarakat terdapat dua bentuk organisasi
yaitu, organisasi formal dan informal. Kedua bentuk organisasi tersebut memiliki perbedaan penting. Menurut Buchanan dan Huczynski dalam Gane 2007,
organisasi formal mengacu pada pekerjaan kelompok yang didesain dengan pengelolaan profesional untuk mencapai efisiensi dan pencapaian tujuan
organisasi. Sedangkan organisasi non formal mengacu pada jaringan hubungan yang spontan diantara anggotanya yang berlandaskan ketertarikan dan
pertemanan. Komponen informal dapat mempengaruhi pekerjaan dan efisiensi dari organisasi, seperti moral, motivasi, kepuasan pekerjaan dan penampilan. Hal
tersebut dapat mendorong terjadinya inisiatif dan kreatifitas untuk keuntungan organisasi atau dapat menghalangi aktifitas.
Pada semua organisasi terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap bentuk perilaku organisasi dan efektifitasnya, yaitu :
a. Manusia yang saling berinteraksi b. Struktur, merupakan penyaluran dan pengaturan interaksi dan usaha
c. Tujuan, keinginan organisasi untuk berhasil. d. Pengelolaan management, menentukan dan mengawas aktifitas organisasi
dalam mencapai tujuan. Sumberdaya baik alam, manusia, maupun kapital yang terdapat pada organisasi
membutuhkan kombinasi dan penggunaan efektif untuk menghasilkan kemungkinan hasil yang terbaik. Dilakukan proses penggabungan pengelolaan
manusia, struktur dan tujuan, serta pengawasan terhadap sumberdaya. Hasil dari proses pengelolaan menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi.
Di negara Eropa hutan milik lebih bersifat ekstensif dan berfragmentasi dibanding di tempat lain. Sebagai contoh, 77 wilayah hutan produksi di
Norwegia merupakan milik individu, bermacam tipe dari hutan milik umum private common sekitar 10, dan milik publik sekitar 13. Dimana hutan
invidu terdiri dari 118 perusahaan. Hutan di Swedia 50 merupakan hutan pribadi dan 24 milik dari perusahaan. Di Perancis lebih dari tigaperempat dan
di Spanyol duapertiga wilayah hutannya merupakan hutan milik. Fungsi pemerintah dan departemen adalah mengawasi aktivitas hutan milik, dengan
aturan dan tugas yang berbeda dengan hutan negara.
2.2.5. Pengelolaan Hutan Untuk Menjamin Kelestarian