fungsi, dan konservasi hutan serta hubungan sumberdaya tersebut. Hutan dapat dikelola untuk menghasilkan kayu, air, kehidupan liar, rekreasi, atau
kombinasinya. Beberapa karakteristik utama yang dipegang dalam pengelolaan hutan
menurut Suhendang et al. 2005 yaitu : 1. Berdasarkan pendekatan ekosistem dengan jasa lingkungan sebagai bentuk
manfaat yang mutlak harus dihasilkan. 2. Bersifat multifungsi, sehingga perlu dilakukan pendekatan optimasi
fungsi-fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial dari ekosistem hutan. 3. Untuk produksi kayu, maka hasil akan melekat pada pohon pembentuk
tegakan yang sekaligus sebagai pabrik dalam proses produksi tersebut. 4. Dimensi waktu pengelolaan yang tidak terhingga infinite. Dalam
pengelolaan hutan dipegang prinsip kelestarian berkelanjutan. 5. Tingkat intensitas pengelolaannya lebih mengandalkan alam dan tidak
seintensif pengelolaan perkebunan.
2.2.2. Sejarah Pengelolaan Hutan
Perhatian terhadap pengelolaan hutan menurut Meyer et al. 1961 dimulai dengan adanya kegiatan silvikultur pada kekaisaran Cina sekitar 1122 sebelum
Masehi. Kegiatannya meliputi penjarangan tegakan, pemindahan pohon yang tidak diinginkan, pemangkasan, pembersihan, dan perlindungan. Komisi hutan
dari pemerintah saat itu mengatur penebangan pohon, menghukum tindakan pencurian kayu, dan hanya mengizinkan penggunaan kayu untuk tujuan yang
pasti. Kegiatan praktek kehutanan di Cina ini tidak berlanjut kemungkinan akibat perang dan periode kehancuran chaos.
Organisasi pengelolaan hutan lebih terlambat berkembang dibanding dengan metode silvikultur sederhana. Di Eropa kelestarian hasil mulai
berkembang antara abad tiga belas sampai enam belas. Hal yang menarik yaitu pengelolaan hutan di Jerman muncul karena kekhawatiran kekurangan kayu
akibat overcutting, pembersihan lahan, dan pengembalaan. Sejarah mengenai pengelolaan hutan yang tertulis secara formal adalah Ordonansi Melum
Ordonance de Melum di Perancis tahun 1376 dan Akta Hutan Forest Act tahun 1482, serta tahun 1543 di Inggris Osmaston 1967.
Menurut Davis et al. 2001 berdasarkan perkembangan sejarah terdapat empat tahapan pendapat utama mengenai kelestarian hutan, yaitu:
1. Kelestarian Hasil dari Kayu Komersil Sustained Yield of Commercial Timber.
Pengelolaan hutan tradisional lebih menekankan untuk produksi kayu. Kehutanan di Eropa pada tahun 1800-an, khususnya Jerman, menekankan
aliran produksi kayu yang seimbang dalam suatu organisasi hutan. 2. Kelestarian Hasil untuk Multifungsi Multiple Use-Sustained Yield
Setelah perang dunia ke-2, ekonomi masyarakat di Amerika Serikat mengalami peningkatan. Banyak penduduk yang melakukan rekreasi ke luar
rumah terutama di lahan publik. Kemudian secara formal dibuat perundang- undangan pada tahun 1960 mengenai “The Multiple Use-Sustained Yield Act”.
Peraturan ini mengatur pengeluaran hutan selain kayu dan air dalam pengelolaan hutan nasional meliputi pemancingan, kehidupan liar, penyedia
makanan ternak, dan rekreasi alam. 3. Fungsi alami dari ekosistem hutan Naturally Functioning Forest Ecosystem.
Hubungan manusia dengan alam saling mendukung. Pada tahun 1980 sampai awal 1990, negara melihat terdapat tekanan dan persaingan kuat untuk
penggunaan hutan dan hasilnya. Secara bersamaan terjadi perkembangan dalam ilmu ekologi yang mendukung perlunya penyelamatan ekosistem alami
dan kandungan genetik sebelum hilang secara permanen. Pertumbuhan politik lingkungan dengan tiba-tiba membawa perubahan politik baru.
4. Kelestarian Kemanusiaan – Ekosistem Hutan Sustainable Human- Forest
Ecosystem. Masalah hukum dan lingkungan ditekankan pada tahun 1980-an sampai 1990-
an, timbul istilah yang disebut “Sustainable Human- Forest Ecosystem” atau
disebut juga kelestarian hutan dan pengelolaan ekosistem. Banyak ide mengenai kelestarian alami ekosistem hutan. Masalah besarnya adalah
peningkatan populasi manusia dan kehidupan di dekat hutan yang akan mengubah hubungan dengan hutan.
2.2.3. Konsep dan Kriteria Pengelolaan Hutan