Gerakan Sosial HIPPMA ( Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama) Dalam Memperjuangkan Hak-Hak Pensiunan Buruh PTPN II (Studi Deskriptif Desa Tanjung Sari, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

GERAKAN SOSIAL HIPPMA (HIMPUNAN PENSIUNAN PERKEBUNAN MAJU BERSAMA ) DALAM MEMPERJUANGKAN HAK-HAK PENSIUNAN BURUH PTPN II (STUDI DESKRIPTIF DESA TANJUNG SARI, KECAMATAN BATANG KUIS, KABUPATEN DELI SERDANG)

SKRIPSI Diajukan Oleh:

Angela C.Y. Manihuruk

110901048

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Medan 2015


(2)

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki buruh dengan jumlah yang besar. Semakin banyaknya jumlah buruh yang ada maka masalah buruh menjadi masalah yang sering terjadi dan tidak pernah selesai hingga saat ini dan bahkan semua negara di dunia mengalami hal yang sama tentang gejolak dari para buruh hingga terjadinya konflik. Konflik yang penulis fokuskan adalah konflik antara pihak perkebunan dan para buruh beserta para pensiunan buruhnya yang hingga tua mereka tidak mendapatkan hak yang seharusnya mereka miliki sebagai seorang tenaga kerja dan sampai sekarang masih tetap berjuang bersama-sama membentuk suatu gerakan sosial demi kesejahteraan bersama. Usia yang tua tidak membuat semangat para pensiunan perkebunan ini menjadi berkurang. Hingga saat ini organisasi HIPPMA tempat para pensiunan membentuk wadah tetap eksis dan memiliki kekuatan untuk menuntut hak-haknya.

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana peran dari gerakan sosial HIPPMA sehingga berdampak bagi kesejahteraan para pensiunan buruh dengan usaha mengembalikan hak-hak mereka di Desa Tanjung Sari,Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang. Jenis Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian sosial dengan format deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat sebagai objek penelitian. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam permasalahan yang diteliti. Penelitian dengan metode deskriptif dalam tulisan ini mencoba menggambarkan bagaimana gerakan sosial HIPPMA (Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama) dalam memperjuangkan hak-hak pensiunan tersebut. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi serta studi kepustakaan dan diinterpretasikan berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat di ambil suatu kesimpulan.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa gerakan sosial merupakan hal mendasar sebagai wadah para buruh menyampaikan aspirasinya. Desa Tanjung Sari, Kecamatan Batang Kuis, kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu wadah dari gerakan sosial yang dibentuk dari sikap perlawanan terhadap PTPN II Eks PTPN IX yaitu organisasi HIPPMA ( Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama ) untuk mendapatkan hak-hak mereka. Perbedaan organisasi HIPPMA ini dengan yang lainnya adalah organisasi HIPPMA memiliki keanggotaan para pensiunan PTPN II dan memiliki masalah hak yang berbeda-beda tetapi mereka tetap bersama-sama memperjuangkan hak yang berbeda tersebut sehingga anggota organisasi HIPPMA lebih solid dan kuat. Gerakan sosial tidak selamanya mencapai kehancuran karena dalam organisasi HIPPMA ini mereka memiliki kesolidan dan keberjuangan yang tinggi sehingga anggota organisasi HIPPMA bisa bertahan sampai 15 tahun. Hasil yang telah diperoleh yaitu SHT para pensiunan tahun 1991-1999 telah dilunasi oleh pihak PTPN II, keluarnya SK BPN nomor 42, 43, 44/HGU/BPN/2002 dimana dalam SK 42 Menteri mengeluarkan 558,35 Ha tanah untuk para pensiunan perkebunan. Selain itu anggota organisasi


(3)

HIPPMA memiliki perlindungan dari aparat kepolisian, badan hukum dan pemerintahan dengan mengeluarkan surat-surat yang sah dari pemerintah sehingga para pensiunan perkebunan organisasi HIPPMA sampai sekarang tidak digusur.

Kata Kunci: Gerakan Sosial, Organisasi Buruh, Hak- Hak Buruh, Konflik, Pensiunan Buruh


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Gerakan Sosial HIPPMA ( Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama) Dalam Memperjuangkan Hak-Hak Pensiunan Buruh PTPN II (Studi Deskriptif Desa Tanjung Sari, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang)” disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Secara ringkas skripsi ini menceritakan tentang bagaimana perjuangan para pensiunan perkebunan untuk mendapatkan hak-hak mereka.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, doa, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tiada henti-hentinya penulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta Ayahanda Ir. Parlin Manihuruk dan Ibunda Dra. Josarika Rayana Simatupang yang telah merawat dan membesarkan serta mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Semangat, pengorbanan, tetesan keringat, ketulusan, keikhlasan serta cinta yang mengalir setiap detik kepada anak-anaknya menjadi motivasi yang tak pernah putus.


(5)

Akhirnya inilah persembahan yang dapat penulis berikan sebagai tanda ucapan terimakasih dan tanda bakti penulis.

Dalam penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terimakasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, Selaku ketua Departemen Sosiologi

3. Bapak Muba Simanihuruk, M.Si selaku Sekretaris Departemen yang membantu saya dari awal pengerjaan skripsi.

4. Bapak Dr. Sismudjito, M.Si selaku dosen pembimbing dan selaku dosen wali/pembimbing akademik penulis yang telah banyak memberikan motivasi, mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

5. Bapak Junjungan Simanjuntak, M.Si selaku penguji II/ Reader pada sidang skripsi saya, yang telah banyak memberikan saran, serta pemikiran dan masukan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

6. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa, Kak Nurbaiti dan Bapak Abel yang telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.

7. Secara khusus dan istimewa buat kakak dan adek-adek saya, Kak Dewi Bintang Manihuruk, Indah Manihuruk, Theresia Puan Manihuruk dan


(6)

Azriel Manihuruk yang selalu memberikan doa, semangat, nasehat kepada saya dan masukan yang tidak ternilai harganya dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Orang terkasih Hendrikson Siahaan yang selalu membantu mengerjakan skripsi, mengajari penulis, memotivasi, menemani dan mendengarkan setiap keluh kesah penulis selama kuliah hingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

9. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat baik penulis yang bisa mengerti dan menerima penulis baik dalam keadaan suka maupun duka yang sangat penulis sayangi terutama buat sahabat di Sosiologi 2011 yaitu Emilia Simangunsong, Andriani Ambarita, Sara Purba, Silvia Purba, Wawan Simbolon, Jhon Saragih, Defasari Simbolon, Handy Rio, Carlina Panjaitan, Sri Rizky Zebua, Wahyudi Rambe, Devi Sihotang, Fransisca, Elo, Vera, Katy, Samuel Pasaribu, Antonius Lase dan sahabat-sahabat Sosiologi lainnya.

10.Sahabat-sahabat UMKM KMK UP PEMA FISIP USU terutama buat PKK penulis Kak Elisabet Ambarita, buat sahabat KTB penulis Maiusna Sirait, Era Siagian, Elisabet Rumahorbo dan Katrin yang selalu jadi tempat berbagi dalam setiap keluh kesah dan saling menguatkan selama masa perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

11.Sahabat – sahabat seperjuangan SMA N 5 MEDAN dan SMP N 3 MEDAN yaitu Karlina Sirait, Lidya Aruan, Marlyn Napitupulu, Wina MS, Ruben Napitupulu, Musari Sirait dan Samuel Butar-butar yang saling mendukung dalam proses perkuliahan.


(7)

12.Sahabat-sahabat SD RK KATOLIK BUDI LUHUR Agnesia Simanjuntak, Elsa Situmorang dan Hani Saragih sebagai teman sepermainan yang selalu bersama dengan penulis dari penulis kecil hingga sampai pada tahap mahasiswa. Persahabatan kita abadi walaupun berbeda lokasi tetapi selalu sempatkan waktu untuk berkumpul.

13.Ibu Sri selaku ketua organisasi HIPPMA (Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama) yang mendampingi dalam penelitian di lapangan dan para informan yang telah banyak membantu memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih banyak atas waktu dan kesediaan para informan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, Oktober 2015 Penulis,

NIM. 110901048 Angela C.Y Manihuruk


(8)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... iv

Daftar Lampiran ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Defenisi Konsep ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Gerakan Sosial ... 12

2.1.1 Teori Deprivasi Relatif ... 13

2.1.2 Teori Mobilitas Sumber Daya ... 14

2.2 Gerakan Para Buruh di Indonesia ... 15

2.3 Teori Konflik dalam Gerakan Sosial ... 19

BAB III Metode Penelitian 3.1 Jenis Penelitian ... 22

3.2 Lokasi Penelitian ... 22

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 22

3.4 Informan ... 23

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 23


(9)

3.5.2 Data Sekunder ... 25

3.6 Interpretasi Data ... 25

3.7 Jadwal Kegiatan ... 26

3.8 Keterbatasan Penelitian ... 26

BAB IV Deskripsi dan Interpretasi Data Penelitian 4.1 Sejarah Munculnya Gerakan Buruh ... 27

4.2 Sejarah Berdirinya Organisasi HIPPMA ... 31

4.2.1 Letak Geografis Desa Tanjung Sari ... 34

4.3 Bergesernya Kedudukan Hak Ulayat di Areal Perkebunan Sumatera Utara ... 39

4.4 Profil Informan ... 42

4.5 Analisis Data ...64

4.5.1 Analisis Kondisi Masyarakat ... 64

4.5.2 Hak- Hak yang Diperjuangkan Oleh Organisasi HIPPMA ... 66

4.5.2.1 Hak Guna Usaha ( HGU ) ... 66

4.5.2.2 Hak Guna Bangunan ( HGB ) ... 68

4.5.2.3 Santunan Hari Tua ( SHT ) ... 70

4.5.2.4 Gaji Pensiunan ... 71

4.5.2.5 Jubelium ... 72

4.5.3 Strategi Gerakan Sosial HIPPMA ... 73

4.5.3.1 Keanggotaan Organisasi HIPPMA ... 73

4.5.3.2 Strategi Gerakan Langsung ( Demo ) ... 76

4.5.3.3 Strategi Gerakan Tidak Langsung ... 78

4.5.4 Hambatan Gerakan Sosial HIPPMA ... 79

4.5.4.1 Hambatan Internal ... 79

4.5.4.2 Hambatan Eksternal.. ... 83


(10)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 89 5.2 Saran ... 91


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Keanggotaan HIPPMA ... 35 Tabel 2 : Susunan Kepengurusan Organisasi HIPPMA ... 36


(12)

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki buruh dengan jumlah yang besar. Semakin banyaknya jumlah buruh yang ada maka masalah buruh menjadi masalah yang sering terjadi dan tidak pernah selesai hingga saat ini dan bahkan semua negara di dunia mengalami hal yang sama tentang gejolak dari para buruh hingga terjadinya konflik. Konflik yang penulis fokuskan adalah konflik antara pihak perkebunan dan para buruh beserta para pensiunan buruhnya yang hingga tua mereka tidak mendapatkan hak yang seharusnya mereka miliki sebagai seorang tenaga kerja dan sampai sekarang masih tetap berjuang bersama-sama membentuk suatu gerakan sosial demi kesejahteraan bersama. Usia yang tua tidak membuat semangat para pensiunan perkebunan ini menjadi berkurang. Hingga saat ini organisasi HIPPMA tempat para pensiunan membentuk wadah tetap eksis dan memiliki kekuatan untuk menuntut hak-haknya.

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana peran dari gerakan sosial HIPPMA sehingga berdampak bagi kesejahteraan para pensiunan buruh dengan usaha mengembalikan hak-hak mereka di Desa Tanjung Sari,Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang. Jenis Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian sosial dengan format deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat sebagai objek penelitian. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam permasalahan yang diteliti. Penelitian dengan metode deskriptif dalam tulisan ini mencoba menggambarkan bagaimana gerakan sosial HIPPMA (Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama) dalam memperjuangkan hak-hak pensiunan tersebut. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi serta studi kepustakaan dan diinterpretasikan berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat di ambil suatu kesimpulan.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa gerakan sosial merupakan hal mendasar sebagai wadah para buruh menyampaikan aspirasinya. Desa Tanjung Sari, Kecamatan Batang Kuis, kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu wadah dari gerakan sosial yang dibentuk dari sikap perlawanan terhadap PTPN II Eks PTPN IX yaitu organisasi HIPPMA ( Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama ) untuk mendapatkan hak-hak mereka. Perbedaan organisasi HIPPMA ini dengan yang lainnya adalah organisasi HIPPMA memiliki keanggotaan para pensiunan PTPN II dan memiliki masalah hak yang berbeda-beda tetapi mereka tetap bersama-sama memperjuangkan hak yang berbeda tersebut sehingga anggota organisasi HIPPMA lebih solid dan kuat. Gerakan sosial tidak selamanya mencapai kehancuran karena dalam organisasi HIPPMA ini mereka memiliki kesolidan dan keberjuangan yang tinggi sehingga anggota organisasi HIPPMA bisa bertahan sampai 15 tahun. Hasil yang telah diperoleh yaitu SHT para pensiunan tahun 1991-1999 telah dilunasi oleh pihak PTPN II, keluarnya SK BPN nomor 42, 43, 44/HGU/BPN/2002 dimana dalam SK 42 Menteri mengeluarkan 558,35 Ha tanah untuk para pensiunan perkebunan. Selain itu anggota organisasi


(13)

HIPPMA memiliki perlindungan dari aparat kepolisian, badan hukum dan pemerintahan dengan mengeluarkan surat-surat yang sah dari pemerintah sehingga para pensiunan perkebunan organisasi HIPPMA sampai sekarang tidak digusur.

Kata Kunci: Gerakan Sosial, Organisasi Buruh, Hak- Hak Buruh, Konflik, Pensiunan Buruh


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki buruh dengan jumlah yang besar. Semakin berkembangnnya industri dalam suatu negara maka jumlah buruh pun semakin meningkat. Begitu pula dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maka semakin bertambah pula jumlah buruh. Bur yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainya kepada pemberi kerja atau

Pada dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja maupun karyawan adalah sama namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. Sedangkan pekerja, tenaga kerja dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja. Akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini memiliki arti yang sama yaitu Pekerja. Hal ini terutama merujuk pada Undang-Undang No.25 tahun 1997, tentang ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang pria atau wanita yang sedang, dalam dan atau akan melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja, guna


(15)

menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi keperluan masyarakat di dalam undang-undang no.25 tahun 1997 pasal 1, ayat 1, angka 2 (Asri Wijayanti:2009).

Semakin banyaknya jumlah buruh yang ada maka masalah buruh menjadi masalah yang sering terjadi dan tidak pernah selesai hingga saat ini dan bahkan semua negara di dunia mengalami hal yang sama tentang gejolak dari para buruh. Buruh pada dasarnya melakukan pemberontakan ketika ia merasa tidak adil dalam pekerjaannya dan ketika hak-haknya sebagai manusia dan sebagai buruh harus dirampas oleh penguasa ataupun bagi orang-orang yang memiliki kepentingan didalam sistem Kapitalis. Buruh yang sedemikian banyaknya memiliki permasalahan yang berbeda-beda tergantung dengan tidak terealisasinya hak-hak normatif yang dimiliki oleh setiap buruh. Hak normatif buruh tersebut mencakup hak untuk mendapatkan upah seperti upah lembur, UMK, upah hari libur dan upah berkala. Lalu ada hak jaminan kesehatan, jaminan hari tua, cuti haid, cuti melahirkan dan hak untuk berserikat. Hak-Hak normatif tersebut diatur dalam UU no 13 tahun 2003. (Bahder:2004)

Pada hak-hak buruh tersebut walaupun sudah disahkan dalam UU, tetap saja memiliki hambatan dari elit berkuasa. Buruh diidentikkan dengan kondisi ketidakadilan, kebobrokan dan kemelaratan. Dengan adanya kondisi ketidakadilan tersebut maka muncullah permasalahan-permasalahan buruh. Abdulah (2008), permasalahan perburuhan di Indonesia sendiri mengalami peningkatan dari masa ke masa. Perampasan hak-hak manusiawi ( sosial, ekonomi, dan politik ) buruh secara umum selalu terjadi sepanjang sejarah perburuhan. Indonesia sendiri sejak kemerdekaan berlangsung, masih saja mengalami problematika dalam ketidakadilan. Bangsa-bangsa asing masih berperan untuk memonopoli terhadap


(16)

kepemilikan yang ada di Indonesia. Akibat perekonomian yang terus-menerus dikuasai pihak asing menimbulkan sebagian besar rakyat mengalami kelaparan sehingga buruh melakukan mogok. Bersamaan dengan ketidakadilan tersebut, muncullah suatu tindakan yang dilakukan buruh untuk menuntut hak-hak normatif tersebut. Namun semua tuntutan tersebut tidak dapat terwujud apabila hanya diperjuangkan sendiri saja. Hal inilah yang membuat Buruh pun sadar dan memilih membentuk suatu organisasi yang merupakan gerakan sosial sebagai tempat mereka bersatu dan sama-sama menyuarakan apa yang menjadi masalah mereka agar buruh menjadi kuat ketika mereka akan menuntut.

Gerakan sosial merupakan hal mendasar sebagai wadah para buruh menyampaikan aspirasinya. Dalam buku perubahan sosial oleh Nanang (2011), ia menjelaskan bahwa gerakan sosial merupakan suatu aliansi sosial sejumlah besar orang yang berserikat untuk mendorong ataupun menghambat suatu segi perubahan sosial dalam suatu masyarakat. Gerakan sosial ditandai dengan adanya tujuan atau kepentingan bersama. Gerakan sosial ditandai dengan adanya tujuan jangka panjang yaitu untuk mengubah ataupun mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya. Dalam gerakan sosial, buruh membuat suatu wadah yang dinamakan dengan serikat buruh. Munculnya serikat buruh adalah pada tingkat awal kapitalisme. Bertolak dari kepentingan langsung untuk perbaikan syarat-syarat ekonomi dan sosial bagi kehidupan kaum buruh. Kaum buruh menyatukan diri dalam wadah organisasi berupa serikat buruh. Di dalam masyarakat kapitalis, penitingnya menyatukan diri adalah karena kaum buruh menghadapi kekuatan-kekuatan yang berpotensi lebih unggul daripada mereka sendiri. Hingga pada masa reformasi, serikat-setikat buruh mulai bertambah. Akan


(17)

tetapi terdapat fakta bahwa serikat-serikat pekerja, sebagaimana juga partai politik memiliki agenda-agenda tersembunyi yang tentu aja berujung pada kekuasaan dibalik visi dan misinya untuk memperjuangkan pekerja. Kuatnya suatu organisasi serikat buruh tergantung pada bagaimana para anggotanya peduli dan sadar akan pentingnya suatu organisasi pekerja.

Organisasi pekerja menjadi keberlanjutan dari bentuk perjuangan kaum buruh. Dalam Bahder (2004) serikat pekerja maupun serikat buruh didirikan secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab oleh pekerja atau buruh untuk memperjuangkan kepentingan buruh maupun keluarganya. Dalam pembentukan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dapat menggunakan nama yang berbeda seperti perkumpulan pekerja atau perkumpulan buruh, organisasi pekerja atau organisasi buruh sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang. Serikat buruh berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi, membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja atau buruh serta keluarganya.

Tujuan dari dibentuknya serikat buruh adalah:

1. Melindungi dan membela hak-hak serta kepentingan pekerja atau buruh. 2. Menghimpun serta mempersatukan kaum pekerja untuk mewujudkan rasa

kesetiakawanan dan tali persaudaraan sesama kaum pekerja atau buruh, dan

3. Meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab kaum pekerja atau buruh di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam usaha pembangunan.


(18)

Serikat buruh tersebut merupakan bentuk dari gerakan sosial yang dilakukan oleh buruh. Gerakan sosial buruh merupakan istilah yang digunakan secara luas dalam menjelaskan dinamika organisasi kolektif para buruh dalam rangka menuntut perbaikan nasib mereka kepada para elit penguasa dan kebijakan-kebijakan perburuhan yang pro buruh dan adil. Gerakan sosial buruh memiliki 4 kategori diantaranya:

1. Gerakan sosial buruh yang berorientasi untuk mensejaterahkan para anggotanya sehingga para anggotanya mendapatkan keuntungan.

2. Gerakan sosial buruh yang bertujuan untuk melakukan tawar-menawar secara kolektif sehingga mereka dapat bernegosiasi dengan para pengusaha mengenai upah dan kondisi kerja yang manusiawi.

3. Gerakan sosial buruh yang berorientasi untuk melakukan tindakan perlawanan seperti unjuk rasa,boikot,sabotase dan pemogokan.

4. Gerakan sosial buruh yang berorientasi pada aktivitas politik. Gerakan ini bertujuan untuk mewujudkan legislasi yang adil untuk para buruh. Gerakan ini biasanya berwujud partai politik. (Nanang: 2011)

Gerakan sosial hingga saat ini semakin berkembang dan menghasilkan reposisi gerakan buruh. Gerakan sosial buruh di Indonesia berdiri pada tahun 1878 dan pada masa ini gerakan sosial buruh telah memiliki perkembangan yang pesat karena adanya 4 kategori gerakan sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut. Gerakan sosial yang berorientasi pada organisasi mencapai jumlah sebanyak 1.446 bagian. Seperti misalnya Serikat Buruh Muslim Indonesia (SARBUMUSI), Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBI) dan banyak lainnya. Akan tetapi setiap gerakan-gerakan sosial yang ada di Indonesia ini pun kemudian


(19)

dipersatukan dengan membentuk Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). (Bahder:2004)

Di Sum a te ra Uta ra se nd iri, ko nflik a nta ra b uruh d a n p iha k p e ng usa ha se ring te rja d i. Pe rke b una n m e rup a ka n sa la h sa tu w a d a h p e rusa ha a n ya ng se ring te rlib a t ko nflik b a ik itu d a ri se g i se ng ke ta ta na h m a up un up a h. Ko nflik d ip e rke b una n d id o m ina si o le h m a sya ra ka t suku Ja w a ya ng d a ta ng ke Sum a te ra se b a g a i kuli ko ntra k. Da la m jurna l (D.Sya hp a ni,2010 re p o sito ry.usu.a c .id /b itstre a m /.../3/C ha p te r%20II.p d f , te nta ng d a ta ng nya o ra ng Ja w a ke Sum a te ra ) te rja d inya a rus m ig ra si p e nd ud uk ya ng d e ra s d a ri p ula u Ja w a untuk m e nja d i kuli ko ntra k d i Sum a te ra b e rla ng sung m e nje la ng te rja d inya d e p re si e ko no m i d unia . Pa ra p e nd ud uk m iskin d i Ja w a ya ng te ruta m a b e ra d a d i d e sa -d e sa te rp e nc il, d ib a w a ke Sum a te ra untuk d i ja d ika n p e ke rja d i se jum la h p e rke b una n d i wila ya h te rse b ut. Be rsa m a a n d e ng a n p e sa tnya p e m b uka a n la ha n b a ru untuk p e rke b una n te m b a ka u, ta hun 1890-1920 a d a la h e ra d im a na m a suknya g e lo m b a ng kuli untuk b e ke rja d i p e rke b una n te m b a ka u sw a sta m ilik Be la nd a d a ta ng se c a ra b e sa r-b e sa ra n. Pa ra kuli ya ng d ise b ut kuli ko ntra k a d a la h ke b a nya ka n d a ri Ja w a . Ke b a nya ka n d a ri m e re ka te rtip u o le h b ujuka n p a ra a g e n p e nc a ri ke rja ya ng m e ng a ta ka n ke p a d a m e re ka b a hw a De li a d a la h te m p a t d im a na p o ho n ya ng b e rd a un ua ng (m e ta fo r d a ri te m b a ka u). Dija njika n a ka n ka ya ra ya na m un


(20)

ke nya ta a nnya m e re ka d ija d ika n b ud a k. Se la m a p uluha n ta hun m e re ka m e nja la ni ke hid up a n ya ng sa ng a t tid a k m a nusia wi, up a h ya ng sa ng a t re nd a h, p e rla kua n ka sa r m a jika n. O ra ng -o ra ng a sing b e rlo m b a m e na na m ka n m o d a l ke Sum a te ra Tim ur. O le h ka re na sulit m e nd a ta ng ka n b uruh C ina d a n Ind ia ke Sum a te ra Tim ur, m a ka kuli ko ntra k d id a ta ng ka n d a ri Ja w a . Se la in itu, up a h p a ra b uruh Ja w a le b ih re nd a h d a ri p a d a b uruh C ina ya ng p a d a w a ktu itu jug a m e rup a ka n kuli ko ntra k.

Ke sa d a ra n a ka n p e rb e d a a n sta tus d a n up a h a nta ra p rib um i ya itu suku Ja w a d a n no np rib um i ya itu C ina ya ng m e m b ua t te rja d inya ko nflik b uruh d i p e rke b una n ya ng d id o m ina si o le h suku Ja w a . Me re ka m e ra sa te rja d i ke tim p a ng a n so sia l se b a g a i WNI ka re na ke se nja ng a n up a h te rse b ut. Ke sa d a ra n a ka n ke se nja ng a n inila h ya ng m e m b ua t ko nflik itu m unc ul d a n m e ng ha silka n sua tu g e ra ka n. Be rd a sa rka n p e ng a m a ta n d ila p a ng a n, p e ne liti le b ih te rta rik untuk m e ng a m a ti ko nflik ya ng a d a d i PTPN II. Kita d a p a t m e liha t b a hw a PTPN II m e rup a ka n p e rusa ha a n ya ng b a nya k m e m iliki ko nflik ya ng te rd a p a t d ib e rb a g a i te m p a t se p e rti d i Ka b up a te n La ng ka t, Binja i d a n Ka b up a te n De li Se rd a ng . Di Ka b up a te n De li Se rd a ng se nd iri, ko nflik ya ng p a ling se ring te rja d i ya itu d i d a e ra h Ta njung Mo ra w a d a n Ba ta ng Kuis. Untuk itula h m a ka Pe ne liti m e m ilih ka wa sa n Ba ta ng Kuisi se b a g a i o b je k p e ne litia n.


(21)

Di Batang Kuis merupakan wadah dari gerakan sosial sebagai bentuk perlawanan terhadap PTPN II yaitu HIPPMA ( Himpunan Pensiunan Maju Bersama ). Organisasi ini sama dengan organisasi yang lainnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan apa yang menjadi hak-hak pekerja. Tetapi perbedaannya adalah dimana organisasi ini berorientasi pada hak pensiunan buruh PTPN II. Ribuan pensiunan PT Perkebunan Nusantara II di Sumatera Utara yang tergabung dalam Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama ( HIPPMA ) menuntut hak kepemilikan rumah, tanah, Santunan Hari Tua ( SHT ), upah dan pekarangan kebun sayur yang puluhan tahun sudah mereka tempati. Mereka berunjuk rasa di Kantor DPRD Sumut, Kantor Gubernur Sumut, dan Kantor PTPN II di Tanjung Morawa. Pensiunan turun ke jalan dipicu surat direksi PTPN II yang meminta pengosongan rumah dinas ditambah ancanam akan dilaporkan kepada yang berwajib. Sebelumnya, pada tahun 2002 PTPN II pernah berjanji untuk mendistribusikan tanah seluas 558,35 hektar untuk pensiunan PTPN II eks PTPN IX, namun hingga kini belum ada realisasinya. Keputusan itu dikuatkan dengan SK BPN nomor 42, 43, 44/HGU/BPN/2002 tanggal 29 November 2002. Kondisi para pensiunan buruh PTPN II ini memang mengkhawatirkan dimana ada 6.070 kepala keluarga yang terancam tergusur dari rumah pondok PTPN II.

Kondisi seperti ini menjadi dilema tersendiri bagi para pensiunan dimana mereka diperhadapkan pada keadaan yang sulit. Pada kenyataannya, HIPPMA masih berupaya keras dalam memperjuangkan hak-hak pensiunan buruh tetapi masih terombang-ambing padahal kehadiran gerakan sosial ini seyogiyanya dapat menjadi penghubung dalam penyelesaian masalah sehingga mencapai suatu


(22)

kesepakatan diantara dua pihak.Sampai sekarang organisasi HIPPMA masih terus berjuang untuk mendapatkan hak-hak mereka. Dengan melihat realita ini, penulis tertarik untuk mendeskripsikan tentang peran dari gerakan sosial HIPPMA ini sehingga mampu menjadi pejuang hak pensiunan buruh.

1.2Rumusan Masalah

Dalam sebuah peneilitian harus memiliki batasan-batasan permasalahan yang harus diamati maupun diteliti sehingga penelitian tersebut dapat terfokus dalam suatu permasalahan yang dapat diselesaikandan peneliti tidak lari dari jalur yang telah ditetapkan. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana bentuk strategi gerakan sosial HIPPMA dalam memperjuangkan hak-hak pensiunan PTPN II ?

2. Apa saja yang menjadi kendala maupun hambatan yang diperoleh selama proses gerakan HIPPMA?

3. Apa hasil yang diperoleh dari gerakan sosial tersebut?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana peran dari gerakan sosial HIPPMA tersebut yang berdampak bagi kesejahteraan para pensiunan buruh dengan usaha mengembalikan hak-hak mereka di Desa Tanjung Sari,Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang.


(23)

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah penelitian telah selesai dilaksanakan. Adapun yang menjadi manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi dan setiap orang yang membaca hasil penelitian ini memahami bagaimana sebenarnya gerakan sosial pensiunan buruh selama ini, serta dapat menambah referensi hasil penelitian bagi peneliti selanjutnya yang mengkaji persoalan terkait dengan penelitian ini.

1.4.2 Manfaat Praktis

Rangkaian kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan kemampuan berfikir peneliti dalam menyusun karya tulis ilmiah, serta hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait seperti para buruh, masyarakat dan pemerintah Kabupaten Deli Serdang dalam pengambilan kebijakan.


(24)

1.5 Definisi Konsep 1.5.1 Gerakan sosial

Gerakan sosial pada hakekatnya merupakan hasil perilaku kolektif, yaitu sebuah perilaku yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respon terhadap rangsangan tertentu. Gerakan sosial ini sifatnya lebih terorganisir dan lebih memiliki tujuan dan kepentingan bersama dalam konteks interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elit, lawan dan penguasa hingga mencapai suatu hak yang sedang diperjuangkan.

1.5.2 Hak

Hak merupakan segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Hak memiliki pengertian tentang sesatu hal yang benar, milik kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu ( karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan dan sebagainya), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Tetapi dari pengertian tersebut, hak tidak selalu bersifat absolut karena suatu hak akan kalah oleh alasan atau keadaan tertentu lainnya yang dapat menggugurkan posisi hak tersebut.


(25)

Usia pensiun pada dasarnya telah ditentukan dalam peraturan internal perusahaan atau diperjanjian kerjasama. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menentukan usia pensiunan kerja adalah 55 tahun. Para pekerja yang memasuki usia pensiun berhak atas imbalan santunan hari tua dan pesangon secara berkelanjutan sampai ia meninggal.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Gerakan Sosial

Secara umum, gerakan sosial dimaknai sebagai sebuah gerakan yang lahir dari sekelompok individu untuk memperjuangkan kepentingan, aspirasi atau menuntut adanya perubahan yang ditujukan oleh sekelompok tertentu misalnya pemerintah atau penguasa. Namun, gerakan sosial ini dapat berpihak sebagai kelompok yang pro maupun kontra dengan pemerintah (penguasa). Gerakan sosial merupakan bentuk dari kolektivitas orang-orang didalamnya untuk membawa atau menentang perubahan. Gidden dalam (Putra,dkk,2006) menjelaskan konsep gerakan sosial sebagai suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama, atau gerakan yang bertujuan untuk mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif di luar lingkup lembaga-lembaga yang sudah ada.

Dalam buku Sosiologi Perubahan Sosial oleh Nanang (2011), Sztompka memberikan batasan definisi gerakan sosial. Menurutnya gerakan sosial harus memiliki empat kriteria, yaitu: pertama adanya kolektifitas; kedua, memiliki tujuan bersama yaitu mewujudkan perubahan tertentu dalam masyarakat mereka yang ditetapkan partisipan menurut cara yang sama; ketiga kolektivitasnya relatif tersebar namun lebih rendah derajadnya daripada organisasi formal. Keempat, tindakannya memiliki derajat spontanitas tinggi namun tidak terlembaga dan bentuknya tidak konvensional.


(27)

Teori gerakan sosial lebih melihat faktor masyarakat daripada individu sebagai pemicu munculnya gerakan sosial. Dengan adanya gerakan sosial, muncullah teori-teori lainnya sebagai akibat dari terjadinya gerakan sosial yaitu:

2.1.1 Teori Deprivasi Relatif (relative deprivation theory)

Deprivasi merupakan perasaan yang timbul bila seseorang menyadari bahwa kondisi hidupnya mengalami kekurangan dalam beberapa hal, hal-hal mana mereka sadari ada pada diri orang lain dan ia merasa bahwa seharusnya hal-hal itu harus juga ia miliki. Deprivasi relatif adalah deprivasi yang dirasakan bila seseorang membandingkan dirinya dengan kelompok tertentu atau generalized other, dengan kata lain hal ini ditentukan oleh pilhan individu tersebut terhadap kelompok yang akan dijadikannya sebagai kelompok referensi komparatifnya. Deprivasi relatif mengandung pengertian tentang ketimpangan sosial dan ketidakadilan sosial. (David Berry:2003)

Teori deprivasi relatif dikembangkan oleh Stouffer. Berdasarkan teori ini dalam buku sosiologi perubahan, seseorang merasa kecewa karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Orang yang menginginkan sedikit, namun ternyata hanya mampu memperoleh lebih sedikit akan merasakan kekecewaan yang lebih rendah daripada orang yang telah memperoleh banyak, tetapi masih menghendaki yang lebih dari apa yang telah mereka dapatkan. Faktor ini juga dipicu oleh proses melemahnya kendali atau tradisi kesukuan yang biasanya disertai dengan meningkatnya kadar keinginan.


(28)

Kondisi seperti ini mudah dipicu dan berubah menjadi aksi-aksi kolektif spontan, tidak terorganisir, dan tidak menggunakan saluran-saluran resmi. Dalam bahasa Ted Gurr, misalnya, kekerasan-kekerasan muncul karena terjadinya deprivasi relatif. Perasaan terpinggirkan (deprived) terjadi karena kesenjangan (disparity) antara nilai-nilai expektasi dan nilai-nilai kemampuan. Kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Semakin besar dan serius kesenjangan itu, maka potensi kekerasan semakin besar pula. Singkatnya gerakan sosial muncul sebagai akibat ketidakpuasan. Ia kemudian akan semakin berkembang ketika ketidakpuasan ini meluas dan pada saat yang sama tidak terdapat lagi institusi-institusi yang mampu berperan secara fleksibel yang mampu meresponnya. (Nanang Martono : 2011)

2.1.2 Teori Mobilitas Sumber Daya (Resource Mobilization Theory)

Teori ini menekankan pada faktor teknis, bukan penyebab munculnya gerakan sosial. Teori ini menjelaskan tentang pentingnya pendayagunaan sumber daya secara efektif dalam menunjang gerakan sosial, karena gerakan sosial yang berhasil memerlukan organisasi dan taktik yang efektif. Teori ini berpandangan bahwa kepemimpinan, organisasi dan taktik merupakan faktor utama yang menentukan sukses atau gagalnya suatu gerakan sosial. Sumber daya yang dimaksud dalam teori ini adalah pandangan dan tradisi yang menunjang, peraturan hukum yang mendukung organisasi dan pejabat yang dapat membantu, manfaat yang memungkinkan untuk dipromosikan, kelompok sasaran yang dapat


(29)

tepikat oleh manfaat tersebut dan sumber daya penunjang lainnya. (Nanang Martono : 2011)

Pespektif Mobilisasi Sumber Daya melihat bahwa masalah dan ketegangan sosial itu sebagai sesuatu yang nyaris melekat didalam masyarakat. Kenyataan bahwa ketidakpuasan seringkali tidak menimbulkan gerakan sosial dan tidak pada tempatnya bila kita menganggap bahwa ketidakpuasan selalu menghasilkan protes. Karena itu, perspektif mobilisasi sumber daya mengajukan tesis baru bahwa organisasi-organisasi gerakan memberikan struktur mobilisasi yang sangat krusial bagi aksi kolektif dalam bentuk apapun. Dengan kata lain, pendekatan ini menyatakan bahwa gerakan sosial muncul sebagai konsekuensi dari bersatunya para aktor dalam cara-cara yang rasional, mengikuti kepentingan-kepentingan mereka, dan adanya peran sentral organisasi dan para kader dan pemimpin profesional untuk memobilisasi sumber daya pada mereka. (KSPPM:2008)

2.2 Gerakan Para Buruh di Indonesia

Gerakan buruh pasca Soeharto memang telah menyita banyak perhatian masyarakat, termasuk para pengamat. Jika diamati lebih dekat, sebagian besar pemerhati buruh sebenarnya memiliki gambaran suram terhadap gerakan buruh Indonesia. Pertama, sebagian pengamat berargumen bahwa pasca Soeharto, buruh bukanlah kelompok yang solid. Sebagai warisan dari otoritarianisme brutal Soeharto, buruh dilihat terlalu terpecah-pecah dan tidak bisa mendesakkan


(30)

kepentingannya sebagai kelompok. Buruh tidak memiliki rasa kebersamaan sebagai kelompok dan buruh seringkali justru lebih memperhatikan gaya hidup konsumtifnya sendiri. Kedua, organisasi buruh dianggap tetap lemah meskipun telah lahir peraturan yang menyediakan payung bagi lahirnya berbagai serikat buruh. Bukannya membantu lahirnya organisasi buruh yang independen, peraturan seperti itu justru dianggap sebagai pemecah belah gerakan buruh. Kecenderungan ketiga dalam studi perburuhan sebelumnya adalah dengan menunjukkan kegagalan kelompok buruh dalam pertarungan pemilu. Bagi kelompok pengamat ini, buruh dianggap gagal menancapkan pengaruh politiknya pasca Soeharto. Berbeda dengan pandangan pengamat sebelumnya, tulisan ini berupaya menunjukkan bahwa di tengah himpitan pasar kerja fleksibel, kaum buruh masih tetap gencar melakukan perlawanan melalui aksi-aksi jalanan yang mereka gelar. Menguasai jalan-jalan raya, menduduki kantor-kantor publik, menutup jalan tol, memblokade kawasan industri, merupakan berbagai aksi jalanan yang kian banyak dilakukan buruh. Aksi jalanan nampaknya mulai dipilih buruh sebagai reaksi mereka atas kebebalan penguasa yang dirasa makin terabaikan terhadap nasib buruh. Menurut (Muhtar Habibi, 2013. dalam jurnal buruh pasca Soeharto)

Pasca jatuhnya pemerintahan Orde Baru, gerakan buruh ternyata memiliki permasalahan kelas ketika proses industrialisasi telah merasuk ke dalam individu buruh itu sendiri khususnya paska jatuhnya pemerintah Orde Baru. Perjuangan serikat pekerja di Indonesia telah mengalami pergeseran dari isu-isu kesejahteraan menjadi perjuangan eksistensial yang hanya sekadar mempertahankan


(31)

pekerjaannya sendiri. Problem lainnya adalah rendahnya kesadaran berorganisasi di kalangan buruh dan ini terkait dengan warisan depolitisasi Orde Baru yang cukup lama. Pada saat itu hampir semua sektor di depolitisasi, termasuk sektor buruh sehingga para buruh cenderung menghindari persoalan-persoalan politik yang konkret. Meskipun kebebasan untuk membentuk organisasi telah diatur dalam undang-undang, namun bukan berarti dengan serta merta diiringi oleh kemampuan untuk menata pengorganisasian buruh.

Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya institusi buruh, sejak jatuhnya pemerintah Orde Baru diantaranya adalah tingkat pengangguran yang tinggi sebagai akibat dari krisis ekonomi memberikan pengaruh negatif. Di sisi lain, warisan subordinasi, tekanan dan kontrol yang ketat selama Orde Baru, telah menyebabkan kelas pekerja hanya memiliki sedikit keterampilan dan kemampuan berorganisasi. Kondisi di atas akhirnya menjebak para aktivis buruh untuk terlibat hanya pada persoalan-persoalan spesifik buruh semata. Mereka hanya sibuk dengan urusan-urusan sektoralnya saja dan jarang terlibat dalam persoalan-persoalan kebangsaan yang lebih luas. Sehingga, kebebasan berorganisasi yang dimiliki oleh kaum buruh tidak diiringi dengan penguatannya sebagai kekuatan sosial dan politik dan tetap berada pada posisi yang lemah. Untuk merespon perubahan sisten ekonomi-politik, serikat buruh perlu menata ulang berbagai aspek gerakan. Beragam latar belakang sejarah harus dijadikan sebagai cermin saja untuk tidak mengulangi sejarah kelam buruh. Menurut ( Muryanto Amin, 2011. Dalam jurnal http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/46781/1/Jurnal Politeia - Fragmentasi Gerakan Buruh di Indonesia.pdf, tentang fragmentasi gerakan buruh di Indonesia pasca orde baru)


(32)

Gerakan buruh Indonesia telah sampai pada tahap politieke toestand, yakni sebuah keadaan politik yang memungkinkan gerakan buruh bebas berserikat, bebas berkumpul, bebas mengkritik, dan bebas berpendapat. Secara keseluruhan gerakan buruh Indonesia lima tahun terakhir memang bertumbuh pesat. Bahkan, di Asia, Indonesia mendapat pengakuan sebagai yang berkembang pesat. Prestasi mereka mendorong perbaikan jaminan sosial nasional, perbaikan upah minimum, menjadikan 1 Mei sebagai hari libur nasional adalah pencapaian bagus. Sayangnya keberhasilan ini belakangan mulai memudar akibat berlanjutnya fragmentasi organisasi buruh. Hampir semua serikat buruh mengalami perpecahan akibat kegagalan mengelola konflik internal organisasi, mengedepankan egoisme, dan menjauh dari pusaran penyatuan gerakan (sentrifugal). Yang paling dibutuhkan kini adalah menyatukan kekuatan suara buruh, selanjutnya mengirim pesan tegas kepada elite politik bangsa agar sungguh-sungguh memperbaiki nasib buruh Indonesia termasuk buruh migran. Selagi momentum sedang berpihak kepada Indonesia, pemimpin buruh harus segera berbenah. Pada masa Orde Lama saja pemimpin buruh Indonesia diperhitungkan dalam kancah internasional karena jadi pelaku utama yang melahirkan wadah serikat buruh internasional. Selanjutnya, penguatan kapasitas pengurus sampai di level rata-rata pemimpin buruh dunia lainnya. Pemimpin buruh tak hanya diperlukan untuk perjuangan domestik, tetapi juga internasionalis, mengingat hampir semua ide, bentuk hubungan kerja, dan sistem ekonomi yang merugikan buruh berasal dari kapitalis internasional. (academia.edu/Kondisi_Buruh_di_Indonesia)


(33)

2.3 Teori Konflik dalam Gerakan Sosial

Teori konflik adalah salah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian atau komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha menaklukkan kepentingan yang lain guna memenuhi kepentingannya atau memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Karl Marx dalam buku Elly M. Setiadi (2013) memberikan landasan pemikiran tentang kehidupan sosial:

1. Masyarakat sebagai arena yang didalamnya terdapat berbagai bentuk pertentangan .

2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan dengan berpihak pada kekuatan yang dominan.

3. Paksaan dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor utama untuk memelihara lembaga-lembaga sosial seperti milik pribadi, perbudakan kapital yang menimbulkan ketidaksaan hak dan kesempatan. Kesenjangan sosial terjadi dalam masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang bertumpu pada cara-cara kekerasan, penipuan dan penindasan dengan demikian titik tumpuh adalah kesenjangan sosial.

4. Negara dan hukum dilihat sebagai alat penindasan yang digunakan oleh kelas yang berkuasa ( kapitalis ) demi keuntungan mereka.

5. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain sehingga konflik tidak terelakkan lagi.


(34)

Sebagaimana dikemukakan oleh Karl Marx yang memandang masyarakat terdiri dari dua kelas yang didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat produksi yaitu kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas borjuis adalah kelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yang dalam hal ini adalah perusahaan sebagai modal dalam produksi atau usaha. Kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan alat produksi sehingga dalam pemenuhan akan kebutuhan ekonominya tidak lain adalah hanya menjual tenaganya. Menurut Marx masyarakat terintegrasi karena adanya struktur kelas dimana kelas borjuis menggunakan negara dan hukum untuk mendominasi kelas proletar. Konflik antar kelas sosial terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi dimana dalam proses produksi terjadi kegiatan pengeksploitasian terhadap kelompok proletar oleh kelompok borjuis. ( Elly M. Setiadi : 2013 )

Fenomena konflik kemudian dipandang oleh Simmel dalam buku sosiologi konflik (Novri Susan : 2009 ) sebagai proses sosiasi. Sosiasi dapat menciptakan asosiasi, yaitu para individu yang berkumpul sebagai kesatuan kelompok masyarakat. Sebaliknya sosiasi melahirkan diasosiasi yaitu para individu mengalami interaksi saling bermusuhan karena adanya feeling of hostility secara alamiah. Ketika konflik menjadi bagian dari interaksi sosial maka konflik menciptakan batasan-batasan antarkelompok dengan memperkuat kesadaran internal yang membuat kelompok tersebut terbedakan dan terpisah dari kelompok lain. Hal ini berlaku secara permusuhan timbal balik. Permusuhan timbal balik ini mendirikan identitas dari berbagai jenis kelompok dalam sistem dan sekaligus juga menolong untuk memelihara keseluruhan sistem sosial.


(35)

Ketimpangan ekonomi dan kekuasaan yang menimbulkan kontradiksi dan konflik antara berbagai segmen penduduk ( kelas, strata, kelompok kepentingan dan sebagainya ) menurut Dahrendorf ( Piotr, 2004:340 ) selalu dijadikan faktor pendorong utama untuk memobilisasi gerakan. Perbedaan hierarkis kepentingan tersembunyi yang menimbulkan ketegangan dan kepedihan, keluhan dan kerugian dikalangan rakyat, akan memotivasi orang untuk bergabung dalam gerakan protes atau pembaruan. Perasaan kehilangan kesempatan , peluang hidup, akses terhadap sumber daya dan barang berharga, menyediakan langganan yang siap untuk melakukan gerakan. Mereka mudah untuk direkrut dan dimobilisasi untuk bertindak dengan tujuan redistribusi struktural terhadap hak istimewa dan kepuasan.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian sosial dengan format deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat sebagai objek penelitian. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam permasalahan yang diteliti. Penelitian dengan metode deskriptif dalam tulisan ini mencoba menggambarkan bagaimana gerakan sosial HIPPMA (Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama) dalam memperjuangkan hak-hak pensiunan tersebut di Desa Tanjung Sari,Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang.

3.2Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di di Desa Tanjung Sari,Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan peneliti dalam memilih lokasi penelitian ini adalah karena peneliti merasa tertarik dengan permasalahan-permasalahan buruh saat ini yang tidak pernah selesai dan tidak ada jalan damai di dua pihak terutama pada PTPN 2 yang memiliki banyak konflik terhadap buruh yang pernah bekerja disana.


(37)

3.3 Unit Analisis Data

Unit analisi adalah hal-hal yang diperhitumgkan menjadi subjek penelitian atau keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah pensiunan buruh PTPN 2 yang termasuk dalam gerakan sosial HIPPMA dan yang hak-haknya belum terpenuhi.

3.4Informan

Informan merupakan subjek yang memahami perasaan penelitian sebagai pelaku maupun orang yang memahami permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi informan penelitian adalah :

1. Dewan Penasehat HIPPMA 2. Dewan Pimpinan Pusat HIPPMA

3. Pensiunan buruh PTPN 2 yang masuk dalam organisasi HIPPMA

Keempat informan ini merupakan informan yang mampu menjawab rumusan masalah yang telah dibuat dimana informan ini akan memberikan penjelasan tentang awal mula terbentuknya HIPPMA,seperti apa gerakan yang dilakukan baik itu berdasarkan strategi dan melihat hasil-hasil yang diperoleh dari gerakan sosial yang mereka lakukan tersebut. Keempat informan ini merupakan pelaku yang benar-benar mengetahui kondisi disekitar perkebunan tersebut.

3.5Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan informasi sesuai dengan penelitian. Teknik pengumpulan data ini dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:


(38)

3.5.1 Teknik Pengumpulan Data Primer

Merupakan data yang secara langsung diperoleh dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengumpulan data secara langsung. Pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara:

1. Observasi

Observasi merupakan study yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Dengan artian bahwa peneliti ikut terjun ke lapangan untuk memahami fenomena yang ada di lapangan. Melalui penelitian ini, peneliti langsung mengamati kondisi pensiunan buruh yang hak-haknya belum di dapat serta bila perlu dapat juga melihat secara langsung bentuk-bentuk gerakan mereka seperti melakukan musyawarah, demo dan semangat perjuangannya sehingga hasil dari observasi ini dapat di deskripsikan dalam hasil penelitian.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan salah satu metode dalam memperoleh data yang ada di lapangan. Wawancara merupakan proses tanya jawab antara peneliti dengan informan yang ada di lapangan. Wawancara yang digunakan adalah wawancara secara mendalam. Agar wawancara menjadi lebih terarah maka digunakan instrumen berupa pedoman wawancara yaitu merupakan urutan –urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti dalam memperoleh data yang sesuai dengan rumusan masalah yang telah


(39)

di fokuskan. Wawancara lebih banyak membantu dalam hal ini dimana peneliti lebih mendapatkan informasi penting.

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber kedua atau pihak lain terkait dengan permasalahan penelitian. Data ini dapat diperoleh melalu beberapa hal seperti surat kabar, dokumen-dokumen resmi dan jurnal yang terkai dengan topik penelitian yang dianggap memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan.

3.6Interpretasi Data

Menganalisis data menunjuk pada kegiatan mengorganisasikan data ke dalam susunan-susunan tertentu dalam rangka penginterpretasian data. Analisis data dimulai dengan menelaah semua data yang telah terkumpul dalam proses penelitian, kemudian membaca dan mempelajarinya untuk dilakukan reduksi data yang dilakukan dengan membuat rangkuman atau inti dari permasalahan sehingga tetap berada pada fokus penelitian. Interpretasi data dilakukan melalui upaya mengolah data,memadukan atau menggabungkannya, membuat rangkuman, menentukan apa yang penting untuk dipelajari atau ditafsirkan dan memuruskan untuk menceritaknnya kembali melalui laporan penelitian.


(40)

3.7 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 Acc Judul Penelitian √

3 PenyusunanProposal Penelitian √ √ √ 4 Seminar Proposal Penelitian √ 5 Revisi Proposal Penelitian √ 6 Penelitian Lapangan dan

Interpretasi data

√ √ √ √

7 Penilisan Laporan Akhir √ √ √

8 Bimbingan √ √ √

9 Sidang Meja Hijau √

3.7 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah terutama dalam melakukan wawancara mendalam terhadap informan. Selain itu adanya informan yang tidak bisa memberikan informasi karena penelitian penulis memberikan pengaruh yang negatif bagi suatu lembaga. Terlepas dari permasalahan penelitian, peneliti menyadari keterbatasan mengenai metode menyebabkan lambatnya proses penelitian.


(41)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Sejarah Munculnya Gerakan Buruh

Sejak abad XIV Indonesia telah menjadi pusat perhatian dan menarik pedagang-pedagang luar negeri, karena kekayaan Indonesia mengenai hasil rempah-rempah seperti: lada, pala, ketumbar, kayu manis dan sebaginya yang diperdagangkan oleh pedagang-pedagang dari India, Persia, Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Untuk mendapatkan kepentingan ekonominya, pedagang-pedagang asing tersebut menggunakan pertentangan-pertentangan yang ada antara raja-raja di wilayah Indonesia. Perpecahan yang ada diantara raja-raja tersebut serta keunggulan teknik yang dimiliki oleh pedagang-pedagang asing itu menyebabkan raja-raja selalu kalah dalam peperangan menghadapi orang-orang asing.

Pada tanggal 22 Juni 1596 armada Belanda berlabuh di Indonesia dibawah pimpinan Cornelis Houtman di Banten. Pada tahun 1602 dibentuk perkumpulan dagang bernama VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) serta kemudian diangkat seorang Gubernur Jenderal pada tahun 1610. Politik dalam negeri VOC melakukan exploitasi terhadap organisasi-organisasi feodal yang telah ada, sehingga rakyat menderita dua macam penindasan, yaitu dari raja-raja dan dari VOC. Timbulnya perlawanan-perlawanan dari kaum tani yang menderita dua hal ketertindasan tersebut serta merajalelanya korupsi di dalam VOC menyebabkan


(42)

VOC dibubarkan dan kekuasaannya dialihkan langsung kepada pemerintah Belanda pada tahun 1800. Pada saat itu penjajahan Belanda terhadap Indonesia dengan cara penimbunan modal secara sederhana beserta sistem monopolinya. Dengan ikut sertanya kapital swasta di negeri Belanda dalam penjajahan kolonial terhadap Indonesia itu berarti pengalihan terjadi dari sistem monopoli menjadi sistem persaingan bebas.

Berhubung dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1895, maka sebagian besar kapitalis-kapitalis swasta di negeri Belanda mengalami kehancuran, sehingga tinggal beberapa bagian kapitalis besar yang masih bertahan hidup. Ini menyebabkan ‘kapital finans’ berkuasa sepenuhnya (perpaduan dari kapital bank, kapital industri dan kapital perdagangan). Dengan begitu maka zaman kapital industri yang berdasarkan persaingan bebas berakhir dan segera disusul oleh zaman imperialisme.

Dengan demikian kedudukan Indonesia sejak tahun 1895 di dalam hubungan ekonomi Dunia ialah bahwa Indonesia dijadikan tempat sumber bahan mentah, tempat penanaman modal, tempat pemasaran hasil produksi kapitalis dunia serta sebagai sumber tenaga buruh yang sangat murah. Dengan lahirnya imperialisme Belanda di Indonesia itulah yang membuat munculnya kaum buruh di Indonesia.

Dengan adanya penanaman modal industri oleh imperialis ( kapitalis monopoli tingkat tinggi ) dalam berbagai lapangan di Indonesia ( pabrik-pabrik, bengkel-bengkel, pertambangan, transport, perkebunan, industri-industri gula, industri-industri kecil dan lainnya) lahirlah golongan rakyat dalam masyarakat


(43)

yang baru yaitu “kaum Buruh”, sebagai golongan yang menurut kedudukan sosialnya berkepentingan untuk menghapuskan sistem penjajahan dan penindasan yang dijalankan oleh kaum kapitalis monopoli (imperialis) Belanda. Buruh yang menjual tenaga kerjanya untuk mendapat upah, muncul pada dekade-dekade terakhir abad XIX, terutama di perkebunan swasta yang berkembang di Jawa dan Sumatera.

Penetrasi kapitalisme dalam wilayah pedesaan ditunjukkan dengan hadirnya para petani yang tidak memiliki tanah, dan bekerja pada tanah-tanah sewaan untuk mendapat upah. Sementara itu, di kota-kota besar, seiring dengan perkembangan teknologi yang diberlakukan kolonialisme, muncul pula bidang-bidang pekerjaan baru seperti masinis, sopir, pegawai kantor dan sebagainya. Munculnya buruh upah ini tidak seketika menghadirkan gerakan buruh yang terorganisir dan modern. Perubahan cara pandang, kereta api, surat kabar, dan pendidikan menjadi elemen-elemen penting yang membawa perubahan pada abad XX. Orang-orang pribumi berpendidikan, yang kemudian dikenal sebagai tokoh-tokoh pergerakan, menjadi pemimpin atau penggerak sejumlah organisasi modern seperti Budi Utama, Sarekat Islam, dan sebagainya. Sebaliknya gerakan buruh pada awalnya digerakkan oleh orang-orang Belanda. Di Eropa pada masa itu gerakan buruh sudah dikenal secara luas dalam masyarakat, sehingga bukan hal yang asing lagi jika timbulnya gerakan buruh di Jawa dipelopori oleh orang-orang Eropa.

Hingga saat ini jumlah buruh yang terorganisasi tidak lebih dari 15 persen dari total buruh yang tercatat. Jumlah ribuan anggota yang diklaim oleh organisasi


(44)

buruh tidak lebih dari sekedar klaim. Serikat buruh belum mendapatkan dukungan riil dari anggotanya apalagi secara politik. System organisasi yang masih paternalistic masih mewarnai sebagian besar serikat buruh di Indonesia. Sehingga belum mendukung terhadap pembangunan demokrasi. Pola kerja serikat buruh masih menunggu bola dimana organizer tidak berperan secara aktif hanya bersifat reaktif saja. Hal ini juga tercermin dari cara mereka dalam menyikapi berbagai isu, baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Sampai saat ini isu-isu yang diangkat dalam aksi buruh sebagian besar masih seputar isu-isu ekonomi. Sehingga belum terbentuknya keserikatburuhan.

Sikap pemerintah dan pengusaha masih sama sejak zaman penjajahan yaitu represif dan lebih membela kepentingan modal. Tingginya angka pengangguran membuat posisi tawar buruh menjadi lemah. Tahun 2006 angka pengangguran mencapai 11.1 juta jiwa atau 10,4 persen dari total angkatan kerja tahun ini. Sulitnya memperoleh pekerjaan membuat buruh takut untuk kehilangan pekerjaan. Kondisi ini semakin dimanfaatkan oleh pemilik modal untuk menekan upah buruh semurah mungkin, menerapkan sistem kerja yang fleksibel, dengan syarat dan kondisi kerja yang tidak manusiwi.

Keberpihakan pemerintah terhadap modal tercermin dengan dikeluarkannya rancangan revisi Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (RUUK) yang berisi pemangkasan hak-hak pekerja, pelepasan perlindungan negara, ketidakpastian keberlangsungan kerja, persaingan dengan tenaga kerja asing, ketidakpastian hubungan kerja, penurunan kesejahteraan, dan lain-lain sehingga akan menurunkan kondisi sosial ekonomi buruh dan atau


(45)

masyarakat secara luas. Menanggapi RUUK tersebut serikat buruh yang ada bersikap secara reaktif. Tahun 2006 dimulai aksi-aksi untuk menolak RUUK tersebut hingga puncaknya pada 1 Mei 2006 pada perayaan hari buruh internasional yang juga diberlakukan di Indonesia.

4.2 Sejarah Berdirinya HIPPMA ( Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama )

Pada awal zaman reformasi gerakan masyarakat semakin berkembang yang ditandai dengan adanya otoritarianisme yang dilabelkan sebagai gerakan yang menentang kekuasaan dominan. Setiap gerakan pada umumnya dipicu oleh munculnya suatu ideologi perlawanan yang dijadikan pembenaran dan dirumuskan dalam tujuan-tujuannya dengan maksud agar gerakan tersebut punya landasan yang kuat, motivasi serta aspirasi yang membangkitkan semangat juang masyarakat sebagai guna menghadapi kekuasaan. Sepanjang sejarah dari gerakan masyarakat tidaklah berjalan dengan baik. Banyak yang mengalami nasib buruk berkepanjangan karena ditindas oleh kekuasaan dominan ataupun karena memang tidak pernah diberikan peluang untuk hidup dengan layak.

Gerakan masyarakat menunjukkan kualitasnya dengan membuat organisasi-organisasi yang beranekaragan tujuan dan manfaatnya salah satu dalam gerakan tersebut diwujudkan juga oleh HIPPMA ( Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama ). Awal berdirinya HIPPMA ini tidak terlepas dari peran-peran tokoh aktivis yang sama - sama berjuang didalamnya. Berdirinya HIPPMA yang pada awal perjuangannya belum menggunakan nama HIPPMA sebagai nama organisasi tersebut digagas oleh sebuah lembaga LSPR ( Lembaga


(46)

Studi Partisipasi Masyarakat ) yang kemudian LSPR bersama para aktivis dan organisasi non pemerintah ( NGO ) tersebut mendirikan AGRESU ( Aliansi Gerakan Rakyar Sumatera Utara ) sebagai suatu wadah repositas membentuk kelompok – kelompok buruh, kelompok lingkungan, kelompok supir, kelompok pedagang kaki lima dan kelompok lainnya. AGRESU kemudian mendampingi berbagai kelompok gerakan masyarakat yang tanggap akan nasib rakyat yang selama 32 tahun tertekan pada masa rezim orde baru yang salah satunya adalah para pensiunan PTPN II Eks PTP IX.

Awal karier perjuangan pensiunan PTPN II ini dimulai tahun 1998 dimana persoalaan dengan PTPN II tidak bisa dilakukan sendiri oleh para pensiunan sehingga para aktivis merasa perlu untuk membantu dan mendirikan suatu lembaga. Gerakan reporma agraria Agresu kemudian merekrut para pensiunan sejak tahun 1995. Sepanjang merekrut anggota, banyak pensiunan yang menolak untuk masuk dalam keanggotaan karena merasa takut dan tidak mau mengambil resiko. Akan tetapi para aktivis tidak berhenti untuk mengunjungi para pensiunan buruh dan melalikan pendekatan secara pelahan-lahan supaya mereka mau untuk terbuka akan hak-hak yang tidak mereka dapatkan dan memotivasi para pensiunan untuk sama-sama berjuang sehingga gerakan para buruh menjadi kuat.

Pada awal perjuangan ada 2 kelompok pensiunan perkebunan yang ikut bergabung yaitu kelompok pensiuanan perkebunan Bandar Kalipah dan kelompok pensinan perkebunan Batang Kuis dan gerakanpun sudah mulai dilakukakan yaitu menuntut hak SHT ( Santunan Hari Tua ) yang belum dibayarkan oleh pihak PTPN II selama kurang lebih 10 tahun dan perjuangan gerakan tersebut tidaklah sia-sia sehingga SHT dibayarkan pada 2 kelompok pensiunan perkebunan.


(47)

Dengan awal karier perjuangan yang dikatakan berhasil ini membuat perekrutan para kelompok pensiunan perkebunan berjalan dengan lancar sehingga terjadilah keterbukaan pensiunan lainnya dan terdaftar 19 perkebunan yang ikut serta menyusul masuk dalam keanggotaan pensiunan perkebunan yang dibagi dalam 3 kabupatean yaitu Deli Serdang, Langkat dan Binjai yang diantaranya yaitu kelompok pensiunan perkebunan Tanjung Morawa, Pagar Merbau, Kuala Namu, Helvetia, Seintis, Sampali, Kelambir 5, Kelumpang, Bulu Cina, Kandir, Swisemayang, Patumbak, Marendal, Tendem Hilir, Tendem Hulu, Kuala Bingi, Kuala Madu, Tanjung Jati dan BPTD. Setelah 2 kelompok sebelumnya melakukan gerakan dan berhasil, kemudian 19 kelompok pensiunan perkebunan inipun melakukan gerakan dan pada bulan agustus tahun 2000 akhirnya SHT para pensiunan dibayarkan oleh pihak PTPN II.

Keberhasilan awal dari perjuangan pensiunan perkebunan PTPN II membangkitkan semangat juang para pensiunan sehingga tahun 2000 terdapatlah 21 kelompok pensiunan perkebunan yang terdaftar sebagai anggota tetap yang kemudian tahun 2000 ini juga nama HIPPMA diresmikan sebagai nama tetap dari gerakan sosial para pensiunan dengan diketuai oleh Pak Djamal Edi. Organisasi HIPPMA sampai saat ini berpuasat di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang dengan memiliki 21 pusat ranting. HIPPMA berdiri dengan landasan yang kuat selain berada dibawah pimpinan LSPR ( Lembaga Studi Partisipasi Masyarakat ) dan di dampingi oleh Agresu (Aliansi Gerakan Rakyat Sumatera Utara ) tetapi juga diperkuat ataupun dikawal oleh lembaga hukum PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia Indonesia ) sehingga HIPPMA menjadi organisasi yang selain kuat tetapi


(48)

memiliki landasan hukum yang membuat HIPPMA berjalan sesuai dengan UUD dan hukum yang berlaku.Sejarah perjuangan gerakan sosial HIPPMA ini memiliki tugas yang panjang dan tidak ada hentinya karena keanggotaan yang mencapai 6.070 kepala keluarga ini merupakan organisasi yang besar dengan hak-hak yang beraneka ragam. Gerakan HIPPMA yang telah berganti periodesasi 4 kali ini akan terus berjuang sampai pada ahli waris. HIPPMA yang saat ini dipimpin oleh Ibu Sri Rahayu tetap eksis dan mendapat dukungan dari berbagai pihak sehingga sudah 15 tahun perjuangan para pensiunan dan mereka tetap bisa bertahan walaupun rasa jenuh terjadi dalam setiap keberjuangannya hingga sekarang.

4.2.1 Letak Geografis Desa Tanjung Sari

Secara geografis Desa Tanjung Sari merupakan bagian dari Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Desa Tanjung Sari terletak dibagian Barat Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan dengan Selat Malaka. Secara administratif desa ini berbatasan dengan :

a) Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kualanamu Kecamatan

Beringin

b) Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Batu Manimbar Kecamatan Tanjung Morawa

c) Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Tembung Kecamatan Bandar Khalipah

d) Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa


(49)

Tabel 1.1 Keanggotaan HIPPMA

No Perkebunan Jumlah Kepala Keluarga

1 Tanjung Morawa 149 KK

2 Kandir 241 KK

3 Batang Kuis 381 KK

4 Pagar Marbau 280 KK

5 Bandar Kalipah 570 KK

6 Kualanamu 123 KK

7 Saentis 456 KK

8 Sampali 605 KK

9 Marindal 48 KK

10 Patumbak 301 KK

11 Klambir 5 150 KK

12 Klumpang 199 KK

13 Bulu Cina 408 KK

14 Swisemayang 583 KK

15 Tandem Hulu 273 KK

16. Tandem Hilir 268 KK

17 BPTD 214 KK

18 Tanjung Jati 341 KK

19 Kwala Madu 215 KK

20 Kwala Bingai 131 KK


(50)

Jumlah 6.070 KK

Tabel 1.2 Susunan Kepengurusan HIPPMA

Dewan Penasehat

Ketua Wakil Ketua

Sekretaris 1 Sekretaris 2

Bendahara

Seksi- Seksi

Informasi / dakwah Peralatan


(51)

Sistem kepengurusan ini dimiliki oleh HIPPMA Pusat dan pada 21 ranting pensiunan buruh perkebunan. Adapun yang menjadi tugas- tugas dari setiap pengurus:

1. Dewan Penasehat :

• Mendampingi gerakan HIPPMA

• Memberikan gagasan, sumbangsi pemikiran dan konsep dalam organisasi

• Membawa delegasi

2. Ketua dan Wakil Ketua :

• Menandatangani surat masuk dan surat keluar • Memutuskan hasil rapat internal

• Membuat keputusan rapat

• Mengecek kebenaran yang dibuat bawahan ( Sekretaris dan Bendahara )

• Menandatangani surat masuk dari pusat

• Menandatangani surat keanggotaan bila ada formulir Kartu Tanda Anggota ( KTA )

• Mengecek infentaris dari sekretaris

• Menandatangani kwitansi yang keluar dari bendahara • Mengambil tindakan bila ada maslah anggota


(52)

3. Sekretaris :

• Menyimpan stempel pada setiap ranting • Mencatat hasil rapat berupa notulen

• Membuat surat keluar, kop surat dan menandatangani • Mengarsip surat masuk dan surat keluar

• Menyediakan kwitansi dan materai

• Membuat pernyataan surat berupa formulir yang akan ditandatangani oleh ketua maupun wakil ketua

• Membuat selebaran tentang hasil rapat, keputusan dan untuk keluar • Hasil rapat dilaporkan ke ketua

• Menyediakan surat-surat untuk keperluan ranting • Memberi stempel surat keluar

• Mendata nama-nama anggota

4. Bendahara :

• Mencatat kas masuk dan keluar • Mengecek pembayaran anggota • Menyimpan uang anggota • Mengeluarkan uang izin ketua

• Membuat data yang sifatnya transparan • Membuat buku kas besar / kecil

• Membuat rekapitulasi pengeluaran • Menyediakan kwitansi transaksi • Selalu hadir dalam pertemuan


(53)

5. Humas :

• Membuat selebaran atas izin ketua

• Menyampaikan surat-surat yang ditandatangani ketua • Memberi informasi kepada anggota

• Menerima keputusan surat masuk / keluar 6. Peralatan :

• Siap menyediakan perlengkapan

• Memberikan keterangan kepada ketua bahwa semua telah siap untuk dilaksanakan

7. Informasi / dakwah :

• Mencari figur ustad untuk ceramah dan melaporkan kepada ketua • Memberitahukan honor ustazah ketua ataupun bendahara

• Siap dipanggil pengurus untuk kepentingan organisasi

4.3 Bergesernya Kedudukan Hak Ulayat di Areal Perkebunan Sumatera Utara

Di Sumatera Utara khususnya di areal PTPN II dan PTPN III, sejak zaman pemerintahan kesultanan hukum adat yang menyangkut mengenai hak atas tanah atau yang disebut sebagai hak ulayat, hidup dan berkembang dalam masyarakat adat. Masyarakat adat Sumatera Utara pada mulanya mengenal cara bertani berpindah-pindah atau yang disebut sebagai berladang reba. Masyarakat bebas membuka hutan, bercocok tanam dan memungut hasil hutan. Masuknya


(54)

pengusaha perkebunan Belanda ke Sumatera Utara yang mendapatkan tanah dengan hak sewa jangka panjang dari sultan. Keadaan ini mulai menggeser kedudukan hak ulayat, karena tanah hak ulayat mereka telah disewakan oleh sultan kepada pihak perkebunan. Tanah yang biasa dipergunakan oleh masyarakat untuk berladang, bertani dan memungut hasil hutan ketika itu telah menjadi perkebunan. Kemudian masyarakat mengenal cara bertani menetap diatas tanah jaluran yang disediakan oleh pihak onderneming dan dijamin dalam akte konsesi.

Pelaksanaan pembagian tanah jaluran telah menimbulkan konflik antara masyarakat dan pihak onderneming, karena pihak onderneming tidak menaati ketentuan dari akte konsensi. Mereka membagikan tanah jaluran kepada pihak pendatang dan buruh perkebunan. Masyarakat penunggu yang berhak atas tanah jaluran menjadi resah dan sejak saat itu pula terjadi konflik dan kedudukan hak ulayat semakin meipis. Sementara itu sultan tidak dapat berbuat banyak untuk melindungi hak ulayat masyarakat bahkan sultan dan para kerabatnya ikut berkoalisi dengan pihak onderneming dalam rangka memanfaatkan tanah jaluran.

Sampai tahun 1933 keluarlah Undang-Undang Hak Erfacht yang mulai berlaku efektif pada tahun 1937, dengan menghapuskan hak ulayat diatas tanah hak erfach dan memberikan hak kontrol sepenuhnya kepada perkebunan tanpa ada tanah jaluran. Pada saat ini kedudukan hak ulayat di Kesultanan Deli telah kehilangan makna dan menimbulkan protes dari kalangan rakyat penunggu. Pada tahun 1942 kedudukan hak ulayat telah menjadi termajinalisasikan, karena Pemerintah Militer Jepang telah menyuruh rakyat untuk menggarap tanah perkebunan termaksud rakyat pendatang dan bekas buruh perkebunan.


(55)

Konflik mengenai hak ulayat ini terus berlangsung dan tidak dapat diselesaikan secara tuntas,sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Mentri Agraria/Kepala BPN No.5 tahun 1999, Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Menurut Pemda Tingkat I Sumatera Utara, Peraturan Mentri Agraria /Kepala BPN No.5 tahun 1999, seyogiyanya dapat dijadikan sebagai dasar/toalk ukur untuk berbuat sesuatu dalam penyelesaian masalah tanah hak ulayat khususnya di Sumatera Utara. Konsenkuensi dari pernyataan ini berarti bahwa, apabila di areal PTPN dalam kenyataannya masih terdapat hak ulayat,maka kepada masyarakat adanya harus diberikan recognitie dan apabila HGU dari PTPN itu sudah berakhir maka untuk memperpanjang harus terlebih dahulu dimusyawarahkan kepada masyarakat setempat, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Begitu juga sebaliknya jika dalam kenyataan hak ulayat sudah tidak ada lagi, maka pemerintah harus menolak dengan tegas segala bentuk gugatan masyarakat yang mengatasnamakan hak ulayat.

Dalam praktek pemerintah banyak memberikan hak pada pengusaha perkebunan besar dimana areal hak guna usaha tersebut diberikan diatas hak ulayat masyarakat yang pelaksanaannya tidak sesuai dengan prosedur yang diatur oleh UUPA dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 tahun 1999, yakni masarakat hukum yang bersangkutan tidak didengar pendapatnya dan tidak diberi recognitie. Kenyataan ini jelas bertentangan dengan keadilan dan kepastian hukum. Menurut Aristoteles, pada dasarnya dalam masyarakat harus dijamin adanya keseimbangan mengenai hak dan kewajiban dan tanggung jawab dan mengoreksi setiap ketidakseimbangan dalam komunitas dengan pemulihan


(56)

kesamaan dalam hal apapun yang ada sebelum kekeliruan berlangsung. (Syafruddin:2005)

4.4 Profil Informan

Profil informan dalam penelitian ini terdiri dari informan yang aktif terlibat dalam setiap proses gerakan sosial HIPPMA. Para informan memiliki pengetahuan dan wawasan dalam memberikan informasi dan penjelasan tentang gerakan sosial HIPPMA ( Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama ) dalam memperjuangkan hak – hak pensiunan buruh PTPN II.

1. Nama : Ir. Parlin Manihuruk Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 55 tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Wiraswasta Jumlah Anak : 5 orang

Pak Parlin merupakan dewan penasehat HIPPMA yang merupakan bagian dari salah satu tokoh aktivis yang mendirikan dan menggagas perkembangan HIPPMA. Pak Parlin sudah memulai kariernya sebagai seorang aktivis ketika ia sedang berada dijenjang perkuliahaan sampai sekarang. Awal karier pak Parlin dimulai ketika terjadi konflik besar-besaran pada saat rezim orde baru dimana kondisi bangsa sedang kacau dan pak Parlin bersama aktivis lainnya mendirikan suatu Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) yang kemudian pada masa reformasi bersama teman-teman seperjuangannya menggagas lahirnya AGRESU ( Aliansi Gerakan Rakyat Sumatera Utara ) sebagai wadah untuk memperkuat


(57)

gerakan bersama di Sumatera Utara yang kemudian melahirkan berbagai macam kelompok buruh untuk meminimalkan konflik pada masa rezim orde baru tersebut yang salah satunya adalah HIPPMA.

Menjadi seorang tokoh aktivis bukanlah pekerjaan utamanya akan tetapi pak Parlin tetap menyempatkan waktunya untuk memberikan arahan maupun gagasan dan ide-ide saat anggota HIPPMA yang lainnya sedang mengadakan pertemuan dan diskusi. Menjadi salah satu tokoh yang penting dalam perjuangan HIPPMA membuat pak Parlin tidak melepaskan tanggung jawabnya.

“ Saya merasa tetap optimis dalam setiap perjuangan organisasi HIPPMA ini bahwa mereka pasti mendapatkan apa yang menjadi hak dan tujuan bersama. 15 tahun merupakan perjuangan yang panjang dengan banyak masalah didalamnya tetapi anggota HIPPMA ini merasa perjuangannya tidak akan pernah selesai dan akan terus berlanjut walaupun terkadang paraanggota sudah mengalami kejenuhan dan itu bisa dimaklumi.” ( wawancara 13 Juni 2015 )

Pak Parlin memberikan pernyataan dengan tegas dan meyakinkan diri- sendiri bahwa organisasi HIPPMA akan tetap eksis dan berjuang sampai tercapainya hak- hak yang di cita-citakan bersama. Ia juga menjelaskan perannya di organisasi HIPPMA akan tetap berlangsung walaupun sudah sampai pada usia 15 tahun perjuangan, Pak Parlin tidak merasa pesimis untuk berjuang berasma-sama dengan para pensiunan melihat sudah banyak upaya yang dilakukan oleh organisasi HIPPMA yang memberikan hasil positif.


(58)

2. Nama : Sri Rahayu Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 58 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Aktivis

Jumlah Anak : 2 orang

Ibu Sri Rahayu yang sering dipanggil dengan Bunda Sri merupakan Ketua HIPPMA pusat Sumatera Utara. Ibu Sri yang memilii jiwa Nasionalisme tinggi memulai kariernya sebagai aktivis lingkungan. Sepanjang menjadi aktivis lingkungan, Ibu Sri memiliki kinerja yang baik sehingga diminta pula oleh Lembaga Agresu ( Aliansi Gerakan Rakyat Sumatera Utara ) untuk mengurusi masalah para pensiunan para buruh PTPN II dimana persoalan tidak bisa diselesaikan sendiri oleh para pensiunan. Tertarik dengan permasalahan para pensunan para buruh membuat Ibu Sri bersemangat untuk ikut serta dan ambil alih dalam setiap perjuangan. Ibu Sri merasa ia perlu untuk membantu memperjuangkan nasib para buruh pensiunan dikarenakan para buruh pensiunan semakin tertindas. Ibu Sri dan anggota Agresu mulai merekrut anggota para pensiunan pada tahun 1995.

Ibu Sri yang menyelesaikan pendidikannya sampai SMP ini tidak merasa takut dan gentar. Ia memiliki jiwa kepemimpinan dan tidak pernah menyerah dalam setiap perjuangannya. Ibu Sri selalu merangkul dan mendorong para anggotanya untuk memiliki semangat seperti dirinya dan supaya para pensiunan tidak takut lagi untuk melawan penindasan yang terjadi. Ibu Sri bersama suaminya Pak Tino memulai perjuangan dengan mendatangi satu persatu warga


(59)

buruh pensiunan agar mau bersatu dan pelahan-lahan para buruh pensiunan mulai terbuka secara pribadi dan mau untuk sama-sama berjuang.

“... mereka yang mau masuk dalam keanggotaan HIPPMA tidaklah dengan keterpaksaan yang kami buat tetapi diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mau bergabung atau tidak. Ketika dia berpikir bahwa organisasi HIPPMA ini merupakan wadah yang tepat baginya untuk bernaung, berlindung dan menyatukan aspirasi maka ia akan masuk keanggotaan HIPPMA tergantung kesadaran masing-masing orangnya.” (wawancara 18 Juni 015)

Pernyatan Ibu Sri menegaskan bahwa keanggotaan HIPPMA ada bukan karena hasil paksaan maupun ancaman tetapi karena adanya kesadaran dari para pensiunan maupun para buruh perkebunan untuk bergabung dalam organisasi HIPPMA. Mereka masuk karena kesadaran untuk bersatu, memiliki wadah tempet perlindungan dan rasa membutuhkan satu dengan yang lainnya.

Eksistensi HIPPMA ternyata tidak hanya diawalnya saja, akan tetapi sepanjang perjuangan HIPPMA memiliki ancungan jempol dari berbagai pihak karena kinerjanya yang bagus. Organisasi HIPPMA tetap bertahan dan tidak merasa takut karena mereka menuntut hak-hak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Artinya organisasi HIPPMA berjalan menuruti tata undang-undang yang berlaku, menggunakan pengacara dan memiliki bukti-bukti yang kuat untuk mendapatkan haknya. Hanya saja adanya pihak-pihak yang mempersulit para buruh pensiunan dalam mendapatkan haknya. Akan tetapi Ibu Sri, para tokoh aktivis dan para buruh pensiunan akan tetap terus berjuang.


(60)

Ibu Sri sebagai ketua pusat tidak memiliki kesulitan dalam anggota yang begitu banyak karena Bu Sri sejak awal telah memandirikan anggota-anggotanya dengan mendirikan 21 ranting dan setiap ranting memiliki kepengurusan intinya sendiri sehingga setiap pertemuan dapat dilakukan secara bergilir dan setiap masalah dapat diselesaikan segara tanpa harus mengumpulkan massa terlebih dahulu karena sudah ada yang mengurus, mengatur dan mendampingi para buruh pensiunan.Ibu Sri berharap semangat para pensiunan tetap ada dan kesolidan tetpa terjaga demi menghindari ancaman- ancaman dari luar HIPPMA sendiri.

3. Nama : Mahmudin

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 61 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan ( sebelum pensiun) : Bagian keuangan

Jumlah Anak : 2 orang

Pendapatan pensiunan : Rp.570.620/bulan

Pak Mahmudin merupakan pensiunan PTPN II yang aktif dalam gerakan HIPPMA. Ia mulai masuk dalam organisasi HIPPMA sejak tahun 2009. Pak Mahmudin pada periode saat ini menjabat sebagai ketua ranting Kandir Tanjung Morawa. Sebagai ketua ranting, Pak Mahmudin memiliki banyak pengalaman dalam setiap gerakan yang dilakukan bersama HIPPMA. Pak Mahmudin telah bekerja selama 26 tahun di PTPN II tetapi ia merasakan hak-haknya belum sepenuhnya terpeuhi selama bekerja di PTPN II. Dengan ketidakpuasan terhadap


(61)

hak-hak yang tidak terpenuhi itu akhirnya Pak Mahmudin memutuskan untuk masuk dalam organisasi HIPPMA.

Pada awal berdirinya organisasi HIPPMA yaitu tahun 2000, Pak Mahmudin masih enggan untuk masuk dalam keanggotaan, tetapi pelahan-lahan mulailah muncul kesadaran untuk masuk dalam organisasi HIPPMA tepatnya pada tanggal 10 Juli 2009 karena Pak Mahmudin melihat organisasi HIPPMA ini merupakan suatu wadah yang tepat untuk berlindung dan mampu merealisasikan apa yang menjadi tuntutan Pak Mahmudin bagi PTPN II. Pak Mahmudin yang masuk keanggotaan HIPPMA ketika ia masih aktif bekerja di PTPN II ini melihat bahwa struktur kepengurusan organisasi HIPPMA berjalan dengan baik dengan keanggotaan yang sah, lingkungan sosial yang memang sama-sama memperjuangkan hak-hak demi kepentingan bersama serta memiliki badan hukum yang jelas sehingga struktur kepengurusan menjadi terorganisir.

Pak Mahmudin kembali menjelaskan tentang cara pemilihan calon kepengurusan setiap ranting yaitu

“pemilihan kepengurusan ga sembarangan. Sebelum dilakukan pemilihan ya kita semua ngumpul dulu trus dipilihlah siapa saja yang menjabat sebagai kepengurusan inti setiap ranting yaitu berdasarkan kesepakatan bersama dengan musyawarah dan ketika terpilih setiap bagiannya lalu dilantiklah oleh ketua umum. Setelah itu barulah kami boleh bergerak sesuai tugas masing-masing dan menjalankan amanah yang sudah dipercayakan anggota bagi kami.” (wawancara 19 juni 2015)


(62)

Pak Mahmudin menegaskan bahwa pemilihan calon kepengurusna organisasi HIPPMA yang terdiri dari 21 ranting tersebut dilakukan secara serius dengan cara musyawarah mufakat sehingga setiap orang boleh menyatakan aspirasinya untuk memilih siapa yang tetap untuk menjadi calon kepengurusan organisasi HIPPMA sehingga organisasi HIPPMA lebih baik danmaju lagi.

Menurut Pak Mahmudin perjuangan organisasi HIPPMA sudah mengangkat harkat pensiunan perkebunan yang seakan hak-hak normatif diabaikan oleh pihak PTPN II. Perjuangan tidak akan pernah selesai sampai hak-hak dapat terealisaikan. Hak – hak-hak pensiunan lambat untuk diproses tetapi ketika pihak ketiga datang untuk menawarkan bisnis maka PTPN II cepat melakukan prosesnya. Pak Mahmudin melihat adanya mafia – mafia dibalik PTPN II misalnya adanya kepemilikan tanah negara sebanyak 5 Ha yang dimiliki oleh mantan Dirut PTPN II yang kemudian sekarang ditahan di Polda. Itu semua terdapat mafia- mafia didalamnya yang menggunakan petinggi PTPN II sebagai alat untuk mengambil tanah negara.

Menurut Pak Mahmudin ketidak berpihakan PTPN II terhadap para pekerja maupun para pensiunan perkebunan dapat dilihat dari kejadian yang menimpa salah seorang pensiunan.

“ketidak berpihakan PTPN II terjadi misalnya di kebon Tanjung Jati ada pensiunan yang terbakar rumahnya trus pihak PTPN II ngasih solusi untuk dipindahkan kerumah lainnya dan rumah tersebut tidak layak huni. Lalu anggota HIPPMA jadinya gotong royong untuk membangun kembali rumah ditempat perkara kebakaran dan akhirnya rumah tersebut pun


(1)

berbeda-beda tetapi mereka tetap bersama-sama memperjuangkan hak yang berbeda tersebut sehingga anggota organisasi HIPPMA lebih solid dan kuat.

4. Dalam UU No 13 tahun 2003 telah mengatur hak- hak normatif yang harus dimiliki oleh para buruh. Begitu pula dengan para pensiunan buruh PTPN II yang bergabung dalam keanggotaan organisasi HIPPMA menuntut hak-hak mereka berupa Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan ( HGB ), Santunan Hari Tua ( SHT ), Gaji Pensiunan dan Jubelium yang belum dibayar.

5. Setiap organisasi pasti memiliki strategi-strategi tersendiri untuk menghadapi kekuasaan dominan supaya hak-hak dapat tercapai. Organisasi HIPPMA memiliki strategi baik itu secara langsung yang dilakukan dengan aksi massa dan dengan strategi tidak langsung yaitu dengan surat-menyurat dengan pemerintah untuk memohon perlindungan serta memohon penyelesaian masalah pensiunan dan melakukan perundingan secara mufakat.

6. Organisasi memiliki pengaruh positif dan negatif. Dapat dikatakan positif ketika apa yang diperjuangkan dapat tercapai sementara organisasi dikatakan mendapatkan pengaruh negatif apabila terjadi hambatan-hambatan dalam gerakan sosial yang dilakukannya baik dai pihak internal maupun eksternal misalnya masalah dana, kejenuhan anggota, adanya anggota yang berhianat, adanya kecemburuan sosial, pengaruh zaman feodal, datangnya masalah dari pihak PTPN maupun


(2)

pihak ke tiga, ancaman mutasi dan terpengaruhi drai ucapan orang lain sehingga mengakibatkan bentrok dalam keanggotaan sendiri.

7. Gerakan sosial tidak selamanya mencapai kehancuran karena dalam organisasi HIPPMA ini mereka memiliki kesolidan dan keberjuangan yang tinggi sehingga anggota organisasi HIPPMA bisa bertahan sampai 15 tahun. Hasil yang telah diperoleh yaitu SHT para pensiunan tahun 1991-1999 telah dilunasi oleh pihak PTPN II, keluarnya SK BPN nomor 42, 43, 44/HGU/BPN/2002 dimana dalam SK 42 Menteri mengeluarkan 558,35 Ha tanah untuk para pensiunan perkebunan. Selain itu anggota organisasi HIPPMA memiliki perlindungan dari aparat kepolisian, badan hukum dan pemerintahan dengan mengeluarkan surat-surat yang sah dari pemerintah sehingga para pensiunan perkebunan organisasi HIPPMA sampai sekarang tidak digusur.

5.2Saran

1. Anggota organisasi HIPPMA ( Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama ) tetap menjaga solidaritas, adanya rasa saling memiliki dan berpikir untuk kepentingan bersama supaya organisasi HIPPMA tetap eksis dalam setiap gerakan sosial sehingga bisa menjadi contoh bagi organisasi-organisasi lainnya bahwa usia tidak menutup kemungkinan semangat seseorang untuk bisa tetap berjuang bersama-sama untuk menuntut haknya. Organisasi HIPPMA terus menambah anggota baru agar organisasi HIPPMA menjadi kaut baik dari segi kuantitas maupun


(3)

kualitas. Ada baiknya bila anak-anak para pensiunan diikutsertakan dalam keanggotaan dan setiap gerakan yang dilakukan sehingga generasi muda nantinya dapat meneruskan perjuangan para pensiunan perkebunan.

2. Para pemerintah baik dari Kepala Desa, Camat sampai kepada Gubernur Sumatera Utara agar lebih aktif dalam menanggapi permasalahan masyarakat supaya tidak terjadi konflik yang berkepanjangan diantara masyarakat dan menghindari adanya mafia-mafia tanah yang ingin merampas kekayaan milik negara yang bisa dinikmati dan digunakan oleh masyarakat setempat. Pemerintah seharusnya memberikan solusi dan memberi perlindungan bagi masyarakat yang telah menjadi tanggung jawab pemerintah.

3. Para aktivis turut serta dalam setiap gerakan sosial HIPPMA dengan memberikan sumbangsi pemikiran dan tindakan untuk meningkatkan kualitas organisasi HIPPMA sehingga lebih kuat lagi untuk melawan kekuasaan dominan yang dimiliki oleh para pemegang ekonomi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Berry, David. 2003. Pokok-Pokok Pemikiran dalam Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Johan, Bahder. 2004. Hukum Ketenagakerjaan. Bandung: Mandar Maju

Kalo, Syafruddin. 2005. Kapita Selekta Hukum Pertanahan Studi Tanah Perkebunan di Sumatera Timur. Medan: USU Press

Manalu, Dimpos dkk. 2008. Membangun Prakarsa Gerakan Rakyat. Parapat: KSPPM

Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers

Mastenbroek. 1986. Penanganan Konflik Dan Pertumbuhan Organisasi. Jakarta: UI-Press

Nasution, Arif. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers

Paltilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.Alfabeta

Putra, dkk. 2006. Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan dan Tantangan Gerakan Sosial di Indonesia. Yogyakarta: Averroes Press


(5)

Setiadi, Elly & Usman Kolip. 2013. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Siahaan, Hotman. 2001. Gerakan Rakyat Merambat Karena Dihambat. Jakarta: URM-Indonesia

Sulaiman, Abdullah. 2008. Upah Buruh Di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti

Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Grup

Tanjung, Bahdin. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana

Wahib, Abdul. 2007. Gerakan Sosial Study Kasus Beberapa Perlawanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Wahyudi. 2005. Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani. Jakarta: UMM Press

Wijayanti, Asri. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Parca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika

Sumber lain:


(6)

(diakses tanggal 23 Oktober 2014)

2015 )

Muhtar Habibi, 2013. dalam jurnal

September 2015 )

Muryanto Amin, 2011. dalam jurnal http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/46781/1/Jurnal Politeia - Fragmentasi Gerakan Buruh di Indonesia.pdf, tentang fragmentasi gerakan buruh di Indonesia pasca orde baru ( diakses tanggal 14 September 2015 )

D.Syahpani,2010.dalam jurnal repository.usu.ac.id/bitstream/.../3/Chapter%20II. pdf , tentang datangnya orang Jawa ke Sumatera ( diakses 09 Oktober 2015 )