Beberapa divisi ganggang juga terdiri dari anggota bersel satu yang tidak mempunyai flagela atau tidak mempunyai alat gerak yang lain. Mekanisme daya
penggerak disebabkan adanya stimulus cahaya yang diduga oleh adanya sekresi lendir melalui porus dinding sel pada bagian apikal dari sel. Daya penggerak lain
oleh modifikasi khusus gerak ameboid. Gerakan ditimbulkan oleh arus sitoplasmik yang terarah di dalam kanal rafe, yang mendorong sel diatas substrat
Stanier et al. 1982. Berdasarkan uraian diatas maka divisi taksonomi ganggang utama berdasarkan sifat-
sifat seluler disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Divisi taksonomi ganggang utama berdasarkan sifat-sifat seluler
Nama Umum Divisi
Sistem pigmen Sifat Bahan
Cadangan Struktur Sel dan Flagela
Ganggang Hijgg Ganggang Hijau
Chlorophyta Klorofil;
karoten; xantofil
Pati, minyak Kebanyakan non motil kecuali
satu ordo, tetapi beberapa sel reproduktif dapat berflagela
Ganggang Keemasan dan Diatom Chrysophyta
Karoten Karbohidrat seperti
pati; minyak Flagela: 1 atau 2 sama atau tidak
sama; pada beberapa permukaannya tertutup oleh sisik-
sisik khas
Ganggang Merah Rhodophyta
Fikoeritrin; karoten dan
xantofil Pati floridean
seperti glikogen Nonmotil; agar dan keragen
dalam dinding sel Ganggang Hijau Biru
Cyanophyta Fikosianin;
fikoeritrin Glikogen dan
minyak Nonmotil; selulosa dan pektin
dalam dinding sel Euglenoid
Euglenophyta Klorofil;
karoten; xantofil
Karbohidrat seperti pati; minyak
Flagela: 1, 2, atau 3 yang sama, agak apikal ; ada kerongkongan ;
tidak ada dinding sel tetapi mempunyai pelikel elastik
Ganggang Coklat Phaeophyta
Fikosantin Laminarin dan lipid
Flagela: 2 lateral, tak sama; asam alginat dalam dinding sel.
Sumber : Pelczar dan Chan 1986
2.5 Fisiologis Ganggang Mikro.
Secara umum komunitas ganggang baik di perairan maupun darat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada seperti intensitas cahaya, suhu, salinitas, pH,
konsentrasi zat hara organik dan anorganik.
2.5.1 Intensitas Cahaya dan Suhu.
Ganggang adalah organisme fotoautotropik atau fototropik. Cahaya menjadi faktor pembatas fotosintesis pada intensitas yang rendah. Pada keadaan ini laju dari
keseluruhan fotosintesis ditentukan oleh laju suplai energi cahaya. Laju difusi CO
2
ke
dalam sel juga dapat mengontrol laju fotosintesis secara keseluruhan. Keadaan jenuh cahaya kemungkinan dicapai karena CO
2
menjadi faktor pembatas. Jika intensitas cahaya atau konsentrasi CO
2
menjadi faktor pembatas fotosintesis, maka suhu akan sangat kecil pengaruhnya. Laju fotosintesis baru bersifat tanggap terhadap suhu pada
keadaan dimana cahaya bukan merupakan faktor pembatas. Nilai maksimum kecepatan proses fotosintesis terjadi pada kisaran suhu 25-40
C Reynolds 1990. Ganggang
memiliki berbagai jenis pigmen dalam kloroplasnya, maka panjang gelombang cahaya yang diserapnya menjadi lebih bervariasi.
Laju pertumbuhan Chaetoceros gracilis naik pada intensitas penyinaran 500- 10.000 klux. Skeletonema costatum banyak dipengaruhi oleh periode penyinaran
dengan 10-12 jam gelap merupakan periode penyinaran yang optimum untuk pertumbuhannya. Sehingga dengan peningkatan intensitas sinar dari 500-12.000 klux
dapat meningkatkan pertumbuhan jenis ganggang ini, akan tetapi akan menurun jika intensitas melebihi 12.000 klux. Intensitas sinar sebesar 4000-5000 klux merupakan
kisaran intensitas sinar optimal untuk pembentukan auksospora diatom Isnansetyo dan Kurniastuty 1995.
Menurut Borowitzka dan Borowitzka 1988, Dunaliella spp. memiliki toleransi yang tinggi terhadap suhu. Hal ini dimungkinkan oleh adanya dinding sel yang terdiri atas
protein. Pada suhu diatas 40 C Dunaliella tertiolecta mulai mengeluarkan gliserol pada
komponen plasma membran sebagai bentuk penyesuaian terhadap
perubahan lingkungan.
Setiap jenis ganggang membutuhkan cahaya dan suhu tertentu untuk pertumbuhan maksimumnya. Welch
1980, menyatakan
bahwa diatom akan mendominasi perairan pada saat intensitas cahaya tinggi dan suhu rendah. Chlorohyta
melimpah pada kondisi intensitas cahaya tinggi dan suhu tinggi, sedangkan Cyanophyta akan mendominasi perairan apabila intensitas cahaya rendah dan suhu tinggi.
2.5.2 Salinitas dan pH.
Salinitas dan pH merupakan parameter oseanografi yang penting. Salinitas adalah
salah satu
faktor yang
berpengaruh terhadap
organisme air
dalam mempertahankan tekanan osmotik dalam protoplasma dengan air sebagai lingkungan
hidupnya. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty 1995, ganggang Phaeodactylum sp. bertoleransi terhadap kadar garam 20-70
00
dan mengalami pertumbuhan optimal pada kisaran salinitas 35
00
. Chaetoceros sp. memiliki toleransi terhadap kisaran salinitas sangat tinggi yaitu 6-50
00
, dengan kisaran salinitas 17-25
00
sebagai salinitas optimum