Konversi Lahan Tinjauan Pustaka 1. Ruang Lingkup Pariwisata

3. Dampak terhadap lingkungan Dampak pengembangan pariwisata menurut Yoeti 2008, antara lain: pembuangan sampah sembarangan selain menyebabkan bau tidak sedap, juga membuat tanaman disekitarnya mati; pembuangan limbah hotel, restoran, dan rumah sakit yang merusak air sungai, danau atau laut; kerusakan terumbu karang sebagai akibat nelayan tidak lagi memiliki pantai untuk mencari ikan, karena pantai telah dikaveling untuk membangun hotel dan restoran. Akibatnya para nelayan membom terumbu karang dan pada akhirnya tidak ada lagi daya tarik pantai; perambahan hutan dan perusakan sumber-sumber hayati yang tidak terkendali sehingga menyebabkan hilangnya daya tarik wisata alam.

2.1.3. Konversi Lahan

Sitorus 2002 mengemukakan bahwa lingkup agraria terdiri dari dua yaitu objek agraria dan subjek agraria. Objek agraria adalah sumber-sumber agraria dalam bentuk fisik dan subjek agraria adalah pihak yang memiliki kepentingan terhadap sumber-sumber agraria tersebut. Tanah sebagai salah satu jenis sumber agraria merupakan modal alami utama dalam kegiatan pertanian dan menjadi faktor produksi yang penting bagi usahatani. Pandangan tanah sebagai sumberdaya dalam pertanian dapat juga dihat dari arti penting tanah bagi pemanfaat hasil-hasil pertanian. Petani memerlukan tanah untuk lahan usaha tani. Pada umumnya, petani yang akses terhadap sumberdaya tanah berpenghasilan dari sektor pertanian. Namun, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan non- pertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan ini menyebabkan konversi lahan sulit untuk dihindari. Menurut Sihaloho 2004 konversi lahan adalah proses alih fungsi lahan khususnya dari lahan pertanian ke non-pertanian. Dua faktor penting yang mempengaruhi konversi lahan ini adalah pertumbuhan industri dan pemukiman yang secara terus-menerus akan mengalami perubahan dengan laju konversi yang tinggi. Hal ini juga diikuti dengan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha swasta dan pemerintah itu sendiri. Faktor keberpihakan ini akan berimplikasi pada menurunnya hasil produksi pertanian. Faktor lainnya yaitu pertumbuhan penduduk, intervensi pemerintah, marginalisasi ekonomi atau kemiskinan ekonomi. Konversi pada lahan pertanian dapat berimplikasi terhadap berbagai aspek seperti aspek sosial ekonomi, politik, dan sosial budaya yang juga terkait dengan kesejahteraan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengertian lain dari konversi lahan juga dinyatakan oleh Utomo 1992 yakni perubahan penggunaan lahan oleh manusia yang dapat bersifat permanen dan juga bersifat sementara. Dikatakan bersifat tidak permanen jika lahan sawah tersebut berubah menjadi perkebunan tebu karena pada tahun berikutnya dapat dijadikan sawah lagi. Namun, jka lahan sawah berubah menjadi kawasan pemukiman maka konversi ini bersifat permanen dan biasanya memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan dengan konversi yang bersifat tidak permanen. Secara empiris menurut Iqbal dan Sumaryanto 2007, lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi lahan adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh: 1 kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga tinggi; 2 daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan; 3 akibat pola pembangunan dimasa sebelumnya, infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering; dan 4 pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainyya cenderung berlangsung cepat di wilayah dengan topografi seperti itu ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan. Alih fungsi lahan merupakan keputusan dari pengguna lahan oleh masyarakat. Jayadinata 1992 menyatakan bahwa faktor penentu dalam penggunaan lahan bersifat sosial, ekonomi, dan kepentingan umum. Perilaku masyarakat menjadi penentu dalam penggunaan lahan karena terdapat nilai-nilai sosial dalam hubungan dengan penggunaan lahan yaitu yang berhubungan dengan kebiasaan, sikap moral, pantangan, pengaturan pemerintah, peninggalan kebudayaan, pola tradisional, dan sebagainya. Penggunaan lahan juga dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan dengan kehidupan ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi, daya guna dan biaya adalah merupakan pertimbangan penting. Kepentingan umum juga merupakan penentu dalam penggunaan lahan. Kepentingan umum ini meliputi: kesehatan, keamanan, moral, kemudahan, keindahan, kenyamanan, dan sebagainya. Proses alih fungsi lahan yang terjadi, menurut Winoto 1995 dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan sistem non kelembagaan. Kedua faktor tersebut diperkuat juga oleh strategi pembangunan wilayah yang bias terhadap pembangunan perkotaan dengan basis ekonomi yang bertumpu pada pembangunan industri. Strategi ini menyebabkan terpusatnya investasi pedesaan ke sektor perkotaan, sedangkan sektor pedesaan hanya mendapat imbas dari perekonomian kota.

2.1.4. Ruang Lingkup Irigasi