18 RS ABRI maupun RS BUMN. Demikian pula Apotik atau Optikal yang
digunakan terdiri dari milik Pemerintah, Swasta, ABRI maupun BUMN. Pola pembiayaan yang dilakukan dibedakan atas beberapa bentuk yaitu
kapitasi dan pembayaran jasa per pelayanan fee for service, FFS. Pembiayaan secara kapitasi umumnya dilakukan pada PPK tingkat I sesuai fasilitas pelayanan
yang dimiliki, sedangkan FFS umumnya dilakukan pada PPK tingkat II atau rumah sakit, apotik dan optikal. Sistim pembayaran kapitasi pada seluruh
tingkatan pelayanan kesehatan atau biasa disebut dengan Kapitasi Penuh dilakukan pada lembaga yang memiliki rumah sakit dan satelit jaringan PPK
tingkat I. Pemberian pelayanan kesehatan pada rumah sakit mengacu pada Standar Pelayanan Medis yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan PB IDI.
C. Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
1 Perkembangan Kepesertaan
Kepesertaan Program JPK Jamsostek umumnya adalah peserta yang telah mengikuti program Jamsostek lainnya. Namun bila dibandingkan dengan
kepesertaan saat ini, maka peserta program JPK baru mencapai 9,6 dari total tenaga kerja yang telah mengikuti program Jamsostek lainnya. Hal
ini antara lain disebabkan karena interpretasi yang salah dari perusahaan terhadap ketentuan batasan upah maksimal sebesar Rp. 1.000.000,- ,
kriteria manfaat yang lebih baik dari program JPK sesuai Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 yang mengijinkan tidak wajib mengikuti
program JPK Jamsostek. Law Enforcement oleh Depnakertrans yang belum berfungsi dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
19 Berdasarkan pengamatan, rata-rata kenaikan jumlah perusahaan yang
mengikuti program JPK pertahun adalah 53,41, sedangkan peningkatan tenaga kerja sebesar 39,29 pertahun dan peningkatan tertanggung
sebesar 36,80 pertahun. Saat awal Undang-undang nomor 3 tahun 1992 digulirkan peningkatan kepesertaan program JPK cenderung meningkat
pesat, dan kemudian sedikit menurun namun pada saat krisis moneter pada pertengahan 1997 sampai dengan 1998 kenaikan kepesertaan meningkat
kembali, karena
banyaknya perusahaan
yang tidak
sanggup menyelenggarakan sendiri jaminan kesehatan bagi tenaga kerjanya. Pada
kenyataannya banyak perusahaan yang mengikuti program JPK Jamsostek tidak disertai dengan kemampuan melaporkan upah yang wajar. Bagi
kepesertaan 3 program lain, laporan upah tenaga kerja yang tidak sebenarnya lebih kecil daripada yang dibayarkan kepada tenaga kerja
tidak mempunyai dampak yang signifikan karena jaminan yang diberikan adalah sesuai dengan upah yang dilaporkan sebagai dasar menetapkan
iuran, namun bagi program JPK upah yang dilaporkan terlalu rendah terlebih lagi bila di bawah UMPUMR akan sangat berdampak pada daya
beli program JPK terhadap pelayanan kesehatan yang senatiasa meningkat setiap tahun. Oleh karena itu banyak Kantor Cabang yang melakukan
pendekatan kepada perusahaan yang tidak mengikut sertakan tenaga kerjanya secara keseluruhan atau melakukan penundaan kepesertaan dan
bahkan mempersilahkan untuk ke lembaga JPKM atau asuransi komersial lainnya yang memberikan manfaat lebih baik daripada yang dapat
diberikan oleh program JPK. Demikian pula bagi perusahaan yang
Universitas Sumatera Utara
20 melaporkan upah dibawah UMPUMR ditunda kepesertaannya sehingga
paling tidak secara rata-rata membayarkan upah diatas UMPUMR. Disamping itu sejak akhir tahun 1999 terdapat perubahan sistim informasi
kepesertaan Jamsostek secara keseluruhan sehingga kebijakan Direksi lebih mengutamakan keakurasian data kepesertaan dengan menurunkan
target kepesertaan dan justru meningkatkan pelayanan kepada peserta. Hal ini mengakibatkan terjadinya stagnasi pada perkembangan kepesertaan
program JPK sehingga target kepesertaan seluruh program diturunkan.
2 Perkembangan Upah
Besaran upah dalam program JPK merupakan hal yang sangat berpengaruh karena iuran program Jamsostek ditetapkan berdasarkan persentasi dari
upah tenaga kerja. Ketentuan tentang batasan upah maksimal ceiling menyebabkan banyak perusahaan yang mendaftarkan sebagian tenaga
kerjanya yang berupah rendah, sedangkan yang berupah tinggi tidak disertakan dalam program JPK Jamsostek, hal ini semakin menurunkan
daya beli program JPK, yang pada akhirnya dapat berakibat pada menurunnya mutu pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta.
Berdasarkan data 10 tahun terakhir rata-rata upah yang dilaporkan oleh perusahaan sebagai dasar penetapan iuran program JPK adalah 34,35
diatas rata-rata UMRUMP yang merupakan hak normatif tenaga kerja. Rata-rata kenaikan UMRUMP dalam 10 tahun terakhir adalah 20,36
sedangkan rata-rata kenaikan upah yang dilaporkan oleh perusahaan yang mengikut sertakan dalam program JPK hanya 15,85. Lebih tingginya
rata-rata kenaikan UMRUMP dibandingkan dengan kenaikan upah yang
Universitas Sumatera Utara
21 dilaporkan oleh perusahaan disebabkan oleh: 1 Sejak 3 tahun terakhir
Depnakertrans yang bertanggung jawab terhadap pengupahan tenaga kerja sektor formal menaikan UMRUMP yang semakin mendekati kebutuhan
hidup minimum KHM; 2 Masih rendahnya kesadaran perusahaan terhadap asuransi sehingga banyak perusahaan yang mendaftarkan hanya
sebagian tenaga kerja; 3 Kesulitan perusahaan sehubungan dengan krisis ekonomi di Indonesia yang berkepanjangan.
Pada akhir tahun 1995 PT Jamsostek Persero mengadakan Kerjasama Operasional dengan Badan Urusan Piutang Lelang Negara BUPLN yang
disosialisasikan pada tahun 1996 dan pembayaran piutang iuran mulai dibayarkan tahun 1996 dan mencapai puncaknya pada tahun 1997, karena
pada akhir tahun 1997 dilakukan penghapus bukuan perusahaan yang menunggak karena pailit. Namun pada tahun 1998 karena terjadinya krisis
ekonomi banyak perusahaan yang telah menjadi peserta program JPK menunggak iuran program JPK, sedangkan ketentuan dalam program JPK
perusahaan masih dapat terus dilayani pelayanan kesehatannya sampai dengan maksimal menunggak 3 bulan atau sama dengan 4 bulan
pelayanan, sehingga walaupun krisis ekonomi masih terus berlangsung peserta tidak banyak yang keluar.
3 Penerimaan Iuran
Besarnya iuran program JPK Jamsostek adalah 3 bagi tenaga kerja lajang dan 6 bagi tenaga kerja berkeluarga dari upah yang dilaporkan.
Besarnya jumlah tenaga kerja lajang yang merupakan 53,81 dari total tenaga kerja, sehingga sisanya sebesar 46,19 adalah tenaga kerja
Universitas Sumatera Utara
22 berkeluarga dengan rata-rata tenaga kerja berkeluarga mempunyai 2,20
tertanggung. Semakin besarnya perbandingan tenaga kerja lajang, maka semakin besar pula besarnya iuran perkapita yang dapat meningkatkan
daya beli program JPK. Berdasarkan evaluasi data 10 tahun terakhir, maka secara rata-rata setiap tertanggung atau kapita memberikan kontribusi
iuran sebesar 2,16 dari upah. Besarnya kenaikan UMRUMP mempengaruhi kenaikan pada upah yang
dilaporkan oleh perusahaan sehingga cukup bermakna, disamping itu lebih banyaknya tenaga kerja lajang dapat meningkatkan daya beli program JPK
secara perkapita. Akibatnya rata-rata kenaikan iuran perkapita dalam 10 tahun terakhir yaitu sebesar 15,68 atau lebih besar dari pada kenaikan
biaya pelayanan kesehatan perkapita yang rata-rata tiap tahun meningkat sebesar 14,84. Apabila kualitas upah yang dilaporkan perusahaan
semakin baik, maka dapat diramalkan bahwa hal ini akan meningkatkan daya beli program JPK yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
4 Pembiayaan Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan data 10 tahun terakhir rata-rata cost ratio biaya pelayanan kesehatan program JPK pertahun 70,39 yang artinya sedikit lebih tinggi
dari standar biaya program JPK yaitu 70 dari besarnya iuran. Walaupun cost ratio biaya pelayanan kesehatan relatif dalam batasan normal, namun
bila diamati lebih lanjut pelayanan kesehatan yang diberikan oleh jaringan Pelaksana Pelayanan Kesehatan masih banyak keluhan. Hal ini dapat
terjadi antara lain disebabkan oleh rendahnya daya beli program JPK.
Universitas Sumatera Utara
23 Namun mengamati data perkembangan cost ratio 10 tahun terakhir,
tingginya cost ratio biaya pelayanan kesehatan yang dimulai tahun 1995 dan masih terus berlanjut sampai dengan tahun 1999 antara lain
disebabkan : 1. Mulai tahun 1995 Direksi PT Jamsostek membuat kebijakan untuk melakukan outsourcing pelayanan kesehatan kepada pihak
III dengan pola pembiayaan secara kapitasi penuh, 2. Pola tersebut tidak disertai dengan upaya pengendalian biaya, pembinaan pada pihak III
maupun jaringan PPK yang seharusnya dilakukan oleh Kantor Cabang PT Jamsostek, 3. Pihak III sebagai lembaga yang menyelenggarakan bisnis
pelayanan kesehatan harus mempunyai laba dengan cara menekan pelayanan yang berakibat pada penurunan mutu pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada peserta, 4. Krisis moneter yang menimpa Indonesia dimulai pertengahan tahun 1997 menyebabkan peningkatan biaya
pelayanan kesehatan yang cukup tinggi karena masih banyak bahan baku obat maupun penunjang medis yang menggunakan bahan import sehingga
untuk mengantisipasi penyelenggaraan program JPK di daerah, Direksi melepas batasan cost ratio biaya pelayanan kesehatan sehingga rata-rata
menjadi 84,50 se Indonesia Batasan cost ratio untuk setiap Kantor Wilayah berbeda tergantung kemampuan daya beli masing-masing yaitu
berkisar antara 75 sampai dengan 100, 5. Kenaikan UMRUMP yang mendekati KHM dimulai tahun 1999, namun belum terasa
dampaknya karena kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang belum pulih.
Universitas Sumatera Utara
24 Mengamati perkembangan cost ratio biaya pelayanan kesehatan pada 2
tahun terakhir ternyata lebih terkendali hal ini antara lain disebabkan beberapa hal antara lain 1. Kenaikan UMRUMP yang semakin
mendekati Kebutuhan Hidup Minimum KHM sehingga menyebabkan rata-rata kenaikan UMRUMP adalah 23 sd 35; 2. Melalui SE
Direksi tahun 2001, kembali kepada batasan cost ratio sebagai dasar pengendalian biaya adalah 80 dari iuran.
Berdasarkan pengamatan pembiayaan pelayanan kesehatan program JPK dalam 10 tahun terakhir rata-rata kenaikan biaya pelayanan kesehatan
perkapita 14,83 yang relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata kenaikan iuran pertahun 15,68. Namun pada tahun 1998,
turunnya penerimaan iuran dibandingkan tahun lalu antara lain disebabkan banyaknya perusahaan yang kembali menunggak iuran setelah dilakukan
pemutih bukuan piutang iuran perusahaan pada tahun 1997. Tunggakan iuran yang melebihi 3 bulan pembayaran iuran, pelayanannyapun
dihentikan sementara untuk kemudian dapat dilayani kembali, bila kewajiban telah dilunasi.
5 Perkembangan dalam Utilisasi Pelayanan
Membahas tentang utilisasi pelayanan program JPK adalah sama dengan konsep JPKM, dimana pelayanan yang diberikan melalui sistim yang
terstruktur, berjenjang dan berkesinambungan. Oleh karena itu utilisasi sangat dipengaruhi oleh sistim dan prosedur tersebut, artinya pelayanan
pada jenjang yang lebih tinggi seyogyanya diberikan berdasarkan rujukan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan PPK dibawahnya.
Universitas Sumatera Utara
25 Dalam satu dekade penyelenggaraan program JPK rata-rata utilisasi
pelayanan pada Pelaksanan Pelayanan Kesehatan tingkat I adalah 142,89 per 1.000 tertanggung sementara itu rata-rata rujukan dari PPK tingkat I
adalah 57,93 per 1.000 kunjungan ke PPK tingkat I dan menjadi pasien pada PPK tingkat II rawat jalan, sehingga rata-rata kunjungan ke PPK
tingkat II rawat jalan berkisar 8,22 per 1.000 tertanggung. Untuk utilisasi rawat inap rata-rata 2,37 per 1.000 tertanggung dengan rata-rata angka
rujukan dari PPK tingkat II rawat jalan yang menjadi rawat inap sebesar 292,98 per 1.000 kunjungan PPK tingkat II rawat jalan. Data utilisasi yang
kami amati selama 10 tahun terakhir ini, belum memperhatikan aspek mutu pelayanan medis terutama pada PPK tingkat I, karena selama ini PT
Jamsostek belum
mempunyai standar
mutu pelayanan
secara komprehensif. Sedangkan mutu pelayanan pada PPK tingkat II rawat jalan
maupun rawat inap pengendaliannya belum berjalan dengan baik karena PT Jamsostek sendiri dalam penyelenggaraan program JPK masih
kekurangan personil tenaga medis yang berkualitas. Utilisasi antara lain dipengaruhi oleh paket benefit yang ditawarkan,
fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan, mutu pelayanan yang diberikan. Semakin menarik dan beragamnya paket benefit yang
ditawarkan, sehingga akan mengakomodir kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka utilisasinya akan semakin tinggi. Hal ini
disebabkan karena banyaknya peserta yang ingin menggunakan. Demikian pula dengan penunjukan fasilitas pelayanan kesehatan yang akan
Universitas Sumatera Utara
26 digunakan, bila semakin besar jaringan PPK bermutu yang ditunjuk, maka
utilisasi akan semakin besar pula. Namun perlu diingat bahwa pada suatu saat utilisasi tersebut mencapai titik
jenuh artinya tingkat utilisasi akan terkendali sejalan dengan meningkatnya derajat kesehatan peserta pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,
dan tidak kalah pentingnya tingkat pendidikan yang semakin baik akan menyadarkan peserta untuk memanfaatkan fasilitas sewajarnya sesuai
dengan kebutuhan medis. Upaya promotif dan preventif pada semua tingkatan pelayanan pada akhirnya dapat meningkatkan perilaku sehat
peserta maupun masyarakat yang akan meningkatkan derajat kesehatannya. Demikian pula, bila pelayanan semakin bermutu, maka
penggunaan pelayanan kesehatan akan semakin terkendali dengan baik. Rujukan dari PPK tingkat I ke rawat jalan spesialis rata-rata sebesar 57,93
per 1.000 kunjungan ke PPK tingkat I dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain 1. Ketidak mampuan PPK tingkat I menangani kasus, 2. Diagnosa
penyakit spesialistik, 3. Kurang lengkapnya sarana pada PPK tingkat I, 4. Rendahnya kualitas pelayanan PPK tingkat I, 5. Rendahnya biaya
kapitasi yang dibayarkan ke PPK tingkat I, sehingga PPK tingkat I cenderung merujuk peserta ke PPK tingkat II. Oleh karena pelayanan
program JPK Jamsostek terstruktur, berjenjang dan berkesinambungan, maka pelayanan rawat inap umumnya harus melalui pelayanan rawat jalan
spesialis kecuali untuk kasus emergensi dengan indikasi medis. Achmad and Thabrany,2002
Universitas Sumatera Utara
27
2.3.5 Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dan Faktor-Faktor yang