Penanaman Hutan Rakyat Karakteristik Pengelolaan Hutan Rakyat

Gambar 20 Perbandingan jumlah pohon rata-rata per ha pada tiap pola tanam dan kelas diameter.

4.1.3. Karakteristik Pengelolaan Hutan Rakyat

Hutan rakyat menghasilkan kayu sebagai produk utamanya, mempunyai beberapa tahapan kegiatan pengelolaan. Tahapan-tahapan tersebut dimulai dari kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasarannya. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan maka kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan rakyat dapat dirinci sebagai berikut :

4.1.3.1 Penanaman Hutan Rakyat

Pada awalnya petani belum memikirkan dan merencanakan kegiatan penanaman pepohonan dalam kebun mereka. Pohon-pohon tersebut kebanyakan tumbuh secara alami di lahan mereka. Benih tersebar dari pohon induk yang telah ada. Kegiatan penanaman hanya dilakukan ketika ada bantuan program-program penghijauan dari pemerintah, seperti Program Penghijauan yang diselenggarakan pada tahun 1960-an, Pekan Raya Penghijauan I diadakan pada tahun 1964 , serta 100 200 300 400 500 600 ~5 5 ~1 1 ~1 5 1 5 ~2 2 ~2 5 2 5 ~3 3 ~3 5 3 5 ~4 4 ~4 5 4 5 ~5 5 Jum lah P ohon R at a_ rat a pe r H a Kelas Diameter cm Agroforestri 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 ~5 5 ~1 1 ~1 5 1 5 ~2 2 ~2 5 2 5 ~3 3 ~3 5 3 5 ~4 4 ~4 5 4 5 ~5 5 Jum lah P ohon R at a -R at a pe r H a Kelas Diameter cm Monokultur 500 1000 1500 2000 ~5 5 ~1 1 ~1 5 1 5 ~2 2 ~2 5 2 5 ~3 3 ~3 5 3 5 ~4 4 ~4 5 4 5 ~5 5 Ju m lah P oh on R ata -R ata p e r Ha Kelas Diameter cm Polikultur program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GNRHL yang kemudian menjadi GERHAN yang dimulai pada tahun 2003. Gambar 21 Pedagang bibit keliling dari desa ke desa Kegiatan penanaman oleh petani mulai terjadi pada awal tahun 1990-an dan diperkirakan terus meningkat terutama pada tahun 2000-an. Hal ini sejalan dengan mulai berkembangnya industri pengolahan kayu dan mulai adanya jalinan pasar ke luar daerah. Alasan utama petani melakukan penanaman di hutan rakyat karena faktor ekonomi. Petani dengan swadaya melakukan kegiatan penanaman. Bibit diperoleh dengan dua cara, yaitu dari bibit yang telah tumbuh alami di kebun kemudian dipindahkan ke lokasi penanaman atau dengan cara membeli. Bibit yang dibeli cukup tersedia di masyarakat, dan mudah diperoleh. Sekitar 2-3 tahun ke belakang, para pedagang bibit berkeliling dari satu desa ke desa lainnya dengan menggunakan mobil, membawa berbagai macam bibit yang digemari petani untuk ditanam. Petani tidak lagi melakukan penanaman dari bibit alam karena semakin cepatnya umur tebang pohon sebelum mencapai umur silvikultur, yaitu umur pohon yang dapat menghasilkan benih yang baik untuk meneruskan regenerasinya. Pohon sengon dapat berbuah dengan baik pada umur 8 tahun ke atas, sementara rata-rata tebang pohon sengon di lapangan berkisar umur 5 tahun. Demikian pula untuk tanaman mahoni berbuah baik pada umur 10-15 tahun, sedangkan rata-rata umur tebang mahoni di hutan rakyat berkisar umur 10 tahun. Penanaman seringkali dilakukan pada musim penghujan. Kecuali pembukaan baru yang serempak, pada umumnya petani melakukan penanaman di sela-sela tanaman yang sudah besar atau dalam istilah kehutanan disebut dengan penanaman pengayaan enrichment planting. Ruang kosong di lahan kebun biasanya terjadi akibat penebangan yang terpilih atas pohon-pohon bernilai jual. Selain menanam kembali setelah penebangang, cara lain yang sering dilakukan petani adalah dengan menggunakan cara trubusan coppice system. Cara ini memberi pertumbuhan lebih cepat dibanding menanam dari awal, karena perakarannya sudah terbentuk dari pohon sebelumnya.

4.1.3.2 Pemeliharaan Hutan Rakyat