Adan ya penetapan kawasan “Jalur Hijau” di sekitar lingkungan subak
diharapkan dapat menjadi senjata ampuh untuk meminimalkan atau bahkan menghentikan kegiatan konversi lahan apabila dilaksanakan dengan benar dan
tepat.
6.2. Pola Mata Pencaharian
Desa Ababi merupakan daerah yang sebagian besarnya didominasi oleh lingkungan persawahan yang subur. Kondisi yang demikian menyebabkan
sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai petani. Begitu juga halnya dengan petani anggota Subak Embukan yang masih mengandalkan sektor
pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama. Selain bekerja sebagai petani, banyak diantara anggota subak yang juga bekerja di luar sektor pertanian yaitu
menjadi buruh bangunan atau pabrik atau pun menjadi tukang. Petani yang memiliki pekerjaan di luar sektor pertanian biasanya bekerja setelah menanam
padi dan menjelang padi tersebut di panen. Namun, tidak dapat dipastikan pada bulan-bulan apa saja mendapat pekerjaan tersebut. Menurut salah satu responden
yaitu Bapak ING, mengungkapkan bahwa: “Kalau ditanya bulan apa saja, saya nda bisa bilang karena itu juga
tergantung panggilan. Kalau nda ada, yah nda kerja. Paling di sawah. Kalau ada, yah saya kerja, untuk tambahan uang sambil
me
nunggu panen.” Pernyataan Bapak ING tersebut menginformasikan bahwa pekerjaan di
sektor non-pertanian tidaklah menjadi fokus utama, tetapi hanya sebagai salah satu alternatif pekerjaan yang bertujuan untuk menambah penghasilan keuangan
rumah tangga. Penghasilan petani dari pekerjaan di luar sektor pertanian rata-rata mencapai Rp2.700.000,00 sampai Rp2.900.000,00 dalam waktu satu sampai tiga
bulan. Selain penghasilan dari luar sektor pertanian, petani memiliki penghasilan
utama dari hasil menggarap lahan sawah. Rata-rata petani Subak Embukan memanen padi tiga bulan sekali. Hasil dari panen padi untuk setiap anggotanya
berbeda-beda karena tergantung pada luas lahan garapan. Untuk lebih jelasnya akan diperlihatkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Produksi dan Nilai Produksi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan Periode Musim Kemarau dan Musim Hujan, 2010
Luas Lahan
Garapan are
Jumlah Responden
Produksi per Satuan Luas
Total Nilai Produksi
RpDua Musim
Musim Kemarau
kgare Musim
Hujan kgare
15 1
160 152
312 Rp 1.560.000 20
9 187,28
180 367,28 Rp 1.836.400
25 2
170,8 82
252,8 Rp 1.264.000 27
1 200
186,4 386,4 Rp 1.932.000
30 7
235,86 229
464,8 Rp 2.324.042 33,5
1 394,4
376 770,4 Rp 3.852.000
40 2
292 284
576 Rp 2.880.000 50
4 416
409,3 825,3 Rp 4.126.667
60 2
580 573,3
1153,3 Rp 5.766.667 68
1 456
448 904 Rp 4.520.000
Total 30
3092,34 2920,02
6012,36 Rp 30.061.775
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa pada musim kemarau, petani dapat memproduksi padi lebih dari 230 kg bagi yang luas lahannya di atas 30 are.
Bagi petani dengan luas lahan kurang dari 30 are, hanya dapat memperoleh 160 sampai 200 kg gabah kering panen. Untuk setiap satu kilogram dihargai sebesar
Rp5.000,00. Banyak padi yang dihasilkan akan menentukan penerimaan petani seperti yang tercantum dalam tabel tersebut. Padi yang telah dipanen tidak
semuanya menjadi hak milik petani tetapi sebagiannya harus diserahkan kepada pihak pura sebagai pemilik dari lahan subak tersebut. Sistem bagi hasil yang
berlaku antara petani anggota Subak Embukan dengan pihak pura adalah satu banding dua. Produksi padi yang ditampilkan dalam tabel di atas adalah hak yang
diterima petani setelah dilakukan bagi hasil. Tabel tersebut juga menunjukkan
bahwa pada musim hujan produksi padi lebih sedikit dibandingkan dengan musim kemarau. Mengacu pada nilai produksi pada Tabel 7, menginformasikan bahwa
penghasilan pada sektor pertanian sawah lebih kecil dibandingkan dengan penghasilan diluar sektor tersebut. Meskipun demikian, petani Subak Embukan
masih tetap bertumpu pada sektor pertanian. Hal ini karena pada sektor pertanian terkandung budaya Bali yang terkait erat dengan keberadaan subak dan ini
menunjukkan bahwa pertanian khususnya subak bersama anggota di dalamnya tidak terikat secara ekonomi atau materi tetapi terikat secara budaya.
Kondisi demikian di atas, adalah kondisi yang terjadi pada anggota petani Subak Embukan yang telah berlangsung sejak lama sebelum kegiatan pariwisata
di Desa Ababi mulai berkembang. Meskipun saat ini pariwisata di desa tersebut terus berkembang, namun tidak menjadi alasan bagi petani untuk bekerja pada
sektor pariwisata. Hal ini terbukti dari sedikitnya jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pariwisata Desa Ababi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Tenaga Kerja Yang Terserap di Sektor Pariwisata Kecamatan
Abang, 2010
Desa di Kecamatan Abang
Hotel Melati
Pondok Wisata
Rumah Warung Makan, Restauran, Bar
Total Datah
- 5
1 6
Labasari -
- -
- Purwakerti
37 49
16 102
Bunutan 246
84 31
361 Tista
- -
- -
Ababi 8
47 22
77 Tiying Tali -
- -
- Pidpid
- -
- -
Kertamandala - -
- -
Abang -
- 10
10 Total
291 185
80 556
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karangasem, 2010
Berdasarkan tabel tersebut di atas, diperoleh informasi bahwa angka tenaga kerja di sektor pariwisata untuk Desa Ababi lebih sedikit dibandingkan
desa lainnya. Secara keseluruhan angka tenaga kerja di sektor pariwisata berjumlah 77 orang. Angka tersebut jika tergolong kecil dibandingkan dengan
jumlah warga Desa Ababi yang bermatapencaharian sebagai petani atau buruh tani yaitu sebesar 2773 orang atau sekitar 45,51 persen dari jumlah penduduk
Desa Ababi. Angka tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih bertumpu pada sektor pertanian.
Keadaan yang sama juga terjadi pada anggota petani subak sebagai bagian dari penduduk Desa Ababi. Hasil pengambilan data di lapangan menunjukkan
bahwa seluruh responden anggota Subak Embukan masih bertumpu pada sektor pertanian sawah. Tidak terdapat anggota petani yang beralih mata pencaharian ke
sektor pariwisata. Hal ini berarti pola mata pencaharian anggota Subak Embukan adalah sebagai petani dan juga memiliki nafkah ganda selain bertani namun, tidak
pada sektor pariwisata. Mengacu pada hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa berkembangnya pariwisata di Desa Ababi tidak mempunyai pengaruh terhadap
peralihan mata pencaharian penduduk di desa ini, khususnya terhadap anggota petani Subak Embukan.
6.3. Keanggotaan Subak Embukan Berdasarkan data keanggotaan Subak Embukan, sampai tahun 2011 anggota
Subak Embukan telah berjumlah 330 orang. Proses untuk menjadi anggota Subak Embukan harus terlebih dahulu mendaftarkan diri kepada pekaseh ketua subak.
Kemudian calon anggota tersebut akan dipertemukan dengan kelian tempek ketua tempek dimana orang tersebut akan menjadi anggotanya. Setelah itu akan
diadakan sangkepan rapat untuk memperkenalkan anggota baru serta menjelaskan aturan-aturan yang berlaku pada subak ataupun pada tempek. Pada
dasarnya keanggotaan subak tidak terikat dengan keberadaan tempat tinggal, tetapi lebih didasarkan pada kepemilikan terhadap lahan garapan sehingga
anggota Subak Embukan tidak semua berasal dari satu desa atau satu banjar yang sama. Pada umumnya petani yang menggarap di Subak Embukan terikat oleh
faktor keturunan dalam artian apabila petani tersebut sudah tidak mampu lagi menggarap sawah, maka akan diteruskan oleh anaknya atau saudaranya. Selain
itu, petani yang ingin bergabung dengan Subak Embukan haruslah beragama Hindu karena dalam melaksanakan kegiatannya subak sangat terikat dengan
kegiatan keagamaan yang wajib dilakukan oleh setiap anggota subak. Jumlah anggota Subak Embukan yang mencapai 330 orang, terbagi-bagi ke
dalam 12 tempek dengan jumlah yang berbeda-beda untuk setiap tempek. Namun jika dihitung secara umum tanpa melihat tempek-tempek yang ada pada subak,
jumlah anggota Subak Embukan tidak mencapai 330 orang. Hal ini karena terdapat juga anggota subak yang menggarap sawah lebih dari satu tempek.
Meskipun demikian, tidak terdapat larangan atau batasan bagi anggota subak untuk menggarap lahan sawah lebih dari satu tempek atau pada tempek yang
berbeda dalam satu subak. Pengelompokkan setiap tempek yang terdapat pada Subak Embukan didasarkan pada kemampuan air irigasi yang dialirkan. Oleh
karena itu, pada setiap tempek memiliki jumlah anggota yang berbeda-beda bergantung pada jumlah petak-petak sawah yang memperoleh aliran air irigasi.
Petani anggota Subak Embukan tergolong dalam krama pengayah yaitu anggota aktif. Disebut sebagai anggota aktif karena anggota tersebut selalu terlibat
dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subak baik itu berupa upacar- upacara keagamaan yang terkait dengan subak ataupun kegiatan perbaikan dan
pemeliharan fasilitas irigasi yang biasanya dilakukan sekali dalam sebulan. Selain krama pengayah terdapat juga krama pengampel yakni anggota pasif atau anggota
yang tidak terlibat secara rutin dalam kegiatan-kegiatan subak. Namun pada Subak Embukan tidak terdapat krama pengampel karena semua anggota secara
rutin mengikuti kegiatan di subak. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa jumlah anggota petani Subak
Embukan hingga tahun 2011 telah berjumlah 330 orang. Namun menurut Bapak NS, angka tersebut adalah berdasarkan daftar anggota pada setiap tempek. Pada
kenyataannya jumlah anggota Subak Embukan tidak mencapai 330 orang. Hal ini karena terdapat beberapa anggota subak yang namanya terdaftar lebih dari satu
tempek seperti yang disampaikan oleh Bapak IGD:
“Dari daftar yang ada sekarang, anggota subak ini ada 330 orang. Tapi ada anggota yang garap lahan di tempek yang beda. Jadi dia
bisa garap di dua atau tiga tempek. Karena daftar ini dikumpulkan dari tiap tempek makanya ada beberapa nama anggota yang
diulang.” Pengembangan pariwisata di Desa Ababi khususnya di kawasan Tirta
Gangga yang berdekatan dengan Subak Embukan secara langsung tidak memberikan dampak terhadap jumlah keanggotaan subak. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pekaseh Subak Embukan, diketahui bahwa berkurang atau bertambahnya jumlah anggota subak tidak dapat dipastikan setiap tahunnya. Pada
tahun yang sama anggota subak dapat berkurang tetapi juga dapat bertambah. Namun, hal ini tidak terjadi berturut-turut setiap tahunnya. Biasanya dua atau tiga
tahun sekali atau dalam rentang waktu yang cukup lama, terjadi penambahan anggota subak tetapi dalam jumlah yang relatif kecil yaitu sekitar dua sampai
empat orang. Hal serupa juga disampaikan oleh Bapak IGD yang menyatakan bahwa:
“Pariwisata nda ada pengaruhnya sama anggota saya. Anggota subak memang berkurang tapi juga bertambah. Saya nda bisa bilang
setiap bulannya atau setiap tahunnya berapa. Jarang terjadi. Bisa dua atau tiga tahun. Bisa juga nda ada sama sekali. Saya nda bisa
pastikan. Dulu anggotanya memang berkurang tapi sekarang sudah nda lagi. Waktu tanahnya yang di dekat jalan itu dijual. Yah, nda bisa
garap lagi petaninya. Lahan sudah digarap semua sama yang lain, terpaksa harus nyari yang lain
.” Pariwisata memang tidak memberikan dampak langsung terhadap jumlah
keanggotaan subak tetapi secara tidak langsung berdampak terhadap berkurangnya jumlah keanggotaan subak. Dampak yang terjadi merupakan akibat
dari adanya konversi lahan selama kurun waktu empat tahun terakhir ini. Lahan subak yang terkonversi untuk kebutuhan kegiatan pariwisata menyebabkan petani
yang awalnya menggarap sawah di lahan tersebut menjadi tersingkirkan karena lahannya bukan lagi milik Subak Embukan. Petani yang sudah tidak mempunyai
lahan untuk digarap lagi terpaksa harus mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan demikian petani tersebut tidak lagi
menjadi anggota Subak Embukan dan jumlah anggota menjadi berkurang.
Penambahan anggota baru dalam Subak Embukan sangat jarang terjadi. Hal ini karena mempertimbangkan lahan garapan subak yang terbatas. Maksudnya
adalah hampir semua lahan subak telah digarap oleh petani subak, sehingga jika tidak terdapat lahan subak yang kosong atau yang tidak memiliki penggarap maka
pengurus subak tidak dapat menerima anggota subak baru. Namun, kebanyakan anggota subak yang terdaftar sebagai anggota baru dapat diterima karena anggota
tersebut bekerja sama dengan anggota subak lainnya untuk menggarap lahan yang sama pada satu tempek. Hal ini biasanya terjadi pada anggota subak yang
memiliki lahan garapan yang luas atau yang mempunyai lahan garapan lebih dari satu tempek. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak IMY bahwa:
“Ada juga yang yang lahannya di garap berdua sama temannya. Termasuk saya juga. Ini saya garapnya berdua. Biasanya kalau saya
lagi kerja, saudara saya yang bantuin tapi kalau saya nda kerja kita sama-sama kerjanya. Masalah hasil, kita baginya merata. Seberapa
dapatnya itu dibagi rata. Kalau yang garap berdua ini, biasanya yah sama saudara sendiri atau sama teman. Nda banyak juga yang garap
berdua, yang lahanya cuma dikit nda mungkin digarap berdua. Kebanyakan yang lahannya luas, yang punya lahan dibeberapa
tempek juga bia
sanya kerjanya berdua.” Dengan demikian bagi siapa saja yang telah menggunakan air irigasi yang
dikelola oleh Subak Embukan maka secara langsung orang tersebut telah menjadi anggota Subak Embukan dan harus tunduk pada awig-awig yang berlaku di subak
tersebut. Mengacu pada penjelasan dan informasi yang telah dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pengembangan pariwisata tidak berdampak
langsung terhadap bertambah atau berkurangnya jumlah keanggotaan Subak Embukan. Namun secara tidak langsung, pariwisata memberikan dampak
terhadap berkurangnya keanggotaan subak yang diakibatkan karena adanya konversi lahan Subak Embukan selama kurun waktu empat tahun terakhir.
6.4. Kelembagaan Subak Embukan