Tanggung Jawab Hukum Direksi Secara Pidana

2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baikdn kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. 3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian. 4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Direksi dikatakan bersalah artinya direksi sengaja melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan, sehingga direksi tidak dapat melakukan pembelaan karena telah terbukti bersalah yang mengakibatkan kerugian bagi perseroan. Sedangkan direksi dikatakan lalai artinya bahwa direksi tidak sengaja melakukan perbuatan yang melanggar hukum dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan tetapi direksi dapat melakukan pembelaan terhadap hal-hal yang dilakukannya dalam menjalankan perseroan. 126

B. Tanggung Jawab Hukum Direksi Secara Pidana

Pertanggung jawaban pidana tidak bisa dipisahkan dari perbuatan pidana artinya jika tidak ada perbuatan pidana maka tidak akan ada pertanggung jawaban pidana. Dalam pasal 155 UUPT dijelaskan ” ketentuan mengenai tanggung jawab direksi danatau dewan komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam undang- undang tentang hukum pidana”. Tindak pidana dalam hukum pidana berbeda dengan 126 Gunawan Widjaja,Op Cit., hlm.55. Universitas Sumatera Utara perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata. Membedakan antara keduanya, yaitu antara tindak pidana dan perbuatan melawan hukum tidaklah mudah. Di dalam tindak pidana maupun perbuatan melawan hukum keduanya adalah salah dan masing- masing merupakan penyimpangan atau pelanggaran terhadap hukum dan terhadap kewajiban hukum. Apabila pelanggaran tersebut menimbulkan konsekuensi pidana yang dilekatkan pada pelanggaran itu, maka pelanggaran itu merupakan tindak pidana. Konsekuensi pidana dimaksud adalah berupa tuntutan secara pidana di muka pengadilan pidana dan dijatuhi sanksi pidana jika terbukti bersalah. Dalam sistem hukum Indonesia, suatu perbuatan merupakan tindak pidana atau perilaku melanggar hukum pidana hanyalah apabila suatu ketentuan pidana yang telah ada menentukan bahwa perbuatan itu merupakan tindak pidana. Hal ini berkenaan dengan asas legalitas yang dianut dalam hukum pidana Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP. Adapun unsur-unsur pertanggung jawaban secara pidana adalah sebagai berikut: 1. Bahwa perbuatan yang dilakukan mengandung unsur melawan hukum; 2. Bahwa perbuatan itu mengandung unsur kesengajaan; 3. Ada penyalahgunaan wewenang berkaitan dengan jabatan yang melekat pada dirinya; 4. Bahwa perbuatan itu merugikan keuangan maupun perekonomian negara dan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang mengandung unsur perbuatan atau tindakan yang dapat dipidana dan unsur pertanggung jawaban pidana kepada pelakunya. Sehingga dalam syarat hukuman pidana terhadap seseorang secara ringkas dapat dikatakan bahwa tidak ada hukuman pidana terhadap seseorang tanpa adanya hal-hal yang secara jelas dapat dianggap memenuhi syarat atas kedua unsur tersebut. 127 Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan perbuatan itu juga dijatuhi hukum pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga mempunyai kesalahan. Sedangkan sebagai dasar pertanggung jawaban adalah kesalahan yang dapat di pidana serta berdasarkan kejiwaannya itu pelaku dapat dicela karena kelakuannya itu. Dengan kata lain, hanya dengan hubungan batin inilah maka perbuatan yang dilarang itu dapat dipertanggung jawabkan kepada si pelaku. 128 Dalam kebanyakan rumusan delik pidana, unsur kesengajaan merupakan salah satu unsur yang terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila di dalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan. Sengaja berarti juga adanya 127 Andi Zainal Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana, Jakarta : Pradnya Paramita,1983, hlm.20. 128 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dn Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta : Aksara Baru, 1983, hlm.73. Universitas Sumatera Utara kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang dilakukannya itu dilakukan dengan sengaja, terkandung pengertian menghendaki dan mengetahui willens en wetens, yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan willens atau harusah menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wetens atau haruslah mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat. Disini dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan oleh Van Hippel maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja adalah kehendak membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya itu yang menjadi maksud dari dilakukannya perbuatan itu. 129 Jika unsur kehendak dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materil, karena memang maksud dan kehendak seseorang itu sulit untuk dibuktikan secara materil, maka pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum sehingga perbuatannya itu dapat dipertanggung jawabkan kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan tersebut. Selain unsur kesengajaan di atas ada pula yang disebut unsur kelalaian atau kealpaan culpa, yang dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai kealpaan yang tidak disadari onbewuste schuld dan 129 Ibid., hlm.74. Universitas Sumatera Utara kealpaan disadari bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati. 130 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berlaku di Indonesia tidak mengatur pertanggung jawaban pidana korporasi. Demikian pula UU BUMN maupun UUPT tidak mengatur sanksi pidana terhadap penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi atau badan hukum perseroan, direksi atau pengurus perseroan maupun terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh komisaris selaku pengawas perseroan. Bahwa korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban pidana karena korporasi bukanlah suatu fiksi. Korporasi benar-benar eksis dan menduduki posisi yang penting di dalam masyarakat dan berkemampuan untuk menimbulkan kerugian bagi pihak lain dalam masyarakat seperti halnya manusia. Memperlakukan korporasi seperti manusia dan membebani pertanggung jawaban atas tindak pidana yang dibuat oleh korporasi, sejalan dengan asas hukum bahwa siapapun sama dihadapan hukum. 131 Ada beberapa alasan mengenai perlunya pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporsi, 132 130 Ibid., hlm.75. adalah sebagai berikut : 131 Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta : PT.Grafiti Pers, 2007, hlm.26. 132 Muladi Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korupsi, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm.57. Universitas Sumatera Utara 1. Tanpa pertanggungjawaban pidana korporasi, perusahaan-perusahaan bukan mustahil dapat menghindarkan diri dari peraturan pidana dan hanya para pegawainya yang dituntut karena telah melakukan tindak-tindak pidana yang sebenarnya merupakan kesalahan dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan. 2. Dalam beberapa kasus, demi tujuan prosedural lebih mudah untuk menuntut suatu perusahaan dari pada pegawainya. 3. Dalam hal suatu tindak pidana yang serius, sebuah perusahaan lebih memiliki kemampuan untuk membayar pidana denda yang dijatuhkan daripada pegawai perusahaan tersebut. 4. Ancaman tuntutan pidana terhadap perusahaan dapat mendorong para pemegang saham untuk melakukan pngawasan terhadap kegiatan-kegiatan perusahaan di mana para pemegang saham telah menanamkan investasinya. 5. Apabila sebuah perusahaan telah mengeruk keuntungan dari kegiatan usaha yang ilegal, maka seharusnyan perusahaan itu pula yang memikul sanksi atas tindak pidana yang telah dilakukan bukannya pegawai perusahaan. 6. Pertanggungjawaban korporasi dapat mencegah perusahaan-perusahaan untuk menekan para pegawainya baik secara langsung maupun tidak langsung, agar para pegawai mengusahakan perolehan laba tidak dari melakukan kegiatan usaha yang ilegal. 7. Publisitas yang merugikan dan pengenaan pidana denda terhadap perusahaan itu dapat berfungsi sebagai pencegah bagi perusahaan yang melakukan kegiatan yang ilegal, dimana hal ini tidak mungkin terjadi bila yang dituntut itu adalah para pegawainya. Sistem pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi dapat diberlakukan 133 1. Pengurus korporasi sebagai pelaku tindak pidana, sehingga oleh karenanya penguruslah yang harus memikul pertanggungjawaban pidana. adalah : 2. Korporasi sebagai pelaku tindak pidana, pengurus yang harus memikul pertanggungjawaban pidana. 3. Korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan korporasi itu sendiri yang harus memikul pertanggungjawaban pidana. 4. Pengurus dan korporasi keduanya sebagai pelaku tindak pidana, dan keduanya pula yang harus memikul pertanggungjawaban pidana. 133 Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit., hlm.59. Universitas Sumatera Utara KUHP menganut sistem pertama, KUHP menganut pendirian bahwa oleh karena korporasi tidak dapat melakukan sendiri suatu perbuatan yang merupakan tindak pidana dan tidak dapat memiliki kalbu yang salah, tetapi yang melakukan perbuatan tersebut adalah pengurus korporasi yang di dalam melakukan perbuatan itu dilandasi oleh sikap yang kalbu tertentu baik berupa kealpaan atau kesengajaan, maka pengurus dari korporasi itulah yang harus memikul pertanggungjawaban pidana atas perbuata yang dilakukannya sekalipun perbuatan itu dilakukan untuk dan atas nama korporasi yang dipimpinnya. Dengan kata lain, KUHP tidak menganut bahwa korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban pidana. Hal ini disebabkan bahwa hanya manusia sebagai subjek hukum pidana. Hal ini terbukti dari pasal 59 dan pasal 399 KUHP. 134 Bahwa sistem keempat mengatakan, pengurus dan korporasi keduanya sebagai pelaku tindak pidana, dan keduanya pula yang harus memikul pertanggungjawaban pidana. Ada beberapa alasan mengapa pengurus dan korporasi keduanya sebagai pelaku tindak pidana adalah alasan pertama, apabila hanya pengurus yang dibebani pertanggungjawaban pidana, maka menjadi tidak adil bagi masyarakat yang telah menderita kerugian karena pengurus dalam melakukan perbuatannya itu adalah atas nama korporasi serta dimaksudkan untuk memberikan keuntungan atau menghindarkan atau mengurangi kerugian finansial bagi korporasi. 134 Ibid. Universitas Sumatera Utara Alasan kedua, apabila yang dibebani pertanggungjawaban pidana hanya korporasi sedangkan pengurus tidak memikul tanggung jawab pidana, maka sistem ini akan dapat memungkinkan pengurus saling melemparkan kesalahan kepada orang lain. Dengan kata lain pengurus dapat berlindung di balik punggung korporasi untuk melepaskan dirinya dari tanggung jawab dengan berdalih bajwa perbuatannya itu bukan merupakan perbuatan pribadi dan bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi merupakan perbuatan yang dilakukannya untuk dan atas nama korporasi. Alasan ketiga, pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi hanya mungkin dilakukan secara vikarius doctrine of vicarious liability. Pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi hanya mungkin dilakukan secara vikarius karena korporasi tidak mungkin dapat melakukan sendiri suatu perbuatan hukum, artinya segala perbuatan hukum yang benar atau yang salah baik dalam lingkungan keperdataan maupun yang diatur dalam ketentuan pidana, dilakukan oleh manusia yang menjalankan kepengurusan korporasi. 135 Menurut Muladi, berkaitan dengan pertanggung jawaban korporasi dan memperhatikan dasar pengalaman pengaturan hukum positif serta pemikiran yang berkembang maupun kecenderungan internasional, maka pertanggung jawaban korporasi dalam tindak pidana lingkungan 136 135 Ibid, hlm.60. hendaknya memperhatikan hal-hal 136 Muladi, Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Pidana Lingkungan Dalam Kaitannya Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, Makalah Seminar Kajian Dan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Semarang : FH UNDIP,1998, hlm.17-18. Universitas Sumatera Utara sebagai berikut: 1. Korporasi mencakup baik badan hukum legal entity maupun non badan hukum seperti organisasi dan sebagainya; 2. Korporasi dapat bersifat privat private judicial entity dan dapat pula bersifat publik public entity; 3. Apabila diidentifikasikan bahwa tindak pidana lingkungan dilakukan dalam bentuk organisasional, maka orang alamiah managers, agents, employers dan korporasi dapat dipidana baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama bipunishment provision; 4. Terdapat kesalahan manajemen korporasi dan terjadi apa yang dinamakan breach of statutory or regulatory provision; 5. Pertanggung jawaban badan hukum dilakukan terlepas dari apakah orang-orang yang bertanggung jawab di dalam badan hukum tersebut berhasil diidentifikasikan, dituntut, dan dipidana; 6. Segala sanksi pidana dan tindakan pada dasarnya dapat dikenakan pada korporasi, kecuali pidana mati dan pidana penjara. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa di Amerika Serikat mulai dikenal apa yang dinamakan corporate death penalty dan corporate imprisonment yang mengandung pengertian larangan suatu korporasi untuk berusaha di bidang-bidang tertentu dan pembatasan- pembatasan lain terhadap langkah-langkah korporasi dalam berusaha; 7. Penerapan sanksi pidana terhadap korporasi tidak menghapuskan kesalahan perorangan; 8. Pemidanaan terhadap korporasi hendaknya memperhatikan kedudukan korporasi untuk mengendalikan perusahaan melalui kebijakan pengurus atau para pengurus corporate executive officers yang memiliki kekuasaan untuk memutuskan power of decision dan keputusan tersebut telah diterima accepted oleh korporasi tersebut. Selanjutnya, direksi tidak dapat melepaskan dirinya dari pertanggung jawaban pidana dalam hal perusahaan yang dipimpinnya mencemari danatau merusak lingkungan, oleh karena berdasarkan pada Pasal 5 ayat 2 UU BUMN juncto Pasal 92 ayat 1, Pasal 97 ayat 1, Pasal 98 ayat 1, dan Pasal 2 UUPT dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPLH serta prinsip-prinsip hukum yang terbit dari adanya duty of care. Duty of Care direksi, antara lain: Universitas Sumatera Utara 1. Direktur mempunyai kewajiban untuk pengelolaan perusahaan dengan itikad baik good faith dimana direktur tersebut harus melakukan upaya yang terbaik dalam pengelolaan perusahaan sesuai dengan kehati-hatian care sebagaimana orang biasa yang harus berhati-hati; 2. Kewajiban atas standar kehati-hatian ditentukan oleh kewajiban seorang direktur sesuai dengan penyelidikan yang rasional. Artinya sebelum direksi mengambil suatu kebijakan atau keputusan dalam rangka pengurusan dan pengelolaan BUMN, direksi wajib mempertimbangkan untung ruginya bagi perusahaan atau harus benar-benar dikaji secara komprehensif dari berbagai aspek terutama dari aspek hukum dan ekonomi, agar tindakan itu tidak sampai menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Pertanggung jawaban pidana oleh direksi dalam pengurusan BUMN, sebagai contoh dalam pengurusan Bank. Tindak pidana perbankan hanya meliputi tindak pidana yang secara yuridis normatif diatur dan dirumuskan dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan UU Perbankan, sedangkan tindak pidana di bidang perbankan dapat meliputi semua tindak pidana yang berkaitan dengan dunia perbankan. Bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa pemalsuan uang ke dalam tindak pidana di bidang perbankan. Dengan demikian, tindak pidana di bidang perbankan dapat mencakup ruang lingkup yang sangat luas yaitu dalam Pasal 48 UU Perbankan menyatakan: Universitas Sumatera Utara 1. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5,000,000,000.- lima miliar rupiah dan paling banyak Rp. 100,000,000,000.- seratus miliar rupiah; 2. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan lalaimemberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 34 ayat 1 dan ayat 2, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 satu tahun dan paling lama 2 dua tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1,000,000,000.- satu miliar rupiah dan paling banyak Rp. 2,000,000,000.- dua miliar rupiah. Dan juga dalam pasal 49 UU Perbankan disebutkan: 1. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun serta denda sekurang- kurangnya Rp. 10,000,000,000.- sepuluh miliar rupiah dan paling banyak Rp. 200,000,000,000.- dua ratus miliar rupiah; 2. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank; b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan Universitas Sumatera Utara ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 3 tiga tahun dan paling lama 8 delapan tahun serta denda sekurang-kurangya Rp. 5,000,000,000.- lima miliar rupiah dan paling banyak Rp. 100,000,000,000.- seratus miliar rupiah. Dari ketentuan UU Perbankan tersebut jelas terlihat konsekuensi hukum bagi direksi, komisaris maupun pekerja yang melakukan pelanggaran tindak pidana. Disamping rumusan perbuatannya jelas, sanksi pidananya juga jelas hanya saja ancaman pidana minimal seharusnya juga dicantumkan, sehingga pengadilan tidak ragu-ragu atau tidak bisa main-main dalam menentukan hukuman pidananya. Tetapi sayangnya UU BUMN tidak mengatur mengenai tindak pidana dalam pengurusan BUMN. Sehingga harus merujuk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur pidana baik yang dimuat di dalam KUHP maupun yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan sektoral lainnya. Menurut pasal 155 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dikatakan ketentuan mengenai tanggung jawab direksi danatau dewan komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam undang- undang tentang hukum pidana. Artinya pasal-pasal yang memberatkan mengenai perbuatan direksi dapat diambil dari undang-undang lain seperti undang-undang- undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001, undang-undang nomor 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang dan KUHPidana,dll. Universitas Sumatera Utara C. Tanggung Jawab Hukum Direksi BUMN Terhadap Hasil Pelepasan Asset Tidak Bergerak Yang Tidak Masuk Ke Kas Negara Tanggung jawab hukum direksi BUMN terhadap hasil pelepasan asset tidak bergerak tidak masuk ke kas negara tidak ada diatur secara tegas dalam undang- undang perseroan terbatas maupun undang-undang BUMN, tetapi diatur dalam aturan perusahaan-perusahaan BUMN. Contohnya dalam pelepasan asset tidak bergerak berupa tanah. Apabila dalam pelepasan asset tidak bergerak berupa tanah yang diperpanjang HGU-nya maka hasil pelepasan asset masuk ke kas perusahaan tanpa meminta persetujuan dari Menteri BUMN, sedangkan pelepasan asset BUMN tidak bergerak berupa tanah yang tidak diperpanjang HGU-nya maka hasil pelepasan asset harus masuk ke kas negara karena pemegang HGU-nya tidak mempunyai wewenang untuk melepaskannya. Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang langsug dikuasai oleh negara dalam jangka waktu 25 tahun guna perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. 137 Yang dapat mempunyai Hak Guna Usaha adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Hak Guna Usaha dapat diperpanjang atas permohonan pemegang hak, 138 1. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haktersebut. jika memenuhi syrarat: 2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. 137 Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Than 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. 138 Pasal 9 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Universitas Sumatera Utara 3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang. Adapun kewajiban dan hak dari pemegang Hak Guna Usaha 139 1. Membayar uang pemasukan kepada negara. adalah : 2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya. 3. Mengusahakan sendiri tanah hak guuna usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis. 4. Membangung, memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal hak guna usaha. 5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun penggunaan hak guna usaha. 7. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna usaha kepada negara sesudah hak guna usaha hapus. 8. Menyerahkan sertifikat hak guna usaha yang telah hapus kepada kepala kantor pertanahan. Sedangkan hak dari pemegang hak adalah berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak Guna usaha untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan perternakan. Hak Guna Usaha hapus karena 140 1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya; : 2. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena: a. tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak danatau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 danatau Pasal 14; b. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; 139 Pasal 12 ayat 1. 140 Pasal 17 ayat 1. Universitas Sumatera Utara 3. dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961; 4. ditelantarkan; 5. tanahnya musnah. Dalam hasil pelepasan asset tidak bergerak ada diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, dikatakan dalam pasal 18 ayat 2 “Apabila bangunan, tanaman dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 masih diperlukan untuk melangsungkan atau memulihkan pengusahaan tanahnya, maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden,” dan juga Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02MBU2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara, dimana Pasal 31 ayat 1 dikatakan ”pembayaran atas transaksi pemindahtanganan disetorkan langsung ke kas BUMN dan dilakukan secara tunaisekaligus pada hari pelaksanaan pemindahtanganan dilakukan.” D. Analisa Hukum Tentang Tanggung Jawab Direksi BUMN Terhadap Hasil Pelepasan Asset Tidak Bergerak Yang Tidak Masuk Ke Kas Negara Dalam Putusan Nomor : 1491Pid.B2006PN-LP Dalam kasus tersebut diatas, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I- B Lubuk Pakam Majelis telah memutus perkara Nomor 1491Pid.B2006PN-LP tertanggal 26 Maret 2007, dengan amar putusan 141 141 Putusan Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam Nomor 1491Pid.B2006PN-LP tertanggal 26 Maret 2007 , hlm.184-188. yaitu : Universitas Sumatera Utara “M E NG A D I L I 1. Menyatakan Terdakwa Ir.H.Suwandi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “korupsi secara bersama-sama; : 2. Menghukum Terdakwa H.Suwandi oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 satu tahun dan 6 enambulan denda sebesar Rp.100.000.000.- seratus juta rupiah, subsidair selama 6 enam bulan kurungan; 3. Menghukum PTPN.II agar membayar uang pengganti sebesar RP.8.805.730.030,60.- delapan milyar delapan seratus lima juta tujuh ratus tiga puluh ribu tiga puluh rupiah enam puluh sen untuk disetor ke Kas Negara; 4. Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; 5. Menetapkan bukti surat : 1. 1 satu lembar asli Surat Menteri BUMN Nomor: S-351MBU2004, tanggal 30 Juni 2004, perihal Persetujuan Pelepasan Aktiva Milik PTPN.II Persero yang ditujukan kepada Direksi PTPN-II ; 2. 3 tiga lembar Keputusan Direksi PTPN-II Nomor : II.0KptsR.04III2005 tentang Pembentukan Panitia Penaksir Harga Jual Aktiva Tetap Non Produktif milik PTPN-II berupa tanah selas + 3. 1 satu lembar lampiran Surat Keputusan Direksi PTPN-II Nomor : II.0KptsR.04III2005 tentang Pembentukan Panitia Penaksir Harga Jual Aktiva Tetap Non Produktif milik PTPN-II berupa tanah selas 59 Ha yang terletkak di kebun Tamora Desa Dagang Kerawang ; + 4. 3 tiga lembar asli Surat Perjanjian Pembayaran Nomor : II.0SP-V012005 tanggal 10 Mei 2005 oleh Notaris Ernawaty Lubis ; 59 Ha yang terletkak di kebun Tamora Desa Dagang Kerawang ; 5. 1 satu lembar fotocopy bukti penyetoran dengan slip Nomor : 226228 dan 226236 tanggal 14 Nopember 2005 berupa pembayaran ganti rugi tanah eks HGU PTPN-II senilai Rp.10.475.000.000.- dan Rp.314.250.000.- ; 6. 1 satu lembar asli Surat Sekretaris Kementrian Negara BUMN Nomor : S- 08MBU.S2006 tanggal 20 Januari 2006 ; 7. 2 dua berkas asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X367V2004 tanggal 15 April 2004 hal Permohonan persetujuan penghapus bukan areal lahan Kebun Tamora milik PTPN Nusantara II yang diinvestasikan untuk Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah; 8. 5 lima lembar asli Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 42HGUBPN2002 tentang Pemberian Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara ; 9. 6 enam lembar asli lampiran Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 42HGUBPN2002 tentang Pemberian Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Usaha atas tanah terletak di Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara ; 10. 2 dua lembar asli Surat Bupati Deli Serdang Nomor :5935083 tanggal 23 Desember 2005, hal Penjelasan atas Pelepasan areal 78,16 Ha eks HGU PTPN-II Tanjung Morawa di Desa Dagang Kerawang Tanjung Morawa ; 11. 1 satu lembar asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X176.AV2005 tanggal 9 Mei 2005 hal Penangguhan Surat Perintah Setor ; 12. 1 satu lembar asli Surat Ketua Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah Nomor Universitas Sumatera Utara : 55YPNATMV2005 tanggal 04 Mei 2005 perihal Penangguhan Surat perintah Setor SPS ; 13. 1 satu lembar asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X139IV2004 tanggal 12 April 2005 perihal Pelepasan areal eks HGU PTPN-II Kebun Tamora di Desa Dagang Kerawang Kecamatan Tanjung Morawa ; 14. 3 tiga lembar fotocopy Notulen Rapat Panitia Penaksiran Harga Jual Aktiva Tetap Non Produktif milik PTPN-II berupa tanah + 59 Ha yang terletak di kebun tamora Desa Dagang Kerawang Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tanggal 23 Maret 2005 ; 15. 1 satu lembar asli Surat Komisaris PTPN-II Nomor : DK.PTPN-IIV2004- 25 tanggal 17 Mei 2004 ; 16. 1 satu lembar asli Surat Direksi PTPN-II Nomor : II.0X136IV2005 tanggal 08 April 2005 perihal Pemberitahuan Pembayaran Surat Perintah SetorPSP ; 17. 2 dua lembar asli Surat Gubernur Sumut Nomor : 59319412004 tanggal 14 April 2004 hal Pengaturan Pemanfaatkan Tanah yang ditujukan kepada Menteri BUMN dp Direktur PTPN-II ; 18. 1 satu lembar asli Surat Estimasi HargaNilai Ganti Rugi Asset ; 19. 1 satu Examplar Sertifikat Hak Guna Usaha Asli Nomor : 1Dagang Kerawang ; 20. 1 satu lembar fotocopy Berita Acara Serah Terima tanggal 21 Mei 2003 ; 21. 1 satu lembar fotocopy Tanda Terima Sertifikat dari Ir.Dermawan kepada Drs.MM.Damanik selaku pegawai BPN Deli Serdang ; 22. 1 satu lembar Peta Ukur Nomor :731997 ;Terhadap bukti Surat yang asli dikembalikan kepada yang berhak dan terhadap bukti surat fotocopy tetap dilampirkan dalam berkas perkara ini ; Dan : a. uang sebesar Rp.1.402.055.343,40 pembulatan Rp.1.402.055.600.- terdiri dari Rp.1.301.832,343,40 + Rp.55.343.000.- + Rp.44.880.000.- yang disita dari Kas PTPN II Tanjung Morawa disetor ke Kas Negara ; b. 1 satu set Sertifikat HGU No.1 tahun 1989 dikembalikan kepada BPN Kabupaten Deli Serdang ; 6. Menghukum Terdakwa Ir.H.Suwandi untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp.5.000.- lima ribu rupiah “; Atas putusan dari Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam, Terdakwa mengajukan banding. Atas banding tersebut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan menerima permintaan banding dari Terdakwa Suwandi dengan register perkara nomor : 397PID2007PT-MDN tertanggal 29 Oktober 2007. Bahwa adapun putusan Hakim Pengadilan Tinggi Medan Nomor:397PID2007PT-MDN tertanggal 29 Oktober 2007 yaitu membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dan menyatakan perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa Suwandi terbukti, tetapi perbuatan itu Universitas Sumatera Utara bukan merupakan suatu tindak pidana dan juga mengembalikan uang yang disita oleh Jaksa Penuntut Umum sebesar Rp.1.402.055.343,40 ke kas PTPN.II. Atas putusan dari Pengadilan Tinggi Medan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi. Atas kasasi tersebut Majelis Hakim Mahkamah Agung RI mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum dengan register pekara nomor : 798 KPid.Sus2008 tertanggal 12 September 2008. Bahwa adapun putusan Hakim Mahkamah Agung RI nomor : 798 KPid.Sus2008 tertanggal 12 September 2008 yaitu membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Medan, menghukum Terdakwa Ir.H.Suwandi dengan pidana penjara selama 2 dua tahun, menghukum terdakwa dengan pidana sebesar Rp.100.000.000.- seratus juta rupiah dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka terdakwa dikenakan hukuman pengganti berupa pidana kurungan selama 6 enam bulan dan juga menghukum PTPN.II agar membayar uang pengganti sebesar Rp.8.805.730.030,60.- delapan milyar delapan ratus lima juta tujuh ratus tiga puluh ribu tiga puluh rupiah enam puluh sen untuk disetor ke kas negara. Dalam kasus tersebut di atas ini berkaitan dengan tanggung jawab direksi terhadap tindakannya yang melakukan pelepasan asset BUMN tidak bergerak tanpa persetujuan dari Menteri BUMN dan perbedaan luas tanah yang akan dilepaskan. Padahal, pertimbangan hukum dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam tentang direksi juga bertanggung jawab atas penggunaan hasil pelepasan asset tidak masuk ke kas negara yang menyebabkan kerugian pada negara hal ini juga telah dikuatkan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI: Universitas Sumatera Utara 1. Hasil ganti rugi tanah eks HGU seluas 78,16 Ha yang terletak di Desa Dagang Kerawang, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang sebesar Rp.10.736.895.000.- seharusnya disetor ke kas negara akan tetapi oleh Terdakwa dengan surat perintah setornya disetorkan ke kas PTPN.II yang selanjutnya digunakan untuk kepentingan PTPN.II maka hal ini berarti berpotensi menimbulkan keuangan negara. Berdasarkan pasal 31 ayat 1 dari Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-02MBU2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara, maka tindakan direktur utama yang memasukkan hasil pelepasan asset ke kas perusahaan tidak ke kas negara adalah salah yang menyebabkan kerugian pada negara. 2. Unsur “orang yang melakukan atau orang yang menyuruh lakukan atau turut melakukan perbuatan” itu dalam persidangan didapatkan fakta kalau Terdakwa Suwandi sebagai direktur utama PTPN.II telah menandatangani surat perintah setor nomor : II.0XI136IV2005 tentang pemberitahuan pembayaran tertanggal 8 April 2005 dan surat nomor : II.0X139IV2005 tertanggal 12 April 2005 tentang pelepasan areal eks HGU PTPN.II Kebun Tamora, Desa Kerawang, Kecamatan Tanjung Morawa dan surat nomor : II.0X176AV2005 tertanggal 9 Mei 2005 tentang penangguhan surat perintah setor, dengan demikian Terkdawa sebagai direktur utama PTPN.II tentunya orang paling bertanggung jawab atas perbuatannya. Serta dengan melihat posisi terdakwa saat itu sebagai direktur Universitas Sumatera Utara utama PTPN.II berarti sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam organisasi PTPN.II dan kewenangan untuk menentukan kebijakan akan dikemanakan uang ganti rugi tersebut sepenuhnya ada pada diri terdakwa dan juga terdakwa sebagai direktur utama PTPN.II adalah sebagai top manajer di unit PTPN.II, maka adalah wajar menurut hukum terdakwa sebagai orang yang paling bertanggung jawab. Sedangkan dari pertimbangan hukum dari Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan berbeda dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I-B Lubuk Pakam yang telah dikuatkan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI : 1. Karena ada izin dari Menteri Negara BUMN, maka juga sangat menentukan peranan dari Gubernur Sumatera Utara yang telah merekomendasikan kepada Menteri BUMN, yang sebagai kepala daerah yang sudah mempunyai pandangan kedepan demi pembangunan daerah di Sumatera Utara yang akan dibuat sarana pendidikan, rumah sakit, pajak, dan lain-lain. 2. Gubernur Sumatera Utara dan Menteri BUMN telah mendukung program tersebut, maka penyerahan dengan ganti rugi tersebut adalah sah dan tidak merupakan perbuatan melawan hukum. 3. Menteri Negara BUMN dengan suratnya tertanggal 18 Juni 2007 No.S.409MBU2007 yang ditujukan kepada Terdakwa, dimana Surat Menteri Negara BUMN dijadikan bukti tambahan dalam perkara ini, yang secara jelas dan nyata bahwa tanah Desa Dagang Kerawang Tanjung Morawa yang telah habis Universitas Sumatera Utara masa berlakunya adalah merupakan asset PTPN.II dan uang hasil penyerahan ganti rugi itu harus disetor ke kas PTPN.II tidak ke kas negara. Dalam tugas pengurusan yang dilakukan direksi, Fred B.G. Tumbuan mengatakan: tugas pengurusan perusahaan oleh undang-undang dipercayakan kepada direksi sehingga melahirkan “fiduciary responsibility pada direksi”. Maka tidak salah bilamana dikatakan bahwa antara perseroan dan direksi terdapat hubungan fidusia atau kepercayaan fiduciary relationship yang melahirkan “fiduciary duties” bagi direksi yaitu “duty of loyalty and good faith” dan “duty of care, skill and diligence”. 142 Berkaitan dengan tugas pengurusan perseroan yang dipercayakan kepada direksi, perlu diperhatikan bahwa tidak wajar dan tidak adil mengharapkan apabila mewajibkan direksi untuk menjamin bahwa perseroan yang pengurusannya ditugaskan kepada direksi pasti untung. Oleh karena itu, dan ini pun ditegaskan dalam UUPT, direksi hanya dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian perseroan apabila kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian direksi karena tidak menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. 143 Dalam konsep The business judgement rules both shields directors form liability when it’s five elements – a business decision, disinterestedness, due care, good faith and abuse of discretion – are present and creates a presumption in favor of 142 Fred B.G.Tambunan, Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang- Undang Tentang Perseroan Terbatas, Newsletter, Hukum dan Perkembangannya, No.70, Spetember 2007, hlm.16. 143 Pasal 97 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Universitas Sumatera Utara the directors that each of these elements has been satisfied. 144 Dengan demikian, direksi sebagai eksekutif perseroan terbatas, harus mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik good corporate governance, yaitu mengikuti undang-undang, anggaran dasar perseroan, dan mekanisme pengambilan keputusan. Direksi mempunyai kekuasaan yang besar dalam mengambil keputusan berdasarkan business judgement rule. Direksi tidak dapat diganggu gugat perdata atau dituntut pidana, bila direksi mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan bahwa keputusan tersebut adalah sebaik-baiknya untuk kepentingan perseroan, telah sesuai dengan undang-undang, anggaran dasar perseroan, atau mekanisme pengambilan keputusan, serta berdasarkan itikad baik dan tanpa ada pertentangan kepentingan conflict of interest dengan dirinya pribadi. 145 Berikut dibawah ini akan membahas lebih lanjut mengenai duty of care dan standard of care, duty of loyalty serta duty of candor dalam hubungannya dengan business judgement rule.

1. Duty of Care and Standard of Care

a. Duty of Care

The duty of care requires that the directors, in the performance of their corporate responsibilities, exercise the care that an ordinarily prudent person 144 Dennis J.Block, et.al, Third Edition, The Business Judgement Rule, Fiduciary Duties Of Corporate Directors, NJ : Prentice Hall Law Business, 1989, hlm.29. 145 Erman Rajagukguk, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara, Makalah disampaikan pada peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional, Jakarta, 12-13 April 2007, hlm.7. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

2 90 127

Analisis Kedudukan Keuangan Negara dalam Badan Usaha Milik Negara yang Sudah Di Privatisasi

4 88 116

Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan Pada Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN):(Studi Pada PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Wilayah I Medan)

2 63 130

Analisis Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2010)

9 152 128

Analisis Hukum Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Melalui Pasar Modal: Studi Mengenai Go Public Pt. Krakatau Steel (Persero) Tbk

17 131 163

Kemitraan Usaha Kecil Menengah Dengan Badan Usaha Milik Negara Di Kota Medan (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) dan PT. Jamsostek (PERSERO) Cabang Kantor Medan)

0 56 199

Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Untuk Menciptakan Perusahaan Yang Sehat Dan Efisien

4 85 458

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Pemilihan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sebagai Tempat Kerja Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU)

1 86 77

Kedudukan, Peran Dan Tanggung Jawab Hukum Direksi Dalam Pengurusan BUMN

1 45 167

KEPAILITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) YANG BERGERAK DI BIDANG KEPENTINGAN PUBLIK DIKAITKAN DENGAN KEDUDUKAN ASET NEGARA DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN).

1 1 1