Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara dan undang-undang serta peraturan lainnya. b. Bahan hukum sekunder
yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum premier, seperti hasil- hasil penelitian serta bahan dokumen-dokumen lainnya.
c. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalahjurnal atau surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan
dengan materi penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan library research. Sehubungan dengan permasalahan dalam
penelitian kepustakaan, dikumpulkan melalui penelitian literatur, yakni dengan mempelajari ketentuan perundang-undangan, karya ilmiah dan dokumen lainnya yang
menyangkut materi ini.
4. Analisis Data
Setelah semua data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan library research. Bahan-bahan yang diperoleh dalam penelitian tersebut selanjutnya
akan dipilah-pilah sehingga diperoleh bahan-bahan hukum yang mengatur tentang “Tanggung jawab direksi dalam pelepasan asset tidak bergerak pada Badan Usaha
Universitas Sumatera Utara
Milik Negara BUMN ”, kemudian data-data yang diperoleh tersebut akan dianalisis
secara induktif-deduktif. Dipilihnya metode tersebut adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara mendalam dan
terintegral antara aspek yang satu dengan lainnya. Setelah bahan penelitian dikumpulkan, kemudian di abstraksi untuk menentukan konsep-konsep yang lebih
umum. Konsep yang lebih umum sebagai hasil abstraksi merupakan jawaban- jawaban dari permasalahan yang didukung oleh argumentasi-argumentasi yang
diperoleh dari bahan-bahan hukum yang sudah ada. Adapun penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir deduktif-induktif. Dengan demikian
dari hasil analisis yang dilakukan diharapkan akan diperoleh temuan-temuan dan kesimpulan yang bersifat deskriptif-analitis sehingga pokok permasalahan yang
dijawab dalam permasalahan ini dapat dijawab.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP
PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491PID.B2006PN-LP
A. Pengertian BUMN
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara UU BUMN, Perusahaan perseroan persero adalah
BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau yang paling sedikit 51 lima puluh satu persen sahamnya dimiliki
oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Dari defenisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa unsur
yang menjadikan suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai BUMN Persero, yaitu:
1. Badan usaha atau perusahaan tersebut berbentuk perseroan terbatas; 2. Modal badan usaha tersebut seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara.
Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasai negara, maka agar tetap dikategorikan sebagai BUMN Persero, negara minimum menguasai 51 lima
puluh satu persen modal tersebut; 3. Di dalam usaha tersebut, negara melakukan penyertaan secara langsung.
Penyertaan modal negara pada BUMN Persero yang berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
4. Modal penyertaan tersebut berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Universitas Sumatera Utara
Kekayaan negara yang dipisahkan disini adalah pemisahan kekayaan negara dari anggaran pendapatan dan belanja negara APBN untuk dijadikan
penyertaan modal negara pada BUMN. Setelah itu pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya pada
prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Kekayaan negara yang dipisahkan yang diinvestasikan kepada BUMN Persero direksi sebagai organ yang vital untuk
melakukan pengurusan bertanggung jawab penuh atas operasional perusahaan.
52
Mekanisme pertanggungjawaban melalui RUPS adalah resiko bagi pemerintah yang memilih investasinya melakukan kegiatan usaha BUMN oleh karena
BUMN adalah merupakan perseroan terbatas. Dikatakan resiko, apabila direksi tidak melaksanakan kewajiban dengan baik dan benar, maka resikonya perseroan terbatas
mengalami kerugian, dimana Menteri BUMN juga ikut mengalami kerugian tersebut yang mengakibatkan timbulnya utang bagi perseroan terbatas.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan perusahaan maka direksi wajib mempertanggungjawabkan melalui mekanisme RUPS. Direksi mempunyai kewajiban
menyampaikan laporan tahunan yang memuat antara lain neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan kegiatan persero lainnya kepada RUPS.
BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi, disamping swasta, memegang peranan yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna
52
Penjelasan Pasal 4 ayat 1Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.
Universitas Sumatera Utara
mewujudkan kesejahteraan masyarakat,
53
khususnya BUMN yang berbentuk persero oleh karena tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan.
54
Kedudukan BUMN dilihat dari tahap perkembangan pada awalnya lebih banyak berperan sebagai Agent
of Development. Dalam konteks peran BUMN sebagai Agent of Development, negara mendorong berkembangnya sektor-sektor usaha di masyarakat. Di satu sisi, peran ini
berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan rakyat banyak, disisi lain peran ini mendorong dan mendampingi masyarakat dan swasta untuk mampu mandiri dalam
memenuhi kebutuhannya.
55
Satu realita lagi yang patut di cermati dalam peran BUMN sebagai agen pembangunan adalah tanggung jawab moral BUMN untuk
melakukan efisiensi karena beban tenaga kerja yang mungkin harus melakukan rasionalisasi.
56
Fase kedua dalam pengembangan BUMN adalah tahap transisi. Dalam tahap ini BUMN harus sudah mulai melepas demi sedikit fungsi agen of development
dan mulai mengarah pada orientasi bisnis, tetapi tetap menggendong sebagian tugas- tugas dan kewajiban negara yang dinamakan Public Services Obligation PSO atau
pelayanan publik.
57
53
Pertimbangan latar belakang Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.
Sektor-sektor yang masih ada pelayanan publiknya adalah sektor- sektor yang tidak popular, tidak mempunyai sifat komersial dan faktor resiko yang
tinggi, dan pihak swasta atau warga negara belum berminat untuk mengerjakannya.
54
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.
55
Pandu Djayanto, Sekilas TentangPeran, Fungsi dan Pivratisasi Badan Usaha Milik Negara, Newsletter Hukum dan Perkembangannya, Nomor 70, September 2007, hlm.12
56
Ibid., hlm.12.
57
Ibid, hlm.13.
Universitas Sumatera Utara
Jadi sektor-sektor yang mesti harus ada pelayanan publiknya adalah sektor yang merupakan kebutuhan pokok, yang menjadi bagian dari kehidupan warga negara yang
belum dilakukan kegiatannya oleh masyarakatusaha swasta. Setelah masa transisi bila dapat dilewati, kemungkinan dapat memperkenalkan konsep bisnis yang
membangun pilar-pilar yang dapat meningkatkan value, kini saatnya bagi negara untuk melakukan reposisi BUMN. Saat fase inilah BUMN berkedudukan tampil
sebagai pelaku bisnis profesional yang memenuhi amanat undang-undang untuk mengejar keuntungan.
Sebagai BUMN yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan penyertaan modal negara maka peranannya tidak terlepas untuk melakukan PSO
tersebut dibatasi secara ketat oleh peraturan perundangan dengan memperhatikan sifat usaha BUMN, yaitu untuk mengejar keuntungan. Kewajiban pelayanan umum
dilakukan oleh pemerintah sebagai pemegang saham melalui mekanisme RUPS dengan memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan
PSO.
58
58
Pasal 66 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.
Sementara untuk keperluan pembinaan usaha kecilkoperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN dapat dilakukan dengan menyisihkan sebagian laba bersih
dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang dimaksud adalah
Peraturan Menteri Negara BUMN
Nomor : PER-05MBU2007 tertanggal 27 April 2007 tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan program bina
lingkungan. Dalam batas kepatutan BUMN dapat memberikan donasi untuk amal
Universitas Sumatera Utara
atau tujuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sejauh mana operasional di lapangan sangat tergantung pada kemampuan pemerintah dalam
mengendalikan BUMN melalui mekanisme RUPS. Bila seluruh saham dimiliki oleh pemerintah maka pemerintah bertindak selaku RUPS pemegang saham tunggal dan
dapat sepenuhnya mengendalikan BUMN, demikian sebaliknya.
B. Tujuan Pendirian BUMN
Ada 5 tujuan pendirian BUMN yang diatur dalam pasal 2 UU BUMN yaitu sebagai berikut :
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan perekonomian negara pada khususnya.
BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan konstribusi dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional dan membantu penerima keuangan negara.
59
2. Mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar
keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya kompensasi berdasarkan perhitungan bisnis atau
59
Penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf a.
Universitas Sumatera Utara
komersial.
60
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
61
4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.
Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan
tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui
penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi
pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.
62
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Hal ini dapat dilihat dalam pasal 88 ayat 1 UU BUMN dikatakan ”BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan
60
Penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf b.
61
Penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf c.
62
Penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf c.
Universitas Sumatera Utara
usaha kecilkoperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN”, dan juga dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05MBU2007 tertanggal 27 April
2007 tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan program bina lingkungan. Dimana dikatakan dalam pasal 1 angka 6 dan 7 dalam
Peraturan Menteri tersebut. Program kemitraan BUMN dengan usaha kecil, yang selanjutnya disebut program kemitraan, adalah program untuk meningkatkan
kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan program bina lingkungan, yang selanjutnya
disebut program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Dalam pasal 9 ayat 1,
pasal 11 ayat 1 dijelaskan tentang dana program kemitraan, sedangkan dalam pasal 9 ayat 2 dan pasal pasal 11 ayat 2 dijelaskan tentang program bina lingkungan.Bahwa
adapun bunyi pasal 9 ayat 1, pasal 11 ayat 1, pasal 9 ayat 2 dan pasal pasal 11 ayat 2 adalah dikutip sebagai berikut :
Pasal 9 ayat 1 : Dana program kemitraan bersumber dari :
1. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2 dua persen. 2. Jasa administrasi pinjamanmarjinbagi hasil, bunga deposito danatau jasa giro
dari dana program kemitraan setelah dikurangi beban operasional. 3. Pelimpahan dana program kemitraan dari BUMN lain, jika ada.
Pasal 11 ayat 1 : Dana Program Kemitraan diberikan dalam bentuk :
1. Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam
rangka meningkatkan produksi dan penjualan; 2. Pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha
mitra binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha mitra binaan;
3. Beban Pembinaan :
Universitas Sumatera Utara
a. Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas Mitra Binaan serta
untuk pengkajianpenelitian yang berkaitan dengan Program Kemitraan; b. Beban pembinaan bersifat hibah dan besarnya maksimal 20 dua puluh
persen dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan; c. Beban pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk kepentingan mitra
binan. Pasal 9 ayat 2 :
Dana program bina lingkungan bersumber dari : 1. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2 dua persen.
2. Hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program BL. Pasal 11 ayat 2 :
Dana program bina lingkungan berbentuk : 1. Dana Program BL yang tersedia setiap tahun terdiri dari saldo kas awal tahun,
penerimaan dari alokasi laba yang terealisir, pendapatan bunga jasa giro danatau deposito yang terealisir serta pendapatan lainnya.
2. Setiap tahun berjalan sebesar 70 tujuh puluh persen dari jumlah dana Program BL yang tersedia dapat disalurkan melalui Program BL BUMN Pembina.
3. Setiap tahun berjalan sebesar 30 tiga puluh persen dari jumlah dana Program BL yang tersedia diperuntukkan bagi Program BL BUMN Peduli.
4. Apabila pada akhir tahun terdapat sisa kas dana Program BL BUMN Pembina dan BUMN Peduli, maka sisa kas tersebut menjadi saldo kas awal tahun dana Program
BL tahun berikutnya. 5. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Pembina :
a. Bantuan korban bencana alam; b. Bantuan pendidikan danatau pelatihan;
c. Bantuan peningkatan kesehatan; d. Bantuan pengembangan prasarana danatau sarana umum;
e. Bantuan sarana ibadah; f. Bantuan pelestarian alam;
C. Penyertaan Modal Negara
Dalam menjalankan kegiatan usahanya BUMN mendapatkan modal yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Penyertaan modal negara dalam
Universitas Sumatera Utara
rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN
63
1. Anggaran Pendapatan dan belanja negara. bersumber dari :
Sumber yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara adalah : a. Dana segar.
Dana segar sangat dibutuhkan untuk pengembangan BUMN itu sendiri di masa yang akan datang dan juga ketersediaan sumber dana untuk ekspansi
akan lebih terjamin bagi BUMN itu sendiri. b. Proyek-proyek yang dibiayai oleh anggaran belanja dan pendapatan negara.
Proyek-proyek yang dibiayai oleh anggaran belanja dan pendapatan negara adalah proyek yang dikelola oleh BUMN maupun instansi pemerintah.
Penetapan proyek tersebut menjadi penyertaan modal negara harus dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan BUMN dan hasil kajian, yang nilainya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil perhitungan yang berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan. Menteri
dan Menteri teknis yang bersangkutan dalam rangka perhitungan atas nilai aset eks proyek tersebut. Menteri Keuangan dapat menunjuk penilai independen
untuk melakukan penilaian yang dimaksud yang biayanya dibebankan kepada BUMN yang bersangkutan tanpa mengurangi nilai aset.
c. Piutang negara pada BUMN atau perseroan terbatas. Hak negara dalam rangka penerimaan negara bukan pajak yang
63
Mulhadi, Op Cit., hlm.76-77.
Universitas Sumatera Utara
pemungutannya menjadi tanggung jawab Kementeriaan Negara lembaga yang bersangkutan
d. Aset-aset negara lainnya. Yang dimaksud dengan aset-aset negara lainnya adalah aset negara
yang tidak termasuk dalam kategori sebagaimana yang diuraikan pada huruf a,b, dan c. Apabila aset negara lainnya yang akan dijadikan penyertaan modal
negara belum di rencanakan dalam APBN, maka pelaksanaannya harus mengikuti mekanisme APBN. Yang dimaksud mekanisme APBN dalam hal ini
adalah pencatatan nilai aset dimaksud dalam APBN sebagai penerimaan dan sekaligus dikeluarkan sebagai penyertaan modal negara.
2. Kapitalisasi cadangan. Kapitalisasi cadangan adalah penambahan modal disetor yang
berasal dari cadangan. Penambahan penyertaan dari kapitalisasi cadangan cukup dengan keputusan RUPSMenteri dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan
karena pada prinsipnya kekayaan negara tersebut telah terpisah dari APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Cadangan berasal dari laba
keuntungan bersih dari BUMN. 3. Sumber lainnya.
Sumber yang berasal dari sumber lainnya berupa : a. keuntungan revaluasi aset adalah selisih revaluasi aset yang berakibat naiknya
nilai aset. b. agio saham adalah selisih lebih dari penjualan saham dengan nilai nominalnya.
Universitas Sumatera Utara
Negara dapat melakukan penyertaan modal untuk : 1. Pendirian BUMN atau perseroan terbatas.
2. Penyertaan modal negara pada perseroan terbatas yang didalamnya belum terdapat saham milik negara atau peyertaan modal negara pada BUMN atau
perseroan terbatas yang didalamnya telah terdapat saham milik negara. Penyertaan modal negara pada perseroan terbatas yang didalamnya
belum terdapat saham milik negara atau peyertaan modal negara pada BUMN atau perseroan terbatas yang didalamnya telah terdapat saham milik negara dilakukan
dalam keadaan tertentu untuk menyelamatkan perekonomian nasional. Penyertaan modal negara dapat berupa penambahan dan pengurangan
penyertaan modal negara. Penambahan penyertaan modal negara ke dalam suatu BUMN dan perseroan terbatas dilakukan dalam rangka
64
1. Memperbaiki struktur pemodalan BUMN dan perseroan terbatas. :
2. Meningkatkan kapasitas usaha BUMN dan perseroan terbatas. Sedangkan pengurangan penyertaan modal negara pada BUMN dan
perseroan terbatas dilakukan dalam rangka
65
1. Penjualan saham milik negara pada persero dan perseroan terbatas. :
2. Pengalihan aset BUMN untuk penyertaan modal negara pada BUMN lain atau perseroan terbatas, pendirian BUMN baru atau dijadikan kekayaan negara yang
64
Pasal 7 dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara pernyertaan dan penatausahaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
65
Pasal 8 dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara pernyertaan dan penatausahaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
tidak dipisahkan. 3. Pemisahan anak perusahaan BUMN menjadi BUMN.
4. Restruksi perusahaan.
D. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN Persero
Persepsi bahwa BUMN menjadi bagian dari keuangan negara tidak bisa diabaikan begitu saja, karena persepsi itu sudah merasuk dan menjadi pendapat
stakeholder terutama aparat penegak hukum. Dalam yurisprudensi berbagai keputusan-keputusan pengadilan, aparat penegak hukum seperti jaksa dan pemeriksa,
mereka sependapat bahwa BUMN merupakan bagian dari keuangan negara. Opini para penegak hukum tersebut bukan tanpa dasar.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menyatakan: Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut. Sementara itu sehubungan dengan ruang lingkup keuangan negara pada Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara yang berbunyi: “kekayaan negarakekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-
hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negaraperusahaan daerah”. Dalam penjelasan Undang-Undang Keuangan
Negara berkaitan dengan pengertian dan ruang lingkup keuangan negara dijelaskan sebagai berikut: “Pengertian yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara
Universitas Sumatera Utara
adalah dari sisi obyek, subyek, proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek dimaksud dengan keuangan
negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut diatas dimiliki negara, danatau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negaradaerah, dan
badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan pengelolaan obyek
sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan keuangan negara
meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut diatas dalam rangka pemerintahan negara. Bidang pengelolaan
keuangan negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan”. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, menyatakan: Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang
dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Pasal 3 ayat 1 Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Universitas Sumatera Utara
Jawab Keuangan Negara, menyatakan: Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan: Setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000.- dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.- satu milyar rupiah. Sementara itu dalam penjelasan undang-undang tersebut lebih lanjut
dijelaskan, bahwa dalam undang-undang ini dimaksud untuk menggantikan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang
diharapkan mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap
bentuk tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara khususnya serta masyarakat pada umumnya.
Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya
segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:
Universitas Sumatera Utara
1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
2. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban BUMNBUMD, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau
perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
66
Berdasarkan pasal-pasal tersebut aparat penegak hukum Polisi, Jaksa, dan BPK selaku pemeriksa, bertindak memeriksa Direksi BUMN Persero apabila ada
dalam transaksi bisnisnya mengalami kerugian karena ini merupakan indikasi awal akan adanya potensi kerugian negara, Dalam konsepsi yang demikian keuangan
negara yang dipisahkan sebagai penyertaan modal pada BUMN Persero adalah merupakan bagian dari kekayaan negara. Oleh karena itu apabila Direksi BUMN
dalam mengelola perusahannya mengalami kerugian berpotensi merugikan keuangan negara. Persepsi ini masih dijadikan pedoman oleh aparat penegak hukum atas dasar
perundang-undangan tersebut diatas.
67
Namun demikian permasalahan menjadi lain sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Dalam
Pasal 1 angka 1 UU BUMN dijelaskan yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau
66
Penjelasan Umum dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
67
Nindyo Pramono, Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Menurut UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, dalam Sri Redjeki Hartono, Permasalahan Seputar Hukum Bisnis : Persembahan
kepada Sang Maha Guru, PT.Citra Umbara, Jogjakarta, hlm.142.
Universitas Sumatera Utara
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Selanjutnya Pasal 1 angka 2 UU BUMN menyatakan: Perusahaan perseroan, yang selanjutnya disebut persero, adalah
BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnyaterbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 lima puluh satu persen sahamnya dimiliki oleh
negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
68
BUMN sebagai perseroan terbatas merupakan entitas bisnis yang memiliki kedudukan mandiri terlepas dari orang atau badan hukum lain dari orang
yang mendirikannya, pengaturannya tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Modal BUMN Persero berasal dari kekayaan
negara yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada
mekanisme korporasi melalui prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang sehat. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat 1 UU BUMN dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan
pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Ayat 2
huruf a: Termasuk dalam APBN yaitu meliputi pula proyek-proyek APBN yang dikelola oleh BUMN danatau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai
68
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
penyertaan modal negara. Pemerintah sendiri dalam hal ini Departemen Keuangan masih ada
kegamangan menyangkut penyertaan modal pemerintah pada BUMN Persero sebagai bagian dari kekayaan negara, terutama dengan adanya piutang-piutang beberapa bank
plat merah antara lain BNI, Bank Mandiri, BRI merupakan BUMN Persero yang macet tidak dapat ditagih dari para penanggung hutang debitur. Atas dasar
ketentuan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Pasal 8 menyatakan bahwa: “piutang negara atau hutang kepada
negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu
peraturan, perjanjian atau sebab apapun” dan dalam penjelasannya dikatakan bahwa piutang negara meliputi pula piutang badan-badan yang umumnya kekayaan dan
modalnya sebagian atau seluruhnya milik negara, misalnya bank-bank negara, perseroan terbatas negara, perusahaan-perusahaan negara, yayasan perbekalan dan
persediaan, yayasan urusan bahan makanan dan sebagainya, serta Pasal 12 ayat 1 undang-undang yang sama mewajibkan instansi-instansi pemerintah dan badan-badan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 untuk menyerahkan piutang-piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung
hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan Piutang Negara PUPN. Kemudian pasal 19 peraturan pemerintah nomor 14 tahun 2005
tentang tata cara penghapusan piutang negaradaerah, menyatakan: bahwapenghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak piutang
Universitas Sumatera Utara
perusahaan negaradaerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Berikutnya Pasal 20 menyatakan: bahwa tata cara dan
penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak atas piutang perusahaan negaradaerah yang pengurusan piutang diserahkan kepada PUPN diatur
lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan. Tetapi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang NegaraDaerah, dimana dalam pasal 1 dikatakan ketentuan pasal 19 dan pasal 20 dalam peraturan pemerintah nomor 14
tahun 2005 tentang tata cara penghapusan piutang negaradaerah, dihapus, dengan demikian pasal 19 dan 20 tidak diberlakukan lagi karena sudah dihapuskan.
Dari uraian diatas, peraturan-peraturan tersebut tidak memisahkan antara kekayaan BUMN dan kekayaan negara sebagai pemegang saham, yang
kemudian memunculkan polemik apakah piutang-piutang pada penanggung hutang debitur masuk pada kekayaan negara ataukah kekayaan BUMN sebagai suatu
perseroan terbatas yang merupakan badan hukum yang tunduk pada ranah hukum privat.
69
Dengan adanya UU BUMN, maka ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Pasal 2 ayat 1
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
69
Ibid., hlm.143.
Universitas Sumatera Utara
Negara, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, khusus mengenai kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negaraperusahaan daerah
menjadi tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
E. Jenis-Jenis BUMN
Dalam UU BUMN, jenis BUMN ada 2 yaitu : 1. Perusahaan Umum Perum
Perusahaan Umum Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk
memanfaatkan umum berupa penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
70
Pendirian perum diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan menteri teknis dan
meteri keuangan. Perum yang didirikan tersebut memperoleh status badan hukum sejak diundangkannya peraturan pemerintah tentang pendiriannya. Peraturan
pemerintah ini memuat antara lain penetapan pendirian perum, penetapan besarnya kekayaan negara yang dipisahkan, anggaran dasar dan penunjukan menteri selaku
wakil pemerintah sebagai pemilik modal. Dalam Pasal 39 UU BUMN Menteri bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan
70
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Universitas Sumatera Utara
tidak bertanggung jawab atas kerugian perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam perum, kecuali apabila menteri:baik langsung maupun
tidak langsung dengan itikad burukmemanfaatkan perum semata-mata untuk kepentingan pribadi, terlihat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh perum dan langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan persero. Pendirian perum harus memenuhi kriteria,
71
1. Bidang usaha atau kegiatannya berkaitan dengan kepentigan yang banyak. antara lain :
2. Didirikan tidak hanya untuk mengejar keuntungan. 3. Berdasarkan pengkajian memnuhi persyaratan ekonomis yang diperlukan bagi
berdirinya suatu badan usaha. Maksud dan tujuan Perum adalah untuk menyelenggarakan usaha yang
bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang danatau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan yang sehat.
72
Organ Perum adalah Menteri, direksi dan dewan pengawas, dan Perum bubar karena
73
1. Ditetapkan oleh peraturan pemerintah berdasarkan usulan menteri. :
2. Jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam anggaran dasar. 3. Penetapan pengadilan.
4. Dicabutnya putusan pernyataan pailit oleh pengadilan niaga sebab harta pailit
Perum tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. 5. Perum dalam keadaan tidak mampu bayar sebagaimana diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
71
Penjelasan Pasal 35 ayat 2 .
72
Pasal 36 ayat 1.
73
Pasal 83 dari Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN.
Universitas Sumatera Utara
2. Perusahaan perseroan Persero Perusahaan perseroan persero adalah BUMN yang berbentuk
perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau yang paling sedikit 51 lima puluh satu persen sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
74
Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan menteri teknis dan
menteri keuangan. Pengkajian bertujuan untuk menentukan layak tidaknya persero tersebut didirikan, melalui kajian atas perencanaan bisnis dan kemampuan untuk
mandiri serta mengembangkan usaha di masa mendatang. Pengkajian dalam hal ini melibatkan Menteri teknis sepanjang menyangkut kebijakan sektoral. Pelaksanaan
pendirian persero dilakukan oleh menteri mengingat menteri merupakan wakil negara selaku pemegang saham pada persero dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan. Anggaran dasar persero memuat sekurang-kurangnya hal-hal
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.
75
74
Pasal 1 angka 2 dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Maksud dan tujuan pendirian persero adalah menyediakan barang danatau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar
keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
75
Pasal 9 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan Pengawasan dan Pembubaran BUMN
Universitas Sumatera Utara
F. Organ-Organ Persero
Organ BUMN Persero sama seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, oleh karena BUMN Persero pada
hakekatnya adalah Perseroan Terbatas, yaitu meliputi RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris. Perbedaan antara Organ Perseroan Terbatas dengan Organ BUMN Persero
terletak pada pemegang sahamnya. Pada BUMN Persero pemerintah dapat bertindak selaku RUPS apabila seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, sementara apabila
pemerintah terlibat dalam Penyertaan Modal Negara PMN sebagian, maka kedudukan pemerintah adalah sebagai salah satu pemegang saham. Seberapa besar
pengaruh pemerintah dalam mengendalikan BUMN Persero tentunya dipengaruhi oleh seberapa besar peran pemerintah dalam PMN dibuktikan dengan jumlah
kepemilikan saham. Semakin besar peran pemerintah dalam PMN maka semakin berperan pula dalam mengendalikan perusahaan. Dalam forum RUPS, pemegang
saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan segala kegiatan perseroan mulai dari direksi danatau dewan komisaris, sepanjang berhubungan
dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan. 1. Rapat Umum Pemegang Saham RUPS
Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam persero dan memegang
segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.
76
76
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Universitas Sumatera Utara
Dalam persero berlaku ketentuan bahwa bila seluruh saham persero dimiliki oleh negara 100 seratus persen maka yang bertindak selaku RUPS
adalah menteri. Menteri yang ditunjuk mewakili negara selaku pemegang saham dalam setip keputusan tertulis yang berhubungan dengan persero adalah merupakan
keputusan RUPS. Dalam praktiknya, menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.
Perorangan adalah seseorang yang menduduki jabatan dibawah menteri yang secara teknis bertugas membantu menteri selaku pemegang saham pada persero. Meskipun
kedudukan menteri selaku wakil pemerintah telah dikuasakan kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS, untuk hal-hal tertentu penerima kuasa
wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari menteri sebelum hal-hal dimaksud diputuskan dalam RUPS. Hal ini perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
menteri mengingat sifatnya yang sangat strategis bagi kelangsungan persero.
77
2. Direksi Direksi adalah Organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan
BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik didalam maupun diluar pengadilan.
78
Menurut Pasal 15 ayat 1 UU BUMN pengangkatan dan pemberhentian direksi dilakukan oleh RUPS. Dalam kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan
pemberhentian cukup dilakukan dengan keputusan Menteri. Keputusan Menteri
77
Mulhadi, Op Cit., hlm 169.
78
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Universitas Sumatera Utara
tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS. Mengingat kedudukan Direksi sebagai organ persero dalam
mengurus perusahaan guna mencapai maksud dan tujuan perusahaan untuk mengisi jabatan tersebut diperlukan calon-calon anggota direksi yang mempunyai keahlian,
integritas, kejujuran, kepemimpinan, pengalaman, perilaku yang baik dan dedikasi yang tinggi serta mempunyai visi pengembangan perusahaan. Untuk memperoleh
calon-calon anggota yang terbaik, diperlukan seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan secara transparan, profesional, mandiri dan dapat
dipertanggungjawabkan.
79
Uji kelayakan dan kepatutan tersebut dilakukan oleh suatu tim yang ditunjuk oleh Menteri selaku RUPS dalam hal seluruh sahamnya dimiliki oleh negara,
dan ditunjuk oleh Menteri selaku pemegang saham dalam hal sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, khusus bagi direksi yang mewakili unsur pemerintah. Anggota-
anggota tim yang ditunjuk oleh Menteri harus memenuhi kriteria antara lain profesionalitas, pemahaman bidang manajemen dan usaha BUMN yang
bersangkutan, tidak memiliki benturan kepentingan dengan calon anggota direksi yang bersangkutan dan memiliki integritas serta dedikasi yang tinggi. Menteri
BUMN dapat pula menunjuk lembaga profesional untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon anggota direksi persero.
80
Anggota direksi diangkat untuk masa jabatan 5 tahun dan dapat diangkat
79
Mulhadi, Op Cit., hlm 171.
80
Ibid., hlm.172.
Universitas Sumatera Utara
kembali untuk 1 kali masa jabatan. Apabila masa jabatan anggota direksi berakhir, maka dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak masa jabatan tersebut berakhir,
RUPS untuk persero sudah harus menetapkan anggota direksi yang definitif. Anggota direksi tidak berwenang mewakili BUMN, apabila terjadi perkara
di depan pengadilan antara BUMN dan anggota direksi dan anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan
BUMN. Anggota direksi dilarang memangku jabatan rangka sebagai anggota direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain
yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansilembaga pemerintah pusat dan daerah dan jabatan lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
81
Larangan perangkapan jabatan tersebut dimaksudkan agar anggota direksi benar-benar mencurahkan segala tenaga dan pikirannya danatau perhatian secara
penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan persero serta menghindari timbulnya benturan kepentingan. Menurut pasal 23 ayat 2 Peraturan Pemerintah
nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, pemberhentian anggota direksi apabila berdasarkan kenyataan, anggota
direksi yang bersangkutan : 1. Tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak
manajemen. 2. Tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
81
Pasal 21 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
Universitas Sumatera Utara
3. Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan danatau ketentuan anggaran dasar.
4. Terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMN danatau negara. 5. Dinyatakan bersalah dalam putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
yang tetap. f. Mengundurkan diri.
Menurut pasal 24 peraturan pemerintah nomor 45 Tahun 2005 tentang pendirian, pengurusan, pengawasan dan pembubaran BUMN, jabatan anggota direksi
berakhir apabila : 1. Meninggal dunia.
2. Masa jabatan berakhir. 3. Diberhentikan berdasarkan keputusan RUPSMenteri.
4. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota direksi berdasarkan ketentuan
perarturan pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan lainnya. Ada beberapa tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh direksi dalam
menjalankan tugasnya
82
1. Menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu
5 lima tahun. , yaitu :
Rancangan rencana jangka panjang memuat antara lain yaitu evaluasi pelaksanaan rencana jangka panjang sebelumnya, posisi perusahaan saat ini,
asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan rencana jangka panjang dan penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja rencana jangka
panjang. 2. Menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan
penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang.
82
Mulhadi, Op Cit., hlm 173.
Universitas Sumatera Utara
Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan memuat antara lain : misi persero, sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan perusahaan dan
program kerjakegiatan, anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kerjakegiatan, proyeksi keuangan persero setiap anggaran program
kerjakegiatan dan hal-hal lain yang memerlukan keputusan RUPS. 3. Menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada RUPS
untuk memperoleh pengesahan. Mengingat rencana kerja dan anggaran perusahaan disahkan oleh RUPS,
setiap perubahannya juga harus disetujui oleh RUPS, kecuali ditentukan lain dalam keputusan RUPS mengenai pengesahan rencana kerja dan anggaran
perusahaan dimaksud. 4. Menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan
dalam waktu lima bulan setelah tahun buku persero ditutup. Laporan tahunan memuat antara lain :
a. Perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru, lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta
penjelasan atas dokumen tersebut. b. Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalm satu grup, di samping
neraca dari masing-masing perseroan tersebut. c. Laporan mengenai keadaan dan jalannya perseoran, serta hasil yang telah
tercapai. d. Kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku.
e. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan.
f. Nama anggota direksi dan komisaris. g. Gaji dan tunjangan lain bagi anggota direksi dan honorarium serta tunjangan
lain bagi anggota direksi.
Universitas Sumatera Utara
5. Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan persero.
Risalah rapat di sini adalah risalah rapat direksi, komisaris dan risalah RUPS. Direksi perlu memelihara risalah rapat tersebut karena merupakan
dokumen resmi yang memuat hal-hal yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat, serta merupakan bukti yang melatarbelakangi diambilnya suatu tindakan
baik direksi, komisaris maupun pemegang saham dalam pengelolaan perusahaan. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian,
Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara kewajiban direksi adalah sebagai berikut :
1. Direksi wajib mencurahkan perhatian dan pengabdiannya secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan BUMN Pasal 26 ayat 2.
2. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan strategis yang memuat sasaran dan tujuan BUMN yang hendak dicapai dalam
jangka waktu 5 lima tahun Pasal 32 ayat 1 . Rancangan rencana jangka panjang memuat antara lain yaitu evaluasi
pelaksanaan rencana jangka panjang sebelumnya, posisi BUMN pada saat penyusunan rencana jangka panjang, asumsi-asumsi yang dipakai dalam
penyusunan rencana jangka panjang dan penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja rencana jangka panjang. Rencana jangka panjang
yang telah ditandatangani bersama dengan komisaris disampaikan kepada RUPS
Universitas Sumatera Utara
untuk persero untuk memperoleh pengesahan.
83
3. Direksi wajib menyiapkan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang memuat penjabaran tahunan dan rencana jangka panjang Pasal 35 ayat 1.
Rencana kerja dan anggaran dasar perusahaan sekurang-kurangnya memuat misi,sasaran usaha,strategi usaha, kebijakan perusahaan yang dirinci atas
setiap anggaran program kerjakegiatan, anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kerjakegiatan, proyeksi keuangan perusahaan dan anak
perusahaannya dan hal-hal lain yang memerlukan keputusan RUPS untuk persero.
84
Rencana kerja dan anggaran dasar yang telah ditandatangani bersama dengan komisaris, diajukan kepada RUPS untuk persero selambat-lambatnya 60
hari sebelum tahun anggaran dimulai untuk memperoleh pengesahan. Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan disahkan oleh RUPS untuk Persero
selambat-lambatnya 30 hari setelah tahun anggaran berjalan
85
4. Direksi wajib menyiapkan laporan berkala yang memuat pelaksanaan rencana kerja dan anggaran perusahaan Pasal 39 ayat 1.
sedangkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan belum disahkan oleh RUPS
maka rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan dianggap sah untuk dilaksanakan sepanjang telah memenuhi ketentuan cara penyusunan rancangan
rencana kerja dan anggaran perusahaan.
83
Pasal 33 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
84
Pasal 37.
85
Pasal 35 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
5. Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan kepada auditor eksternal yang ditunjuk oleh RUPS untuk persero Pasal 44 ayat 1.
Laporan atas hasil pemeriksaan auditor eksternal yang disampaikan secara tertulis kepada RUPS untuk persero. Perhitungan tahunan yang disediakan
ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota direksi dan dewan pengawas secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.
86
3. Komisaris Komisaris adalah organ persero yang bertugas melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan perseroan. Pengangkatan dan pemberhentian komisaris dilakukan oleh RUPS. Dalam
hal ini menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian komisaris ditetapkan oleh menteri.
87
Anggota komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah
satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha pesero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
Komisaris tidak boleh mempunyai kepentingan yang dapat menganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis dalam
hubungan satu sama lain dan terhadap direksi.
86
Pasal 44 ayat 2.
87
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.
Universitas Sumatera Utara
Anggota komisaris tidak berwenang mewakili BUMN, apabila terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota komisaris dan anggota
komisaris yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan BUMN. Anggota komisaris dilarang memangku jabatan sebagai anggota
direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta dan jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan jabatan lain yang
dapat menimbulkan benturan kepentingan. Anggota komisaris dapat diberhentikan berupa tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan danatau anggaran dasar, terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMN danatau negara, dinyatakan bersalah dengan
putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengundurkan diri.
88
Komisaris dalam melakukan tugasnya berkewajiban
89
1. Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana kerja dan anggaran perusahaan yang diusulkan direksi.
yaitu:
2. Mengikuti perkembangan kegiatan persero, memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan
persero. 3. Melaporkan dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi gejala
menurunkannya kinerja persero. 4. Memberikan nasihat kepada direksi dalam melaksanakan pengurusan persero.
5. Melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar persero danatau berdasarkan keputusan RUPS.
Selain itu, agar komisaris dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai
88
Mulhadi, Op Cit., hlm 174.
89
Penjelasan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.
Universitas Sumatera Utara
dengan tugas dan fungsinya, komisaris mempunyai wewenang
90
1. Melihat buku-buku, surat-surat, serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan persero.
sebagai berikut :
2. Memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan oleh persero. 3. Meminta penjelasan dari direksi danatau pejabat lainnya mengenai segala
persoalan yang menyangkut pengelolaan persero. 4. Meminta direksi danatau pejabat lainnya dengan sepengetahuan direksi untuk
menghadiri rapat komisaris. 5. Menghadiri rapat direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal
yang dibicarakan. 6. Memberhentikan sementara direksi dengan menyebutkan alasannya.
7. Wewenang lain yang dianggap perlu sebagaimana diatur dalam anggaran dasar persero.
G. Tanggung Jawab Direksi Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas
Mengenai tanggung jawab direksi diatur secara tegas dan jelas dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Sebagai organ Perseroan, Direksi
bertanggung jawab penuh atas kegiatan pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan dalam mencapai tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan dalam melakukan
tindakannya, baik didalam maupun diluar pengadilan. Bahwa adapun tanggung jawab direksi adalah sebagai berikut :
1. Direksi bertanggung jawab mengurus perseroan Tentang masalah pengurusan untuk kepentingan perseroan digariskan pasal
92 ayat 1 dan 2 sudah dijelaskan
91
a. Wajib menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan , yang dapat diringkas sebagai berikut :
Maksud dari menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan yaitu
90
Ibid.
91
M.Yahya Harahap,SH, Hukum Perusahaan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm.372.
Universitas Sumatera Utara
pengurusan perseroan yang dilaksanakan anggota direksi harus sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan
pelaksanaan pengurusan, meliputi pengurusan sehari-hari.
92
b. Wajib menjalankan pengurusan sesuai kebijakan yang dianggap tepat. Dalam menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan sesuai
dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan dalam anggaran dasar, anggota direksi harus menjalankan pengurusan sehari-hari dengan kebijakan yang dianggap tepat.
Menurut penjelasan pasal 92 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan kebijakan yang dianggap tepat
adalah didasarkan kepada keahlian yang bersumber dari pengetahuan luas dan kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman,
didasarkan kepada peluang yang tersedia bersumber dari kebijakan pengurusan yang diambil dan dilaksanakan harus benar-benr mendatangkan keuntungan dan
kebijakan itu diambil sesuai dengn kondisi yang benar-benar cocok bagi perseroan dan bisnis, dan didasarkan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.
93
2. Wajib menjalankan pengurusan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Pengertian mengenai itikad baik dan penuh tanggung jawab dalam konteks
tanggung jawab anggota direksi mengurus perseroan a. Kewajiban melakukan pengurusan, menjadi tanggung jawab setiap anggota
dapat dijelaskan sebagai berikut:
92
M.Yahya Harahap,SH, Hukum Perusahaan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm.372.
93
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
direksi. Sesuai dengan ketentuan pasal 97 ayat 2 yang diwajibkan
melaksanakan pengurusan perseroan adalah setiap anggota direksi perseroan dan oleh karena itu, setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh terhadap
pelaksanaan pengurusan perseroan.
94
b. Pengurusan wajib dilaksanakan dengan itikad baik. Makna itikad baik dalam konteks pelaksanaan pengurusan perseroan
oleh anggota direksi dalam praktik dan doktrin hukum memiliki jangkauan yang luas antara lain wajib dipercaya artinya setiap anggota direksi selamanya dapat
dipercaya serta selamanya harus jujur, wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar artinya setiap anggota direksi harus melaksanakan kekuasaan
atau fungsi dan kewenangan pengurusan untuk tujuan yang wajar termasuk kewajiban memperhatikan kepentingan karyawan, wajib patuh menaati peraturan
perundang-undangan artinya setiap anggota direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, wajib loyal terhadap perseroan artinya setiap anggota direksi wajib bertindak dengn itikad baik yang setinggi-tingginya mengurus
perseroan untuk kepentingan perseroan berhadapan dengan kepentingan pribadinya dan wajib menghindari benturan kepentingan artinya setiap anggota
direksi wajib menghindari benturan kepentingan, sebab tindakan tersebut juga
94
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
melanggar kewajiban kepercayaan dan kewajiban menaati peraturan perundang- undangan.
95
c. Pengurusan perseroan wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Kewajiban melaksanakan pengurusan dengan penuh tanggung jawab
adalah sebagai berikut : 1. Wajib seksama dan berhati-hati melaksanakan pengurusan.
Dalam hal mengurus perseroan, anggota direksi tidak boleh sembrono dan lalai, apabila anggota direksi sembrono dan lalai melaksanakan pengurusan
menurut hukum anggota direksi telah melanggar kewajiban berhati-hati. Patokan kehati-hatian yang diterapkan secara umum dalam praktik adalah standar kehati-
hatian yang lazim dilakukan orang biasa dalam posisi dan kondisi yang sama. Apabila patokan kehati-hatian ini diabaikan oleh anggota direksi dalam
menjalankan pengurusan perseroan, maka anggota direksi dianggap bersalah melanggar kewajiban dalam melaksanakan pengurusan dan penuh tanggung
jawab, sehingga tidak ada kata maaf bagi seseorang yang menduduki jabatan anggota direksi dengan gaji dan tunjangan yang cukup besar, tetapi tidak hati-hati
melaksanakan pengurusan perseroan. Dalam melaksanakan penerapan kewajiban berhati-hati dalam pelaksanaan pengurusan perseroan, perlu dikemukakan prinsip
yang berlaku umum yang disebut risiko pertimbangan bisnis artinya apabila anggota direksi benar-benar jujur dalam melaksanakan tanggung jawab
95
Try Widiyono, Op Cit., hlm.62.
Universitas Sumatera Utara
pengurusan perseroan dan kejujuran itu dibarengi pertimbangan yang komprehensif secara wajar sesuai dengan pengalaman dan ilmu pengetahuan serta
kelaziman praktik bisnis.
96
2. Wajib melaksanakan pengurusan secara tekun dan cakap. Pada umumnya aspek wajib tekun dan ulet, selalu dikaitkan dengan
keahlian. Dengan demikian anggota direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib mempertunjukkan kecakapannya. Patokannya kecakapan yang
wajib sesuai dengan jabatan direksi yang dipangkunya. Kecakapan dan keahkian yang wajib ditunjukkannya harus berdasar ilmu pengetahuan dan pengalaman.
97
3. Tanggung jawab anggota direksi atas kerugian pengurusan perseroan. Tanggung jawab anggota direksi atas kerugian perseroan timbul dari
kelalaian menjalankan tugas pengurusan yang dapat diklasifikasi : a. Anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi
Anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian yang dialami perseroan apabila bersalah dan lalai menjalankan tugasnya
melaksanakan pengurusan perseroan.
98
b. Anggota direksi bertanggung jawab secara tanggung renteng. Apabila salah satu anggota direksi lalai atau melanggar kewajiban
pengurusan secara itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai dengan lingkup
96
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru,Op Cit., hlm.79
97
Try Widiyono, Op Cit., hlm.63.
98
M.Yahya Harahap,SH, Op Cit., hlm.383.
Universitas Sumatera Utara
aspek itikad-itikad baik dan pertanggungjawaban pengurusan, maka setiap anggota direksi sama-sama ikut memikul tanggung jawab secara tanggung renteng
terhadap kerugian yang dialami perseroan. Alasan penegakan prinsip tanggung jawab renteng adalah agar semua anggota direksi sa;ing ikut menekuni secara
terus-menerus pengurusan perseroan secara solider tanpa mempersoalkan bidang tugas yang diberikan kepadanya, sehingga secara kesuluruhan harus bersatu dan
penuh tanggung jawab bekerja sama mengurus kepentingan perseroan.
99
Anggota direksi tidak dapat dikenakan tanggung jawab secara renteng apabila anggota
direksi dapat membuktikan hal-hal sebagai berikut
100
a. Kerugian perseroan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya. :
b. Telah melakukan dan menjalankan pengurusan perseroan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan yang ditetapkan dalam AD. c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian perseroan. d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut. 4. Tanggung jawab direksi untuk menyelenggarakan RUPS
RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta
RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Selain itu dimungkinkan juga bagi seluruh pemegang saham untuk mengambil
keputusan yang mengikat tanpa melalui rapat umum pemegang saham, dan hal ini
99
Ibid., hlm.384.
100
Pasal 97 ayat 5 dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
hanya dimungkinkan jika semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan dalam betuk resolusi
pemegang saham pengganti rapat umum pemegang saham. Rapat Umum Pemegang Saham RUPS adalah organ perseroan yang
memiliki kewenangan sisa yang tidak diberikan kepada direksi dan dewan komisaris. RUPS mewakili kehendak dari pemegang saham secara keseluruhan, baik sebagai
akibat putusan dengan musyawarah maupun putusan hasil pemungutan suara yang sesuai dan sejalan dengan ketentuan undang-undang perseroan terbatas dan atau
anggaran dasar. RUPS tidak mewakili kepentingan dari hanya salah satu atau lebih pemegang saham, melainkan seluruh pemegang saham perseroan. Pemegang saham
adalah subjek hukum yang merupakan pemilik dari setiap lembar saham yang dikeluarkan oleh perseroan. Pemegang saham bukanlah organ perseroan dan
karenanya setiap tindakan pemegang saham, yang dilakukan secara individuil tidaklah mengikat para pemegang saham lainnya. Dalam setiap forum, RUPS hanya
dapat membicarakan agenda yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal yang demikian, maka pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan
dengan perseroan dari direksi danatau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan.
101
101
Parasian Simanugkalit, Rapat Pemegang Umum SahamKaitannya Dengan Tanggung Jawab DireksiPada Perseroan Terbatas, Jakarta :Yayasan Wajar Hidup, 2006, hlm.79.
Hal tersebut juga secara tidak langsung membawa konsekuensi hukum, bahwa RUPS
Universitas Sumatera Utara
tidak berhak untuk membicarakan apalagi mengambil putusan dalam mata acara lain- lain, kecuali semua pemegang saham hadir danatau diwakili dalam RUPS tersebut
menyetujui penambahan mata acara rapat. Dengan demikian berarti keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
Tujuan dilaksanakannya RUPS pada perseroan adalah untuk menyetujui, mengesahkan, mengambil keputusan ataupun menolak mengenai pertanggung
jawaban direksi, laporan keuangan yang disampaikan direksi, rancangan rencana kerja pengurus untuk satu tahun kerja berikutnya, rencana penambahan modal,
pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan dewan komisaris, rencana penjualan aset dan pemberian jaminan hutang sebahagian besar atau seluruh
kekayaan perseroan, rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan.
Adapun tanggung jawab direksi dalam kaitannya dalam RUPS pada perseroan adalah merupakan sebagian tugas dan wewenang direksi terhadap
perseroan, dimana direksi berkewajiban dan bertanggung jawab kepada RUPS untuk, memberikan laporan pertanggungjawaban mengenai segala pelaksanaan tugas dan
wewenangnya terhadap perseroan, membuat risalah RUPS, melaksanakan pemanggilan dan penyelenggaraan RUPS tahunan untuk menyampaikan laporan
pertanggungjawaban, menyelenggarakan RUPS lainnya untuk kepentingan perseroan, menjalankan semua keputusan RUPS yang telah disahkan, memberitahukan hasil
keputusan RUPS kepada para pemegang saham, meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang, seluruh atau sebahagian kekayaan
Universitas Sumatera Utara
perseroan, perubahan anggaran dasar, penambahan modal perseroan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pembubaran perseroan. Pelaksanaan tugas direksi
untuk menjalankan perseroan berdasarkan pada rencana kerja yang telah disusun dan disahkan pada RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran
dasar adalah merupakan tanggung jawab kedalam dari direksi yang mewakili dan menjalankan Perseroan bersama-sama pengurus dan karyawan perseroan, yang akan
diminta kembali pertanggungjawabannya pada akhir tahun buku berikutnya. Keputusan RUPS merupakan acuan dari pelaksanaan tugas direksi. Ini merupakan
hubungan antara keputusan atau hasil RUPS dengan pelaksanaan tugas direksi.
102
5. Tanggung Jawab Direksi kepada Pemegang Saham. Pemegang saham tersebut memerlukan jaminan dan kepastian bahwa harta
kekayaan mereka pribadi tidak akan diganggu gugat sehubungan dengan kegiatan usaha yang diselenggarakan atau dilaksanakan oleh perseroan terbatas tersebut.
Dalam konteks yang demikian pertanggungjawaban terbatas pendiri atau pemegang saham menjadi penting artinya. Pemegang saham hanya akan menanggung kerugian
yang tidak lebih dari bagian penyertaan yang telah disetujuinya untuk diambil bagian, guna penyelenggaraan dan pengelolaan jalannya Perseroan dengan baik.
Sebagai bagian dari upaya untuk tetap mempertahankan konsep bahwa pemegang saham tetap dapat melakukan monitoring atau pengawasan atau bahkan
penentuan kebijakan pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan
102
Ibid., hlm.80.
Universitas Sumatera Utara
perseroan, kepada para pendiri atau pemegang saham ini kemudian diberikanlah saham-saham yang merefleksikan sampai seberapa jauh pemegang saham tersebut
dapat melakukan monitoring atau pengawasan atau bahkan penentuan kebijakan pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan melalui RUPS.
Makin besar jumlah saham yang dimiliki, makin besar kewenangan yang dimilikinya dalam RUPS.
103
H. Tanggung Jawab Direksi Menurut Undang-Undang BUMN
Dalam penjelasan Pasal 91 UU BUMN disebutkan agar direksi dapat melaksanakan tugasnya secara mandiri, pihak-pihak luar manapun, selain organ
BUMN tidak diperbolehkan ikut campur terhadap pengurusan BUMN. Termasuk dalam pengertian campur tangan adalah tindakan atau arahan yang secara langsung
memberi pengaruh terhadap tindakan pengurusan BUMN atau terhadap pengambilan keputusan oleh direksi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas kemandirian
BUMN sebagai badan usaha agar dapat dikelola secara profesional sehingga dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan usahanya. Hal ini berlaku pula bagi
departemen dan instansi pemerintah lainnya karena kebutuhan dana departemen dan instansi pemeritah lainnya telah diatur dan ditetapkan secara tersendiri. Departemen
dan instansi pemerintah tidak dibenarkan membebani BUMN dengan segala bentuk pengeluaran
.
pasal 27 selanjutnya menyatakan: 1. Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha BUMN;
103
Ibid., hlm.81.
Universitas Sumatera Utara
2. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Pasal 26 ayat 1 menyatakan sebagai berikut direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili
BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan
.
Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN serta wajib-wajib
melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governence. Good corporate governence adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN
untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai etika.
104
Stakeholder adalah semua pihak yang terkait yang mempertaruhkan nilai material atau immanterial dan mempunyai kepentingan dalam perseroan. Prinsip-
prinsip good corporate governence
105
1. Transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi materil dan relevan
mengenai perusahaan. terdiri dari:
2. Kemandirian adalah keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
3. Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
4. Pertanggungjawaban adalah kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat.
104
Muladi, Op cit, hlm.165.
105
Lihat Penjelasan Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.
Universitas Sumatera Utara
5. Kewajaran adalah kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat.
Penerapan good corporate governence pada BUMN, bertujuan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut
106
1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggungjawab dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat baik secara nasional maupun internasional. :
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara professional, transparan dan efisien serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional. 5. Meningkatkan iklim investasi nasional.
6. Mensukseskan program privatisasi. Untuk mengetahui lebih lanjut tanggung jawab direksi dapat dilihat
pengaturannya lebih lanjut dalam anggaran dasar masing-masing BUMN. Pada dasarnya setiap anggaran dasar perseroan BUMN mengatur tentang batas
wewenang direksi dalam mengurus dan mengelola kegiatan perseroan.
106
Pasal 4 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP-117M.MBU2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governence Pada Badan Usaha Milik Negara.
Universitas Sumatera Utara
I. Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset Tidak Bergerak Pada BUMN
Mengenai tanggung jawab direksi BUMN dalam pelepasan asset tidak bergerak tidak diatur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang BUMN. Karena
tanggung jawab direksi yang diatur hanya dalam Pasal 26 ayat 1 UU BUMN yang menyatakan Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk
kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan dan juga dalam Pasal 27 ayat 2 UU BUMN yang menyatakan setiap
anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1. Pelepasan asset tidak bergerak berupa tanah, dilepas karena HGU nya sudah habis,
dimana tanah yang HGU nya sudah habis diperuntukan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkut. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 5
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang bunyinya ”pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi :
Universitas Sumatera Utara
1. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah, saluran air minumair bersih, saluran pembuangan air dan
sanitasi; 2. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya;
3. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; 4. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar,
dan lain-lain bencana; 5. Tempat pembuangan sampah;
6. Cagar alam dan cagar budaya; 7. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Dari uraian diatas, pemilik tanah eks HGU harus melakukan pelepasan asset atas peruntukan dari pemerintah, dimana direksi lah yang bertanggung jawab
untuk melakukan pelepasan asset tersebut dan juga pelepasan asset tersebut harus mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku dalam pelepasan asset tidak bergerak.
Pelepasan asset BUMN tidak bergerak diatur secara khusus yaitu Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02MBU2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan
Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara, dalam pasal 18, pasal 20 , pasal 21, pasal 24 ayat 2, pasal 25, pasal 26 ayat 1, pasal 28 ayat 1 dan 3,
pasal 29 dan pasal 32 ayat 1, yang bunyinya dikutip sebagai berikut : Pasal 18 :
1. Dalam hal pelaksanaan penghapusbukuan dan pemindahantanganan aktiva tetap terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPSMenteri, dilakukan dengan tata
cara sebagai berikut : a. Direksi mengajukan permohonan tertulis kepada komisarisdewan pengawas
disertai dengan : 1. Kajian legal atas aktiva tetap yang dimohonkan penghapusbukuannya.
2. Kajian ekonomis termasuk manfaat, potensi dan nilai tambah yang akan
diperoleh perusahaan. 3. Penjelasan mengenai alasan penghapusbukuan danatau pemindahtanganan.
4. Dokumen pendukung berupa bukti kepemilikan, berita acara apabila hilangmusnah serta data lain berupa lokasipeta lokasi, jenis, spesifikasi,
nilai perolehan, nilai buku, tahun perolehan, kondisi aktiva tetap dan foto kondisi terakhir.
Universitas Sumatera Utara
5. Cara pemindahtanganan yang diusulkan khusus untuk pelaksanaan pemindahtanganan.
b. Dewan KomisarisDewan Pengawas memberikan tanggapan tertulis paling lambat 30 hari yang ditujukan kepada direksi setelah menerima permohonan
dari direksi. c. Dalam hal komisarisdewan pengawas belum dapat memberikan tanggapan
tertulis karena memerlukan data atau informasi lain, maka hal tersebut harus disampaikan secara tertulis kepada direksi dlam kurun waktu sebagaimana yang
dimaksud pada huruf b.
d. Apabila terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dewan komisarisdewan pengawas sudah harus memberikan tanggapan tertulis kepada
direksi paling lambat 30 hari sejak menerima atau memperoleh data atau informasi lain yang dibutuhkan.
e. Dalam hal dewan komisarisdewan pengawas tidak memberikan tanggapan tertulis dalam kurun waktu yang telah ditetapkan, maka direksi dapat meminta
persetujuan kepada RUPSMenteri disertai dengan penjelasan bahwa usulan tersebut tanpa tanggapan dewan komisarisdewan pengawas karena belum
diperoleh dalam kurun waktu yang ditetapkan.
f. Setelah memperoleh tanggapan tertulis dari dewan komisarisdewan pengawas BUMN atau apabila terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf e,
direksi mengajukan permohonan kepada RUPSMenteri disertai dengan : 1. Tanggapan tertulis dewan komisarisdewan pengawas BUMN atau
penjelasan mengenai tidak adanya tanggapan tertulis dewan komisarisdewan pengawas.
2. Kajian legal atas aktiva tetap yang dimohonkan penghapusbukuannya. 3. Kajian ekonomis termasuk manfaat, potensi dan nilai tambah yang akan
diperoleh BUMN. 4. Penjelasan mengenai alasan penghapusbukuan danatau pemindahtanganan.
5. Dokumen pendukung berupa bukti kepemilikan, berita acara apabila hilangmusnah serta data lain berupa lokasipeta lokasi, jenis, spesifikasi,
nilai perolehan, nilai buku, tahun perolehan, kondisi aktiva tetap, penetapan mengenai RUTRW dan foto kondisi terakhir.
6. Cara pemindahtanganan yang diusulkan khusus untuk pelaksanaan pemindahtanganan.
g. RUPSMenteri sudah harus memberikan persetujuan atau tanggapan paling lambat 30 hari setelah menerima permohonan dari direksi BUMN.
h. Dalam hal RUPSMenteri belum dapat memberikan persetujuan atau tanggapan karena memerlukan data atau informasi lain maka hal tersebut harus
disampaikan seara tertulis kepada direksi dalam kurun waktu sebagaimana dimaksud pada huruf g.
i. Apabila terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf h, RUPSMenteri sudah harus memberikan persetujuan atau penolakan kepada direksi paling
lambat 30 hari sejak menerima atau memperoleh data atau informasi lain yang
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan. 2. Dalam hal tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berbeda dengan ketentuan
anggaran dasar, maka ketentuan anggaran dasar yang diberlukan. 3. Dalam hal tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 belum diatur dalam
anggaran dasar, maka tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang diberlukan.
Pasal 20 : 1. Rumah dinas ditawarkan terlebih dahulu kepada penghuni sah.
2. Dalam waktu paling lambat 30 hari setelah ditawarkan, penghuni sah wajib untuk
menyatakan berminat membeli atau tidak rumah dinas dimaksud. 3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 penghuni sah
belum memberikan jawaban, maka dianggap tidak berminat untuk membeli rumah dinas.
4. Apabila penghuni sah sudah menyatakan kesediaannya untuk membeli rumah dinas, maka dalam waktu paling lambat 30 hari, penghuni sah sudah harus
mengajukan permohonan pembelian rumah dinas tersebut kepada BUMN. Pasal 21 :
Dalam hal penjualan aktiva tetap berupa tanah dilakukan terhadap satu areal yang di dalamnya terdapat rumah dinas, direksi dapat menjual keseluruhan areal tersebut
dalam satu paket termasuk rumah dinas tanpa menawarkan terlebih dahulu kepada penghuni sah untuk membeli rumah dinas sebagaimana dimaksud dalam pasal 20,
setelah melakukan pengkajian yang menunjukkan bahwa penjualan dalam satu paket lebih menguntungkan perusahaan.
Pasal 24 ayat 2 : Pelaksanaan penghapusbukuan karena pemindahtanganan dilakukan oleh direksi
setelah terjadi pemindahtanganan. Pasal 25 :
Pemindahtanganan dilakukan oleh direksi BUMN sesuai dengan cara pemindahtanganan yang disetujui oleh RUPSMenteri atau dewan komisarisdewan
pengawas. Pasal 26 ayat 1:
Untuk mendapatkan nilai jual aktiva tetap yang optimal, direksi BUMN dapat menggunakan jasa pihak lain yang memiliki kompetensi dalam bidangnya dalam
rangka melaksanakan pemasaran penjualan dari aktiva tetap dimaksud dengan tetap mempertimbangkan mempertimbangkan manfaatnya bagi BUMN.
Pasal 28 ayat 1 dan 3 : 1. Dalam rangka menetapkan harga jual, nilai tukar dan nilai ganti rugi minimum atas
Universitas Sumatera Utara
aktiva tetap BUMN, RUPSMenteri atau dewan komisarisdewan pengawas sesuai dengan kewenangan pemberian persetujuan, dapat menetapkan agar direksi
membentuk tim penaksir harga atau menggunakan jasa perusahaan nilai.
3. Dalam hal dibentuk tim penaksir harga, maka tim tersebut beranggotakan wakil- wakil dari Kementerian BUMN, BUMN yang bersangkutan, dan instansi lain yang
dianggap perlu. Pasal 29 :
1. Direksi dapat melakukan penyesuaian terhadap nilai jual tanah dan bangunan
apabila tidak mendapatkan penawaran dengan nilai yang sama atau dengan nilai lebih tinggi daripada harga minimum yang ditetapkan oleh tim penaksir harga atau
perusahaan penilai atau nilai jual obyek pajak NJOP.
2. Penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat dilakukan oleh direksi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Telah 2 kali melakukan penawaran umum dan 3 kali melakukan penawaran terbatas sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dan pasal 8 namun tidak ada
pembeli atau penawar sesuai dengan harga taksiran atau NJOP. b. Tidak memperoleh calon pembeli yang potensial untuk dilakukan penunjukan
langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dengan harga taksiran atau NJOP.
c. Berdasarkan hasil pengkajian konsultan independen, pemindahtanganan dengan harga yang ditawarkan akan lebih menguntungkan BUMN dibandingkan
dengan tetap mempertahankan aktiva tetap tersebut. d. Adanya kebutuhan yang mendesak bagi BUMN sesuai dengan hasil kajian
direksi. 3. Dalam rangka pelaksanaan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
direksi meminta pendapat dari : a. Kejaksaan Agung danatau Kejaksaan Tinggi
b. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP.
4. Dalam hal pelaksanaan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terkait NJOP, selain meminta pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat 3, direksi
meminta pula pendapat dari kantor pelayanan pajak setempat.
Pasal 32 ayat 1: Direksi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penghapusbukuan danatau
pemindahtanganan kepada RUPSMenteri atau dewan komisarisdewan pengawas sesuai dengan kewenangan pemberian persetujuan dalam waktu paling lambat 3
bulan setelah selesainya pelaksanaan penghapusbukuan danatau pemindahtanganan.
Pasal 21 dari Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER- 02MBU2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva
Universitas Sumatera Utara
Tetap Badan Usaha Milik Negara sudah diubah dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-06MBU2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Negara BUMN Nomor : PER-02MBU2010 Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara, dimana dalam pasal 21
dijelaskan sebagai berikut : Pasal 21 :
Kewajiban menawarkan terlebih dahulu kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, tidak berlaku apabila :
a. Pemindahtanganan dilakukan karena diperuntukkan bagi kepentingan umum
diperlukan oleh Kementerian atau lembaga negarapemerintah, bagian dari program restrukturisasi dan penyehatan BUMN danatau dijadikan penyertaan
modal, sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1, pasal 10 ayat 1 dan pasal 12.
b Penjualan aktiva tetap berupa tanah dalam satu paket rumah dinas yang terdapat diatasnya, dengan ketentuan berdasarkan hasil kajian direksi menunjukkan bahwa
penjualan dalam satu paket lebih menguntungkan perusahaan.
J. Analisa Hukum Tentang Tanggung Jawab Direksi Dalam Pelepasan Asset
Tidak Bergerak Pada BUMN Terhadap Putusan Nomor : 1491PID.B2006PN-LP
Direktur Utama PTPN.II Suwandi ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Penuntut Umum dalam pelepasan hak atas tanah eks HGU PTPN.II sehingga
mengakibatkan kerugian negara. Suwandi didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
107
107
Putusan Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam Nomor 1491Pid.B2006PN-LP tertanggal 26 Maret 2007, hlm.3.
Kasus ini bermula dari Suwandi sebagai direktur utama melakukan pelepasan hak atas tanah
Eks HGU PTPN.II yang terletak di Desa Dagang Kerawang, Kec.Tanjung Morawa
Universitas Sumatera Utara
seluas + 59 Ha tersebut berawal dari adanya niat untuk memiliki lahan di lokasi pengembangan kota Tanjung Morawa sebagaimana tercantum dalam rencana umum
tata ruang kota RUTK dan selanjutnya sekitar bulan April 2004 M.Suprianto sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah datang menemui Suwandi untuk
membeli tanah eks HGU tersebut.
108
Untuk merealisasikan niat dari M.Suprianto sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah, Suwandi membentuk panitia
penaksir harga jual aktiva non produktif milik PTPN.II. Pada awalnya tanah yang ingin dilepas adalah tanah seluas + 59 Ha, namun kemudian yang disepakati bahwa
yang akan dilepas adalah seluas 78,16 Ha.
109
Selanjutnya berdasarkan kesepakatan panitia penaksir harga dengan M.Suprianto sebagai Ketua Yayasan Pendidikan Nurul
Amaliyah maka disepakati harga jual sebesar Rp.11.051.165.000.
110
Setelah lunas pembayaran ke PTPN.II Persero atas tanah Eks HGU PTPN.II yang terletak di Desa
Dagang Kerawang, Kec.Tanjung Morawa barulah dibuat akta notaris No.13 tanggal 16 Nopember 2005 antara terdakwa dengan Suprianto.Tetapi berdasarkan hasil audit
dari BPKP terdapat perbedaan harga yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp.21.151.291.000.- atau setidak-tidaknya sebesar Rp.11.208.323.150.-. Akibat
perbuatan Terdakwa Ir.Suwandi bersama-sama dengan Drs.Sukardi,MM, Ir.Masdin Sipayung, Indro Suhito,SH dan M.Suprianto negara telah dirugikan sebesar
Rp.21.151.291.000.- atau setidak-tidaknya sebesar Rp.11.208.323.150.-.
111
108
Ibid., hlm.4.
Adapun
109
Ibid., hlm.7.
110
Ibid., hlm.8.
111
Ibid., hlm.11.
Universitas Sumatera Utara
dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum adalah sebagai berikut : 1. Dakwaan pertama primair terdakwa Ir.H.Suwandi dipersalahkan dan diancam
pidana dalam pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 tahun
2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
112
2. Dakwaan kedua subsidair terdakwa Suwandi dipersalahkan dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 15 Jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
113
3. Dakwaan kedua primair terdakwa Suwandi dipersalahkan dan diancam pidana dalam pasal 3 Jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
114
4. Dakwaan kedua subsidair terdakwa Suwandi dipersalahkan dan diancam pidana dalam pasal 3 Jo Pasal 15 Jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 tahun
112
Ibid., hlm.12.
113
Ibid., hlm.21.
114
Ibid., hlm.31.
Universitas Sumatera Utara
2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
115
Adapun Tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum
116
1. Menjatuhkan terdakwa Suwandi telah terbukti secara sahdan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam
pasal 3 Jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
adalah sebagai berikut :
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 1 satu tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan ditambah dengan
denda sebesar RP.100.000.000.- subsidair selama 6 enam bulan kurungan. 3. Menetapkan barang bukti berupa :
a. uang sebesar Rp.1.402.055.343,40 pembulatan Rp.44.800.000 terdiri dari Rp.1.301.832.343.40 = Rp.55.343.000.- yang disita dari kas PTPN.II
dikembalikan kepada PTPN.II. b. 1satu set Sertifikat HGU No.1 tahun 1989, dikembalikan kepada BPN
Kabupaten Deli Serdang.
115
Ibid., hlm.41.
116
Ibid., hlm.113-114.
Universitas Sumatera Utara
c. Surat-surat atau dokumen sebagaimana tersebut dalam daftar barang bukti, dijadikan barang bukti dalam perkara lain.
4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.5.000.- Atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Kelas I-B Lubuk Pakam telah memutus perkara Nomor 1491Pid.B2006PN-LP tertanggal 26 Maret 2007, dengan amar putusan
117
“ yaitu :
M E NG A D I L I 1. Menyatakan Terdakwa Ir.H.Suwandi telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama; :
2. Menghukum Terdakwa H.Suwandi oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 satu tahun dan 6 enambulan denda sebesar Rp.100.000.000.- seratus juta
rupiah, subsidair selama 6 enam bulan kurungan; 3. Menghukum PTPN.II agar membayar uang pengganti sebesar
RP.8.805.730.030,60.- delapan milyar delapan seratus lima juta tujuh ratus tiga puluh ribu tiga puluh rupiah enam puluh sen untuk disetor ke Kas Negara;
4. Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
5. Menetapkan bukti surat : 1. 1 satu lembar asli Surat Menteri BUMN Nomor: S-351MBU2004, tanggal
30 Juni 2004, perihal Persetujuan Pelepasan Aktiva Milik PTPN.II Persero yang ditujukan kepada Direksi PTPN-II ;
2. 3 tiga lembar Keputusan Direksi PTPN-II Nomor : II.0KptsR.04III2005 tentang Pembentukan Panitia Penaksir Harga Jual Aktiva Tetap Non Produktif
milik PTPN-II berupa tanah selas + 3. 1 satu lembar lampiran Surat Keputusan Direksi PTPN-II Nomor :
II.0KptsR.04III2005 tentang Pembentukan Panitia Penaksir Harga Jual Aktiva Tetap Non Produktif milik PTPN-II berupa tanah selas
59 Ha yang terletkak di kebun Tamora Desa Dagang Kerawang ;
+ 4. 3 tiga lembar asli Surat Perjanjian Pembayaran Nomor : II.0SP-V012005
tanggal 10 Mei 2005 oleh Notaris Ernawaty Lubis ; 59 Ha yang
terletkak di kebun Tamora Desa Dagang Kerawang ; 5. 1 satu lembar fotocopy bukti penyetoran dengan slip Nomor : 226228 dan
226236 tanggal 14 Nopember 2005 berupa pembayaran ganti rugi tanah eks HGU PTPN-II senilai Rp.10.475.000.000.- dan Rp.314.250.000.- ;
6. 1 satu lembar asli Surat Sekretaris Kementrian Negara BUMN Nomor : S- 08MBU.S2006 tanggal 20 Januari 2006 ;
7. 2 dua berkas asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X367V2004 tanggal 15 April 2004 hal Permohonan persetujuan penghapus bukan areal lahan
117
Ibid., hlm.184-188.
Universitas Sumatera Utara
Kebun Tamora milik PTPN Nusantara II yang diinvestasikan untuk Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah;
8. 5 lima lembar asli Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 42HGUBPN2002 tentang Pemberian Perpanjangan Jangka Waktu
Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara ;
9. 6 enam lembar asli lampiran Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 42HGUBPN2002 tentang Pemberian Perpanjangan
Jangka Waktu Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara ;
10. 2 dua lembar asli Surat Bupati Deli Serdang Nomor :5935083 tanggal 23 Desember 2005, hal Penjelasan atas Pelepasan areal 78,16 Ha eks HGU
PTPN-II Tanjung Morawa di Desa Dagang Kerawang Tanjung Morawa ; 11. 1 satu lembar asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X176.AV2005
tanggal 9 Mei 2005 hal Penangguhan Surat Perintah Setor ; 12. 1 satu lembar asli Surat Ketua Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah Nomor
: 55YPNATMV2005 tanggal 04 Mei 2005 perihal Penangguhan Surat perintah Setor SPS ;
13. 1 satu lembar asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X139IV2004 tanggal 12 April 2005 perihal Pelepasan areal eks HGU PTPN-II Kebun
Tamora di Desa Dagang Kerawang Kecamatan Tanjung Morawa ; 14. 3 tiga lembar fotocopy Notulen Rapat Panitia Penaksiran Harga Jual Aktiva
Tetap Non Produktif milik PTPN-II berupa tanah + 59 Ha yang terletak di kebun tamora Desa Dagang Kerawang Kecamatan Tanjung Morawa
Kabupaten Deli Serdang tanggal 23 Maret 2005 ; 15. 1 satu lembar asli Surat Komisaris PTPN-II Nomor : DK.PTPN-IIV2004-
25 tanggal 17 Mei 2004 ; 16. 1 satu lembar asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X136IV2005
tanggal 08 April 2005 perihal Pemberitahuan Pembayaran Surat Perintah SetorPSP ;
17. 2 dua lembar asli Surat Gubernur Sumut Nomor : 59319412004 tanggal 14 April 2004 hal Pengaturan Pemanfaatkan Tanah yang ditujukan kepada
Menteri BUMN dp Direktur PTPN-II ; 18. 1 satu lembar asli Surat Estimasi HargaNilai Ganti Rugi Asset ;
19. 1 satu Examplar Sertifikat Hak Guna Usaha Asli Nomor : 1Dagang Kerawang ;
20. 1 satu lembar fotocopy Berita Acara Serah Terima tanggal 21 Mei 2003 ; 21. 1 satu lembar fotocopy Tanda Terima Sertifikat dari Ir.Dermawan kepada
Drs.MM.Damanik selaku pegawai BPN Deli Serdang ; 22. 1 satu lembar Peta Ukur Nomor :731997 ;Terhadap bukti Surat yang asli
dikembalikan kepada yang berhak dan terhadap bukti surat fotocopy tetap dilampirkan dalam berkas perkara ini ;
Dan : a. uang sebesar Rp.1.402.055.343,40 pembulatan Rp.1.402.055.600.- terdiri
dari Rp.1.301.832,343,40 + Rp.55.343.000.- + Rp.44.880.000.- yang disita dari Kas PTPN II Tanjung Morawa disetor ke Kas Negara ;
b. 1 satu set Sertifikat HGU No.1 tahun 1989 dikembalikan kepada BPN Kabupaten Deli Serdang ;
6. Menghukum Terdakwa Ir.H.Suwandi untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp.5.000.- lima ribu rupiah “;
Universitas Sumatera Utara
Atas putusan dari Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam, Terdakwa mengajukan banding. Atas banding tersebut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan
menerima permintaan banding dari Terdakwa Ir.H.Suwandi dengan register perkara nomor : 397PID2007PT-MDN tertanggal 29 Oktober 2007. Adapun putusan Hakim
Pengadilan Tinggi Medan Nomor:397PID2007PT-MDN tertanggal 29 Oktober 2007 yaitu membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dan menyatakan
perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa Suwandi terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana dan juga mengembalikan uang yang disita oleh
Jaksa Penuntut Umum sebesar Rp.1.402.055.343,40 ke kas PTPN.II.
118
Atas putusan dari Pengadilan Tinggi Medan, Jaksa Penuntut Umum Yang
dimaksud dari Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan tentang perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana, karena terdakwa dalam melakukan pelepasan
asset tidak bergerak atas tanah seluas 78,16 ha sudah mendapat izin dari Menteri BUMN dan Gubernur Sumatera Utara dimana pelepasan asset tidak bergerak
dipergunakan untuk pembangunan daerah yang akan dibuat sarana-sarana pendidikan. Dengan adanya izin dari Menteri BUMN dan Gubernur Sumatera Utara terhadap
pelepasan asset tidak bergerak atas tanah seluas 78,16 ha, maka pelepasan asset tidak bergerak atas tanah seluas 78,16 ha adalah sah dan tidak merupakan perbuatan
melawan hukum.
118
Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor:397PID2007PT-MDN tertanggal 29 Oktober 2007, hlm.40.
Universitas Sumatera Utara
mengajukan kasasi. Atas kasasi tersebut Majelis Hakim Mahkamah Agung RI mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum dengan register pekara
nomor : 798 KPid.Sus2008 tertanggal 12 September 2008. Adapun putusan Hakim Mahkamah Agung RI nomor : 798 KPid.Sus2008 tertanggal 12 September 2008
yaitu membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Medan, menghukum Terdakwa Ir.H.Suwandi dengan pidana penjara selama 2 dua tahun, menghukum terdakwa
dengan pidana sebesar Rp.100.000.000.- seratus juta rupiah dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka terdakwa dikenakan hukuman
pengganti berupa pidana kurungan selama 6 enam bulan dan juga menghukum PTPN.II agar membayar uang pengganti sebesar Rp.8.805.730.030,60.- delapan
milyar delapan ratus lima juta tujuh ratus tiga puluh ribu tiga puluh rupiah enam puluh sen untuk disetor ke kas negara.
119
Dalam kasus tersebut di atas ini berkaitan dengan tanggung jawab direksi BUMN terhadap tindakannya yang melakukan pelepasan asset tidak bergerak
tanpa persetujuan dari BUMN dan perbedaan luas tanah yang akan dilepaskan. Padahal dilihat dari pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan :
1.
Tentang luas tanah, dimana pada awalnya telah dimohonkan seluas + 59 ha kemudian disetujui Gubernur Sumatera Utara 59 ha sampai dengan persetujuan
dari Menteri BUMN seluas 59 ha, selanjutnya dengan Nomor : S-08MPU.S2006 tertanggal 20 Januari 2006 tentang penegasan atas selisih areal lahan kebun
119
Putusan Mahkamah Agung RI nomor : 798 KPid.Sus2008 tertanggal 12 September 2008, hlm.47.
Universitas Sumatera Utara
tamora milik PTPN.II yang didivestasikan untuk Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah, yang pada pokoknya menyetujui luas areal 78,16 ha di hapus bukukan
dan diganti rugikan kepada Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah.
2.
Dengan surat Nomor : S-08MPU.S2006 tertanggal 20 Januari 2006 tentang penegasan atas selisih areal lahan kebun Tamora milik PTPN.II yang
didivestasikan untuk Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah, maka Menteri BUMN telah menyetujui seluas 78,16 ha yang tadinya seluas 59 ha.
3.
Selain hal tersebut di atas gambar yang dimaksud atas tanah seluas 59 ha dibandingkan dengan gambar dari BPN tanah seluas 78,16 ha adalah sama dan
sebangun, padahal Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah pada permohonan ini menitik beratkan pada gambar yang ada ternyata tanah seluas 78,16 ha, maka
Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah memohon tanah seluas 78,16 ha, kalau pun dikabulkan tanah seluas 78,16 ha adalah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah juga telah disetujui.
4.
Tanda tangan pada surat Nomor : S-08MBU.S2006 tertanggal 20 Januari 2006 adalah atas nama Menteri Negara BUMN, Sekretaris Kementerian Negara
BUMN tertanda Muhammad Said Didu, dalam hal ini lembaga Kementerian BUMN adalah salah satu kesatuan selaku lembaga negara yang diberi wewenang
untuk mengurusi BUMN karena negara sebagai pemegang saham, serta tanda tangan tersebut dilakukan oleh Sekretaris Kementerian Negara BUMN selaku atas
nama Menteri BUMN yang berarti tanda tangan tersebut adalah sebagai Menteri Negara BUMN. Dengan demikian surat tersebut dapat dikatakan mempunyai
Universitas Sumatera Utara
kualitas yang sama dengan surat yang di tanda tangani oleh Menteri Negara BUMN.
5.
Perubahan luas tanah yang semula seluas 59 ha setelah diukur oleh BPN menjadi tanah seluas 78,16 ha adalah sah.
6.
Masalah pelaksanaan ganti rugi menurut surat Menteri BUMN nomor : S.351MBU2004 tanggal 30 Juni 2004 diberi batas waktu 1 satu tahun, surat
tersebut dibuat untuk dilaksanakannya, tetapi dengan Nomor : S-08MBU.S2006 tertanggal 20 Januari 2006, maka dapat diartikan diakui adanya perpanjangan
waktu pelaksanaan pelepasan asset PTPN.II oleh Menteri Negara BUMN yang berarti masalah waktu yang melebihi 1 tahun adalah sah.
Dari pertimbangan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam diatas, pelepasan asset dan perbedaan luas tanah yang akan dilepaskan
adalah sah dan hal ini juga telah dikuatkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan, sedangkan pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung RI tentang
pelepasan asset dan perbedaan luas tanah yang akan dilepaskan adalah tidak sah menyatakan :
1. Terdakwa Suwandi mempergunakan Surat Menteri BUMN nomor : S.351MBU2004 tanggal 30 Juni 2004 hal : persetujuan pelepasan aktiva milik
PTP.Nusantara II Persero sebagai dasar untuk menyerahkan tanah seluas 78,16 Ha dengan ganti rugi kepada M.Suprianto, padahal surat tersebut sudah tidak
berlaku, sebab transaksi dilakukan pada tanggal 16 Nopember 2005 dan pembayaran ganti rugi sudah diterima PTPN.II tanggal 14 Nopember 2005. Surat
Universitas Sumatera Utara
Menteri BUMN nomor : S.351MBU2004 tanggal 30 Juni 2004 hal : persetujuan pelepasan aktiva milik PTP.Nusantara II Persero tidak berlaku lagi, karena
jangka waktu yang diberikan Menteri BUMN kepada direktur utama PTPN.II Persero untuk melakukan pelepasan asset tidak bergerak selama 1 tahun yaitu
mulai dari tanggal 30 Juni 2004 sampai dengan tanggal 30 Juni 2005. 2. Memperhatikan surat Sekretaris Menteri Negara BUMN No.S-08MBU.S2006
tanggal 20 Januari 2006, perihal : penegasan atas selisih areal lahan kebun tamora milik PTPN.II yang didivestasikan untuk Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah
yang ditanda tangani oleh H.Muh.Said Didu saksi untuk menjelaskan keberadaan surat tersebut, yang menyatakan :
a. Surat tersebut adalah penegasan dari lembaga dan bukan kewenangan RUPS seharusnya Dirut PTPN.II membuat surat kepada RUPS, bukan ke lembaga
kementerian BUMN. b. Surat No.S-08MBU.S2006 tanggal 20 Januari 2006 tidak dapat dipakai
sebagai landasan hukum pelepasan asset, karena pelepasan asset ada di Menteri BUMN sebagai RUPS.
c. Saksi selaku Sekretaris Menteri BUMN hanya menjawab surat dari direksi PTPN.II tamora dan tulisan di dalam hal hanyalah mengulangi isi surat dari
Dirut PTPN.II tamora. d. Saksi tidak pernah menegaskan bahwa tanah eks. HGU PTPN.II Desa Dagang
Kerawang, Kec.Tanjung Morawa, Kab.Deli Serdang tersebut diperuntukan kepada Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah.
Universitas Sumatera Utara
Dalam surat Sekretaris Menteri Negara BUMN No.S-08MBU.S2006 tanggal 20 Januari 2006, perihal : penegasan atas selisih areal lahan kebun tamora
milik PTPN.II yang didivestasikan untuk Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah yang ditanda tangani oleh H.Muh.Said Didu, H.Muh.Said Didu seharusnya menjelaskan
dalam surat tersebut, bahwa selisih areal lahan kebun tamora milik PTPN.II tidak kewenangan H.Muh.Said Didu tetapi kewenangan Menteri BUMN selaku Pemegang
Saham dan harus dituangkan dalam RUPS, sehingga direktur Utama PTPN.II Persero menjadi tahu langkah-langkah untuk menyelesaikan perselisihan areal lahan
kebun Tamora. Dengan demikian direktur utama tidak dipersalahkan dalam melakukan pelepasan asset di Desa Dagang Kerawang, Kec.Tanjung Morawa.
Pelepasan asset tidak bergerak PTPN.II Persero dilakukan pada tahun 2005, maka peraturan yang berlaku adalah Keputusan Menteri Keuangan
No.89KMK.0131991 tentang pedoman pemindahtanganan aktiva tetap Badan Usaha Milik Negara. Tata cara pelepasan asset pada BUMN terdapat dalam pasal 7,
pasal 8, pasal 9, pasal 12 ayat 1 dan 2, pasal 13 dan pasal 16 dari Keputusan Menteri Keuangan No.89KMK.0131991 tentang pedoman pemindahtanganan aktiva tetap
Badan Usaha Milik Negara, yang bunyinya dikutip sebagai berikut : Pasal 7 :
1. Permohonan pemindahantanganan aktiva tetap tidak bergerak dan aktiva tetap tidak bergerak yang unsur ekonomisnya diatas lima tahun diajukan oleh direksi
BUMN kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada dewan komisarisdewan pengawas.
2. Dewan komisarisdewan pengawas wajib memberikan penilaian dan pendapat kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 1 satu bulan sejak diterimanya
permohonan pemindahtanganan aktiva tetap tersebut. 3. Menteri Keuangan memberikan keputusannya selambat-lambatnya dalam waktu 3
Universitas Sumatera Utara
tiga bulan sejak diterimanya penilaian dan pendapat dari dewan komisarisdewan pengawas sebagaimana tersebut dalam ayat 2 pasal ini.
Pasal 8 : Setiap permohonan oleh direksi kepada dewan komisaris dan Menteri Keuangan
mengenai pemindahtanganan aktiva tetap dengan cara penjualan atau tukar menukar harus disertai taksiran harga jualharga tukaran aktiva tersebut yang ditetapkan sendiri
oleh direksi tanpa membentuk suatu team penaksir harga.
Pasal 9 : Permohonan pemindahtanganan aktiva tetap tersebut dalam pasal 6, pasal 7 dan pasal
8 diatas harus disertai dengan data sebagai berikut : 1. Lokasi.
2. Jenis barang. 3. Spesifikasi.
4. Nilai perolehan dan nilai buku. 5. Tahun perolehan.
6. Perkiraan harga jual. 7. Kondisikeadaan barang.
Pasal 12 ayat 1 dan 2 : 1. Penjualan aktiva tetap Badan Usaha Milik Negara baik yang telah memperoleh
persetujuan dari dewan komisarisdewan pengawas berdasarkan pasal 6 maupun dari Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan pasal 7 pelaksanaannya dilakukan
oleh direksi dengan prosedur lelang melalui kantor lelang Negara.
2. Dengan pertimbangan tertentu menteri keuangan dapat memberikan persetujuan pelaksanaan penjualan aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal
7 tanpa prosedur lelang melalui Kantor lelang Negara.
Pasal 13 : 1. Untuk menetapkan harga jualharga tukaran atas aktiva tetap yang akan dijual atau
dipertukarkan sebagaimana tersebut dalam pasal 8 taksirannya dapat dilakukan oleh perusahaan penilai appraisal company berdasarkan persetujuan Menteri
Keuangan.
2. Menyimpang dari ketentuan pasal 8, khusus untuk penetapan harga jual atas rumah dinas dan kendaraan dinas yang akan dijual kepada penghunipemakai, direksi
membentuk panitia penaksir harga dengan susunan keanggotaan terdiri dari wakil- wakil Departemen Keuangan, Departemen Teknis, Badan Usaha Milik Negara
yang bersangkutan serta instansi lain yang dianggap perlu dengan ketentuan jumlah anggota sebanyak-banyaknya 5 lima orang.
3. Harga transaksi yang ditetapkan oleh panitia penaskir harga maupun oleh perusahaan penilai maksimum berlaku untuk jangka waktu 1 satu tahun.
4. Harga transaksi yang ditetapkan oleh panitia penaksir harga atau oleh perusahaan
Universitas Sumatera Utara
penilai berlaku sebagai pedoman bagi direksi untuk menetapkan harga aktiva tetap yang akan dijual atau dipertukarkan.
Pasal 16 : Direksi Badan Usaha Milik Negara menyampaikan laporan pelaksanaan
pemindahtanganan aktiva tetap kepada Menteri Keuangan dan Menteri Teknis dengan tembusan kepada dewan komisarisdewan pengawas, selambat-lambatnya 1 satu
bulan setelah selesainya pelaksanaan pemindahtanganan tersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, dinyatakan dalam
pasal 18 ayat 1 dan 2 yaitu : 1. Apabila Hak Guna Usaha hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, bekas
pemegang hak wajib membongkar bangunan-bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya dan menyerahkan tanah dan tanaman yang ada di atas tanah bekas Hak
Guna Usaha tersebut kepada Negara dalam batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Apabila bangunan, tanaman dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 masih diperlukan untuk melangsungkan atau memulihkan pengusahaan tanahnya,
maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Dalam pasal 18 ayat 1 dan 2 dapat dijelaskan PTPN.II Persero masih mempunyai hak untuk menguasasi tanah eks HGU seluas 78,16 Ha, dimana direktur
utama PTPN.II Persero sebagai wakil dari Pemegang Saham yaitu Menteri BUMN berhak untuk menjaga sampai ada pelepasan asset terhadap tanah eks HGU seluas
78,16 Ha yang ditentukan oleh Menteri BUMN sebagai pemegang saham. Dan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
No.42HGUBPN2002 tentang pemberian perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara, yang
menyatakan pada bagian memutuskan diktum 3,4 :
Universitas Sumatera Utara
Ketiga : Menegaskan bahwa atas sebagian tanah-tanah perkebunan sebagaimana
diuraikan dalam peta pada daftar lampiran keputusan ini seluruhnya seluas 3.353,5900 ha terletak di Kecamatan Sunggal, Pancur Batu,
Kutalimbaru, Tanjung Morawa, STM Hilir, Pagar Merbau, Hamparan Perak, Percut Sei Tuan, Beringin, labuhan Deli, Batangkuis, Patumbak
dan Perbauangan, kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh negara.
Keempat : Menyerahkan pengaturan, penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan penggunaan tersebut dalam diktum ketiga keputusan ini kepada
Gubernur Sumatera Utara untuk selanjutnya diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku setelah memperoleh ijin
pelepasan asset dari Menteri yang berwenang.
Dapat dijelaskan diktum ketiga dan keempat tersebut diatas, tanah eks HGU seluas 78,16 Ha terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara,
yang sudah habis Hak Guna Usaha dikuasai langsung oleh negara dalam hal ini adalah Menteri BUMN, dimana Menteri BUMN sebagai pemegang saham pada
PTPN.II Persero tetapi direktur utama PTPN.II Persero sebagai wakil dari Menteri BUMN berhak untuk menguasai tanah eks HGU seluas 78,16 Ha sampai ada izin
pengaturan, penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan pengunaan tersebut harus mendapat persetujuan Menteri BUMN selaku pemegang saham setelah itu harus
memperoleh persetujuan dari Gubernur Sumatera Utara. PTPN.II Persero tidak dapat mengalihkanmenjual tanah eks HGU sebelum dapat pemanfaatpemilik tanah
yang baru. Yang menjadi pemanfaatpemlilik tanah yang baru dalam mendapatkan tanah eks HGU tersebut, harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Tetapi
pelepasan asset tidak bergerak atas tanah seluas 78,16 ha tersebut dilakukan pada
Universitas Sumatera Utara
tahun 2005 maka yang berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Asset BUMN merupakan kekayaan BUMN, karena kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN secara fisik adalah berbentuk saham yang dipegang
oleh negara, bukan harta kekayaan dari BUMN, sehingga yang dapat dikenakan perbuatan melanggar hukum adalah menjual saham. Apabila asset BUMN merupakan
kekayaan negara maka utang dari BUMN itu sendiri menjadi utang negara. Jadi dapat dikatakan direksi BUMN berhak melakukan pelepasan asset tidak bergerak, karena
asset BUMN adalah kekayaan BUMN itu sendiri dengan meminta persetujuan dari pemegang saham yaitu Menteri BUMN.
120
Berdasarkan analisa hukum diatas, dapat disimpulkan direktur utama PTPN.II Persero tidak dapat diminta pertanggung jawaban terhadap PTPN.II
Persero dalam melakukan pelepasan asset tidak bergerak yaitu berupa tanah eks HGU seluas 78,16 ha yang terletak di Desa Dagang Kerawang, Kec.Tanjung
Morawa, hal ini dapat dilihat dalam pasal 18 ayat 1 dan 2 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah dan Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.42HGUBPN2002 tentang pemberian perpanjangan jangka waktu Hak
Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara,
120
http:kppnjambi.orgindex.phpcomponentcontentarticle41keuangan65keuangan.html, diakses pada tanggal 22 Maret 2011, pada pukul 19.45 wib.
Universitas Sumatera Utara
yang menyatakan pada bagian memutuskan diktum 3,4, maka PTPN.II Persero berhak melakukan pelepasan asset BUMN tidak bergerak. Dalam pasal 7, pasal 8,
pasal 9, pasal 12 ayat 1 dan 2, pasal 13, dan pasal 16 dari Keputusan Menteri Keuangan No.89KMK.0131991 tentang pedoman pemindahtanganan aktiva tetap
Badan Usaha Milik Negara, karena Suwandi sebagai direktur utama PTPN.II Persero sudah melaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada di PTPN.II Persero
dan peraturan yang berlaku. Dengan demikian direktur utama PTPN.II Persero tidak dapat dihukum.
Alasan yang menyebabkan direktur utama PTPN.II Persero tidak bersalah adalah sebagai berikut :
1. Direktur utama PTPN.II Persero dalam mengalihkan pelepasan asset tidak bergerak yang sudah habis eks HGU-nya diperuntukan untuk pembangunan
daerah, sesuai dengan pasal 5 angka 6 dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, dimana direktur utama PTPN.II Persero mengalihkan asset tidak bergerak kepada Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah untuk pembangunan
sekolah. 2. Direktur utama sudah mendapat persetujuan pelepasan asset tidak bergerak dari
Menteri BUMN melalui RUPS yaitu RUPS tanggal 28 Mei 2004 telah disetujui pelepasan areal eks HGU yang tidak diperpanjang dan RUPS tanggal 26 Mei 2005
pada angka 5 keputusan lain-lain huruf f pada prinsipnya RUPS dapat menyetujui usulan direksi dalam pelepasan aktiva non produktif, surat Menteri Negara
BUMN No.351MBU2004 tanggal 30 Juni 2004 yang isinya memberikan
Universitas Sumatera Utara
persetujuan untuk menghapus bukuhan aktiva PTPN.II berupa areal bekas HGU Kebun Tamora di Desa Dagang Kerawang, Kec.Tanjung Morawa, Kab.Deli
Serdang seluas + 59 ha dan persetujuan pelepasan asset diberikan jangka waktu 1 tahun sejak tanggal ditetapkan yaitu tanggal 30 Juni 2004 dan surat Sekretaris
Menteri Negara BUMN No.S-08MBU.S2006 tanggal 20 Januari 2006, perihal : penegasan atas selisih areal lahan kebun tamora milik PTPN.II yang didivestasikan
untuk Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah yang ditanda tangani oleh H.Muh.Said Didu .
3. Direktur utama PTPN.II Persero melaksanakan isi diktum keempat dari surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.42HGUBPN2002 tentang
pemberian perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara dengan mendapat izin
pelepasan asset tidak bergerak dari Gubernur melalui suratnya No.59319412004 tertanggal 14 April 2004 perihal pengaturan pemanfaatan tanah eks.HGU PTPN.II
yang berlokasi di Desa Dagang Kerawang, Kec.Tanjung Morawa yang ditujukan kepada Dirut PTPN.II pada prinsipnya Gubernur Sumatera Utara menyetujui areal
seluas + 59 ha dan meminta kepada Menteri Negara BUMN dapat memproses ijin pelepasan areal kebun kepada Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah.
4. Direktur utama PTPN.II Persero juga melaksanakan isi pasal 13 ayat 2 dari Keputusan Menteri Keuangan No.89KMK.0131991 tentang pedoman
pemindahtanganan aktiva tetap Badan Usaha Milik Negara, dimana direktur utama PTPN.II Persero membentuk panitia penaksir harga yang anggotanya dari
Universitas Sumatera Utara
Menteri BUMN, Gubernur Sumatera Utara, Bupati Deli Serdang, PTPN.II Persero, Komisaris PTPN.II Persero, Kepala Badan Pertanahan Propinsi
Sumatera Utara, Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM DIREKSI BUMN TERHADAP HASIL
PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK YANG TIDAK MASUK KE KAS NEGARA DALAM PUTUSAN
NOMOR : 1491PID.B2006PN-LP A. Tanggung Jawab Hukum Direksi Secara Perdata
Lahirnya suatu tanggung jawab hukum berawal dari adanya perikatan yang melahirkan hak dan kewajiban. Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan hak dan
kewajiban perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Perikatan yang bersumber dari undang-undang terbagi lagi menjadi perbuatan menurut hukum dan
perbuatan melawan hukum. Timbulnya perikatan yang bersumber dari perjanjian membebankan kepada para pihak yang melakukan perjanjian untuk melaksanakan
hak dan kewajibannya prestasi. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi maka dapat dikategorikan telah melakukan wanprestasi.
Secara umum pertanggung jawaban perdata dapat diartikan sebagai konsekuensi hukum atas pelanggaran hak dan kewajiban, baik hak dan kewajiban
yang lahir dari perjanjian maupun yang lahir dari undang-undang, yang membawa
kerugian kepada orang atau badan lain. Adapun pengertian ganti kerugian adalah
penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian dan pemenuhannya baru diwajibkan apabila debitur dinyatakan lalai Pasal 1234
KUH Perdata. Dengan demikian, pada dasarnya ganti kerugian adalah ganti kerugian
Universitas Sumatera Utara
yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi. Unsur-unsur ganti kerugian menurut ketentuan Pasal 1246 KUH
Perdata terdiri dari 3 tiga unsur
121
1. Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah dikeluarkan.
, yaitu:
2. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.
3. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.
Pada dasarnya, tidak semua kerugian dapat dimintakan penggantian. Undang-undang menentukan bahwa kerugian yang harus dibayar oleh debitur kepada
kreditur sebagai akibat dari wanprestasi
122
1. Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat. Membayar ganti kerugian yang nyata telah atau sedianya harus diduganya sewaktu perjanjian dibuat,
kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian tersebut disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.
adalah sebagai berikut:
2. Kerugian sebagai akibat langsung wanprestasi. Menurut ketentuan Pasal 1248 KUH Pedata, jika tidak dipenuhinya perjanjian tersebut disebabkan oleh tipu
daya debitur, pembayaran ganti kerugian sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh kreditur dan keuntungan yang hilang baginya, hanyalah terdiri atas
apa yang merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya perjanjian.
121
R.Surbekti, Poko-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Internusa, 1998, hlm.142.
122
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, undang-undang juga mengatur mengenai pembelaan debitur yang wanprestasi. Seorang debitur yang dituduh lalai dan dimintakan supaya
kepadanya diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia dapat membela dirinya dengan mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan dirinya dari hukuman-
hukuman tersebut. Pembelaan tersebut, yaitu 1 Menyatakan adanya keadaan memaksa .
2. Menyatakan bahwa kreditur telah lalai. 3. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya.
Keadaan memaksa adalah alasan bagi debitur untuk bebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Keadaan memaksa menyebabkan tidak dapat
dipenuhinya suatu prestasi oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa yang bukan karena kesalahannya, peristiwa tersebut tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga
akan terjadi pada waktu membuat perikatan.
123
Oleh karena itu, dengan adanya keadaan memaksa debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung
resiko, karena debitur tidak dapat menduga peristiwa tersebut pada waktu perjanjian dibuat. Keadaan tersebut terjadi sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya
pada saat timbulnya keadaan tersebut.
124
Dengan adanya keadaan memaksa, maka akan terjadi resiko. Resiko dapat diartikan sebagai kewajiban untuk memikul sesuatu kerugian apabila kerugian
Jadi dengan demikian pihak debitur tidak dikenakan ganti rugi.
123
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung : PT.Aditya Bakti, 1990, hlm.27.
124
R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Bandung : Bina Cipta,1987, hlm.27.
Universitas Sumatera Utara
tersebut terjadi diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa objek yang dimaksudkan perjanjian. Dengan demikian, persoalan resiko merupakan akibat dari
suatu keadaan memaksa.
125
Perikatan yang melahirkan hak dan kewajiban selain bersumber dari perjanjian dapat pula bersumber dari undang-undang Pasal 1233 KUH Perdata.
Perikatan yang lahir dari undang-undang menurut Pasal 1353 KUH Perdata dapat timbul akibat dari perikatan yang lahir dari undang-undang saja,
dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan orang, dapat bersumber dari perbuatan
menurut hukum dan perbuatan melawan hukum. Pengaturan resiko dalam KUH Perdata Pasal 1237 KUH
Perdata yang mengatur mengenai resiko dalam perjanjian sepihak, yang menyatakan bahwa, dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu keadaan tertentu,
kebendaan tersebut semenjak perikatan dilahirkan, adalah tanggungan kreditur. Jika kreditur lalai melaksanakan perikatan, maka sejak saat kelalaian tersebut, kebendaan
adalah tanggung jawabnya.
Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa, “setiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
karena kesalahannya menyebabkan kerugian tersebut mengganti kerugian”. Di dalam ketentuan Pasal 1366 KUH Perdata dinyatakan bahwa, “setiap orang bertanggung
jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga yang disebabkan karena kelalaian atau kekurang hati-hatiannya”, dan dalam Pasal
125
R.Surbekti, Op Cit., hlm.144.
Universitas Sumatera Utara
1367 KUH Perdata, “seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri, melainkan juga untuk kerugian yang
disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”. Undang-undang tentang
Perseroan Terbatas telah mengadopsi pasal 1366 dan 1367 KUHPerdata. Hal ini terlihat dalam pasal 97 ayat 3 tanggung jawab direksi secara pribadi dan 4
tanggung jawab direksi secara tanggung renteng . Tanggung jawab renteng direksi berdasarkan UUPT berlaku dalam hal-hal
sebagai berikut: 1. Perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan
hukum Pasal 14 ayat 1 UUPT. 2. Bertanggung jawab terhadap laporan keuangan yang mengandung informasi
menyesatkan Pasal 69 ayat 3 UUPT. 3. Bertanggung jawab secara tanggung renteng apabila memiliki 2 dua angota
direksi atau lebih atas kerugian perseroan dikarenakan bersalah atau lalai di dalam menjalankan tugas kepengurusannya Pasal 97 ayat 3 dan 4 UUPT.
4. Bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kepailitan karena kesalahan dan kelalaian menjalankan tugasnya sebagai direksi Pasal 104 ayat 2 UUPT.
Tanggung jawab pribadi direksi berdasarkan UUPT berlaku dalam hal-hal sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan dikarenakan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas kepengurusannya Pasal 97 ayat 3
UUPT. Direksi dikatakan bersalah artinya direksi sengaja melakukan perbuatan
yang melanggar hukum dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan, sehingga direksi tidak dapat melakukan pembelaan karena telah terbukti bersalah
yang mengakibatkan kerugian bagi perseroan. Sedangkan direksi dikatakan lalai artinya bahwa direksi tidak sengaja melakukan perbuatan yang melanggar hukum
dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan tetapi direksi dapat melakukan pembelaan terhadap hal-hal yang dilakukannya dalam menjalankan perseroan.
2. Bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan dikarenakan tidak melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota direksi yang
bersangkutan danatau keluarganya dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus Pasal 101 UUPT.
Direksi sebagai salah satu organ yang penting dan menentukan dalam mencapai maksud dan tujuan BUMN mempunyai tugas dan tanggung jawab
sebagai berikut: 1. Melakukan pengurusan BUMN;
2. Bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan;
3. Mematuhi dan tunduk pada anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-
Universitas Sumatera Utara
undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban, serta kewajaran.
Hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU BUMN. Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa mengenai pengurusan BUMN
mutlak menjadi tugas dan tanggung jawab direksi. Artinya secara hukum organ maupun instansi lain dilarang campur tangan intervensi terhadap pengurusan
BUMN. Sepanjang direksi melakukan tugas dan tanggung jawabnya dalam batas- batas sebagaimana ditentukan dalam UU BUMN, UUPT maupun anggaran dasar
BUMN yang bersangkutan, maka direksi tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat tindakan tersebut. Oleh karena itu sepanjang direksi melakukan
tugasnya telah sesuai dengan kewajiban hukumnya, dan bertindak dalam batas-batas kewenangannya berdasarkan prinsip-prinsip seperti telah dijelaskan di awal, maka
secara hukum direksi dibebaskan dari kewajiban untuk mengganti kerugian perseroan atau secara hukum direksi terlindungi.
Hal ini dapat pula dikaitkan dengan ketentuan pasal 97 ayat 5 UUPT merupakan pasal yang pamungkas bagi anggota direksi untuk dibebaskan dari
kewajiban tanggung jawab renteng yang dibebankan kepada anggota direksi. Adapun isi pasal 97 ayat 5 UUPT adalah sebagai berikut : anggota direksi tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 3 apabila dapat membuktikan :
1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
Universitas Sumatera Utara
2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baikdn kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian.
4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Direksi dikatakan bersalah artinya direksi sengaja melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan, sehingga
direksi tidak dapat melakukan pembelaan karena telah terbukti bersalah yang mengakibatkan kerugian bagi perseroan. Sedangkan direksi dikatakan lalai artinya
bahwa direksi tidak sengaja melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan tetapi direksi dapat melakukan
pembelaan terhadap hal-hal yang dilakukannya dalam menjalankan perseroan.
126
B. Tanggung Jawab Hukum Direksi Secara Pidana
Pertanggung jawaban pidana tidak bisa dipisahkan dari perbuatan pidana artinya jika tidak ada perbuatan pidana maka tidak akan ada pertanggung
jawaban pidana. Dalam pasal 155 UUPT dijelaskan ” ketentuan mengenai tanggung jawab direksi danatau dewan komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur
dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam undang- undang tentang hukum pidana”. Tindak pidana dalam hukum pidana berbeda dengan
126
Gunawan Widjaja,Op Cit., hlm.55.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata. Membedakan antara keduanya, yaitu antara tindak pidana dan perbuatan melawan hukum tidaklah mudah. Di dalam
tindak pidana maupun perbuatan melawan hukum keduanya adalah salah dan masing- masing merupakan penyimpangan atau pelanggaran terhadap hukum dan terhadap
kewajiban hukum. Apabila pelanggaran tersebut menimbulkan konsekuensi pidana yang dilekatkan pada pelanggaran itu, maka pelanggaran itu merupakan tindak
pidana. Konsekuensi pidana dimaksud adalah berupa tuntutan secara pidana di muka pengadilan pidana dan dijatuhi sanksi pidana jika terbukti bersalah.
Dalam sistem hukum Indonesia, suatu perbuatan merupakan tindak pidana atau perilaku melanggar hukum pidana hanyalah apabila suatu ketentuan pidana yang
telah ada menentukan bahwa perbuatan itu merupakan tindak pidana. Hal ini berkenaan dengan asas legalitas yang dianut dalam hukum pidana Indonesia
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP. Adapun unsur-unsur pertanggung jawaban secara pidana adalah sebagai berikut:
1. Bahwa perbuatan yang dilakukan mengandung unsur melawan hukum; 2. Bahwa perbuatan itu mengandung unsur kesengajaan;
3. Ada penyalahgunaan wewenang berkaitan dengan jabatan yang melekat pada dirinya;
4. Bahwa perbuatan itu merugikan keuangan maupun perekonomian negara dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang mengandung unsur perbuatan atau tindakan yang dapat dipidana dan unsur pertanggung jawaban pidana
kepada pelakunya. Sehingga dalam syarat hukuman pidana terhadap seseorang secara ringkas dapat dikatakan bahwa tidak ada hukuman pidana terhadap seseorang tanpa
adanya hal-hal yang secara jelas dapat dianggap memenuhi syarat atas kedua unsur tersebut.
127
Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan
perbuatan itu juga dijatuhi hukum pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga
mempunyai kesalahan. Sedangkan sebagai dasar pertanggung jawaban adalah kesalahan yang dapat di pidana serta berdasarkan kejiwaannya itu pelaku dapat dicela
karena kelakuannya itu. Dengan kata lain, hanya dengan hubungan batin inilah maka perbuatan yang dilarang itu dapat dipertanggung jawabkan kepada si pelaku.
128
Dalam kebanyakan rumusan delik pidana, unsur kesengajaan merupakan salah satu unsur yang terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini,
maka apabila di dalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain
yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan. Sengaja berarti juga adanya
127
Andi Zainal Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana, Jakarta : Pradnya Paramita,1983, hlm.20.
128
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dn Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta : Aksara Baru, 1983, hlm.73.
Universitas Sumatera Utara
kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang dilakukannya itu dilakukan
dengan sengaja, terkandung pengertian menghendaki dan mengetahui willens en wetens, yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan
dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan willens atau harusah menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wetens atau haruslah mengetahui akibat dari
apa yang ia perbuat. Disini dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan oleh Van Hippel maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja adalah
kehendak membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya itu yang menjadi maksud dari
dilakukannya perbuatan itu.
129
Jika unsur kehendak dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materil, karena memang maksud dan kehendak
seseorang itu sulit untuk dibuktikan secara materil, maka pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum sehingga
perbuatannya itu dapat dipertanggung jawabkan kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan
perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan tersebut. Selain unsur kesengajaan di atas ada pula yang disebut unsur kelalaian atau kealpaan culpa, yang dalam doktrin
hukum pidana disebut sebagai kealpaan yang tidak disadari onbewuste schuld dan
129
Ibid., hlm.74.
Universitas Sumatera Utara
kealpaan disadari bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku
kurang berhati-hati.
130
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berlaku di Indonesia tidak mengatur pertanggung jawaban pidana korporasi. Demikian pula UU BUMN
maupun UUPT tidak mengatur sanksi pidana terhadap penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi atau badan hukum perseroan, direksi atau
pengurus perseroan maupun terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh komisaris selaku pengawas perseroan.
Bahwa korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban pidana karena korporasi bukanlah suatu fiksi. Korporasi benar-benar eksis dan menduduki posisi
yang penting di dalam masyarakat dan berkemampuan untuk menimbulkan kerugian bagi pihak lain dalam masyarakat seperti halnya manusia. Memperlakukan korporasi
seperti manusia dan membebani pertanggung jawaban atas tindak pidana yang dibuat oleh korporasi, sejalan dengan asas hukum bahwa siapapun sama dihadapan
hukum.
131
Ada beberapa alasan mengenai perlunya pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporsi,
132
130
Ibid., hlm.75.
adalah sebagai berikut :
131
Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta : PT.Grafiti Pers, 2007, hlm.26.
132
Muladi Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korupsi, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm.57.
Universitas Sumatera Utara
1. Tanpa pertanggungjawaban pidana korporasi, perusahaan-perusahaan bukan mustahil dapat menghindarkan diri dari peraturan pidana dan hanya para
pegawainya yang dituntut karena telah melakukan tindak-tindak pidana yang sebenarnya merupakan kesalahan dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh
perusahaan.
2. Dalam beberapa kasus, demi tujuan prosedural lebih mudah untuk menuntut suatu perusahaan dari pada pegawainya.
3. Dalam hal suatu tindak pidana yang serius, sebuah perusahaan lebih memiliki kemampuan untuk membayar pidana denda yang dijatuhkan daripada pegawai
perusahaan tersebut. 4. Ancaman tuntutan pidana terhadap perusahaan dapat mendorong para pemegang
saham untuk melakukan pngawasan terhadap kegiatan-kegiatan perusahaan di mana para pemegang saham telah menanamkan investasinya.
5. Apabila sebuah perusahaan telah mengeruk keuntungan dari kegiatan usaha yang ilegal, maka seharusnyan perusahaan itu pula yang memikul sanksi atas tindak
pidana yang telah dilakukan bukannya pegawai perusahaan. 6. Pertanggungjawaban korporasi dapat mencegah perusahaan-perusahaan untuk
menekan para pegawainya baik secara langsung maupun tidak langsung, agar para pegawai mengusahakan perolehan laba tidak dari melakukan kegiatan usaha yang
ilegal.
7. Publisitas yang merugikan dan pengenaan pidana denda terhadap perusahaan itu dapat berfungsi sebagai pencegah bagi perusahaan yang melakukan kegiatan yang
ilegal, dimana hal ini tidak mungkin terjadi bila yang dituntut itu adalah para pegawainya.
Sistem pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi dapat diberlakukan
133
1. Pengurus korporasi sebagai pelaku tindak pidana, sehingga oleh karenanya penguruslah yang harus memikul pertanggungjawaban pidana.
adalah :
2. Korporasi sebagai pelaku tindak pidana, pengurus yang harus memikul pertanggungjawaban pidana.
3. Korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan korporasi itu sendiri yang harus memikul pertanggungjawaban pidana.
4. Pengurus dan korporasi keduanya sebagai pelaku tindak pidana, dan keduanya pula yang harus memikul pertanggungjawaban pidana.
133
Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit., hlm.59.
Universitas Sumatera Utara
KUHP menganut sistem pertama, KUHP menganut pendirian bahwa oleh karena korporasi tidak dapat melakukan sendiri suatu perbuatan yang merupakan
tindak pidana dan tidak dapat memiliki kalbu yang salah, tetapi yang melakukan perbuatan tersebut adalah pengurus korporasi yang di dalam melakukan perbuatan itu
dilandasi oleh sikap yang kalbu tertentu baik berupa kealpaan atau kesengajaan, maka pengurus dari korporasi itulah yang harus memikul pertanggungjawaban pidana atas
perbuata yang dilakukannya sekalipun perbuatan itu dilakukan untuk dan atas nama korporasi yang dipimpinnya. Dengan kata lain, KUHP tidak menganut bahwa
korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban pidana. Hal ini disebabkan bahwa hanya manusia sebagai subjek hukum pidana. Hal ini terbukti dari pasal 59 dan pasal
399 KUHP.
134
Bahwa sistem keempat mengatakan, pengurus dan korporasi keduanya sebagai pelaku tindak pidana, dan keduanya pula yang harus memikul
pertanggungjawaban pidana. Ada beberapa alasan mengapa pengurus dan korporasi keduanya sebagai pelaku tindak pidana adalah alasan pertama, apabila hanya
pengurus yang dibebani pertanggungjawaban pidana, maka menjadi tidak adil bagi masyarakat yang telah menderita kerugian karena pengurus dalam melakukan
perbuatannya itu adalah atas nama korporasi serta dimaksudkan untuk memberikan keuntungan atau menghindarkan atau mengurangi kerugian finansial bagi korporasi.
134
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Alasan kedua, apabila yang dibebani pertanggungjawaban pidana hanya korporasi sedangkan pengurus tidak memikul tanggung jawab pidana, maka sistem
ini akan dapat memungkinkan pengurus saling melemparkan kesalahan kepada orang lain. Dengan kata lain pengurus dapat berlindung di balik punggung korporasi untuk
melepaskan dirinya dari tanggung jawab dengan berdalih bajwa perbuatannya itu bukan merupakan perbuatan pribadi dan bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi
merupakan perbuatan yang dilakukannya untuk dan atas nama korporasi. Alasan ketiga, pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi
hanya mungkin dilakukan secara vikarius doctrine of vicarious liability. Pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi hanya mungkin dilakukan
secara vikarius karena korporasi tidak mungkin dapat melakukan sendiri suatu perbuatan hukum, artinya segala perbuatan hukum yang benar atau yang salah baik
dalam lingkungan keperdataan maupun yang diatur dalam ketentuan pidana, dilakukan oleh manusia yang menjalankan kepengurusan korporasi.
135
Menurut Muladi, berkaitan dengan pertanggung jawaban korporasi dan
memperhatikan dasar pengalaman pengaturan hukum positif serta pemikiran yang berkembang maupun kecenderungan internasional, maka pertanggung jawaban
korporasi dalam tindak pidana lingkungan
136
135
Ibid, hlm.60.
hendaknya memperhatikan hal-hal
136
Muladi, Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Pidana Lingkungan Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Makalah Seminar Kajian Dan Sosialisasi Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 Semarang : FH UNDIP,1998, hlm.17-18.
Universitas Sumatera Utara
sebagai berikut: 1. Korporasi mencakup baik badan hukum legal entity maupun non badan hukum
seperti organisasi dan sebagainya; 2. Korporasi dapat bersifat privat private judicial entity dan dapat pula bersifat
publik public entity; 3. Apabila diidentifikasikan bahwa tindak pidana lingkungan dilakukan dalam bentuk
organisasional, maka orang alamiah managers, agents, employers dan korporasi dapat dipidana baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama bipunishment
provision;
4. Terdapat kesalahan manajemen korporasi dan terjadi apa yang dinamakan breach of statutory or regulatory provision;
5. Pertanggung jawaban badan hukum dilakukan terlepas dari apakah orang-orang yang bertanggung jawab di dalam badan hukum tersebut berhasil diidentifikasikan,
dituntut, dan dipidana; 6. Segala sanksi pidana dan tindakan pada dasarnya dapat dikenakan pada korporasi,
kecuali pidana mati dan pidana penjara. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa di Amerika Serikat mulai dikenal apa yang dinamakan corporate death penalty dan
corporate imprisonment yang mengandung pengertian larangan suatu korporasi untuk berusaha di bidang-bidang tertentu dan pembatasan- pembatasan lain
terhadap langkah-langkah korporasi dalam berusaha;
7. Penerapan sanksi pidana terhadap korporasi tidak menghapuskan kesalahan perorangan;
8. Pemidanaan terhadap korporasi hendaknya memperhatikan kedudukan korporasi untuk mengendalikan perusahaan melalui kebijakan pengurus atau para pengurus
corporate executive officers yang memiliki kekuasaan untuk memutuskan power of decision dan keputusan tersebut telah diterima accepted oleh korporasi
tersebut.
Selanjutnya, direksi tidak dapat melepaskan dirinya dari pertanggung jawaban pidana dalam hal perusahaan yang dipimpinnya mencemari danatau
merusak lingkungan, oleh karena berdasarkan pada Pasal 5 ayat 2 UU BUMN juncto Pasal 92 ayat 1, Pasal 97 ayat 1, Pasal 98 ayat 1, dan Pasal 2 UUPT dan
kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPLH serta prinsip-prinsip hukum yang terbit dari adanya duty of care. Duty of Care direksi, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Direktur mempunyai kewajiban untuk pengelolaan perusahaan dengan itikad baik good faith dimana direktur tersebut harus melakukan upaya yang terbaik dalam
pengelolaan perusahaan sesuai dengan kehati-hatian care sebagaimana orang biasa yang harus berhati-hati;
2. Kewajiban atas standar kehati-hatian ditentukan oleh kewajiban seorang direktur sesuai dengan penyelidikan yang rasional.
Artinya sebelum direksi mengambil suatu kebijakan atau keputusan dalam rangka pengurusan dan pengelolaan BUMN, direksi wajib
mempertimbangkan untung ruginya bagi perusahaan atau harus benar-benar dikaji secara komprehensif dari berbagai aspek terutama dari aspek hukum dan ekonomi,
agar tindakan itu tidak sampai menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Pertanggung jawaban pidana oleh direksi dalam pengurusan BUMN,
sebagai contoh dalam pengurusan Bank. Tindak pidana perbankan hanya meliputi tindak pidana yang secara yuridis normatif diatur dan dirumuskan dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan UU Perbankan, sedangkan tindak pidana di bidang
perbankan dapat meliputi semua tindak pidana yang berkaitan dengan dunia perbankan. Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa pemalsuan uang ke dalam
tindak pidana di bidang perbankan. Dengan demikian, tindak pidana di bidang perbankan dapat mencakup ruang lingkup yang sangat luas yaitu dalam Pasal 48 UU
Perbankan menyatakan:
Universitas Sumatera Utara
1. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5,000,000,000.- lima miliar rupiah dan paling banyak Rp. 100,000,000,000.- seratus miliar rupiah;
2. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan lalaimemberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 satu tahun dan paling lama 2 dua tahun
dan atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1,000,000,000.- satu miliar rupiah dan paling banyak Rp. 2,000,000,000.- dua miliar rupiah.
Dan juga dalam pasal 49 UU Perbankan disebutkan: 1. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank; b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam
dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 lima tahun dan paling lama 15 lima
belas tahun serta denda sekurang- kurangnya Rp. 10,000,000,000.- sepuluh miliar rupiah dan paling banyak Rp. 200,000,000,000.- dua ratus miliar
rupiah;
2. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu
imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka
mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka
pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka
memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank;
b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan
Universitas Sumatera Utara
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam
dengan pidana sekurang-kurangnya 3 tiga tahun dan paling lama 8 delapan tahun serta denda sekurang-kurangya Rp. 5,000,000,000.- lima miliar rupiah
dan paling banyak Rp. 100,000,000,000.- seratus miliar rupiah.
Dari ketentuan UU Perbankan tersebut jelas terlihat konsekuensi hukum bagi direksi, komisaris maupun pekerja yang melakukan pelanggaran tindak pidana.
Disamping rumusan perbuatannya jelas, sanksi pidananya juga jelas hanya saja ancaman pidana minimal seharusnya juga dicantumkan, sehingga pengadilan tidak
ragu-ragu atau tidak bisa main-main dalam menentukan hukuman pidananya. Tetapi sayangnya UU BUMN tidak mengatur mengenai tindak pidana dalam pengurusan
BUMN. Sehingga harus merujuk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur pidana baik yang dimuat di dalam KUHP maupun yang dimuat dalam peraturan
perundang-undangan sektoral lainnya. Menurut pasal 155 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dikatakan ketentuan mengenai tanggung
jawab direksi danatau dewan komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam undang-
undang tentang hukum pidana. Artinya pasal-pasal yang memberatkan mengenai perbuatan direksi dapat diambil dari undang-undang lain seperti undang-undang-
undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001, undang-undang nomor 15
tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang dan KUHPidana,dll.
Universitas Sumatera Utara
C. Tanggung Jawab Hukum Direksi BUMN Terhadap Hasil Pelepasan Asset Tidak Bergerak Yang Tidak Masuk Ke Kas Negara
Tanggung jawab hukum direksi BUMN terhadap hasil pelepasan asset tidak bergerak tidak masuk ke kas negara tidak ada diatur secara tegas dalam undang-
undang perseroan terbatas maupun undang-undang BUMN, tetapi diatur dalam aturan perusahaan-perusahaan BUMN. Contohnya dalam pelepasan asset tidak bergerak
berupa tanah. Apabila dalam pelepasan asset tidak bergerak berupa tanah yang diperpanjang HGU-nya maka hasil pelepasan asset masuk ke kas perusahaan tanpa
meminta persetujuan dari Menteri BUMN, sedangkan pelepasan asset BUMN tidak bergerak berupa tanah yang tidak diperpanjang HGU-nya maka hasil pelepasan asset
harus masuk ke kas negara karena pemegang HGU-nya tidak mempunyai wewenang untuk melepaskannya. Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang
langsug dikuasai oleh negara dalam jangka waktu 25 tahun guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan.
137
Yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Hak Guna Usaha dapat diperpanjang atas permohonan pemegang hak,
138
1. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haktersebut.
jika memenuhi syrarat:
2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak.
137
Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Than 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria.
138
Pasal 9 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.
Universitas Sumatera Utara
3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang. Adapun kewajiban dan hak dari pemegang Hak Guna Usaha
139
1. Membayar uang pemasukan kepada negara. adalah :
2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya. 3. Mengusahakan sendiri tanah hak guuna usaha dengan baik sesuai dengan
kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis. 4. Membangung, memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada
dalam lingkungan areal hak guna usaha. 5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan
menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun penggunaan hak guna usaha. 7. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna usaha kepada
negara sesudah hak guna usaha hapus. 8. Menyerahkan sertifikat hak guna usaha yang telah hapus kepada kepala kantor
pertanahan. Sedangkan hak dari pemegang hak adalah berhak menguasai dan
mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna usaha untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan perternakan. Hak Guna Usaha
hapus karena
140
1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya;
:
2. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena:
a. tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak danatau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 danatau
Pasal 14; b. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
139
Pasal 12 ayat 1.
140
Pasal 17 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
3. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961; 4. ditelantarkan;
5. tanahnya musnah.
Dalam hasil pelepasan asset tidak bergerak ada diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, dikatakan dalam pasal 18 ayat 2 “Apabila bangunan, tanaman dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 masih
diperlukan untuk melangsungkan atau memulihkan pengusahaan tanahnya, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Presiden,” dan juga Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02MBU2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan
Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara, dimana Pasal 31 ayat 1 dikatakan ”pembayaran atas transaksi pemindahtanganan disetorkan langsung ke kas
BUMN dan dilakukan secara tunaisekaligus pada hari pelaksanaan pemindahtanganan dilakukan.”
D. Analisa Hukum Tentang Tanggung Jawab Direksi BUMN Terhadap Hasil Pelepasan Asset Tidak Bergerak Yang Tidak Masuk Ke Kas Negara Dalam
Putusan Nomor : 1491Pid.B2006PN-LP
Dalam kasus tersebut diatas, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I- B Lubuk Pakam Majelis telah memutus perkara Nomor 1491Pid.B2006PN-LP
tertanggal 26 Maret 2007, dengan amar putusan
141
141
Putusan Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam Nomor 1491Pid.B2006PN-LP tertanggal 26 Maret 2007 , hlm.184-188.
yaitu :
Universitas Sumatera Utara
“M E NG A D I L I 1. Menyatakan Terdakwa Ir.H.Suwandi telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama; :
2. Menghukum Terdakwa H.Suwandi oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 satu tahun dan 6 enambulan denda sebesar Rp.100.000.000.- seratus juta
rupiah, subsidair selama 6 enam bulan kurungan; 3. Menghukum PTPN.II agar membayar uang pengganti sebesar
RP.8.805.730.030,60.- delapan milyar delapan seratus lima juta tujuh ratus tiga puluh ribu tiga puluh rupiah enam puluh sen untuk disetor ke Kas Negara;
4. Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
5. Menetapkan bukti surat : 1. 1 satu lembar asli Surat Menteri BUMN Nomor: S-351MBU2004, tanggal
30 Juni 2004, perihal Persetujuan Pelepasan Aktiva Milik PTPN.II Persero yang ditujukan kepada Direksi PTPN-II ;
2. 3 tiga lembar Keputusan Direksi PTPN-II Nomor : II.0KptsR.04III2005 tentang Pembentukan Panitia Penaksir Harga Jual Aktiva Tetap Non Produktif
milik PTPN-II berupa tanah selas + 3. 1 satu lembar lampiran Surat Keputusan Direksi PTPN-II Nomor :
II.0KptsR.04III2005 tentang Pembentukan Panitia Penaksir Harga Jual Aktiva Tetap Non Produktif milik PTPN-II berupa tanah selas
59 Ha yang terletkak di kebun Tamora Desa Dagang Kerawang ;
+ 4. 3 tiga lembar asli Surat Perjanjian Pembayaran Nomor : II.0SP-V012005
tanggal 10 Mei 2005 oleh Notaris Ernawaty Lubis ; 59 Ha yang
terletkak di kebun Tamora Desa Dagang Kerawang ; 5. 1 satu lembar fotocopy bukti penyetoran dengan slip Nomor : 226228 dan
226236 tanggal 14 Nopember 2005 berupa pembayaran ganti rugi tanah eks HGU PTPN-II senilai Rp.10.475.000.000.- dan Rp.314.250.000.- ;
6. 1 satu lembar asli Surat Sekretaris Kementrian Negara BUMN Nomor : S- 08MBU.S2006 tanggal 20 Januari 2006 ;
7. 2 dua berkas asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X367V2004 tanggal 15 April 2004 hal Permohonan persetujuan penghapus bukan areal lahan
Kebun Tamora milik PTPN Nusantara II yang diinvestasikan untuk Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah;
8. 5 lima lembar asli Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 42HGUBPN2002 tentang Pemberian Perpanjangan Jangka Waktu
Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara ;
9. 6 enam lembar asli lampiran Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 42HGUBPN2002 tentang Pemberian Perpanjangan
Jangka Waktu Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara ;
10. 2 dua lembar asli Surat Bupati Deli Serdang Nomor :5935083 tanggal 23 Desember 2005, hal Penjelasan atas Pelepasan areal 78,16 Ha eks HGU
PTPN-II Tanjung Morawa di Desa Dagang Kerawang Tanjung Morawa ; 11. 1 satu lembar asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X176.AV2005
tanggal 9 Mei 2005 hal Penangguhan Surat Perintah Setor ; 12. 1 satu lembar asli Surat Ketua Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah Nomor
Universitas Sumatera Utara
: 55YPNATMV2005 tanggal 04 Mei 2005 perihal Penangguhan Surat perintah Setor SPS ;
13. 1 satu lembar asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X139IV2004 tanggal 12 April 2005 perihal Pelepasan areal eks HGU PTPN-II Kebun
Tamora di Desa Dagang Kerawang Kecamatan Tanjung Morawa ; 14. 3 tiga lembar fotocopy Notulen Rapat Panitia Penaksiran Harga Jual Aktiva
Tetap Non Produktif milik PTPN-II berupa tanah + 59 Ha yang terletak di kebun tamora Desa Dagang Kerawang Kecamatan Tanjung Morawa
Kabupaten Deli Serdang tanggal 23 Maret 2005 ; 15. 1 satu lembar asli Surat Komisaris PTPN-II Nomor : DK.PTPN-IIV2004-
25 tanggal 17 Mei 2004 ; 16. 1 satu lembar asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X136IV2005
tanggal 08 April 2005 perihal Pemberitahuan Pembayaran Surat Perintah SetorPSP ;
17. 2 dua lembar asli Surat Gubernur Sumut Nomor : 59319412004 tanggal 14 April 2004 hal Pengaturan Pemanfaatkan Tanah yang ditujukan kepada
Menteri BUMN dp Direktur PTPN-II ; 18. 1 satu lembar asli Surat Estimasi HargaNilai Ganti Rugi Asset ;
19. 1 satu Examplar Sertifikat Hak Guna Usaha Asli Nomor : 1Dagang Kerawang ;
20. 1 satu lembar fotocopy Berita Acara Serah Terima tanggal 21 Mei 2003 ; 21. 1 satu lembar fotocopy Tanda Terima Sertifikat dari Ir.Dermawan kepada
Drs.MM.Damanik selaku pegawai BPN Deli Serdang ; 22. 1 satu lembar Peta Ukur Nomor :731997 ;Terhadap bukti Surat yang asli
dikembalikan kepada yang berhak dan terhadap bukti surat fotocopy tetap dilampirkan dalam berkas perkara ini ;
Dan : a. uang sebesar Rp.1.402.055.343,40 pembulatan Rp.1.402.055.600.- terdiri
dari Rp.1.301.832,343,40 + Rp.55.343.000.- + Rp.44.880.000.- yang disita dari Kas PTPN II Tanjung Morawa disetor ke Kas Negara ;
b. 1 satu set Sertifikat HGU No.1 tahun 1989 dikembalikan kepada BPN Kabupaten Deli Serdang ;
6. Menghukum Terdakwa Ir.H.Suwandi untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp.5.000.- lima ribu rupiah “;
Atas putusan dari Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam, Terdakwa mengajukan banding. Atas banding tersebut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan
menerima permintaan banding dari Terdakwa Suwandi dengan register perkara nomor : 397PID2007PT-MDN tertanggal 29 Oktober 2007. Bahwa adapun putusan Hakim
Pengadilan Tinggi Medan Nomor:397PID2007PT-MDN tertanggal 29 Oktober 2007 yaitu membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dan menyatakan
perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa Suwandi terbukti, tetapi perbuatan itu
Universitas Sumatera Utara
bukan merupakan suatu tindak pidana dan juga mengembalikan uang yang disita oleh Jaksa Penuntut Umum sebesar Rp.1.402.055.343,40 ke kas PTPN.II.
Atas putusan dari Pengadilan Tinggi Medan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi. Atas kasasi tersebut Majelis Hakim Mahkamah Agung RI
mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum dengan register pekara nomor : 798 KPid.Sus2008 tertanggal 12 September 2008. Bahwa adapun putusan
Hakim Mahkamah Agung RI nomor : 798 KPid.Sus2008 tertanggal 12 September 2008 yaitu membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Medan, menghukum Terdakwa
Ir.H.Suwandi dengan pidana penjara selama 2 dua tahun, menghukum terdakwa dengan pidana sebesar Rp.100.000.000.- seratus juta rupiah dengan ketentuan
apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka terdakwa dikenakan hukuman pengganti berupa pidana kurungan selama 6 enam bulan dan juga menghukum
PTPN.II agar membayar uang pengganti sebesar Rp.8.805.730.030,60.- delapan milyar delapan ratus lima juta tujuh ratus tiga puluh ribu tiga puluh rupiah enam
puluh sen untuk disetor ke kas negara. Dalam kasus tersebut di atas ini berkaitan dengan tanggung jawab
direksi terhadap tindakannya yang melakukan pelepasan asset BUMN tidak bergerak tanpa persetujuan dari Menteri BUMN dan perbedaan luas tanah yang akan
dilepaskan. Padahal, pertimbangan hukum dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam tentang direksi juga bertanggung jawab atas penggunaan
hasil pelepasan asset tidak masuk ke kas negara yang menyebabkan kerugian pada negara hal ini juga telah dikuatkan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI:
Universitas Sumatera Utara
1.
Hasil ganti rugi tanah eks HGU seluas 78,16 Ha yang terletak di Desa Dagang Kerawang, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang sebesar
Rp.10.736.895.000.- seharusnya disetor ke kas negara akan tetapi oleh Terdakwa dengan surat perintah setornya disetorkan ke kas PTPN.II yang selanjutnya
digunakan untuk kepentingan PTPN.II maka hal ini berarti berpotensi menimbulkan keuangan negara. Berdasarkan pasal 31 ayat 1 dari Peraturan
Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02MBU2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik
Negara, maka tindakan direktur utama yang memasukkan hasil pelepasan asset ke kas perusahaan tidak ke kas negara adalah salah yang menyebabkan kerugian
pada negara.
2.
Unsur “orang yang melakukan atau orang yang menyuruh lakukan atau turut melakukan perbuatan” itu dalam persidangan didapatkan fakta kalau Terdakwa
Suwandi sebagai direktur utama PTPN.II telah menandatangani surat perintah setor nomor : II.0XI136IV2005 tentang pemberitahuan pembayaran tertanggal
8 April 2005 dan surat nomor : II.0X139IV2005 tertanggal 12 April 2005 tentang pelepasan areal eks HGU PTPN.II Kebun Tamora, Desa Kerawang,
Kecamatan Tanjung Morawa dan surat nomor : II.0X176AV2005 tertanggal 9 Mei 2005 tentang penangguhan surat perintah setor, dengan demikian Terkdawa
sebagai direktur utama PTPN.II tentunya orang paling bertanggung jawab atas perbuatannya. Serta dengan melihat posisi terdakwa saat itu sebagai direktur
Universitas Sumatera Utara
utama PTPN.II berarti sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam organisasi PTPN.II dan kewenangan untuk menentukan kebijakan akan
dikemanakan uang ganti rugi tersebut sepenuhnya ada pada diri terdakwa dan juga terdakwa sebagai direktur utama PTPN.II adalah sebagai top manajer di unit
PTPN.II, maka adalah wajar menurut hukum terdakwa sebagai orang yang paling bertanggung jawab.
Sedangkan dari pertimbangan hukum dari Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan berbeda dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk
Pakam yang telah dikuatkan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI : 1. Karena ada izin dari Menteri Negara BUMN, maka juga sangat menentukan
peranan dari Gubernur Sumatera Utara yang telah merekomendasikan kepada Menteri BUMN, yang sebagai kepala daerah yang sudah mempunyai pandangan
kedepan demi pembangunan daerah di Sumatera Utara yang akan dibuat sarana pendidikan, rumah sakit, pajak, dan lain-lain.
2. Gubernur Sumatera Utara dan Menteri BUMN telah mendukung program tersebut, maka penyerahan dengan ganti rugi tersebut adalah sah dan tidak merupakan
perbuatan melawan hukum. 3. Menteri Negara BUMN dengan suratnya tertanggal 18 Juni 2007
No.S.409MBU2007 yang ditujukan kepada Terdakwa, dimana Surat Menteri Negara BUMN dijadikan bukti tambahan dalam perkara ini, yang secara jelas dan
nyata bahwa tanah Desa Dagang Kerawang Tanjung Morawa yang telah habis
Universitas Sumatera Utara
masa berlakunya adalah merupakan asset PTPN.II dan uang hasil penyerahan ganti rugi itu harus disetor ke kas PTPN.II tidak ke kas negara.
Dalam tugas pengurusan yang dilakukan direksi, Fred B.G. Tumbuan mengatakan: tugas pengurusan perusahaan oleh undang-undang dipercayakan kepada
direksi sehingga melahirkan “fiduciary responsibility pada direksi”. Maka tidak salah bilamana dikatakan bahwa antara perseroan dan direksi terdapat hubungan fidusia
atau kepercayaan fiduciary relationship yang melahirkan “fiduciary duties” bagi direksi yaitu “duty of loyalty and good faith” dan “duty of care, skill and
diligence”.
142
Berkaitan dengan tugas pengurusan perseroan yang dipercayakan kepada direksi, perlu diperhatikan bahwa tidak wajar dan tidak adil mengharapkan
apabila mewajibkan direksi untuk menjamin bahwa perseroan yang pengurusannya ditugaskan kepada direksi pasti untung. Oleh karena itu, dan ini pun ditegaskan dalam
UUPT, direksi hanya dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian perseroan apabila kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian direksi karena tidak
menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
143
Dalam konsep The business judgement rules both shields directors form liability when it’s five elements – a business decision, disinterestedness, due care,
good faith and abuse of discretion – are present and creates a presumption in favor of
142
Fred B.G.Tambunan, Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang- Undang Tentang Perseroan Terbatas, Newsletter, Hukum dan Perkembangannya, No.70, Spetember
2007, hlm.16.
143
Pasal 97 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
the directors that each of these elements has been satisfied.
144
Dengan demikian, direksi sebagai eksekutif perseroan terbatas, harus mengikuti prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan yang baik good corporate governance, yaitu mengikuti undang-undang, anggaran dasar perseroan, dan mekanisme pengambilan keputusan.
Direksi mempunyai kekuasaan yang besar dalam mengambil keputusan berdasarkan business judgement rule. Direksi tidak dapat diganggu gugat perdata atau dituntut
pidana, bila direksi mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan bahwa keputusan tersebut adalah sebaik-baiknya untuk kepentingan perseroan, telah sesuai
dengan undang-undang, anggaran dasar perseroan, atau mekanisme pengambilan keputusan, serta berdasarkan itikad baik dan tanpa ada pertentangan kepentingan
conflict of interest dengan dirinya pribadi.
145
Berikut dibawah ini akan membahas lebih lanjut mengenai duty of care dan standard of care, duty of loyalty serta duty of candor dalam hubungannya dengan
business judgement rule.
1. Duty of Care and Standard of Care
a. Duty of Care
The duty of care requires that the directors, in the performance of their corporate responsibilities, exercise the care that an ordinarily prudent person
144
Dennis J.Block, et.al, Third Edition, The Business Judgement Rule, Fiduciary Duties Of Corporate Directors, NJ : Prentice Hall Law Business, 1989, hlm.29.
145
Erman Rajagukguk, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara, Makalah disampaikan pada peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional, Jakarta,
12-13 April 2007, hlm.7.
Universitas Sumatera Utara
would exercise under similar circumstances. As summing no other breach of fiduciary duties or violation of applicable law, a director who performs his duties
in compliance with the applicable standard of care will be absolved of liability.
146
Direksi dalam menjalankan perusahaan berdasarkan kewenangan yang ada harus selalu waspada dan bertindak dengan perhitungan yang cermat. Dalam
kebijakan yang dibuatnya, direksi harus selalu bertindak dengan hati-hati dan mempertimbangkan keadaan, kondisi dan biaya pengelolaan yang besar.
Perlakuan demikian adalah adil terutama bagi direksi yang telah melaksanakan tugasnya dengan itikad baik, hati-hati, dan jujur semata-mata melaksanakan
tugasnya sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan.
147
Dalam duty of care, direksi dituntut pertanggung jawaban secara hukum dan duty of care ini wajib diterapkan bagi direksi dalam membuat setiap kebijakan
perseroan dan dalam mengawasi serta memonitoring kegiatan perseroan. Dengan adanya duty of care maka direksi diharuskan untuk bertindak dengan kehati-hatian
dalam membuat segala keputusan dan kebijakan perseroan. Dalam membuat setiap kebijakan direksi harus tetap mempertimbangkan segala informasi-informasi yang
ada secara patut dan wajar.
146
Dennis J.Block, et.al, Op Cit., hlm.28.
147
Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governence, Jakarta : PPs Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, hlm.140, dalam Ridwan
Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governence, Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya DI Indonesia Dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta :Kreasi Total Media, 2007,
hlm.46.
Universitas Sumatera Utara
Seorang pengurus perseroan dikatakan sudah melanggar duty of care, apabila dia telah melakukan kelalaiannya negligence dan mis-management
148
1. Melakukan tindakan tanpa pembenaran yang rasional; ,
seperti:
2. Tidak mencurahkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perusahaan; 3. Tidak melakukan investigasi yang reasonable terhadap masalah-masalah
perseroan; 4. Tidak menghadiri rapat-rapat direksi;
5. Tidak mengawasi bawahannya sehingga tindakan bawahannya tersebut merugikan perseroan;
6. Tidak mencari tahu secara layak tentang masalah-masalah perseroan; 7. Tidak melakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam menjalankan tugasnya.
b. Standard of Care
Standard of care merupakan suatu standar yang mewajibkan seseorang dalam bertindak untuk tetap memperhatikan segala resiko, bahaya dan perangkap
yang ada dan berupaya untuk meminimalisir munculnya resiko-resiko tersebut. Sehingga dalam bertindak seorang direksi harus menerapkan prinsip kehati-hatian
dan ketelitian, supaya dapat menghindari segala kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan
.
Standar kehati-hatian standard of care
149
1. Pengurus perseroan yakni direktur tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan atas beban biaya perseroan, apabila tidak memberikan sama sekali atau
memberikan sangat kecil manfaat kepada perseroan bila dibandingkan dengan manfaat pribadi yang diperoleh oleh direktur yang bersangkutan. Namun
demikian hal ini dapat dikecualikan, apabila dilakukan atas beban biaya representasi jabatan dari direktur yang bersangkutan berdasarkan keputusan
RUPS. antara lain:
148
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Moderen dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Op Cit, hlm.86.
149
Sutan Remy Sjahdeini, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Juli 2001, hlm.100.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengurus perseroan yang diwakilkan kepada seorang direktur tidak boleh menjadi pesaing bagi perseroan yang dipimpinnya, misalnya dengan
mengambil sendiri kesempatan bisnis yang seharusnya disalurkan kepada dan dilakukan oleh perseroan yang dipimpinnya tetapi kesempatan bisnis itu
disalurkan kepada perseroan lain yang didalamnya terdapat kepentingan pribadi direktur tersebut.
3. Pengurus perseroan yang diwakilkan kepada seorang direktur harus menolak untuk mengambil keputusan mengenai suatu hal yang diketahuinya atau
sepatutnya diketahuinya akan mengakibatkan perseroan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagai perseroan diancam dikenakan sanksi
oleh otoritas yang berwenang, misalnya dicabut izin usahanya atau digugat oleh pihak lain.
4. Pengurus perseroan yang diwakilkan kepada seorang direktur dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah melakukan atau tidak cukup melakukan upaya
atau tindakan yang perlu diambil untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan.
5. Pengurus perseroan yang diwakilkan kepada seorang direktur dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup
melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan keuntungan perseroan.
Dalam penjelasan tersebut diatas sangat jelas bagi direksi untuk memahami dengan betul bahwa standar kehati-hatian merupakan keharusan
dilaksanakan dalam pengelolaan peusahaan yang dipimpinnya. Tidak dilakukannya standar kehati-hatian merupakan pelanggaran terhadap duty of care
yang pada akhirnya tidak dapat dilakukan pembelaan direksi melalui mekanisme business judgement rule.
2. Duty of Loyalty