Pada wilayah penelitian dijumpai dua karakteristik perumahan, yaitu perumahan tidak tertata informal dan perumahan tertata formal. Perumahan
informal terdapat di Desa Tugu Utara dan Desa Cilember. Pada Kelurahan Katulampa, terdapat dua karakteristik perumahan, yaitu perumahan informal dan
perumahan formal. Kondisi fisik perumahan di tiga lokasi mencakup karakteristik perumahan
dari masing-masing desa tidak tertata atau informal dan tertata atau formal, Ukuran perumahan, kepadatan bangunan, dan tipe perumahan pada lokasi
penelitian.
4.3.1. Karakteristik Perumahan
Menurut Kuswartojo 2005, perumahan informal terbentuk secara berangsur-angsur, dan sebagai konsekuensinya perumahan dan jaringan jalan
tumbuh tanpa pola yang jelas, tidak ada pengkavlingan, dan tidak ada jaringan jalan yang mengikuti penataan. Selain itu, rumah dibangun tidak teratur dengan
bentuk bangunan yang beraneka ragam, serta mempunyai jaringan dan pola yang tidak teratur. Secara konseptual, perizinan pembangunan tidak jelas sulit untuk
diterapkan karena registrasi yang dapat memastikan suatu tanah menjadi hak seseorang sangat tidak lengkap, memiliki perbedaan karakter sosial, dan
memerlukan waktu puluhan tahun untuk tumbuh dengan sendirinya. Perumahan informal inilah yang kemudian berkembang menjadi wilayah permukiman yang
disebut dengan perdesaan. Perumahan formal dibangun atas dasar aturan yang jelas sehingga terbentuk suatu pola yang teratur, lengkap dengan sarana dan
prasarana, dibangun secara serempak dengan waktu yang sudah direncanakan.
a. Perumahan Informal Tidak Tertata
Perumahan informal yang terletak di lima kampung yang menjadi lokasi penelitian, memiliki luas berkisar antara 3 ha sampai dengan 20 ha. Luas rata-rata
lahan perumahan di Hulu bagian atas lebih kecil dibandingkan dengan luas lahan perumahan di Hulu bagian tengah dan bagian bawah. Hal ini disebabkan oleh
kondisi topografi dengan kemiringan lereng yang bervariasi yang tidak memungkinkan perumahan tumbuh secara mengelompok. Pada kondisi seperti ini,
selain biaya pembangunan akan semakin mahal, juga rawan terhadap bahaya
longsor, terutama jika tidak diimbangi dengan pembangunan konstruksi yang kuat.
1. Konstruksi Bahan
Berdasarkan konstruksi bahan yang digunakan, bangunan rumah terbagi dalam tiga tipe, yaitu bentuk rumah permanen, bentuk rumah semi permanen, dan
bentuk rumah panggung Gambar 21. Bentuk rumah permanen, yaitu bangunan rumah yang memenuhi tiga syarat, yaitu 1 sebagian besar lantainya bukan tanah,
2 sebagian besar dindingnya bukan anyaman bambu atau pelepah, dan 3 sebagian besar atapnya bukan daun-daunan. Rumah semi-permanen setengah
dinding terbuat dari batu atau setengah dinding terbuat dari kayubilik, sedangkan rumah panggung terbuat dari kayu atau anyaman bambu yang disebut bilik. Pada
awalnya, bentuk rumah dengan kolong di bagian bawah ini dibuat untuk menghindari binatang buas dan banjir saat hujan datang Muanas et al., 1998.
Jenis rumah dengan konstruksi permanen yang terdapat pada lima kampung penelitian terbuat dari dinding batu bata, lantai pada umumnya menggunakan
bahan yang terbuat dari keramik, atap menggunakan bahan genting dan seng gelombang. Rumah dengan bentuk permanen paling banyak dijumpai
dibandingkan dengan rumah yang menggunakan bahan baik konstruksi tidak permanen maupun konstruksi panggung. Persentase bentuk rumah permanen di
lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 22. Persentase bentuk rumah permanen di Hulu bagian atas Desa Tugu Utara, yaitu Kampung Neglasari
adalah sebanyak 86,0 13 unit dan di Kampung Pondok Caringin sebanyak 80,0 12 unit. Persentase rumah permanen di Hulu bagian tengah Desa
Cilember, yaitu Kampung Cilember Abuya adalah sebanyak 93,3 14 unit, dan di Kampung Cirangrang adalah sebanyak 86,6 13 unit. Persentase bentuk
rumah di Kelurahan Katulampa adalah sebanyak 93,3 14 unit. Ditinjau dari segi kesehatan, pemakaian bahan bangunan sudah sesuai
dengan standar kesehatan, yaitu lantai dalam keadaan kering tidak lembab dan dinding yang terbuat dari batu bata. Adapun alasan responden untuk memilih
bahan bangunan permanen adalah karena bahan tersebut mudah didapat, harga tidak terlalu mahal, perawatan lebih mudah, dan lebih menarik karena bentuk dan
warna dapat dipilih sesuai dengan keinginan. Akan tetapi, disisi lain pemakaian
b i
k bahan bangu
istimewa, ar kondisi kam
Ga
Gambar 2
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
K P
ers entas
e
unan perma rtinya karakt
mpung yang a
ambar 21. B da
2. Persentas
Kp Neglasari
desa Tu
Hulu atas
Perm
a anen ini mem
teristik kam ada pada um
entuk ruma an c pangg
e konstruksi
Kp Pondok caringin
ugu Utara
manen
mbuat karak mpung yang d
mumnya.
ah, a perma gung
i rumah resp
Kp.Cilember abuya
desa C
Hulu tenga
Semi permanen
c kteristik peru
ditemui tida
anen, b sem
ponden pada
Kp.Cirangran
Cilember
ah
n Pan
umahan men ak terlihat be
mi-permanen
perumahan
ng Kel.Katulam
Kel. Katulamp
Hulu baw
nggung
b
njadi tidak erbeda dari
n,
informal
mpa
pa
wah
2. Ruang Gerak
Luas rata-rata rumah responden seperti yang terlihat pada Tabel 13, di Kampung Neglasari adalah sebesar 30,1 m
2
dengan jumlah penghuni rata-rata 3,3 orang. Hal ini berarti bahwa setiap orang memiliki ruang gerak sebesar 9,1
m
2
gerak. Kampung Pondok Caringin memiliki luas rumah rata-rata 48,8 m
2
dengan jumlah penghuni rata-rata 4,9 orang. Hal ini berarti bahwa setiap orang memiliki ruang gerak sebesar 9,6 m
2
orang. Luas rumah rata-rata di Kampung Cilember Abuya sebesar 43,7 m
2
dengan jumlah penghuni rata-rata 4,7 orang, yang berarti setiap orang memiliki ruang gerak sebesar 9,3 m
2
orang, sedangkan Kampung Cirangrang memiliki luas rumah rata-rata 27,6 m
2
dengan jumlah penghuni rata-rata 3 orang, yang berarti setiap orang memiliki ruang gerak sebesar
9,2 m
2
orang. Untuk perumahan informal di RW VIII Kelurahan Katulampa, memiliki luas rumah rata-rata 32,7 m
2
dengan jumlah penghuni rata-rata 4,9 orang sehingga setiap orang memiliki ruang gerak sebesar 7,8 m
2
orang. Untuk perumahan formal di Perumahan Mutiara Bogor Raya, memiliki luas rata-rata
adalah 47,3 m
2
dengan jumlah penghuni 4,2 orang sehingga setiap orang memiliki ruang gerak 11,2 m
2
orang atau 8,0 m
2
orang. Menurut Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya 2002, standar
luasan ruang gerak minimal adalah 9 m
2
orang. Hal ini berarti bahwa hasil yang diperoleh menggambarkan rumah responden di Kampung Neglasari dan Kampung
Pondok Caringin, Kampung Cilember Abuya, dan Kampung Cirangrang sudah memenuhi standar. Rumah responden di RW VIII yang memiliki luasan gerak 7,8
m
2
orang, dapat dikategorikan tidak memenuhi standar minimum kebutuhan ruang. Dengan demikian, akan mempengaruhi kenyamanan dan keleluasaan
bergerak dari penghuni. Keleluasaan ruang gerak akan mempengaruhi tingkat kemudahan tingkah laku dari penghuninya Sarwono, 1992. Apabila
dibandingkan dengan standar ruang yang disyaratkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, luasan yang belum terpenuhi adalah sebesar 0,9 m
2
org atau 10. Untuk mengatasi keleluasaan ruang gerak tersebut, seharusnya diperhatikan penggunaan
dan penempatan peralatan interior. Selain itu, pengaturan sirkulasi udara juga menjadi hal yang penting untuk meningkatkan kenyamanan dalam ruang.
Tabel 13. Luas rata-rata rumah responden
DAS Ciliwung Hulu
Kampung Luas rata-rata
Luas rata-rata rumah m
2
Jumlah penghuni
Luas per orang
Bagian atas DesaTugu Utara
Neglasari 30.1
3.3 9.1
Pondok Caringin 48.8
4.9 9.6
Bagian tengah Desa Cilember
Cilember Abuya 43.7
4.7 9.3
Cirangrang 27.6
3,0 9.2
Bagian bawah Kel.Katulampa
RW VIII 32.7
4.2 7.8
Perumahan MBR 47.3
4.2 11,3
3. Kelengkapan Ruang dalam Rumah
Sebuah rumah dapat terdiri atas satu atau lebih ruangan. Idealnya, sebuah rumah memiliki ruang tamu, ruang makan, ruang tidur, dapur, dan kamar mandi
yang terpisah satu dengan yang lain Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya, 2002. Berdasarkan persyaratan ideal kelengkapan ruang dalam rumah, di
DAS Ciliwung Hulu setingkat kampung dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok sangat lengkap SL terdiri atas rumah ideal ditambah dengan ruang lainnya.
Kelompok lengkap L terdiri atas rumah ideal tanpa ruang lainnya, dan kelompok tidak lengkap TL adalah rumah tidak lengkap atau rumah dengan
ruang yang dimiliki kurang dari ruang yang dimiliki oleh rumah ideal standart.
Kelengkapan ruang dalam rumah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14. Rata-rata kelengkapan ruang rumah di Desa Tugu Utara yang paling
banyak adalah kelompok L sebanyak 14 unit rumah lengkap 46,7. Kelengkapan ruang dalam rumah di Desa Cilember yang paling banyak adalah TL
sebanyak 15 unit rumah tidak lengkap 60, sedangkan di Kelurahan Katulampa yang paling banyak adalah SL sebanyak 15 unit rumah sangat lengkap 60.
Tabel 14. Persentase kelengkapan ruang dalam rumah
DAS Ciliwung Hulu
Kampung
SL L TL n x n x
n x
Bagian atas Desa Tugu Utara
Neglasari 4 46,7
40,0 6 40,0
46,7 5 33,3
33,3 Pondok Caringin
5 33,3 8 53,3
2 13,3
Bagian tengah Desa Cilember
Cilember Abuya 3 20,0
33,3 7 46,7
36,7 5 33,3
60,0 Cirangrang
2 13,3 4 26,7
9 60,0
Bagian bawah Kel.Katulampa
RW VIII 12 86,7
60,0 2 26,6
46,7 1 6,7
3,3 Perumahan MBR
5 33,3 10 66,7
0 0,0
Keterangan: SL = Sangat Lengkap, L = Lengkap, TL = Tidak Lengkap, x = rata-rata
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan BPS 2006, menyatakan bahwa jumlah ruangan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
melihat tingkat kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan kelengkapan ruang dalam rumah dari tiga desa di lokasi penelitian, diperoleh bahwa responden yang berada
di Kelurahan Katulampa memiliki tingkat kesejahteraan paling tinggi dibandingkan dua desa lainnya, sedangkan tingkat kesejahteraan yang paling
rendah terdapat di Desa Cilember. Hal ini disebabkan karena warga di Desa Cilember pada umumnya tidak memiliki MCK pribadi, dan terdapat sebagian
warga kampung yang masih memanfaatkan air sungai untuk memasak, mandi, cuci, dan kakus seperti yang dijumpai di Kampung Cirangrang. Hal ini
disebabkan oleh lahan yang terbatas sehingga pembangunan MCK umum sulit diadakan. Untuk mengatasinya, perlu adanya kesadaran warga akan pentingnya
keberadaan MCK untuk kesehatan dan kebersihan lingkungan dan memberikan motivasi pada warga untuk secara gotong royong membangun MCK umum,
dengan suka rela dan rasa kebersamaan merelakan sebagian lahannya untuk dibangun MCK umum, tentunya dengan didukung oleh bantuan pemerintah
daerah setempat.
4. Luas Lantai
Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa luas lantai di wilayah Desa Tugu Utara termasuk ke dalam luasan 20-50 m² adalah sebanyak 7 rumah 46,7 yang
terdapat di Kampung Neglasari. Luas lantai di Desa Cilember yang termasuk ke dalam luasan 20-50 m² adalah sebanyak 8 rumah 53,3 terdapat di Kampung
Cilember Abuya, dan luas lantai di Kampung Pondok Caringin termasuk ke dalam luasan 51-100 m² 46,7, sedangkan di Kelurahan Katulampa yang
mendominasi adalah rumah dengan luasan 51-100 m² sebanyak 8 rumah 53,3. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan berdasarkan luasan lantai di
Kelurahan Katulampa lebih baik dibandingkan dengan dua desa lainnya.
Tabel 15. Persentase luasan lantai rumah
DAS Ciliwung Hulu
Kampung
Luas lantai m² 20
22-36 45-60
100 120
∑ n
n n n n
n Bagian atas
Desa Tugu Utara Neglasari 1 6,7 7
46,7 5 33,3 1 6,7 1 6,7 15
Pondok Caringin
0 0,0 4 26,7
7 46,7
2 13,3
2 13,3
15 Bagian tengah
Desa Cilember Cilember
Abuya 2 13,3 8
53,3 2 13,3 1
6,7 3
20,0 15
Cirangra ng
2 13,3 5 33,3 3 20,0
1 6,7
0 0,0 15
Bagian bawah Kel.Katulampa
RW VIII 1 6,7 6 40,0 8 53,3 0
0,0 0 0,0 15 Perumah
an MBR 0 0,0 10 66,6 3 20,0 1
6,7 1 6,7 15 Keterangan: n = jumlah rumah responden,
∑n = jumlah rumahkampung
5. Persyaratan Ruang
Rumah yang baik hendaknya harus memenuhi persyaratan teknis rumah yang baik Depkes, 1992; Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya,
2002. Selain memiliki cukup pencahayaan, sebuah rumah juga membutuhkan sirkulasi udara yang cukup. Hal ini penting bagi rumah-rumah di daerah tropis
yang selalu diterpa sinar matahari sehingga suhu udaranya panas dengan kelembaban udara yang tinggi. Untuk rumah tinggal, bukaan-bukaan sirkulasi
udara hendaknya paling sedikit 5 dari luas lantai. Sirkulasi udara dan pencahayaan di dalam ruangan sangat mempengaruhi
kualitas ruang. Ruang yang sehat adalah ruang yang memiliki lubang ventilasi cross ventilasi untuk proses berjalannya sirkulasi udara dan masuknya cahaya
dalam ruang. Agar sirkulasi udara dalam ruang berjalan baik, dibutuhkan luas bukaan minimal 10 dari total luas lantai. Lubang bukaan yang dimaksud adalah
tidak hanya lubang ventilasi saja, tetapi termasuk lubang bukaan yang memberi jalan agar angin atau cahaya dapat masuk ke dalam ruang, seperti pintu dan
jendela. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa pada Desa Tugu Utara, di Kampung
Neglasari, jumlah rumah responden yang memiliki lubang ventilasi yang baik 10-10 sebanyak 8 rumah 53,4, sedangkan di Kampung Pondok Caringin
sebanyak 9 rumah 60. Jumlah responden yang memiliki lubang ventilasi yang baik pada Desa Cilember di Kampung Cilember Abuya adalah sebanyak 8 rumah
53,4, sedangkan di Kampung Cirangrang sebanyak 8 rumah 53,4. Di Kelurahan Katulampa RW VIII, jumlah responden yang memiliki lubang ventilasi
yang baik hanya 10 rumah 66,6, sedangkan di Perumahan Mutiara Bogor Raya MBR adalah sebanyak 10 rumah 66,6.
Secara umum, rata-rata kondisi rumah yang berada di Desa Tugu Utara yang memiliki lubang cahaya 10-10 dari total luas lantai, yaitu sebanyak 8,5 rumah
56,7, sedangkan di desa Cilember rata-rata sebanyak 8 rumah 53,4. Rata- rata kondisi rumah yang memiliki lubang cahaya 10-10 dari total luas lantai di
Kelurahan Katulampa sebanyak 10 rumah 66,6. Dengan demikian, rumah responden yang memenuhi syarat rumah sehat berdasarkan luasan lubang cahaya
terdapat di Kelurahan Katulampa adalah sebesar 20 responden 66,4. Tabel 16. Persentase luasan lubang udara dan penerangan
DAS Ciliwung Hulu
Kampung Luas lubang udara dan cahaya
10 10-10
∑ n n n
Bagian atas Desa Tugu Utara
Neglasari 7 46,6
8 53,4
15 Pondok Caringin
6 40,0
9 60,0
15 Bagian tengah
Desa Cilember Cilember Abuya
7 46,6
8 53,4
15 Cirangrang 7
46,6 8
53,4 15
Bagian bawah Kel.Katulampa
RW VIII 10
66,6 5
33,4 15
Perumahan MBR 5
33,4 10
66,6 15
Keterangan: n = jumlah rumah responden, ∑n = jumlah rumahkampung
6. Pekarangan
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1992, Rumah adalah struktur fisik yang terdiri atas ruangan, halaman pekarangan, dan
area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Menurut Arifin et al. 2008, pekarangan adalah lahan yang berada di
sekeliling rumah dengan batas kepemilikan yang jelas, dan biasanya ditanami dengan berbagai kombinasi tanaman, ikan, dan juga ternak untuk memenuhi
kebutuhan subsisten dan komersial. Persentase kepemilikan lahan pekarangan Tabel 17 berturut-turut di Desa
Tugu Utara, di Kampung Neglasari berjumlah 2 rumah responden 13,3, sedangkan di Kampung Pondok Caringin berjumlah 14 rumah 92,4.
Persentase kepemilikian lahan pekarangan di Desa Cilember, yaitu Kampung Cilember Abuya sebanyak 5 rumah 26,6, sedangkan di Kampung Cirangrang
sebanyak 2 rumah 13,3. Persentase kepemilikan pekarangan di Kelurahan Katulampa, di RW VIII sebanyak 10 rumah 66,6, sedangkan di Perumahan
Mutiara Bogor Raya sebanyak 15 rumah 100. Persentase kepemilikan pekarangan terbesar adalah di hulu bawah pada perumahan formal Perumahan
MBR. Untuk perumahan informal kepemilikan yang paling banyak terletak di Pondok Caringin, hampir semua rumah responden memiliki pekarangan berarti
tingkat kesejahteraan masyarakat lebih baik dibandingkan dengan tiga kampung lainnya.
Tabel 17 . Persentase kepemilikan pekarangan
DAS Ciliwung Hulu
Kampung Kepemilikan Pekarangan
∑ n ada Tidak
Ada n
n Bagian atas
Desa Tugu Utara Neglasari
2 13,3 13
86,6 15
Pondok caringin 14 92,3 1
66,6 15
Bagian tengah Desa Cilember
Cilember abuya 5 26,6
9 26,6
15 Cirangrang 2
13,3 13
13,3 15
Bagian bawah Kel.Katulampa
Rw VIII 10
66,6 5
26,6 15
Perum MBR 15
100,0 0,0
0,0 15
Keterngan: n jumlah rumah. ∑ n total jumlah rumah
b. Perumahan Formal Tertata