UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Protopektin
Protopektin adalah substansi pektat yang tidak larut air, terdapat dalam tanaman, jika dipisahkan secara hidrolisis akan menghasilkan asam pektinat.
Komposisi kandungan protopektin, pektin dan asam pektat di dalam buah sangat bervariasi tergantung pada derajat kematangan buah, pada umumnya protopektin
lebih banyak terdapat pada buah-buahan yang belum matang Winarno dan Aman, 2002; Qadrina, 2015. Pada buah-buahan yang masih muda, sel-sel yang satu
dengan sel yang lainnya masih dipersatukan dengan kuat oleh protopektin, tetapi jika buah semakin tua, maka sebagian dari protopektin mengalami penguraian
menjadi pektin karena adanya enzim protopektinase sehingga mengakibatkan terlepasnya sel-sel satu dengan yang lainnya, sehingga buah menjadi lebih lunak.
Selanjutnya enzim pektinase meneruskan pengubahan pektin menjadi asam pektat, sehingga menyebabkan buah menjadi matang Dwidjoseputro, 1983.
Rowe, et al., 2006 menjelaskan bahwa pektin merupakan molekul dengan bobot molekul yang tinggi yaitu sekitar 30.000-100.000, pektin merupakan
konstituen dalam tanaman yang menyerupai karbohidrat, terutama terdiri dari unit rantai asam galakturonat yang terikat dengan ikatan 1,4-
α-glukosida. Pektin termasuk polisakarida yang terdapat di antara dinding sel sekunder pada tanaman
termasuk xilem dan serat sel yang merupakan konstituen penting dalam pertumbuhan awal dan pada proses pematangan buah, dimana komponen utama
pektin yaitu terdiri dari unit asam D-galakturonat yang terikat dengan ikatan glikosidik α1-4 Bansal, et al., 2014.
Smolenski 1924 berpendapat bahwa pektin merupakan polimer asam galakturonat. Kemudian Meyer dan Mark 1930 menemukan formulasi rantai
dari molekul pektin, dan Schneider dan Bock 1937 membentuk formula tersebut Herbstreith dan Fox, 2005.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.2 Struktur Pektin
Sumber : Tarigan, et al.,2012
Beberapa gula juga ikut dalam pembentukan pektin, diantaranya adalah rhamnosa, galaktosa dan xilosa Winaro, 2002.
2.3.2 Jenis Pektin
Berdasarkan kandungan metoksil dan derajat esterifikasi DE, pektin dibedakan menjadi dua golongan, yaitu pektin bermetoksil tinggi high methoxyl
pectin dengan kandungan metoksil minimal 7 dan derajat esterifikasi lebih dari 50 dan pektin bermetoksil rendah low methoxyl pectin dengan kandungan
metoksil maksimal 7 dan derajat esterifikasi berkisar kurang dari 50 Guichard, et al., 1991; Hui, 2006; Qadrina, 2015.
Pektin bermetoksil tinggi memerlukan sejumlah minimum padatan terlarut biasanya gula, minimal 55 dan PH dalam kisaran yang asam sekitar 3,0 untuk
membentuk gel, bersifat termal reversibel dan secara umum larut terhadap air panas. Pektin bermetoksil rendah membentuk gel yang tidak bergantung pada gula
dan tidak sensitif terhadap PH namun memerlukan adanya sejumlah kalsium atau kation divalen lainnya untuk pembentukan gel Sriamornsak,2003; Hui, 2006.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3 Molekul Pektin Bermetoksil Tinggi
Gambar direkayasa ulang dari sumber : International Pectin Producers Association IPPA 2002
Gambar 2.4 Molekul Pektin Bermetoksil Rendah
Gambar direkayasa ulang dari sumber: International Pectin Producers Association IPPA 2002 yang telah dimodifikasi
Pektin yang diekstraksi biasanya memiliki lebih dari 50 unit asam yang teresterifikasi sehingga disebut pektin bermetoksil tinggi. Sedangkan modifikasi
proses ekstraksi atau dengan perlakuan lebih lanjut akan menghasilkan pektin bermetoksil rendah yaitu kurang dari 50 grup metil ester IPPA, 2002.
2.3.3 Sifat Pektin
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi V 2014 pektin berupa serbuk kasar atau halus, berwarna putih kekuningan, hampir tidak berbau dan mempunyai
rasa musilago. Pektin hampir larut sempurna dalam 20 bagian air, membentuk cairan kental, opalesen, larutan koloidal mudah dituang dan bersifat asam
terhadap lakmus, praktis tidak larut dalam etanol atau pelarut organik lain. Pektin larut lebih cepat bila permukaan dibasahi dengan etanol, dengan gliserin, atau
dengan sirup simplek atau jika permukaan dicampur dengan 3 bagian atau lebih sukrosa.
Commite on Food Chemical Codex 1996, menyatakan bahwa pektin sebagian besar tersusun atas metil ester dari asam poligalakturonat dan sodium,
potasium, kalsium dan garam ammonium. Pektin merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih,kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan
banyak terdapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kandungan pektin dari beberapa sayuran dan buah-buahan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Komposisi Pektin pada Beberapa Sayuran dan Buah-buahan
Sumber Kandungan Pektin
Apel : -
Kulit -
Daging Buah 17,44
17,63 Jeruk Grape Fruit
- Albedo
- Flavedo
16,4 14,2
Jambu biji 3,4
Terong 11
Bawang bombay 4,8
Tomat : -
Hijau -
Kuning -
Merah 3,43
4,65 4,63
Kubis 4,57
Wortel 7,14
Bayam 11,58
Pisang 22,4
Sumber : Kertesz, 1951
Umumnya pektin terkandung dalam sebagian besar jaringan tanaman, namun sumber yang digunakan untuk pembuatan pektin komersial sangat sedikit.
Hal ini dikarenakan kemampuan pektin untuk membentuk gel tergantung pada ukuran molekul dan derajat esterifikasi DE. Pektin dari sumber yang berbeda
tidak memiliki kemampuan membentuk gel yang sama karena adanya variasi pada parameter ini Sriamornsak, 2003.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu, ion
kalsium, dan gula Hariyati, 2006.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.4 Kegunaan Pektin
Pektin adalah produk alami yang dapat ditemukan dalam dinding sel dari tanaman tingkat tinggi. Umumnya digunakan sebagai agen pembentuk gel,
penebal dan penstabil. Saat ini pektin merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari berbagai macam produk baik dalam industri makanan maupun
dalam industri non pangan seperti dalam kosmetik dan farmasi. Beberapa tahun terakhir manfaat pektin semakin penting dan dibutuhkan oleh konsumen IPPA,
2002. Dalam industri karet, pektin bisa digunakan sebagai bahan pengental lateks.
Pektin juga dapat memperbaiki warna, konsistensi, kekentalan dan stabilitas produk karet yang dihasilkan Towle Christensen, 1973. Pektin berkadar
metoksil tinggi digunakan untuk pembuatan selai dan jeli dari buah-buahan, serta digunakan dalam pembuatan saus salad, puding, gel buah-buahan dalam es krim,
selai dan jeli. Pektin bermetoksil rendah efektif digunakan dalam pembentukan gel saus buah-buahan karena stabilitasnya yang tinggi pada proses pembekuan,
thawing, dan pemanasan, serta digunakan sebagai penyalut dalam banyak produk pangan Glicksman, 1969.
Di bidang farmasi pektin dikenal sebagai bahan yang bersifat potensiator dan memperpanjang pengaruh antibiotik, hormon-hormon dan obat-obatan sulfat
dan analgesik-analgesik. Pektin juga digunakan sebagai emulsifier bagi preparat cair dan sirup, obat diare pada anak-anak, obat penawar racun logam, bahan
penurun daya racun dan meningkatkan daya larut obat sulfa, memperpanjang kerja hormon dan antibiotika, bahan pelapis perban pembalut luka guna menyerap
kotoran dan jaringan yang rusak serta bahan kosmetik, oral atau injeksi untuk mencegah pendarahan Yohenta, 2008.
2.3.5 Produksi Pektin a. Ekstraksi Pektin
Ekstraksi pektin merupakan proses pengeluaran pektin dari sel pada jaringan tanaman. Ekstraksi pektin dengan larutan asam dilakukan dengan cara
memanaskan bahan dalam larutan asam encer yang berfungsi untuk
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menghidrolisis protopektin menjadi pektin. Ekstraksi ini dapat dilakukan dengan asam mineral seperti asam klorida atau asam sulfat. Semakin tinggi suhu ekstraksi
maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Selain suhu faktor keasaman juga merupakan hal yang sangat penting.
pH yang direkomendasikan dalam proses ekstraksi adalah sekitar 1,5 - 3,0 namun pH yang sering digunakan yaitu sekitar 2,6 - 2,8 Krik dan Othmer, 1958.
Ekstraksi dengan asam mineral menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam organik. Asam mineral pada pH rendah lebih baik
daripada pH tinggi untuk menghasilkan pektin Rouse dan Crandal, 1978. Suhu ekstraksi yang tinggi dapat meningkatkan rendemen pektin, karena pada suhu
tinggi terjadi peningkatan difusi pelarut pada jaringan tanaman dan dapat meningkatkan aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang umumnya
terdapat di dalam sel primer tanaman, khususnya pada lamella tengah Towle dan Christensen, 1973. Namun bila suhu ekstraksi terlalu tinggi akan menghasilkan
pektin yang tidak jernih sehingga gel yang diperoleh akan keruh dan kekuatan gel berkurang Kertesz, 1951.
Pektin dalam jaringan tumbuhan banyak dalam bentuk protopektin yang tidak larut dalam air, dengan adanya asam, kondisi larutan pH rendah akan
menghidrolisis protopektin menjadi pektin yang lebih mudah larut dalm air. May 2000 menjelaskan bahwa umumnya pektin diproduksi dengan
mengekstrak bahan baku dengan larutan asam mineral panas. Setiap produsen pektin telah mengembangkan kondisi yang sesuai dengan jenis bahan baku yang
diolah oleh pabrik mereka, namun tujuannya yaitu untuk menghasilkan bubur yang mengandung residu padat yang dapat dengan mudah dipisahkan, dan fase
cairnya filtrat yang mengandung pektin dengan konsentrasi tinggi tidak memiliki viskositas yang terlalu tinggi. Menghilangkan kotoran pada ekstrak cair
harus dilakukan sebelum dilanjutkan untuk mengisolasi pektin padat. Menurut Sriamornsak 2003 pektin komersial diekstraksi dengan
merendam bahan baku dengan asam mineral encer panas pada pH sekitar 2. Lama waktu ekstraksi bervariasi tergantung dengan bahan baku, jenis pektin yang
diinginkan dan tergantung oleh produsen tertentu. Ekstrak pektin panas harus dipisahkan dari residu padat semaksimal mungkin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Pengendapan Pektin Proses pengendapan pektin bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Penambahan alkohol
Penambahan alkohol yang bersifat sebagai penghidroksi dengan bobot molekul rendah akan bercampur sempurna dengan air melalui ikatan
hidrogen dan akan mengurangi jumlah ion atau molekul air yang mengelilingi pektin, sehingga keseimbangan antara pektin dan air akan
terganggu dan pektin akan mengendap. 2.
Pengendapan dengan aseton Pengendapan dengan aseton lebih disukai karena dapat membentuk
endapan yang mudah dipisahkan dari asetonnya, sedangkan bila pengendapan dengan etanol akan menghasilkan pektin yang kurang murni
karena tidak hanya menghasilkan pektin namun juga senyawa lain seperti dekstrin dan hemiselulosa Akhmalludin dan Kurniawan, 2009.
c. Pencucian Pektin Susilowati, et al., 2013 melakukan pencucian pektin dengan menggunakan
alkohol hingga pH filtrat netral dan menghasilkan pektin dengan warna yang lebih bersih dan putih.
d. Pengeringan Pektin Tahap terakhir dari produksi pektin adalah pengeringan endapan pektin, di
mana dianjurkan pada tekanan rendah agar pektin tidah terdegradasi. Hanum, et al., 2012 melakukan pengeringan pektin dalam oven pada suhu 40
C selama 8 jam. Azad, et al., 2014 menggunakan cabinet drier untuk mengeringkan pektin
dengan suhu 40 C selama 24 jam.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Tanaman Kemangi 2.4.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kemangi US
Departement of Agriculture
Tanaman kemangi secara taksonomi mempunyai klasifikasi ilmiah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisa : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Ocimum L.
Spesies : Ocimum canum Sims.
2.4.2 Nama Lain Tanaman Kemangi Siemonsma dan Piluek, 1994
1. Sinonim
: Ocinum africanum Lour, Ocinumamericanum L, Ocinum brachiatum Blume.
2. Nama Asing
: selaseh, kemangi, ruku-ruku Malaysia; american basil, hoary basil, lemon basil, wild basil Inggris; suraung Sunda, selasih putih,
kemangi Indonesia; maengklak Thailand; rau h[us]ng Vietnam.
2.4.3 Morfologi Tanaman Kemangi
Kemangi merupakan tanaman tegak, bercabang banyak, tanaman semusim, herbal aromatik yang tingginya dapat mencapai 0,3-1 m. Batang dan cabangnya
berbentuk segi empat, berwarna hijau kekuningan dan terdapat bulu pada batang terutama pada batang muda Siemonsma dan Pileuk, 1994.
Bentuk daun sederhana dan saling berhadapan silang dengan ujung daun berbentuk runcing serta panjang tangkai daun mencapai 2 cm. Helai daun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berbentuk bulat panjang dengan ukuran panjang daun mencapai 5 cm dan lebar mencapai 2,5 cm Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008.
Bunga kemangi merupakan bunga majemuk yang panjangnya dapat mencapai 15 cm, tersusun berhadapan silang dengan 6 bunga membentuk
lingkaran karangan semu yang masing-masing terpisah dengan jarak mencapai 3 cm, berbentuk sederhana bercabang. Ibu tangkai bunga dan porosnya berbentuk
segi empat. Panjang daun pelindung pada bunga adalah 2 - 3 mm, sangat bengkok pada bagian atas. Kelopak bunga berbelah dua dengan panjang 2 - 2,5 cm dan
berbulu putih pada bagian luarnya serta berwarna putih. Mahkota bunga berbentuk tabung berbibir dua dengan ukuran 4 mm dan berwarna putih. Terdapat
4 benang sari yang berbentuk ramping dengan 2 benang sari lebih panjang. Putik dengan 4 bakal biji dan 4 bakal buah serta 2 kepala putik Siemonsma dan Piluek,
1994.
2.4.4 Kandungan Kimia Tanaman Kemangi
Kandungan kimia pada Ocinum americanum L. antara lain : minyak atsiri, karbohidrat, fitosterol, alkaloid, senyawa fenolik, tanin, lignin, pati, saponin,
flavonoid, terpenoid dan antrakuinon Dhale et al., 2010; Sarma dan Babu, 2011. Sedangkan kandungan utama minyak atsiri pada Ocinum americanum L. adalah
champor, limonene, methyl cinnamate dan linalool Hadipoeyanti dan wahyuni, 2008.
2.4.5 Isolasi Minyak Atsiri Kemangi
Metode destilasi yang digunakan adalah destilasi uap air karena metode tersebut sangat cocok utuk ekstraksi senyawa kandungan yang mudah menguap
minyak atsiri dari bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari
ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran senyawa kandungan yang menguap ikut terdestilasi menjadi destilat
air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Pada destilasi uap bahan simplisia benarbenar tidak tercelup ke air yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi Depkes RI. 2000.
Penyulingan dengan uap air dibuat dengan cara bahan diletakkan di atas rak atau saringan berlubang, ketel suling diisi air sampai permukaan air berada tidak
jauh di bawah saringan, air dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh basah dan bertekanan rendah. Ciri khas metode ini adalah uap selalu dalam
keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman hanya berhubungan dengan uap, tidak dengan air panas Guenther, 1987.
Cara destilasi dengan air dan uap ini baik untuk simplisia basah atau kering yang rusak pada pendidihan. Untuk simplisia kering harus dimaserasi lebih
dahulu, sedangkan untuk simplisia segar yang baru dipetik tidak perlu dimaserasi. Cara destilasi ini sudah banyak dilakukan sebagai industri rumah, karena
peralatan mudah didapat dan hasil yang diperoleh cukup baik Depkes RI. 1985.
2.4.6 Manfaat Minyak Atsiri Kemangi
Kegunaan minyak atsiri bagi tanamannya sendiri berguna untuk menarik serangga yang membantu proses penyerbukan, sebagai cadangan makanan, untuk
mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan lain dan mempengaruhi proses transpirasi. Dalam industri minyak atsiri sering digunakan untuk zat
tambahan dalam sediaan kosmetik, obat, makanan, rokok dan sebagainya. Selain itu minyak atsiri dari daun kemangi banyak digunakan sebagai obat anti kuman
dan kapang Dzulkarnain dkk., 1996.
2.5 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan padatan Nasruddin, 2005. Walaupun adsorpsi biasanya
dikaitkan dengan perpindahan dari suatu gas atau cairan ke suatu padatan, perpindahan dari suatu gas ke suatu permukaan cairan juga bisa terjadi. Substansi
yang terkonsentrasi pada permukaan didefinisikan sebagai adsorbat dan material yang dimana adsorbat terakumulasi didefinisikan sebagai adsorben Hines, A.L
dan Robert N. Maddox, 1985.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Adapun syarat – syarat adsorben yang baik antara lain:
1. Mempunyai daya serap yang tinggi 2. Berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar
3. Tidak boleh larut dalam zat yang akan diadsorpsi 4.Tidak boleh mengadakan reaksi kimia dengan campuran yang akan dimurnikan
6. Tidak beracun 7. Tidak meninggalkan residu berupa gas yang berbau
8. Mudah didapat dan harganya murah Proses adsorpsi dapat berlangsung jika suatu permukaan padatan dan
molekul-molekul gas atau cair, dikontakkan dengan molekul-molekul tersebut, sehingga terjadi gaya kohesif termasuk gaya hidrostatik dan gaya ikatan hidrogen
yang bekerja di antara molekul seluruh material. Gaya-gaya yang tidak seimbang pada batas fasa tersebut menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi molekul
pada interface solidfluida. Menurut Metcalf and Eddy 1979, proses adsorpsi terjadi dalam tiga tahap
mekanisme yaitu : 1.
Pergerakan molekul-molekul adsorbat menuju permukaan adsorben. 2.
Penyebaran molekul-molekul adsorbat ke dalam rongga-rongga adsorben.
3. Penarikan molekul-molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk
ikatan, biasanya berlangsung secara cepat. Untuk mengetahui karakteristik yang terjadi dalam proses adsorpsi dapat
diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.5 Proses Adsorp dan Desorp
Sumber : Ferdinan Delesev, FT UI, 2008
Beberapa contoh adsorben yang bisa digunakan dalam farmasi yaitu aluminum oxide, aerosil, bentonite, pektin, cellulose, dan magnesium aluminum
silicate Handbook of pharmaceutical Excipients, 5
th
edition.
2.6 Metode Pengukuran Kadar Minyak Atsiri Kemangi dalam Adsorben
2.6.1 Pengujian Kuantitatif dengan Metode Gravimetri
Analisis gravimetri merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap berat konstan nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis
dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar dari analisis gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari unsur atau senyawa yang
dianalisis menjadi senyawa lain yang murni dan stabil sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis dihitung dari rumus
senyawa serta berat atom penyusunnya. Pemisahan unsur murni yang terdapat dalam senyawa berlangsung melalui
beberapa tahap atau metode, antara lain : 1.
Pengendapan 2.
Penguapan 3.
Pengendapan melalui listrik 4.
Serta cara-cara fisis lainnya. Dalam analisis kuantitatif selalu memfokuskan pada jumlah atau kuantitas
dari sejumlah sampel, pengukuran sampel dapat dilakukan dengan menghitung
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
konsentrasi atau menghitung volumenya. Gravimetri merupakan penetapan kuantitas atau jumlah sampel melalui perhitungan berat zat. Sehingga dalam
gravimetri produk halus selalu dalam bentuk padatan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur
atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan senyawa gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal senyawa murni stabil yang dapat segera
diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur dapat dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsur
– unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan berbagai cara, seperti : metode pengendapan;
metode penguapan; metode elektroanalisis; atau berbagai macam cara lainya. Pada prakteknya 2 metode pertama adalah yang terpenting, metode gravimetri
memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor
– faktor pengoreksi dapat digunakan Khopkar,1999. Persyaratan berikut haruslah dipenuhi agar metode gravimetri itu berhasil:
1. Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kualitas analit
yang tak terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi biasanya 0,1 mg atau kurang dalam menetapkan penyusun utama dari suatu makro.
2. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan
hendaknya murni, atau hampir sangat murni. Bila tidak, akan diperoleh hasil yang galat Underwood, A. L. 1989.
2.6.2 Uji Kuantitatif dengan Instrument GC-MS
GCMS merupakan instrumen yang digunakan untuk pemisahan dan identifikasi. Instrumen ini merupakan gabungan antara kromatografi gas dan
spektroskopi massa. Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen kimianya, sedangkan bila dilengkapi MS akan dapat mengidentifikasi
komponen tersebut, karena bisa membaca spektrum bobot molekul pada suatu komponen, dan sekaligus dilengkapi dengan library yang ada pada software Day
and Underwood., 1999.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium penelitian 1, laboratorium penelitian 2, laboratorium steril, laboratorium kimia obat, laboratorium sediaan
padat, Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dimulai dari
bulan Septemberber 2015 sampai Juni 2016.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu erlenmeyer Schott Duran, gelas beaker Schott Duran, gelas ukur Schott Duran, labu ukur, toples,
pipet tetes, batang pengaduk, kaca arloji, vakum, labu buchner, corong, botol timbang, buret, lumpang dan alu, termometer, pinset, pH indicator universal,
desikator, higrometer HTC-1, timbangan analitik, mikropipet, spatula, batang pengaduk, hot plate stirrer Cimarec, pengaduk magnetik, oven Memmert, krus
porselen dan tutup, lemari pendingin Samsung, instrument GC-MS Agilent Technologies.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan antara lain yaitu minyak atsiri kemangi Ocimum americanum L. yang sudah tersedia di lab PDR 1 dan telah
dideterminasi di Herbarium Bogoriense LIPI, Cibinong, Bogor; stok bahan serbuk simplisia kulit pisang kepok kuning Musa balbisiana BBB yang sudah tersedia
di lab PDR 1 dan telah dideterminasi di Laboratorium Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor,
Jawa Barat. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain aquadest, HCl
0,075 N, 0,25 N dan 3 N, NaOH 0,1 N, 0,25 N dan 2 N, NaCl, aseton teknis,
20