Ukuran Perumahan Kepadatan Bangunan

dibangun atas dasar aturan yang jelas sehingga terbentuk suatu pola yang teratur, lengkap dengan sarana dan prasarana, dibangun secara serempak dengan waktu yang sudah direncanakan. Gambar 23. Kondisi fisik perumahan formal yang dijumpai di lokasi penelitian, a tegangan tinggi yang terletak di Perumahan MBR, b fasilitas ruang terbuka, c bangunan berderet 6 rumah, d saluran drainase lingkungan perumahan

4.3.2. Ukuran Perumahan

Ukuran perumahan di DAS Ciliwung Hulu setingkat kampung terdiri atas perumahan besar dengan jumlah penduduk 2.000 jiwa dan perumahan kecil- sedang dengan jumlah penduduk 500 sampai dengan 2.000 jiwa. Ukuran perumahan di DAS Ciliwung bagian hulu dapat dilihat pada Tabel 18, yaitu di Kelurahan Katulampa termasuk dalam golongan perumahan besar dengan jumlah penduduk Rw VIII 2.146 jiwa dan Perumahan MBR 2.400 jiwa. Perumahan penduduk yang berada di DAS Ciliwung Hulu bagian tengah, yaitu Kampung a c d b Cilember Abuya terdapat 778 jiwa dan di Kampung Cirangrang terdapat 722 jiwa yang termasuk dalam golongan perumahan kecil-sedang. Perumahan di DAS Ciliwung Hulu bagian atas, yaitu Kampung Neglasari terdapat 702 jiwa dan di Kampung Pondok Caringin terdapat 502 jiwa yang termasuk dalam golongan perumahan sedang. Tabel 18. Persentase ukuran perumahan DAS Ciliwung Hulu Kampung Jumlah rumah Jumlah penduduk Ukuran perumahan Bagian atas Desa Tugu Utara Neglasari 180 702 kecil-sedang 33,3 Pondok Caringin 145 502 kecil-sedang Bagian tengah Desa Cilember Cilember Abuya 196 778 kecil-sedang 33,3 Cirangrang 189 722 kecil-sedang Bagian bawah Kel.Katulampa RW VIII 578 2.146 besar 33,3 Perumahan MBR 800 2.400 besar Sumber: Zee 1986 Kepadatan jumlah rumah di RW VIII di Kelurahan Katulampa disebabkan letaknya yang lebih strategis sehingga mudah pencapaiannya dari pusat kota, dan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat baik yang tingal di dalam kelurahan maupun di luar kelurahan. Suhu udara yang dirasakan oleh responden masih sejuk dan nyaman. Selain itu, harga perumahan cukup terjangkau, ditambah dengan kemirigan lereng relatif datar sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk pembangunan. Hal ini menarik pengembang perumahan developer untuk mengembangkan usahanya di bidang perumahan di wilayah ini.

4.3.3. Kepadatan Bangunan

Kepadatan bangunan di lokasi penelitian terdiri atas tiga tipe kepadatan, yaitu tipe kepadatan bangunan jarang, tipe kepadatan bangunan padat, dan tipe kepadatan bangunan sangat padat. Tipe kepadatan bangunan jarang bercirikan letak pekarangan rumah bersentuhan tetapi letak rumah tidak bersentuhan. Tipe kepadatan bangunan padat dicirikan salah satunya oleh jarak antara bangunan rumah yang kecil yaitu berkisar antara setengah sampai satu meter. Tipe kepadatan bangunan sangat padat bercirikan rumah menutupi jalan dan dinding rumah saling bersentuhan satu sama lain. Perumahan kampung yang berada di wilayah DAS Ciliwung Hulu terdapat dua tipe kepadatan bangunan, yaitu jarang dan padat. Desa Cilember dan Kelurahan Katulamapa didominasi oleh tipe perumahan kampung padat. Tipe kepadatan bangunan jarang terletak di Desa Tugu Utara disebabkan oleh kondisi topografi yang sangat bervariasi dari landai hingga curam sehingga letak perumahan saling berjauhan menjadikan jarak antar bangunan lebih dari satu meter. Gambar 24. Kepadatan bangunan perumahan, a di Hulu bagian atas b di Hulu bagian tengah dan c di hulu bagian bawah Tipe kepadatan bangunan padat yang dijumpai di Kampung Neglasari, Kampung Cilember Abuya, dan Kampung Cirangrang disebabkan oleh kepemilikan bangunan yang diperoleh secara pewarisan turun-temurun pada satu lokasi dengan luasan terbatas. Lahan warisan seluruhnya dimanfaatkan untuk bangunan, atau karena faktor ekonomi, pewaris melepaskan sebagian hak tanahnya untuk dijual kepada orang lain. Menurut Kuswartojo 2005, bahwa kepemilikan lahan karena pewarisan atau pelepasan hak sedikit demi sedikit untuk a b c keperluan kosumsi, atau maksimalisasi penggunaan lahan dengan konstruksi kualitas rendah membuat persil perumahan terus mengecil dan permukiman menjadi padat, sehingga jarak antar bangunan rumah menjadi mengecil atau bahkan jarak antara atap satu dengan yang lain hanya setengah meter. Kondisi ini juga menyebabkan terbatasnya infrastruktur sebagaimana yang diungkapkan oleh Sastra 2006 bahwa tingginya kepadatan bangunan mengakibatkan minimnya lahan yang tersedia bagi sarana infrastruktur, menyebabkan rendahnya kualitas suatu lingkungan perumahan. Untuk mengatasi masalah kepadatan bangunan agar tidak semakin padat, pihak pemerintah daerah perlu memberlakukan dan mensosialisaikan adanya koefisien dasar bangunan KDB seperti yang tercantum dalam Kaji Ulang Rencana Detail Tata Ruang RDTR kawasan Puncak 2003, KDB untuk wilayah Hulu bagian atas dan Hulu bagian tengah adalah 16,5 dan menurut RTRW Kota Bogor wilayah kota Bogor memiliki KDB 40 dari luas lahan.

4.3.4. Tipe Perumahan