Jalur  pemasaran  ikan  juga  dilakukan  oleh  nelayan  sendiri  dengan  langsung membawa atau menjual ikan ke Kabupaten Pangkep atau Kota Makassar.
Pedagang  pengumpul  didesa  ini  masih  berskala  kecil  dan  belum  bisa melayani  ikan  dengan  jumlah  puluhan  ton.  Pedagang  pengumpul  yang  ada  di
Pulau  Laiya  menerima  berbagai  jenis  ikan  termasuk  udang  dan  teripang  yang ditangkap nelayan dari luar Pulau Laiya atau Pulau Polewali, sedangkan pedagang
pengumpul di Pulau Polewali masih terbatas hanya melayani pembelian kepiting untuk  nelayan  setempat  dan  beberapa  jenis  ikan  tertentu.  Pomeroy  et  al.  2004
menyebutkan bahwa ketersediaan pasar merupakan hal yang penting dalam sektor perikanan  karena  berhubungan  langsung  dengan  mata  pencaharian  dan
pendapatan masyarakat sebagai nelayan, sehingga dapat diketahui dinamika pasar. Selain  itu,  ketersediaan  pasar  juga  sangat  bermanfaat  untuk  menentukan  akses
masyarakat  nelayan  ke  dalam  pasar  dan  modal,  serta  berkontribusi  terhadap terbukanya  peluang  pekerjaan.Ketersediaan  pasar  untuk  nelayan  Desa  Mattiro
Labangeng ditampilkan pada Gambar 13.
a                                                            b
Gambar  13  Pengumpul  ikan  di  Pulau  Laiya  a  dan  Pulau  Polewali  b  Desa Mattiro Labangeng.
5.2.5  Struktur Lapangan PekerjaanMata Pencaharian
Mata  pencaharian  masyarakat  Desa  Mattiro  Labangeng  sebagian  besar adalah  nelayan  54  dari  177  pekerja  pada  sektor  ekonomi,  sehingga  sangat
tergantung  pada  sumberdaya  di  sekitar  tempat  tinggalnya.  Namun  demikian, berdasarkan  hasil  wawancara  diketahui  bahwa  80  orang  dari  95  orang  nelayan
memanfaatkan  kawasan  terumbu  karang  di  sekitar  perairan  Desa  Mattiro Labangeng  sebagai  daerah  penangkapan  ikan,  sisanya  merupakan  nelayan  skala
besar  yang  menangkap  ikan  di  luar  perairan  desa  tersebut.  Kebutuhan  hidup
masyarakat dipenuhi dengan memanfaatkan sumberdaya alam tersebut baik secara langsung  maupun  tidak  langsung.  Masyarakat  yang  tinggal  di  desa  ini  sangat
tergantung pada sumberdaya pesisir seperti sumberdaya perikanan yang ada dilaut yang  ketersediaannya  sangat  ditentukan  oleh  kondisi  ekosistem  terumbu  karang
yang  ada.  Kondisi  lingkungan  alam  yang  baik  akan  cenderung  mendukung  hasil yang lebih baik pula terhadap mata pencaharian mereka.
Terdapat 18 masyarakat desa ini bekerja sebagai anak buah kapal ABK dan umumnya digeluti para anak muda  yang ikut pengusaha kayu. Kayu sebagai
barang yang diperjual belikan didapatkan dari Kalimantan dan dipasarkan kembali di  wilayah  Sulawesi.  Namun  belakang  ini  terlihat  penurunan  jumlah  kapasitas
kayu yang didatangkan karena terkendala dengan ketatnya aturan perijinan akibat banyaknya  kasus  Illegal  Logging,  sehingga  ABK  maupun  pengusaha  kayu
cenderung  berprofesi  ganda  sebagai  nelayan.  Mata  pencaharian  lainnya  sebagai pedagangpengusaha 10, jasa sebanyak 8, PNS dan pengrajin masing-masing
sebanyak 2 dan 6 sebagai tukang. Banyaknya pekerja menurut sektor ekonomi tahun  2008  di  Desa  Mattiro  Labangeng  dapat  terlihat  pada  Gambar  14  Profil
Desa Mattiro Labangeng 2009.
Gambar  14  Persentase  struktur  lapangan  kerja  masyarakat  Desa  Mattiro Labangeng.
5.2.6  Persepsi, Sikap dan Partisipasi Masyarakat tentang DPL 5.2.6.1 Persepsi
Persepsi  atau  pemahaman  berperan  dalam  cara  memperoleh  pengetahuan khusus  tentang  obyek  atau  suatu  kejadian,  karena  persepsi  melibatkan  kognisi
pengetahuan  termasuk  interpretasi  obyek  Hulu  2009.  Persepsi  masyarakat tentang  DPL  diketahui  dengan  mengajukan  beberapa  pertanyaan-pertanyaan
54 6
10 2
2 18
8 Nelayan
Tukang Pedagangpengusaha
PNS Pengrajin
ABK Jasa
terkait  tentang  DPL  dan  program-programnya  yang  diadakan  oleh  pemerintah dalam  hal  ini  COREMAP  II.  Berdasarkan  metode
Likert’s  Summeted  Rating didapatkan persepsi “sangat paham” akan keberadaan program DPL sebesar 30
dan persepsi “paham” sebesar 70 seperti yang ditampilkan pada Tabel 18.
Tabel 18 Persepsi masyarakat terhadap keberadaan program DPL
Kategori Skor
Frekuensi
Sangat Paham 60-75
9 30
Paham 45-59
21 70
Tidak Paham 30-44
Sangat Tidak Paham 15-29
Jumlah 30
100
Tabel 17 diatas menunjukkan bahwa persepsi “sangat paham” memberikan arti bahwa sebanyak 9 orang atau 30 dari keseluruhan responden sangat paham
tentang  keberadaan  DPL  dan  program-programnya.  Kemudian  persepsi “paham”
menunjukkan  sebanyak  21  orang  atau  70  dari  keseluruhan  responden  paham tentang DPL Lampiran 13.
Berdasarkan  item-item  pertanyaan  yang  diajukan,  umumnya  responden mengenalkeberadaan  Program  DPL  dilakukan  oleh  COREMAP.  Beberapa  hal
yang diketahui oleh mereka adalah1 COREMAP bertujuan menjalankan program penyelamatan  dan  perlindunganterumbu  karang,  2  Untuk  melindungi  terumbu
karang  agar  ikan  tetap  banyak,  3  Untuk  melestarikan  terumbu  karang  agar  ikan tidak  pergi  ketempat  lain,  4  Untuk  menjaga  dan  mengrehabilitasikan  terumbu
karang, dan 5 Untuk menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang. Responden umumnya juga tahu mengapa pemerintah melarang masyarakat
membom  ikan  atau  menggunakan  racun  sianida.  Resiko  yang  diketahui  oleh mereka  adalah  1  Risiko  terhadap  manusia  itu  sendiri,  2  Hancurnya  terumbu
karang  serta  jenis-jenis  ikan  yang  kecil,  3  Penggunaan  sianida,  merusak  serta membunuh  plankton-plankton  yang  ada  serta  terumbu  karang,  4  Bila  dibom
terumbu karang akan hancur, sehingga ikan-ikan akan pindah jauh cari tempat lain 5  Populasi  ikan  akan  berkurang  karena  ikan-ikan  yang  masih  kecil  juga  mati,
sehingga  ikan  akan  semakin  berkurang,  6  Populasi  ikan  akan  berkurang  dan terumbu  karang  akan  hancur,  dan  7  Di  masa  yang  akan  datang  ikan-ikan  akan
berkurang bahkan habis.