tabungan keluarga, sumber pendapatan, dan menjaga lingkungan. Namun, menurut Awang et al. 2002 pembatasan hutan negara dan hutan rakyat dianggap
kaku dan justru seringkali tidak menjamin keberadaaan dan kelestarian sumberdaya hutan itu sendiri. Sebaiknya pengertian hutan rakyat harus diperluas
yaitu hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal bersama, lahan adat, maupun lahan yang dikuasai
oleh negara.
2.1.2. Sejarah Hutan Rakyat di Indonesia
Menurut Hinrichs et al. 2008 sejak tahun 1978, ketika diselenggarakan Kongres Kehutanan Sedunia dengan tema ”Hutan untuk Rakyat” Forest for
People, pelan tapi pasti mulai terjadi pergeseran perspektif tentang peran-peran masyarakat sebagai penanggungjawab pengelolaan hutan di negara-negara sedang
berkembang. Para penentu kebijakan di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia, secara progresif telah menyadari bahwa mereka yang mengetahui dengan amat
baik kondisi-kondisi hutan setempat tidak lain adalah rakyat yang tinggal dan hidup di kawasan sekitar hutan-hutan tersebut. Istilah hutan rakyat muncul dalam
perbendaharaan kata di bidang kehutanan di Indonesia yakni dalam satu artikel yang diterbitkan oleh FAO pada tahun 1978,
berjudul ”Kehutanan untuk Pembangunan Masyarakat Setempat”.
Sebenarnya istilah hutan rakyat sudah lama digunakan dalam program- program pembangunan kehutanan dan disebut dalam UUPK Tahun 1967 dengan
terminologi „hutan milik‟. Di Jawa hutan rakyat dikembangkan pada tahun 1930- an oleh pemerintah kolonial. Setelah merdeka, pemerintah Indonesia melanjutkan
pada tahun 1952 m elalui gerakan “Karang Kitri”, yaitu melakukan penanaman
pohon-pohonan di lahan rakyat. Program tersebut belum sempat dilaksanakan karena kekurangan biaya dan sarana lainnya, tetapi sudah memberi inspirasi
kepada rakyat akan pentingnya menanam pohon di tegal dan pekarangan yang kosong Simon 2010 .
Pada dekade 1960-an program karang kitri dirubah namanya menjadi program penghijauanan, dimana Pekan Raya Penghijauan I diadakan pada tahun
1964. Sejak ada bantuan dari lembaga donor internasional mulai tahun 1966,
program penghijauan mulai menunjukkan hasil yang cukup berhasil. Keberhasilan tersebut ditambah dengan faktor-faktor pendukung yanglain, maka
pada dekade 1980-an di daerah Kapur Selatan telah dikenal adanya hutan rakyat dengan jati sebagai jenis dominan Awang et. al. 2001 dan Simon 2010.
Sejarah perkembangan hutan rakyat di Jawa memiliki perbedaan dengan hutan milik atau hutan adat yang tumbuh di luar Pulau Jawa seperti Kebun Damar
di Krui Lampung Barat, hutan rotan simpukng di Kutai Barat, tengkawang di Kalimantan Barat, Dusun Sagu di Papua dan Mamar di Nusa Tenggara. Khusus
untuk pohon damar mulai dibudidayakan oleh penduduk setempat pada abad ke- 17, saat Inggris masuk wilayah Krui lewat pelabuhan Pulang Pisang. Pohon
damar diperkirakan baru mulai dibudidayakan di daerah tersebut menjelang akhir abad ke-19. Pada tahun 1800-an, yaitu ketika kompeni Belanda masuk Krui,
budidaya damar berkembang pesat. Proses pembentukan damar di Lampung serupa dengan pembentukan kebun karet di seluruh Sumatra maupun Kalimantan,
yaitu dimulai dari perladangan berpindah. Oleh karena itu model pembentukan khepong damar di Lampung merupakan model yang telah teruji dan dapat
meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus memelihara kawasan hutan dari proses degradasi.
2.1.3. Karakteristik Wilayah Pengelolaan Hutan Rakyat