EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMA

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN

TREFFINGER

BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA TERHADAP HASIL

BELAJAR SISWA SMA

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

WAHYU HIDAYATULLOH MUHAIMINU 4301410069

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

2014


(2)

ii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan dari jiplakan dari karya orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 22 Agustus 2014

Wahyu Hidayatulloh Muhaiminu 4301410069


(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Efektivitas Model Pembelajaran Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA

disusun oleh

Wahyu Hidayatulloh Muhaiminu 4301410069

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 22 Agustus 2014

Panitia:

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Dra. Woro Sumarni, M.Si

196310121988031001 196507231993032001

Ketua Penguji

Drs. Subiyanto HS,M. Si 195104211975011002

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Penguji II Pembimbing

Dr. Sri Haryani, M.Si Dra. Sri Nurhayati, M.Pd


(4)

iv

MOTTO

 Dalam suatu usaha pasti ada hasil yang dicapai

 Berusaha semaksimal mungkin agar hasil yang dicapai juga maksimal  Setiap pekerjaan dapat diselesaikan dengan mudah bila dikerjakan tanpa

keengganan

Persembahan:

Dengan penuh rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Bapak dan ibuku tercinta;

2. Kakak dan adikku tersayang;

3. Musyarofah, Fika, Dini, Ita, Lidya, Krishna, Nino, Waridi, Ersa, Mastoni yang selalu memberi semangat dalam pembuatan skripsi ini;


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya yang senantiasa tercurah sehingga peneliti dapat menyusun dan

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Treffinger

Berbantuan Lembar Kerja Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA”.

Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dan kemudahan dalam penelitian, 2. Ketua Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang yang memberikan

kemudahan dalam penelitian,

3. Ibu Dra. Sri Nurhayati, M.Pd dosen pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan, arahan, dan saran selama menyusun skripsi,

4. Bapak Drs. Subiyanto HS,M. Si dosen penguji I yang telah memberikan arahan, dan saran,

5. Ibu Dr. Sri Haryani, M.Si dosen penguji II yang telah memberikan arahan dan saran,

6. Ibu Sri Widati, S.Pd dan Nurwantini, S.Pd guru mata pelajaran kimia SMA Negeri 1 Andong Boyolali yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian,

7. Siswa-siswi kelas XI IPA-1 dan kelas XI IPA-2 yang telah mengikuti pembelajaran dalam penelitian ini dengan baik.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca khususnya dan perkembangan pendidikan pada umumnya.

Semarang, Agustus 2014


(6)

vi

ABSTRAK

Muhaiminu, Wahyu Hidayatulloh. 2014. Efektivitas Model Pembelajaran

Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dra. Sri Nurhayati, M.Pd. Penguji utama Drs. Subiyanto HS, M. Si. Penguji kedua Dr. Sri Haryani, M.Si

Kata Kunci : keefektifan; Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan; Treffinger.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran

Treffinger berbantuan lembar kerja siswa (LKS) terhadap hasil belajar siswa SMA pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Model pembelajaran Treffinger

berbantuan LKS membantu siswa lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan didapat kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol. Penelitian ini menggunakan desain posttest only control design. Instrumen dalam penelitian ini adalah silabus, RPP, LKS, lembar pengamatan aspek afektif, lembar pengamatan aspek psikomotorik, tes hasil belajar kognitif. Uji statistika yang digunakan adalah uji normalitas, kesamaan dua varians, hipotesis dan ketuntasan hasil belajar. Hasil

posttest kelas eksperimen rata-rata 80,72 sedangkan pada kelas kontrol rata-rata 71,17. Berdasarkan data tersebut persentase ketuntasan klasikal pada kelas eksperimen sebesar 87,5 % dan pada kelas kontrol sebesar 40,63 %. Kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan klasikal tetapi pada kelas kontrol belum mencapai ketuntasan klasikal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa efektif terhadap hasil belajar siswa SMA pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Saran yang diberikan adalah sebelum melakukan penelitian hendaknya memeriksa kelengkapan alat dan bahan praktikum, model pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa sebaiknya juga diterapkan pada materi kimia yang lain agar model pembelajaran tersebut dapat berkembang dan bermanfaat untuk kegiatan pembelajaran.


(7)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Penegasan Istilah ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Belajar Dan Hasil Belajar ... 9

2.2. Hakikat Pembelajaran Kimia ... 10

2.3. Efektivitas Pembelajaran ... 11

2.4. Model Pembelajaran Treffinger ... 13

2.5. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 16

2.6. Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ... 18

2.7. Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa ... 23

2.8. Kerangka Berfikir ... 25

2.9. Hipotesis ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Penentuan Objek Penelitian ... 27

3.2. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.3. Desain Penelitian ... 30

3.4. Instrumen ... 31

3.5. Analisis Instrumen Penelitian ... 33

3.6. Metode Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1. Hasil Penelitian ... 51

4.2. Pembahasan... 58

BAB V PENUTUP ... 68

5.1. Simpulan ... 68


(8)

viii

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN ... 72


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Sintak Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa ... 24

3.1. Jumlah Siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Andong Boyolali ... 27

3.2. Desain Penelitian ... 30

3.3. Klasifikasi Validitas Butir Soal ... 34

3.4. Klasifikasi Daya Beda Soal ... 36

3.5. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 36

3.6. Klasifikasi Daya Beda Soal ... 37

3.7. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 37

3.8. Klasifikasi Reliabilitas Soal ... 38

3.9. Klasifikasi Reliabilitas Intrumen ... 39

3.10. Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi ... 40

3.11. Kriteria Skor Keterampilan dalam Diskusi ... 49

3.12. Kriteria Skor Keterampilan dalam Praktikum ... 49

3.13. Kategori Presentasi Angket Respon Siswa ... 50

3.14. Kriteria Skor Angket Respon Siswa ... 50

4.1. Data Nilai Uas Semester Ganjil ... 51

4.2. Nilai Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 52

4.3. Analisis Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 52

4.4. Hasil Analisis Dua Varians Nilai Postest ... 52

4.5. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Dua Pihak ... 53

4.6. Hasil Analisis Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak (Pihak Kiri) ... 54

4.7. Hasil Perhitungan Uji Ketuntasan Belajar ... 54

4.8. Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal ... 55

4.9. Nilai Afektif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 56

4.10. Hasil Nilai Psikomotorik... 56


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Berfikir ... 26 4.1. Analisis Angket Tanggapan Siswa ... 66


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa Kelas XI IPA SMA N 1 Andong Boyolali Tahun

2013/2014 ... 73

2. Nilai Ulangan Semester Gasal Kelas XI IPA ... 74

3. Daftar Nilai Posttest ... 75

4. Uji Normalitas data Posttest ... 76

5. Uji Kesamaan Dua Varians Nilai Posttest ... 78

6. Uji Perbedaan Rata-rata Hasil Belajar (Dua Pihak) ... 79

7. Uji Perbedaan Rata-rata Hasil Belajar (Satu Pihak) ... 80

8. Uji Ketuntasan Belajar Kelas Eksperimen ... 81

9. Uji Ketuntasan Belajar Kelas Kontrol ... 82

10. Silabus Kelas eksperimen ... 83

11. Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) ... 85

12. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 107

13. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 119

14. Soal Uji Coba ... 120

15. Analisis Uji Coba Soal ... 129

16. Perhitungan Validitas Instrumen Test ... 135

17. Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 137

18. Perhitungan Daya Beda Soal ... 138

19. Perhitungan Reliabilitas Instrumen Tes ... 140

20. Kisi-kisi Soal Posttest ... 141

21. Soal Posttest ... 142

22. Rubrik Penilaian Afektif Siswa ... 148

23. Analisis Nilai Afektif ... 149

24. Analisis Reabilitas Niali Afektif ... 151

25. Pedoman Penyekoran Aspek Psikomotorik Siswa ... 152

26. Analisis Nilai Psikomotorik ... 154

27. Analisis Reabilitas Nilai Psikomotorik ... 156

28. Angket Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran ... 157

29. Analisis Angket Respon Siswa dan Perhitungan Reliabilitas... 158

30. Analisis Angket Tanggapan Siswa ... 159

31. Dokumentasi Penelitian ... 164


(12)

1

1.1

Latar Belakang Masalah

Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan sesuatunya guna mencapai kepentingan pengajaran yaitu tuntasnya hasil belajar siswa (Bachman, 2005).

Kimia merupakan bidang ilmu yang menyelidiki sifat dan perilaku dari semua zat di alam semesta dan menggunakan informasi ini untuk memenuhi kebutuhan manusia serta membangun lingkungan yang damai dan kesejahteraan (Nuray et al, 2010: 1417). Selama ini kebanyakan guru hanya mengajarkan konsep-konsepnya saja, tanpa menambahkan aplikasi dari konsep tersebut. Siswa seharusnya tidak hanya mahir dalam konsep, tetapi paham tentang realita yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan konsep yang mereka pelajari di sekolah. Fakta di lapangan menunjukan bahwa pelajaran kimia dianggap mata pelajaran yang dipandang oleh siswa sedikit rumit dibanding dengan mata pelajaran lain. Pemahaman konsep yang baik sangat penting, karena untuk


(13)

memahami suatu konsep baru diperlukan syarat pemahaman konsep sebelumnya. Selain itu, kimia erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, Sehingga pembelajaran dapat diarahkan kepada kejadian sehari-hari yang dialami siswa.

Berbagai penelitian menunjukkan pembelajaran berpusat pada guru masih banyak digunakan, demikian pula di SMA Negeri 1 Andong Boyolali. Waktu belajar siswa dihabiskan untuk mendengarkan ceramah dari guru, menghafalkan materi dan menulis saja. Hal ini akan menyebabkan siswa menjadi pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan hasil belajar yang dicapai menjadi kurang optimal.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di SMAN 1 Andong Boyolali menunjukkan hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA masih cukup rendah. Nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) khusus untuk kimia di SMAN 1 Andong Boyolali adalah 75. Hal ini diperkuat oleh data nilai-nilai siswa pada ujian akhir semester 1 tahun 2013/2014 kelas XI IPA 1 yang belum mencapai standar KKM, yaitu dengan nilai rata-rata 63 dan 28 dari 32 siswa yang belum mencapai ketuntasan KKM.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa kurang mampu dalam menyelesaikan masalah kimia diantaranya (1) pembelajaran masih berfokus pada guru, sehingga siswa pasif dan hanya menerima informasi pembelajaran dari guru. (2) siswa kurang dilibatkan dalam proses


(14)

pembelajaran, sehingga komunikasi yang terjadi cenderung satu arah. (3) media, alat dan bahan pembelajaran yang tidak memadai.

Untuk menumbuhkan keaktifan siswa, sebaiknya dalam proses belajar-mengajar siswa diberi kesempatan untuk langsung terlibat dalam kegiatan-kegiatan atau pengalaman-pengalaman ilmiah. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir memegang peranan besar dalam peningkatan kualitas individu, karena siswa mempunyai kemampuan psikomotorik mental disamping kemampuan psikomotorik manual. Pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran (Nisa, 2011).

Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan materi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Materi tersebut terdapat dalam kimia kelas XI IPA semester 2. Kaitan materi dengan kehidupan sehari-hari membantu siswa meningkatkan rasa ingin tahu yang tinggi. Siwa akan lebih tertarik dengan proses-proses kimia yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan bisa digunakan untuk melatih aktivitas dan kreativitas siswa. Model pembelajaran Treffinger diharapkan dapat digunakan dalam pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan terhadap hasil belajar siswa.

Pada dasarnya, jika guru melaksanakan proses belajar mengajar dengan menerapkan model pembelajaran yang berfokus pada aktivitas dan kreativitas siswa, maka siswa akan menjadi kritis dalam menerima


(15)

informasi. Model pembelajaran Treffinger membangkitkan kemampuan berpikir secara kritis dan kreatif sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi, kemudian dapat digunakan secara efisien terhadap pendidikan guru dan siswa harus menerima pengenalan yang secara menyeluruh untuk memecahkan masalah secara kreatif (Myrmel, 2003).

Model Treffinger merupakan revisi atas kerangka kerja CPS yang dikembangkan oleh Osborn. Menurut Treffinger dalam Huda (2013), digagasnya model ini adalah karena perkembangan zaman yang terus berubah dengan cepat dan semakin kompleksnya permasalahan yang harus dihadapi. Oleh karena itu, untuk mngatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan cara memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar lalu memunculakan berbagai gagasan dan memilih solusi yang tepat untuk kemudian diimplementasikan secara nyata. Treffinger dalam Huda (2013) menyebutkan bahwa model pembelajaran ini terdiri atas 3 komponen penting, yaitu Understanding Challenge

(memahami tantangan), Generating Ideas (membangkitkan gagasan), dan

Preparing for Action (mempersiapkan tindakan).

Agar pencapaian hasil belajar dapat lebih baik, guru dapat memberikan lembar kerja siswa (LKS) kepada siswa. Lembar kerja siswa yang digunakan dibuat sendiri oleh guru yang disesuaikan dengan kondisi kegiatan pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil penelitian dari Ozmen dan Yildirim (2005:4) menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan LKS (lembar kerja siswa) lebih efektif daripada kelas yang diajarkan dengan


(16)

metode konvensional, karena siswa ikut aktif dalam pembelajaran dan guru dapat menentukan target pembelajaran yang bisa dicapai, atau perubahan perilaku yang bisa diungkapkan serta sikap mental yang bisa dibentuk melalui pembelajaran tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran

Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa

SMA N 1 Andong Boyolali”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas serta untuk memperjelas masalah maka dirumuskan sebagai berikut : Apakah model pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa efektif terhadap hasil belajar siswa SMA N 1 Andong Boyolali.

1.3

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui model pembelajaran

Treffinger berbantuan lembar kerja siswa efektif terhadap hasil belajar siswa SMA N 1 Andong Boyolali.

1.4

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: (1) Siswa

a. Meningkatkan pemahaman siswa tentang materi kelarutan dan hasil kali kelarutan yang diajarkan


(17)

b. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah kimia sebagai hasil belajar siswa dapat ditingkatkan

(2) Guru

a. Membantu mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi.

b. Memberikan informasi atau wacana tentang Manfaat penerapan model pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan kemampuan pemecahan masalah kimia.

(3) Sekolah

Hasil penelitian dapat memberikan masukan berharga bagi sekolah dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan proses pembelajaran kimia lebih baik.

(4) Peneliti

Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti terhadap kreativitas dan keterampilan dalam memilih model pembelajaran serta sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian berikutnya.

1.5

Penegasan Istilah

Dalam penelitian ini ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi salah penafsiran. Adapun istilah yang perlu dijelaskan antara lain:


(18)

1. Efektivitas

Efektivitas adalah jika suatu keadaan terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam perbuatan yang membawa hasil (Tim Penyusun KBBI, 2002: 219). Efektivitas diukur dari KKM sebesar 65%. Apabila kelas eksperimen nilai KKM lebih dari 65% dan lebih baik dari kelas kontrol maka dikatakan efektif.

2. Hasil belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2007). Dalam penelitian ini,hasil belajar tersebut meliputi hasil belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik pada pembelajaran kimia pada materi pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan.

3. Model pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa Model pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis cara mencapai keterpaduan. Model pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa melibatkan keterampilan kognitif dan afektif pada setiap tingkat, Treffinger menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif. 4. Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan

Dalam KTSP, pokok materi kelarutan dan hasil kali kelarutan merupakan pokok materi pelajaran kimia SMA kelas XI semester II.


(19)

Pokok materi kelarutan dan hasil kali kelarutan perlu dipelajari oleh siswa agar manpu menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh, memahami kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan, serta menentukan pH larutan dan memperkirakan endapan dari hasil kali kelarutan.


(20)

9

2.1

Belajar dan Hasil Belajar

Slameto (2003: 2) mengemukakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. Gagne dan Berliner dalam Anni (2005: 4) menyatakan bahwa belajar merupakan proses yang di dalamnya terjadi perubahan tingkah laku karena hasil dari pengalaman. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang berupa tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap karena pengalaman atau interaksi dengan lingkungan.

Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar antara lain perubahan terjadi karena sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, tidak bersifat sementara, bertujuan dan terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto 2003: 2-4).

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta

didik setelah mengalami kegiatan belajar (Rifa’i & Anni, 2009: 85).

Menurut penelitian hasil belajar merupakan perwujudan perilaku belajar yang telah dialami seseorang yang biasanya terlihat dalam perubahan kebiasaan, keterampilan, sikap, tujuan, kemampuan, dan kepribadian.


(21)

Benny Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 26-29) membagi hasil belajar menjadi tiga ranah:

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah afektif, berkenan dengan sikap yang terdiri atas penerimaan jawaban atau reaksi dan penilaian dengan cara berdiskusi.

3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak dalam praktikum.

2.2

Hakikat Pembelajaran Kimia

Menurut Gagne, dikutip oleh Rusmono (2012: 6), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa belajar dirancang agar memungkinkan peserta didik memproses informasi nyata dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan belajar, pendidik hendaknya menguasai cara-cara merancang belajar agar peserta didik mampu belajar optimal. Guru dalam pembelajaran menyediakan fasilitas bagi peserta didiknya dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berfikir agar dapat memahami apa yang dipelajari.

Hakikat ilmu Kimia mencakup dua hal, yaitu kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan


(22)

prinsip-prinsip kimia. Kimia sebagai proses meliputi keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan Kimia. Keterampilan-keterampilan tersebut disebut keterampilan proses, dan sikap-sikap yang dimiliki para ilmuwan disebut sikap ilmiah.

Oleh karena itu, pembelajaran kimia tidak boleh mengesampingkan proses karena dalam pembelajaran, hasil belajar tidak hanya dilihat dari hasil namun proses juga menentukan. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menjelaskan konsep-konsep kimia ditempuh dengan “pendekatan

proses”. Pendekatan ini biasa dikenal dengan metode ilmiah, dengan menerapkan keterampilan-keterampilan proses sains, yaitu mulai dari menemukan masalah hingga mengambil keputusan. Perkembangan selanjutnya pendekatan ini lebih dikenal dengan Pendekatan Keterampilan Proses.

2.3

Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya dapat membawa hasil; berhasil guna tentang usaha; tindakan (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 2005). Jadi keefektivan adalah jika suatu keadaan terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam perbuatan yang membawa hasil. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu adanya pengaruh yang dapat menghasilkan nilai yang lebih besar dalam pembelajaran dengan tercapainya tunjuan belajar.


(23)

Berdasarkan teori belajar tuntas, pembelajaran dikatakan efektif jika seorang siswa dipandang tuntas belajar. Seorang siswa dikatakan tuntas belajar jika ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal sekurang– kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan belajar (Mulyasa, 2007: 254).

Indikator keefektifan pembelajaran pada penelitian ini hanya ditinjau dari aspek :

1) Rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih besar daripada rata-rata hasil belajar kelompok kontrol.

2) Ketuntasan belajar klasikal siswa kelas eksperimen telah memenuhi ketuntasan belajar klasikal sebanyak 85% (Mulyasa, 2007: 254). 3) Rata-rata skor psikomotorik dan afektif kelas eksperimen lebih besar

daripada kelas kontrol.

Berdasarkan uraian yang ditulis oleh Mulyasa (2007: 254), penulis mengkategorikan tingkat efektivitas pembelajaran ditinjau dari hasil belajar ranah kognitif sebagai berikut :

1. Sangat tinggi : apabila nilai rata-rata hasil belajar siswa 85-100. 2. Tinggi : apabila nilai rata-rata hasil belajar siswa 75-84. 3. Cukup : apabila nilai rata-rata hasil belajar siswa 65-74. 4. Kurang : apabila nilai rata-rata hasil belajar siswa 55-64.


(24)

5. Tidak efektif : apabila nilai rata-rata hasil belajar siswa kurang dari 55.

2.4

Model Pembelajaran

Treffinger

Model Treffinger untuk mendorong belajar kreatif merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Model Treffinger menunjukan saling hubungan dan ketergantungan antara keterampilan kognitif maupun afektif pada setiap tingkat dalam mendorong belajar kreatif.

Menurut Treffinger dalam bukunya Encoureging Creative Learning for The Gifted and Talented, belajar kreatif (creative learning) adalah proses pembelajaran yang mengupayakan proses belajar mengajar dibuat sekomunikatif mungkin sehingga situasi belajar menjadi menyenangkan bagi siswa (1980). Dalam pembelajaran ini, penyajian materi dilakukan melalui permainan, diskusi, bermain peran, dan lain-lain. Hal tersebut menunjukan siswa tidak semata-mata dituntut untuk belajar sesuatu materi dari suatu bahan ajar. Dampak dari hal tersebut di atas adalah memotivasi kreativitas siswa dan pada akhirnya siswa akan mendapatkan rasa senang, puas dan pengalaman terbaik dalam hidupnya.

Torrance dan Myers, dikutip oleh Treffinger (1980) berpendapat bahwa belajar kreatif adalah “menjadi peka atau sadar akan masalah, kekurangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tak ada, ketidakharmonisan, dan sebagainya; mengumpulkan


(25)

informasi yang ada; mengidentifikasi (menemutunjukkan) unsur-unsur yang belum lengkap, mencari solusi, membuat hipotesis, memodifikasi dan menguji ulang; menyempurnakannya; dan akhirnya mengkomunikasikan atau menyampaikan hasil-hasilnya”.

Model Treffinger sebenarnya tidak berbeda jauh dengan model pembelajaran yang digagas oleh Osborn. Treffinger ini juga dikenal dengan Creative Problem Solving. Keduanya sama-sama berupaya untuk mengajak siswa berpikir kreatif dalam menghadapi masalah, namun sintak yang diterapkan antara Osborn dan Treffinger sedikit berbeda satu sama lain. Singkatnya, model CPS Treffinger merupakan revisi atas kerangka kerja CPS yang dikembangakn oleh Osborn. Treffinger memodifikasi enam tahap Osborn menjadi tiga komponen penting, yaitu Understanding Challenge, Generating Idea, dan Preparing for Action.

Menurut Treffinger dalam Huda (2013), digagasnya model CPS

Treffinger adalah karena perkembangan zaman yang terus berubah dengan cepat dan semakin kompleksnya permasalahan yang harus dihadapi. Karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu cara agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan dan menghasilkan solusi yang tepat. Yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar lalu memunculkan berbagai gagasan dan memilih solusi yang tepat untuk kemudian diimplementasikan secara nyata.


(26)

Treffinger dalam Huda (2013) menyebutkan bahwa model pembelajaran ini terdiri atas 3 komponen penting, yaitu Understanding Challenge, Generating Idea, dan Preparing for Action, yang kemudian dirinci ke dalam enam tahapan. Penjelasan mengenai model ini adalah sebagai berikut.

Komponen I – Memahami Tantangan(Understanding Challenge)

1. Menentukan tujuan: Guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajarannya.

2. Menggali data: Guru mendemonstrasikan/ menyajikan fenomena alam yang dapat mengundang keingintahuan siswa.

3. Merumuskan masalah: Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi permasalahan.

Komponen II – Membangkitkan Gagasan(Generating Idea)

4. Memunculkan gagasan: Guru memberi waktu dan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan diuji.

Komponen III – Mempersiapkan Tindakan(Preparing for Action)

5. Mengembangkan solusi: Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

6. Membangun penerimaan: Guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa dan memberikan permasalahan yang baru namun yang lebih kompleks agar siswa dapat menerapkan solusi yang telah ia peroleh.


(27)

Karakteristik yang paling dominan dari pembelajaran Treffinger ini adalah upayanya dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif siswa untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk memecahakan permasalahan. Artinya, siswa diberi keleluasaan untuk berkreativitas menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan cara-cara yang ia kehendaki. Tugas guru adalah membimbing siswa agar arah-arah yang ditempuh oleh siswa ini tidak keluar dari permasalahan.

2.5

Lembar Kerja Siswa

Lembar kerja siswa (LKS) merupakan salah satu media yang digunakan dalam pembelajaran. Lembar kerja siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. (Sulistyowati, 2012)

Untuk membuat atau menentukan sebuah LKS buatan guru yang baik, ada beberapa petunjuk yang harus diperhatikan. Jones (dalam Mayasari, 2009) menyatakan LKS yang baik untuk diberikan kepada peserta didik, haruslah:

1. Dapat menampung keragaman kemampuan siswa dikelas; 2. Bahasanya cukup dimengerti (tidak terlalu sulit);

3. Format dan gambar harus jelas (mudah dipahami); 4. Mempunyai tujuan yang jelas;

5. Memiliki isian yang memerlukan pemikiran dan pemprosesan informasi;


(28)

6. Tetap memiliki gambaran umum (global disamping gambaran detail). Langkah-langkah dalam menyiapkan lembar kerja siswa dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Analisis kurikulum;

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Analisis dilakukan dengan cara mempelajari standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, dan indikator ketercapaian hasil belajar.

2. Menyusun peta kebutuhan LKS;

Peta kebutuahn LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan LKSnya juga dapat dilihat. Sekuens LKS ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Diawali denagn analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.

3. Menentukan judul-judul LKS;

Judul LKS ditentukan atas dasar KD-KD, materi-materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Judul LKS tidak harus sama dengan tercantum dalam kurikulum, yang penting adalah bahwa kompetensi dasar yang harus dicapai secara esensi tidak berubah.

4. Penulisan LKS

Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:


(29)

a. Perumusan KD yang harus dikuasai.

Rumusan KD pada suatu LKS langsung diturunkan dari Pedoman Kamus Pengembangan Silabus.

b. Menentuakan alat penilaian

Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik.

c. Penyusunan materi

Materi LKS sangat tergantung pada KD yang dicapai. Materi dapat diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian.

d. Struktur LKS

Struktur LKS secara umum adalah sebagi berikut:

Judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja.

(Sulistyowati, 2012)

2.6

Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan

2.4.1. Kelarutan (Solubility)

Istilah kelarutan (solubility) digunakan untuk menyatakan jumlah maksimal zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Kelarutan (khususnya untuk zat yang sukar larut) dinyatakan dalam satuan mol.L–1. Jadi, kelarutan (s) sama dengan molaritas (M).


(30)

2.4.2. Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

Suatu larutan jenuh dari elektrolit yang sukar larut, terdapat kesetimbangan antara zat padat yang tidak larut dan ion-ion zat itu yang larut.

MxAy(s) xMy+(aq) + yAx- (aq)

Karena zat padat mempunyai molaritas yang tetap, maka tetapan kesetimbangan reaksi di atas hanya melibatkan ion-ionnya saja, dan tetapan kesetimbangannya disebut tetapan hasil kali kelarutan (Ksp).

Ksp = [My+]x [Ax-]y Contoh:

Tuliskan rumus tetapan hasil kali kelarutan untuk senyawa Mg(OH)2!

Jawab:

Mg(OH)2 dalam larutan akan terurai menjadi ion-ionnya,

Mg(OH)2 (s) Mg2+(aq) + 2 OH-(aq)

maka dari rumus umum Ksp = [Mg2+] [OH-]2

2.4.3. Hubungan Kelarutan (s) dengan Tetapan Hasil Kali Kelarutan(Ksp)

Oleh karena s dan Ksp sama-sama dihitung pada larutan jenuh, maka antara s dan Ksp ada hubungan yang sangat erat. Jadi, nilai Ksp ada keterkaitannya dengan nilai s.

Secara umum hubungan antara kelarutan (s) dengan tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) untuk larutan elektrolit AxBy dapat dinyatakan sebagai berikut.


(31)

AxBy(s) xAy+(aq) + yBx- (aq)

s xs ys

Ksp = [Ay+]x [Bx-]y = (xs)x (ys)y Contoh:

Pada suhu tertentu, kelarutan AgIO3 adalah 2 × 10–6 mol/L, tentukan harga

tetapan hasil kali kelarutannya! Jawab:

AgIO3(s) Ag+(aq) + IO3- (aq)

Konsentrasi ion Ag+ = konsentrasi ion IO3- = konsentrasi AgIO3 = 2 × 10–6

mol/L

Ksp = [Ag+] [IO3-]

= (s)(s)

= (2 × 10–6)( 2 × 10–6) = 4 × 10–12

2.4.4. Pengaruh Ion Senama terhadap Kelarutan

Suatu larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara

Ag2CrO4 padat dengan ion Ag+ dan ion CrO42–.

Ag2CrO4(s) 2Ag+(aq) + CrO42- (aq)

Apa yang terjadi jika ke dalam larutan jenuh tersebut ditambahkan larutan AgNO3 atau larutan K2CrO4? Penambahan larutan AgNO3 atau

K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42– dalam

larutan.


(32)

K2CrO4(aq)→ 2K+(aq) + CrO42- (aq)

Sesuai asas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, penambahan konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42– akan menggeser

kesetimbangan ke kiri. Akibatnya jumlah Ag2CrO4 yang larut menjadi

berkurang. Jadi dapat disimpulkan bahwa ion senama memperkecil kelarutan.

Contoh

Kelarutan Ag2CrO4 dalam air adalah 10–4 M. Hitunglah kelarutan Ag2CrO4

dalam larutan K2CrO4 0,01 M!

Jawab:

Ksp Ag2CrO4 = 4s3 =4(10-4)3 = 4 x 10-12

Kelarutan Ag2CrO4 dalam larutan K2CrO4

Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2[CrO42-]

4 x 10-12 = [Ag+]2 x 10-2 [Ag+] = 2 x 10-5 M

Ag2CrO4→ 2 Ag+ + CrO4

2-Kelarutan Ag2CrO4 = ½ x 2 x 10-5 = 10-5 M

Jadi, kelarutan Ag2CrO4 dalam larutan K2CrO4 adalah 10-5 M.

2.4.5. Hubungan Ksp dengan pH

Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu basa yang sukar larut. Sebaliknya, harga Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan


(33)

Jika larutan MgCl2 0,3 M ditetesi larutan NaOH, pada pH berapakah

endapan Mg(OH)2 mulai terbentuk? (Ksp Mg(OH)2 = 3 × 10–11)

Jawab:

Ksp Mg(OH)2 = [Mg2+] [OH-]

3 x 10-1 = 3 x 10-11 [OH-]2 [OH-] = 10-10

[OH-] = 10-5 M

pOH = 5

pH = 14 –pOH

pH = 14 – 5 = 9

2.4.6. Penggunaan Konsep Ksp dalam Pemisahan Zat

Harga Ksp suatu elektrolit dapat dipergunakan untuk memisahkan dua atau lebih larutan yang bercampur dengan cara pengendapan. Proses pemisahan ini dengan menambahkan suatu larutan elektrolit lain yang dapat berikatan dengan ion-ion dalam campuran larutan yang akan dipisahkan. Karena setiap larutan mempunyai kelarutan yang berbeda-beda, maka secara otomatis ada larutan yang mengendap lebih dulu dan ada yang mengendap kemudian, sehingga masing-masing larutan dapat dipisahkan dalam bentuk endapannya.

Cara untuk meramalkan terjadi tidaknya endapan suatu senyawa AmBn, jika larutan yang mengandung ion An+ dan ion Bm- dicampurkan

maka digunakan konsep hasil kali ion ( Qc ).


(34)

Jika Qc < Ksp maka belum terbentuk larutan jenuh maupun endapan AmBn

Jika Qc = Ksp maka terbentuk larutan jenuh AmBn

Jika Qc > Ksp maka terbentuk endapan AmBn

Contoh:

Jika dalam suatu larutan terkandung Pb(NO3)2 0,05 M dan HCl 0,05 M,

dapatkah terjadi endapan PbCl2? (Ksp PbCl2 = 6,25 × 10–5)

Jawab:

[Pb2+] = 0,05 M [Cl–] = 0,05 M Qc = [Pb2+] [Cl–]2

Qc = 0,05 × (0,05)2

= 1,25 × 10–4

Oleh karena Qc PbCl2 > Ksp PbCl2, maka PbCl2 dalam larutan itu akan

mengendap.

2.7

Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa

Pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa adalah pembelajaran yang menggunakan tiga langkah Treffinger terhadap hasil belajar siswa. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil agar dapat saling membantu memahami materi pelajaran dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Lembar kerja siswa sebagai media yang digunakan untuk membantu siswa agar dapat lebih memahami dan mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.


(35)

Adapun kegiatan pembelajaran Treffinger berbantuan lembar kerja siswa terhadap hasil belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan disajikan dalam Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Sintak Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa

Langkah Kegiatan guru Kegiatan siswa

Memahami Tantangan (Understanding Challenge)

Guru membagi kelompok kecil siswa dan

membagikan LKS

Siswa membentuk kelompok kecil Guru menginformasikan

kompetensi yang harus dicapai dalam

pembelajarannya

Siswa mendengarkan penjelasan guru

Guru menayangkan

animasi atau video tentang kelarutan dan hasil kali kelarutan sebagai tantangan dan dapat mengundang

keingintahuan siswa

Siswa mengamati animasi atau video tentang kelarutan dan hasil kali kelarutan yang diberikan oleh guru

Guru memberi soal-soal tentang animasi atau video tersebut yang ada di LKS kepada siswa untuk mengidentifikasi permasalahan

Siswa mengerjakan soal yang ada di LKS dan didiskusikan kepada kelompok Membangkitkan Gagasan (Generating Idea)

Guru memberi waktu dan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan diuji

Siswa menjelaskan hasil diskusi dengan

kelompok di depan kelas

Mempersiapkan Tindakan

(Preparing for Action)

Guru memberikan beberapa soal yang baru namun yang lebih kompleks yang ada pada LKS

Siswa mengerjakan soal yang ada di LKS

Guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa

Siswa menjelaskan jawaban yang diperoleh


(36)

2.8

Kerangka Berfikir

Materi pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan membutuhkan kejelian dan pemahaman yang cukup tinggi. Kenyataan menunjukkan masih dijumpai beberapa kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami dan mendalami materi kimia. Hal tersebut perlu adanya variasi pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mendalami materi kimia dan memecahkan permasalahan kimia.

Penelitian ini menggunakan dua model pembelajaran, yaitu model pembelajaran Treffinger berbantuan LKS untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol. Kedua kegiatan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di atas diharapkan akan terjadi peningkatan pemahaman siswa terhadap materi kelarutan dan hasil kali kelarutan sehingga diharapkan hasil belajar siswa meningkat.

Efektivitas dalam penelitian ini ditunjukkan dengan peningkatan kemampuan (ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik) siswa dalam proses belajar mengajar dengan Treffinger berbantuan LKS dan hasil pembelajaran kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Efektivitas dilihat dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal sekurang–kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan belajar (Mulyasa, 2007: 254). Secara ringkas gambaran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1


(37)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.9

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran

Treffinger berbantuan lembar kerja siswa efektif terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Andong Boyolali.

Kesimpulan

Pembelajaran masih berfokus pada guru

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Model pembelajaran CPS tipe

Treffinger berbantuan LKS

Model pembelajaran konvensional

Hasil Belajar

Dibandingkan Hasil belajar kimia

masih rendah

Dilakukan penelitian terhadap hasil belajar kimia dengan menggunakan metode

pembelajaran

Metode yang digunakan kurang tepat, siswa


(38)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Penentuan Objek Penelitian

3.1.1 Populasi Penelitian

Menurut Arikunto (2006: 102), populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang lazimnya dipakai sebagai masalah dan tujuan penelitian sebagai dokumen.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA Negeri 1 Andong Boyolali tahun pelajaran 2013/2014 terdiri dari tiga kelas dengan perincian pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Rincian Siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Andong Boyolali Tahun pelajaran 2013/2014

No Kelas Jumlah siswa

1 XI IPA-1 32

2 XI IPA-2 32

3 XI IPA-3 32

Jumlah 96

(Sumber: Administrasi kesiswaan SMA Negeri 1 Andong Boyolali Tahun pelajaran 2013/2014)

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA-1 sampai dengan XI IPA-3 karena mempunyai kesamaan dalam hal berikut:

1. Siswa-siswa tersebut berada dalam tingkat kelas yang sama, yaitu kelas XI IPA SMA;

2. Siswa siswa tersebut berada dalam semester yang sama yaitu semester 2; 3. Siswa dalam pelaksanaan pengajarannya diajar dengan kurikulum, media,


(39)

3.1.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi (Sudjana, 2005: 6). Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini purposive sampling, yaitu mengambil 2 kelas berdasarkan pertimbangan ahli, yaitu guru yang mengajar di SMA. Pertimbangan yang dimaksudkan yaitu memilih kelas yang diajar guru yang sama dan memiliki nilai rata-rata ulangan akhir semester gasal yang hampir sama. Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol.

3.1.3 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini ialah pembelajaran menggunakan model

Treffinger berbantuan LKS pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini ialah hasil belajar kimia yang dilihat dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik kelas XI IPA semester 2 pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah kurikulum, materi pelajaran, dan jumlah jam pelajaran yang sama.


(40)

3.2

Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

3.2.1 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai nama-nama siswa anggota sampel dan data nilai ulangan semester 1 bidang kimia yang diambil dari daftar nilai SMA N 1 Andong Boyolali. Data nilai ini digunakan untuk analisis tahap awal.

3.2.2 Metode Tes

Metode tes merupakan metode yang digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi (Arikunto, 2006:223). Pada penelitian ini mengetahui pencapaian hasil belajar kognitif siswa. Bentuk tes yang digunakan adalah soal pilihan ganda untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa. 3.2.3 Metode Observasi

Observasi adalah kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh indera (Arikunto, 2006: 199). Metode observasi digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif dan psikomotorik pada proses diskusi dengan Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi, yaitu lembar observasi yang berisi indikator-indikator yang dijadikan acuan untuk mengamati kemampuan siswa dari ranah afektif dan psikomotorik selama proses pembelajaran berlangsung.


(41)

3.2.4 Metode Angket

Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang diketahui (Arikunto, 2006: 194). Angket diberikan kepada siswa yang berasal dari kelas eksperimen diakhir pembelajaran, bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa tentang pembelajaran dengan model pembelajaran

Treffinger Berbantuan Lembar Kerja Siswa. Hasil angket dianalisis secara deduktif dengan membuat tabel frekuensi jawaban siswa kemudian ditarik kesimpulan.

3.3

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dan yang dibandingkan adalah nilai hasil belajar dari dua kelas yang diberi perlakuan berbeda.

Penelitian ini menggunakan desain posttest only control design yaitu desain penelitian dengan hanya melihat nilai posttest antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Desain penelitian secara singkat dijelaskan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Desain Penelitian

Kelas Perlakuan Keadaan Akhir

Eksperimen X T1

Kontrol Y T2

Keterangan:

X : Pembelajaran kimia menggunakan metode pembelajaran Treffinger

berbantuan LKS

Y : Pembelajaran kimia menggunakan pembelajaran konvensional T1 : Hasil belajar kelas eksperimen


(42)

T2 : Hasil belajar kelas kontrol

3.4

Instrumen

Instrumen penelitian adalah fasilitas yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cepat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006: 160).

Instrumen (alat yang dibuat peneliti untuk memperoleh data) dalam penelitian ini adalah: silabus, RPP, LKS, lembar pengamatan aspek afektif, lembar pengamatan aspek psikomotorik, tes hasil belajar kognitif.

3.4.1 Silabus

Silabus yang digunakan dalam penelitian ini merupakan silabus KTSP. 3.4.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) digunakan sebagai panduan bagi guru untuk melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas.

3.4.3 Lembar kerja Siswa

Lembar kerja siswa (LKS) digunakan untuk memudahkan dan melatih kemampuan siswa dalam mengkonstruk konsep yang berkaitan dengan materi dan menyelesaikan soal kelarutan dan hasil kali kelarutan. Lembar kerja siswa digunakan dalam kegiatan pembelajaran pada setiap pertemuan yang diberikan kepada siswa.

3.4.4 Lembar Pengamatan Aspek Afektif

Lembar pengamatan aspek afektif digunakan untuk mengukur dan menilai tingkat apresiasi siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Pengamatan


(43)

aspek afektif ini dilakukan oleh observer. Penelitian ini ditetapkan rentang skor lembar pengamatan aspek afektif dari skor 1 (satu) sampai 4 (empat). Penyusunan kriteria penskoran mengacu pada skor aspek yang telah ditetapkan. Kriteria yang menggambarkan rendahnya nilai suatu aspek diberi skor terendah, yaitu 1. Sedangkan kriteria yang menggambarkan nilai aspek yang tinggi diberi skor tertinggi, yaitu 4.

3.4.5 Lembar Pengamatan Aspek Psikomotorik

Lembar pengamatan aspek psikomotorik digunakan untuk mengukur dan menilai keterampilan siswa. Penilaian aspek psikomotorik dilakukan pada proses pembelajaran saat praktikum. Penelitian ini ditetapkan rentang skor lembar pengamatan aspek psikomotorik dari skor 1 (satu) sampai 5 (lima). Penyusunan kriteria penskoran mengacu pada skor aspek yang telah ditetapkan. Kriteria yang menggambarkan rendahnya nilai suatu aspek diberi skor terendah, yaitu 1. Sedangkan kriteria yang menggambarkan nilai aspek yang tinggi diberi skor tertinggi, yaitu 5.

3.4.6 Tes Hasil Belajar Kognitif

Tes hasil belajar kognitif atau posttest digunakan untuk mengukur dan menilai penguasaan siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. Tes hasil belajar kognitif yang disusun pada penelitian ini berupa 30 soal pilihan ganda dengan waktu pengerjaan tes 45 menit.

Langkah-langkah penyusunan soal uji coba tes hasil belajar kognitif adalah sebagai berikut: (1) Menentukan jumlah butir soal dan alokasi waktu yang disediakan. Jumlah butir soal yang diujicobakan 50 soal dengan alokasi waktu 90


(44)

menit (2) Menentukan tipe atau bentuk soal. Tipe soal yang digunakan berbentuk Tipe soal pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban; (3) Menentukan tabel spesifikasi atau kisi-kisi soal; (4) Menyusun butir-butir soal; (5) Mengujicobakan soal; (6) Menganalisis hasil uji coba, dalam hal validitas dan reliabilitas perangkat tes yang digunakan.

3.4.7 Uji Alat Evaluasi

Sebelum alat evaluasi digunakan, perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu supaya dapat diketahui apakah alat evaluasi tersebut layak digunakan. Hasil test uji coba selanjutnya dihitung validitas dan reliabilitas.

3.5

Analisis Instrumen Penelitian

3.5.1 Analisis Lembar Penilaian Kognitif

Analisis lembar penilaian kognitif siswa digunakan untuk mengukur pengetahuan dan pencapaian kompetensi siswa terhadap materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

Lembar penilaian kognitif siswa dilakukan uji validitas, indeks kesukaran, daya beda dan reliabilitas soal.

3.5.1.1Validitas

Validitas adalah ukuran yang menunjukkan kevalidan suatu instrumen. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Validitas soal-soal posttest dalam penelitian ini ada dua macam validitas soal yaitu validitas isi soal dan validitas butir soal.


(45)

1. Validitas isi soal

Perangkat tes telah memenuhi validitas isi apabila telah disesuaikan dengan kurikulum yang sedang berlaku. Jadi peneliti menyusun kisi-kisi soal berdasarkan kurikulum, selanjutnya instrumen dikonsultasikan dengan guru pengampu dan dosen pembimbing.

2. Validitas Butir Soal

Untuk menghitung validitas butir soal digunakan rumus korelasi point biseral yaitu sebagai berikut.

Keterangan:

Rpbis = Koefisien korelasi point biserial

Mp = Skor rata-rata kelas yang menjawab benar butir yang bersangkutan

p = Proporsi peserta yang menjawab benar butir yang bersangkutan St = Standar deviasi skor total

q = 1 – p

Klasifikasi validitas butir soal dijelaskan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Klasifikasi Validitas Butir Soal

Inteval Kriteria

0,8< r≤1,0

0,6< r≤ 0,8

0,4< r≤ 0,6 0,2< r≤ 0,4

r< 0,00

Tinggi Sekali Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah

(Arikunto, 2007: 78-79) Hasil perhitungan rpbis kemudian digunakan untuk mencari signifikasi


(46)

(Sudjana, 2005: 380) Kriteria : jika thitung ≥ t (1-α ) dengan taraf signifikasi 5% dan n adalah jumlah

siswa, maka butir soal adalah valid.

Berdasarkan uji coba soal yang dilakukan terhadap 32 siswa kelas XII IPA 1 SMA N 1 Andong Boyolali diperoleh hasil analisis validitas soal yang diujicobakan. Perhitungan validitas keseluruhan terdapat 34 soal valid. Hasil analisis uji coba menunjukkan soal uji yang valid adalah soal nomor 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 20, 21, 23, 24, 27, 28, 30, 31, 32, 35, 37, 39, 40, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50.

3. Daya Beda Butir Soal

Analisis daya pembeda dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kamampuan soal dalam membedakan siswa termasuk pandai (kelas atas) dan siswa yang termasuk kelompok kurang pandai (kelompok bawah).

Cara menentukan daya pembeda adalah sebagai berikut:

1. Seluruh peserta tes diurutkan mulai dari yang mendapat skor teratas sampai terbawah.

2. Seluruh siswa tes dibagi 2 yaitu kelompok atas dan kelompok bawah 3. Menghitung daya pembeda soal dengan rumus:

Keterangan:


(47)

BA = Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar JA = Banyaknya siswa pada kelompok atas

JB = Banyaknya siswa pada kelompok bawah Klasifikasi daya beda soal dijelaskan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Klasifikasi Daya Beda Soal

Inteval Kriteria

0,7< D≤1,0

0,4< D≤ 0,7

0,2< D≤ 0,4 0,0< D≤ 0,2

D< 0,00

Baik Sekali Baik Cukup

Jelek Sangat Jelek

(Arikunto, 2007: 213) Hasil perhitungan daya pembeda soal dijelaskan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal No. Kriteria Nomor soal

1 Baik Sekali 13, 30, 45 (3 soal)

2 Baik 8, 16, 24, 32, 37, 44, 47, 49 (8 soal)

3 Cukup 1, 2, 4, 5, 7, 9, 11, 12, 14, 15, 18, 20, 21, 23, 25, 27, 28, 33, 35, 39, 40, 43, 48, 50 (24 soal) 4 Jelek 3, 6, 19, 22, 31, 35, 38, 41, 46 (9 soal) 5 Sangat Jelek 10, 17, 26, 29, 36, 42 (6 soal)

4. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Ditinjau dari tingkat kesukaran, soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk memecahkannya, sedangkan soal yang terlalu sukar dapat menyebabkan siswa cepat putus asa. Jadi soal yang baik adalah soal yang memiliki tingkat kesukaran seimbang, artinya soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.


(48)

Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00 (Arikunto, 2006:207)

Tingkat kesukaran soal dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

P : Indeks kesukaran

B : Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS : Jumlah seluruh pengikut tes

Adapun Kriteria yang digunakan untuk menunjukkan indeks kesukaran soal ditunjukan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Klasifikasi Daya Beda Soal

Inteval Kriteria

P = 1,00 0,7< P< 0,1

0,3< P≤ 0,7 0,0< P≤ 0,3

P =0,00

Sangat Mudah Mudah Sedang Sukar Sangat Sukar

(Arikunto, 2007:208) Hasil perhitungan tingkat kesukaran soal ditunjukan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Hasil perhitungan tingkat kesukaran soal Kriteria Nomor Soal

Sangat Mudah -

Mudah 1, 2, 3, 4, 6, 12, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 31, 34, 35, 36, 40, 46, 50 (21 soal)

Sedang 5, 9, 11, 13, 14, 17, 18, 28, 30, 32, 33, 38, 39, 42, 44, 45, 47, 48, 49 ( 19 soal)

Sukar 7, 8, 10, 15, 16, 19, 20, 37, 41, 43 (10 soal) Sangat Sukar -


(49)

5. Reliabilitas Soal

Suatu hasil tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi apabila memberikan hasil yang relatif tetap bila digunakan pada kesempatan lain. Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus KR-21 yang dinyatakan dengan rumus:

Keterangan:

R11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

Vt =varians skor total M =rata-rata skor total K =jumlah butir soal

Klasifikasi reliabilitas soal ditunjukan pada tabel 3.8. Tabel 3.8. Klasifikasi Reliabilitas Soal

Inteval Kriteria

0,8 < r11≤1.0

0,6 < r11≤ 0,8

0,4 < r11≤ 0.6

0,2 < r11≤ 0,4

r11≤ 0,2

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

(Arikunto, 2007: 189) Hasil perhitungan diperoleh r11 = 0,8137. Berdasarkan tabel klasifikasi

reliabilitas, soal-soal tersebut mempunyai reliabilitas sangat tinggi. 3.5.2 Analisis Instrumen Lembar Angket

Lembar angket tanggapan diuji validitas isi yang disesuaikan dengan kondisi siswa dan dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli dosen pembimbing I.


(50)

setelah dilakukan validitas isi kemudian diuji reliabilitas dengan menggunakan rumus r11.

Reliabilitas untuk instrumen ini menggunakan rumus Alpha Cronbach

yaitu:

Varians:

Keterangan :

= reliabilitas instrumen = jumlah kuadrat skor butir = banyak butir pertanyaan = jumlah kuadrat skor total = jumlah varians skor butir = varians total

= kuadrat jumlah skor butir = kuadrat jumlah skor total

= banyaknya subjek

Klasifikasi Reliabilitas Intrumen ditunjukan pada Tabel 3.9. Tabel 3.9. Klasifikasi Reliabilitas Intrumen

Inteval Kriteria


(51)

0,6 < r11≤ 0,8

0,4 < r11≤ 0.6

0,2 < r11≤ 0,4

r11≤ 0,2

Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah

(Arikunto, 2007:196) 3.5.3 Analisis Lembar Observasi

Instrumen-instrumen lembar obesrvasi diuji validitas isi yang disesuaikan dengan materi pelajaran, kondisi siswa dan dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli yaitu dosen penguji dan guru SMA. Setelah dilakukan validitas isi kemudian diuji reliabilitas dengan menggunakan rumus r11.

Untuk mencari reliabilitas lembar observasi, digunakan rumus Spearman Brown :

Keterangan :

= reliabilitas instrumen Vp = varian person

Ve = varian error K = jumlah observer

= jumlah varians beda butir

Klasifikasi reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10. Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi Inteval Kriteria

0,8 < r11≤1.0

0,6 < r11≤ 0,8

0,4 < r11≤ 0.6

0,2 < r11≤ 0,4

r11≤ 0,2

Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah


(52)

( Arikunto, 2007: 196)

3.6

Metode Analisis Data

Analisis data merupakan langkah paling penting dalam penelitian, karena dalam analisis data dapat ditarik kesimpulan berdasrakan hipotesis yang sudah diajukan.

3.6.1 Analisis data tahap awal

Pengambilan sampel tidak dilakukan secara random, melainkan dengan teknik purposivesampling sehingga analisis populasi yang meliputi uji normalitas populasi dan homogenitas tidak diperlukan.

3.6.2 Analisis Data Tahap Akhir

Setelah kedua kelompok mendapat perlakuan yang berbeda kemudian diadakan tes akhir (posttest) yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. 3.6.2.1Uji Normalitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan dianalisis. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-kuadrat dengan rumus:

2

1

2

k

i i

i i

E

E

O

Keterangan :

χ2

= chi-kuadrat

Oi= frekuensi pengamatan

Ei= frekuensi yang diharapkan

K = banyaknya kelas interval


(53)

(Sudjana, 2005: 273). Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Ho diterima jika

hitung2

2(1)(k3) dengan taraf signifikan 5% dan derajat

kebebasan (k-3), yang berarti bahwa data tidak berbeda normal atau data berdistribusi normal, sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik parametrik.

2. Ho diterima jika (1 )( 3) 2

2

 

k

hitung

dengan taraf signifikan 5% dan derajat kekebasan (k-3), yang berarti bahwa data berbeda normal atau tidak

berdistribusi normal sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik non parametrik.

( Sudjana, 2005: 273) 3.6.2.2Uji Kesamaan Dua Varians

Uji kesamaan dua varians bertujuan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai tingkat varians yang sama (homogen) atau tidak. Uji kesamaan dua varians bertujuan pula untuk menentukan rumus t-test yang digunakan dalam uji hipotesis akhir.

Pasangan hipotesis yang akan diuji:

H : A :

Keterangan:

= varians kelas eksperimen = varians kelas kontrol


(54)

Rumus yang digunakan adalah:

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

Kriteria pengujian; jika harga Fhitung < Ftabel, maka kedua kelompok

mempunyai varians yang sama (homogen)(Sudjana, 2002 : 250). 3.6.2.3Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Dua Pihak

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

Pasangan hipotesis yang diajukan: H : A :

: rata-rata hasil belajar kimia kelas eksperimen : rata-rata hasil belajar kimia kelas kontrol

(Sugiyono, 2006: 118) Pengajuan hipotesis:

1) Jika varians kedua kelompok sama, maka rumus uji t yang digunakan:

dengan , dk = n1 + n2 - 2

Keterangan:


(55)

2 = rata-rata nilai posttest kelompok kontrol

n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen

n2 = jumlah siswa kelompok kontrol

= varians data kelompok eksperimen = varians data kelompok kontrol = varians gabungan

(Sudjana, 2005:239) Kriteria pengujian sebagai berikut:

H diterima apabila– t(1-1/2α)(n +n2-2) < thitung < t(1-1/2α)(n +n2-2) (taraf signifikan 5%). Hal

ini berarti tidak ada perbedaan hasil belajar kimia antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Untuk nilai selain itu tolak H.

2) Jika varians kedua kelompok berbeda (1222), maka rumus uji t yang

digunakan adalah:

(Sudjana, 2005: 241) Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

H diterima jika


(56)

Keterangan:

= rata-rata hasil belajar kimia kelompok eksperimen = rata-rata hasil belajar kimia kelompok kontrol n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen

n2 = jumlah siswa kelompok kontrol

S1 = simpangan baku kelompok eksperimen

S2 = simpangan baku kelompok kontrol

S = simpangan baku gabungan

Hal ini berarti rata-rata hasil belajar kimia kelompok eksperimen tidak lebih baik dari rata-rata hasil belajar kimia kelompok kontrol. Untuk nilai selain itu H ditolak.

3.6.2.4Uji Hipotesis

Uji hipotesis ini digunakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji perbedaan rata-rata dua pihak dan uji perbedaan rata-rata satu pihak kiri. Data yang digunakan yaitu nilai hasil belajar kognitif (posttest) antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. 3.6.2.5Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak Kiri

Uji satu pihak digunakan untuk membuktikan hipotesis yang menyatakan bahwa hasil belajar kimia kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. Apabila hasil belajar kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan


(57)

kontrol maka dapat pula disimpulkan bahwa model pembelajaran Treffinger

memberikan pengaruh positif terhadap belajar siswa. Hipotesis yang diajukan :

Ho : ( µ1 < µ2 ) berarti nilai rata –rata posttest kelas eksperimen kurang dari nilai

rata – rata postest kelas kontrol.

Ha : ( µ1 ≥ µ2 ) berarti nilai rata – rata posttest kelas eksperimen lebih dari atau

sama dengan nilai rata – rata posttest kelas kontrol.

(Soeprojo 2012:8) Uji t dipengaruhi oleh hasil uji kesamaan dua varians. Berdasarkan hasil uji kesamaan dua varians:

1. Apabila kedua kelompok mempunyai varians yang sama, maka rumus uji t yang digunakan yaitu :

2 1 2 1

1

1

n

n

s

x

x

t

;

2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s Keterangan:

= nilai rata – rata kelas kontrol = nilai rata – rata kelas eksperimen = variansi data pada kelas kontrol = variansi data pada kelas eksperimen = variansi gabungan

= banyak subyek pada kelas kontrol = banyak subyek pada kelas eksperimen


(58)

Derajat kebebasan (dk) untuk tabel distribusi t yaitu ) dengan peluang (1-α), α= 5%. Kriteria yang digunakan yaitu:

a. Uji dua pihak, jika ,

maka Ha diterima.

b. Uji satu pihak, jika , maka Ha diterima.

2. Jika diperoleh simpulan bahwa kedua varians tidak sama, maka rumus yang digunakan yaitu :

=

Kriteria yang digunakan terima hipotesis Ho jika :

dengan :

, dan ,

(Sudjana, 2002: 239-243) 3.6.2.6Uji Ketuntasan Hasil Belajar

Uji ketuntasan hasil belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar kimia pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data yang digunakan dalam uji ini adalah nilai posttest kimia materi pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan siswa kelas XI semester 2 SMA Negeri 1 Andong Boyolali tahun ajaran 2013/2014. Hipotesis yang diuji dalam analisis:


(59)

A : µ < 75

Rumus t yang digunakan:

(Sudjana, 2005:227) Keterangan:

µ0 = rata-rata batas ketuntasan belajar

s = standar deviasi n = banyaknya siswa

= rata-rata nilai yang diperoleh

Kriteria pengujian adalah H diterima jika thitung ≥ t(1-α)(n-1). Untuk selain itu

tolak H.

Masing-masing kelompok eksperimen selain dihitung ketuntasan belajar individu juga dihitung ketuntasan belajar klasikal (keberhasilan kelas). Menurut Mulyasa (2004:99) keberhasilan kelas dapat dilihat dari sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan individu. Rumus yang digunakan untuk mengetahui ketuntasan klasikal ialah sebagai berikut:

Keterangan:

n = jumlah seluruh siswa


(60)

3.6.2.7Analisis Aspek Afektif

Pada analisis hasil belajar aspek afektif digunakan analisis keterampilan dalam diskusi.

Skor Terendah : 6 Skor Tertinggi : 30 Rentang Nilai : 6 – 30

Kriteria skor keterampilan dalam diskusi ditunjukan pada Tabel 3.11. Tabel 3.11. Kriteria skor keterampilan dalam diskusi

Kriteria Skor

Sangat Baik Baik Cukup Kurang

25 – 30 19 – 24 13 – 18 6 – 12

Pada aspek afektif, dikatakan efektif jika kriteria mencapai baik atau sangat baik.

3.6.2.8Analisis Aspek Psikomotor

Pada analisis hasil belajar aspek psikomotor digunakan data hasil dari keterampilan praktikum.

Skor Terendah : 7 Skor Tertinggi : 35 Rentang Nilai : 7 – 35

Kriteria skor keterampilan dalam praktikum ditunjukan pada Tabel 3.12. Tabel 3.12. Kriteria skor keterampilan dalam praktikum

Kriteria Skor

Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

29 – 35 22 – 28 16 – 21 8 – 15


(61)

Pada aspek afektif, dikatakan efektif jika kriteria mencapai baik atau sangat baik

3.6.2.9Analisis Data Angket

Pada analisis data hasil pengisian angket oleh siswa digunakan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kimia materi kelarutan dan hasil kali kelarutan yang diungkapkan menggunakan angket. Tiap aspek dari pembelajaran kimia menggunakan pendekatan induktif – deduktif dianalisis untuk mengetahui rata-rata nilai tiap indikator dalam kelas. Dalam menganalisis data yang berasal dari angket bergradasi atau berperingkat satu sampai dengan empat, peneliti menyimpulkan makna setiap alternatif ditunjukan pada Tabel 3.13:

Tabel 3.13. Kategori Presentasi Angket Respon Siswa

Skor Keterangan

4 Sangat setuju

3 Setuju

2 Tidak setuju

1 Sangat tidak setuju Skor Terendah : 8

Skor Tertinggi : 32 Rentang Nilai : 8 – 32

Kriteria skor Angket Respon Siswa ditunjukan pada tabel 3.14 Tabel 3.14. Kriteria skor Angket Respon Siswa

Kriteria Skor

Sangat Baik Baik Cukup Kurang

25 – 32 17 – 24 9 – 18


(62)

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Penelitian

Berdasarkan pengumpulan data dari hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA N 1 Andong Boyolali diperoleh data sebagai berikut :

4.1.1. Hasil Analisis Tahap Awal

Pengambilan sampel tidak dilakukan secara random, melainkan dengan teknik purposivesampling sehingga analisis populasi yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas tidak dibutuhkan karena penentuan sampel ditentukan oleh pertimbangan guru sebagai ahli. Pertimbangan yang dimaksudkan yaitu memilih kelas yang diajar guru yang sama dan memiliki nilai rata-rata ulangan akhir semester gasal yang hampir sama. Kelas IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol. Data nilai ulangan akhir semester ganjil kelas XI ditunjukan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Data Nilai Uas Semester Ganjil

No. Kelas N Rata-rata Sd Skor tertinggi Skor terendah

1 XI IPA 1 32 65,27 7,04 80 50

2 XI IPA 2 32 73,98 9,77 93 55

3 XI IPA 3 32 55,28 8,12 70 40

4.1.2. Data Tahap Akhir

Data yang digunakan untuk analisis tahap akhir adalah data nilai post test. Dari data posttest dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang diajukan. Hasil analisis postes kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 4.2.


(63)

Tabel 4.2 Nilai Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

No. Kelas N Rata-rata Sd Skor tertinggi Skor terendah

1 Eksperimen 32 80,72 6,97 93 63

2 Kontrol 32 71,17 9,39 90 57

4.1.2.1 Uji Normalitas

Data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan uji normalitas untuk mengetahui data berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas disajikan pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Analisis uji normalitas kelas eksperimen dan kelas kontrol

Kelas χ²hitung χ²tabel Kriteria

XI IPA 1 7,45 7,81 Data berdistribusi normal XI IPA 2 2,25 7,81 Data berdistribusi normal Perhitungan uji normalitas data kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh χ2hitung pada kelas eksperimen = 7,45; kelas kontrol = 2,25 dengan

kriteria α =5% dan dk = k-3 diperoleh χ2tabel = 7,81. Karena χ2hitung < χ2tabel maka

dapat disimpulkan bahwa data kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik parametrik. Perhitungan uji normalitas populasi terdapat pada Lampiran 4 halaman 75.

4.1.2.2 Uji Kesamaan Dua Varians

Hasil analaisis uji kesamaan dua varians nilai posttest kelas ekaperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Analisis Dua Varians Nilai Posttest

Kelas Varians (s2) Fhitung Ftabel Kriteria

Eksperimen Kontrol

48,60

88,21 1,82 2,05

Varians tidak berbeda

Berdasarkan perhitungan diperoleh varians kelas eksperimen = 48,60 sedangkan varians kelas kontrol = 88,21. Nilai F(hitung) = 1,82 untuk α = 5%


(64)

dengan dk pembilang 31 dan dk penyebut 31 diperoleh F(0,95)(31,31) = 2,05. Dari

perhitungan tersebut dapat diketahui Fhitung < Ftabel, yang berarti varians kelas

eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda. Perhitungan analisis terdapat pada Lampiran 5 halaman 77.

4.1.2.3Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Dua Pihak

Uji perbedaan dua rata-rata dua pihak digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hasil analisis uji perbedaan dua rata-rata dua pihak disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Uji perbedaan dua rata-rata dua pihak

Kelas Rata-rata Varians dk thitung ttabel Kriteria

Eksperimen 80,72 48,60

62 4,62 1,67 Rata-rata berbeda Kontrol 71,17 88,21

Berdasarkan perhitungan uji perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol , diperoleh thitung = 4,62, dengan α=5% dan dk= 62 diperoleh

t(0,975)(62) = 1,67. Oleh karena thitung > ttabel maka H0 ditolak yang berarti nilai

rata-rata posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda. Perhitungan analisis uji kesamaan rata-rata posttest (uji dua pihak) terdapat pada Lampiran 6 halaman 78. 4.1.3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis ini digunakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji perbedaan rata-rata satu pihak kiri. Data yang digunakan yaitu nilai hasil belajar kognitif (posttest) antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.


(65)

4.1.3.1Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak Kiri

Uji perbedaan rata-rata pihak kiri digunakan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Apabila kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol maka dapat dikatakan model pembelajaran Treffinger

berbantuan LKS efektif terhadap hasil belajar.

Hasil analisis uji perbedaan rata-rata satu pihak (pihak kiri) ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil analisis uji perbedaan rata-rata satu pihak (pihak kiri) Kelas Rata-rata Varians dk thitung ttabel Kriteria

Eksperimen 80,72 48,60

62 4,62 1,67 Kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol Kontrol 71,17 88,21

Berdasarkan perhitungan uji perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol , diperoleh thitung = 4,62, dengan α=5% dan dk= 62 diperoleh

t(0,975)(62) = 1,67. Oleh karena thitung > ttabel maka H0 ditolak yang berarti nilai

rata-rata posttest kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol berbeda. Perhitungan analisis uji kesamaan rata-rata posttest (uji dua pihak) terdapat pada Lampiran 7 halaman 79.

4.1.3.2Uji Ketuntasan Hasil Belajar

Uji ketuntasan hasil belajar digunakan untuk mengetahui ketuntasan pencapaian kompetensi materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil Perhitungan uji ketuntasan hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Ketuntasan Belajar

Kelas Rata-rata kelas thitung ttabel Kriteria

Eksperimen 80,72 4,49 2,04 Tuntas


(66)

Uji ketuntasan belajar pada kelas ekperimen diperoleh thitung sebesar 4,49

dan ttabel sebesar 2,04. Karena thitung > ttabel maka kelas eksperimen telah mencapai

ketuntasan belajar. Uji ketuntasan belajar pada kelas kontrol diperoleh thitung

sebesar -2,33 dan ttabel sebesar 2,04. Karena thitung > ttabel maka kelas kontrol telah

mencapai ketuntasan belajar. Perhitungan analisis ketuntasan belajar kelas eksperimen terdapat pada Lampiran 8 halaman 80 dan perhitungan ketuntasan belajar kelas kontrol terdapat pada Lampiran 9 halaman 81.

4.1.3.3Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal

Hasil presentase ketuntasan belajar klasikal ditunjukkan pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal

Kelas Rata-rata Jumlah siswa

yang tuntas Presentase (%) kriteria

Eksperimen 80,72 28 87,5 Tuntas

Kontrol 71,17 13 40,63 Belum tuntas

Berdasarkan analisis tersebut, kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan belajar klasikal sedangkan kelas kontrol belum mencapai ketuntasan klasikal. Perhitungan analisis persentase ketuntasan belajar klasikal kelas eksperimen terdapat pada Lampiran 8 halaman 80 dan perhitungan analisis presentase ketuntasan belajar klasikal kelas kontrol terdapat pada Lampiran 9 halaman 81. 4.1.3.4Analisis Deskriptif Data Hasil Belajar Afektif

Penilaian afektif dilakukan untuk mengetahui perbedaan aktifitas siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Terdapat 4 aspek pada ranah afektif yang digunakan untuk menilai aktifitas siswa. Tiap aspek dianalisis sacara diskriptif yang bertujuan untuk


(67)

mengetahui aspek mana yang dimiliki siswa untuk dibina dan dikembangkan. Nilai afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Nilai Afektif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

No Aspek Kelas

Eksperimen

Kategori Kelas Kontrol

Kategori

1 Bertanya 3,22 Baik 2,66 Baik

2 Menyumbangkan ide

3,28 Sangat

Baik

3,06 Baik

3 Menjadi pendengar yang baik

3,41 Sangat

Baik

3,16 Baik

4 Bekerjasama 3,53 Sangat

Baik

3,28 Sangat Baik

Keterangan: data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 23 halaman 149.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen terdapat 3 aspek mencapai kategori sangat baik, 1 aspek mencapai kategori nilai baik. Pada kelas kontrol terdapat 1 aspek mencapai kategori sangat baik, 3 aspek mencapai kategori baik.

4.1.3.5Analisis Deskriptif Data Hasil Belajar Psikomotorik

Ranah psikomotorik yang digunakan untuk menilai ada 6 aspek. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama pembelajaran dengan menggunakan instrumen berupa lembar obsevasi psikomotorik, diperoleh hasil analisis skor aspek psikomotorik pada tiap-tiap aspek. Nilai psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil Nilai Psikomotorik

No Aspek Kelas

Eksperimen Kategori

Kelas

Kontrol Kategori 1 Persiapan alat dan bahan 5 Sangat

baik

5 Sangat

baik 2 Keterampilan

menggunakan alat


(1)

Pernyataan Saya sangat senang jika penggunaan model pembelajaran CPS tipe Treffinger

berbantuan LKS ini juga dilaksanakan oleh guru-guru yang lain.

Setelah mengikuti pembelajaran ini saya dapat mengkaitkan materi kelarutan dan

hasil kali kelarutan dalam kehidupan sehari-hari

SS S TS STS SS S TS STS

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

7,0 21,0 4,0 0,0 5,0 24,0 3,0 0,0

21,21 63,64 12,12 0,00 15,15 72,73 9,09 0,00 Angket Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran


(2)

Pernyataan Model pembelajaran CPS tipe Treffinger

berbantuan LKS melatih kerja sama dalam kelompok.

Saya lebih suka mempelajari kimia dengan menggunakan media LKS

SS S TS STS SS S TS STS

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

13,0 15,0 4,0 0,0 0,0 20,0 12,0 0,0

39,39 45,45 12,12 0,00 0,00 60,61 36,36 0,00 Angket Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran


(3)

Pernyataan Setelah mengikuti pembelajaran ini saya lebih percaya diri dalam bertanya

dan mengutarakan pendapat

Model pembelajaran CPS tipe Treffinger berbantuan LKS sangat

sesuai jika diterapkan dalam pelajaran kimia.

SS S TS STS SS S TS STS

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

5,0 24,0 3,0 0,0 3,0 26,0 3,0 0,0

15,15 72,73 9,09 0,00 9,09 78,79 9,09 0,00 Angket Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran


(4)

Pernyataan Model pembelajaran CPS tipe

Treffinger berbantuan LKS membuat proses belajar

mengajar lebih aktif.

Model pembelajaran CPS tipe Treffinger berbantuan LKS membuat Saya lebih mudah memahami materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan. SS S TS STS SS S TS STS

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

1 1

3,0 24,0 5,0 0,0 6,0 24,0 2,0 0,0 9,09 72,73 15,15 0,00 18,18 72,73 6,06 0,00


(5)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Uji Coba Soal

PBM kelas eksperimen

PBM kelas kontrol

PBM kelas eksperimen

Praktikum kelas kontrol

Praktikum kelas eksperimen


(6)