Hak Guna Bangunan HGB

sungguh akanmemberikan kepemilikan rumah. Dengan adanya rekomendasi dari pihak PTPN II menjadi dasar bagi para pensiunan perkebunan untuk memohon dan berjuang diberikan rumah dan tanah dan hak lainnya agar menjadi hak milik pensiunan. Tetapi rekomendasi tersebut tidak menjadi realita. Justru tanah yang kosong tersebut dijual kepada pemilik modal lainnya yang dapat dilihat dari berdirinya gedung- gedung besar ditempat tanah yang seharusnya milik masyarakat setempat. Hal yang lainnya terjadi misalnya kantor PTPN II dijadikan kantor bank dan gudang tempat tembakau dijadikan ruko. PTPN II merusak citranya sendiri. Dengan berdirinya gedung- gedung tadi terjadilah deprivasi relatif dikalangan para pekerja dan para pensiunan perkebunan dengan melihat realita bahwa untuk mendapatkan tanah yang seharusnya menjadi milik mereka saja sangat sulit bahkan mereka diusirdigusur sementara itu pihak ketiga baik itu pengembang maupun mafia bisa membangun gedung ditanah tersebut. Dengan ketidakberpihakan tadi membuat semangat organisasi HIPPMA semakin kuat dan gencar untuk mendapatkan dan merebut kembali apa yang menjadi milik mereka. Sumber: Ketua Umum Organisasi HIPPMA

4.5.2.2 Hak Guna Bangunan HGB

Selain permohonan atas kepemilikan Hak Guna Usaha HGU yaitu tanah, para pensiunan juga meminta dan berjuang untuk kepemilikan Hak Guna Bagunan HGB. Sebagai seorang pensiunan, mereka sering mendapatkan ancaman untuk diusir dari rumah yang sedang ditempati sementara rumah yang dimiliki oleh PTPN II sudah tidak ada lagi. Rumah yang dibangun oleh pihak PTPN II sejak tahun 1964 tentunya sudah mengalami pengerusakan. Adanya pengerusakan setiap tahun tidak menjadi jaminan bagi pihak PTPN II untuk melakukan perbaikan. Rumah yang seharusnya ditanggung jawabi oleh pihak PTPN II ternyata menjadi tanggung jawab para pekerja perkebunan. Rumah yang sebelumnya 100 adalah milik pihak PTPN II kemudian “ditambal sulam” oleh para pekerja perkebunan dengan biaya sendiri sehingga aset dari pihak PTPN II atas rumah menjadi menyusut dan bahkan sudah tidak ada lagi hingga sekarang. Jika pada umumnya masalah tuntutan hak normatif yang paling gencar diperjuangkan oleh suatu organisasi buruh, organisasi HIPPMA melakukan hal yang berbeda. Organisasi HIPPMA terlebih dahulu memperjuangkan hak atas tanah dan rumah setelah itu menyusul hak normatif lainnya krena kepemilikan atas rumah dan tanah adalah hal yang utama untuk bisa bertahan hidup. Para pensiunan menyatakan bahwa pihak PTPN II tidak menanggapi setiap kerusakan rumah yang ditempati dan bahkan mempersulit para pekerja dengan memutuskan listrik mereka. “ Ketika saya aktif bekerja, inikan rumah PTPN. Pada saat itu WC saya jebol dan saya sampaikan sama perusahaan tapi tetap tidak diperbaiki jadi saya inisiatif pake biaya sendiri untuk perbaikinya. Begitu juga dengan masalah rumah lainnya karena termakan usia misalnya atap bocor dan kerusakan lainnya dan sudah berulang kali memberitahu kepada pihak PTPN II tapi tidak digubris jadi tetap pakai dana sendiri. Begitu juga yang lainnya, ada yang masih aktif bekerja dan menempati rumah perusahaan tapi listrik dimatikan padahal kan itu tugas PTPN II jadi para pekerja membuat aliran listrik sendiri . ada memang bantuan yang namanya Alibaba air, listrik dan bahan bakar diberikan oleh pihak PTPN tetapi itu tidak cukup.” Mahmudin, ketua ranting Kandir

4.5.2.3 Santunan Hari Tua SHT