14
faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat pencapaian good governance. Ini berarti bahwa penerapan dan
pencapaian good governance di daerahlokal membutuhkan
danafinansial. 4.
Faktor Peralatan tools Dalam pengertian ini peralatan adalah setiap benda atau alat yang
dipergunakan untuk memperlancar dan mempermudah pekerjaan gerak dan aktivitas pemerintah dalam upaya pencapaian dan perwujudan good
governance.
5. Faktor Organisasi dan Manajemen Organization and Managament
Faktor ini meliputi POAC Planning, Organizing, Actuating, and Controlling
POSCORB Planning, Organizing, Staffing,
Coodinating. Agar pencapaian good governance dapat terwujud maka diperlukan adanya organisasi dan manajemen yang baik pula.
2.1.1. Konsep Good Governance Dalam Pelayanan Publik
Pelayanan publik di Indonesia seringkali dicirikan oleh inefisiensi yang tinggi, prosedur yang berbelit-belit, serta tidak adanya kepastian waktu dan
biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan layanan. Lebih dari itu, penyelenggaraan pelayanan publik masih sangat dipengaruhi oleh
subjektivitas, baik yang dimiliki oleh penyelenggaraan atau para pengguna dalam konteks ini upaya pengembangan pelayanan publik dengan
memperhatikan prinsip-prinsip good governance menjadi sangat penting. Prinsip-prinsip dimaksud adalah:
1. TransparansiKeterbukaan Transparency
Transparansi dalam pelayanan memiliki peran kritis dalam pengembangan praktik governance karena sebagian besar permasalahan dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan bersumber dari rendahnya transparansi. Ketidakpastian pelayanan, praktik suap, dan terlalu besarnya
biaya transaksi dalam kegiatan pemerintahan dan pelayanan bersumber dari tidak adanya transparansi. Widodo 2002: 276 menyatakan “keterbukaan
15
mengandung arti prosedurtata cara persyaratan, waktu penyelesaian, rincian waktutariff serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib
diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat baik diminta maupun tidak diminta”.
2. Akuntabilitas Accountability Pelayanan Publik
Penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasanpimpinan unit pelayanan instansi
pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Akuntabilitas dalam negara demokrasi Lenvine, 1990: 188 dari aspek
akuntabilitas menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang
dalam masyarakat”. Pertanggungjawaban pelayanan publik meliputi akuntabilitas kinerja pelayanan publik, akuntabilitas biaya pelayanan publik,
dan akuntabilitas produk pelayanan publik Ratminto dan Winarsih, 2006: 216- 219.
3. Responsivitas Responsiveness Pelayanan Publik
Merupakan daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan. Responsivitas
diartikan juga sebagai kerelaan untuk menolong pengguna layanan dan menyelenggarakan pelayanan publik secara ikhlas Zeithaml et al., 1990: 26.
Strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan responsivitas pelayanan publik adalah melalui pelembagaan citizen charter atau
kontrak pelayanan. Citizen charter adalah suatu pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan menempatkan pengguna
layanan sebagai perhatian. Dalam hal ini, kebutuhan dan kepentingan
16
pengguna layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam keseluruhan proses penyelengaraan layanan Subarsono, 2008: 135-171.
4. Keadilan Fairness Yang Merata
A level playing field perlakuan yang adilperlakuan kesetaraan. Ini berlaku bagi pemerintah kepada masyarakat dalam pelayanan publik,
perusahaan kepada pelanggan dan sebagainya. Kriteria keadilan yang merata mengandung arti cakupanjangkauan
pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat Widodo, 2002: 276.
Hubungan antara pemerintah sebagai pelayanan publik dan mereka yang menggunakan layanan tersebut secara historis lebih tepat didefinisikan
sebagai hubungan antara pemerintah dengan warga negara daripada hubungan antara pemberi layanan dan customer. Walsh 1994: 69 dalam Laing
2003:433 mengatakan sebagai berikut: ‘the fundamental relationship between citizen and government is not one of simple exchange but one mutual
commitment, and public services are not simply a reciprocation on taxes’. Dapat diartikan sebagai hubungan fundamental antara warga negara dan
pemerintah bukanlah suatu pertukaran yang sederhana akan tetapi lebih merupakan komitmen bersama, dan pelayanan publik bukanlah semata-mata
bentuk resiprokal dari pajak. Karena hubungan antara pemerintah dan warga negara yang dilayani memiliki landasan fundamental yang ditandai oleh
adanya komitmen bersama antara pihak yang memerintah dan pihak yang diperintah untuk membangun suatu negara, maka salah satu hal penting yang
harus menjadi indikator untuk mengukur keberhasilan pelayanan publik adalah
17
equality persamaan. Dengan demikian, setiap warga negara harus mempunyai akses yang sama untuk memperoleh pelayanan publik yang
mereka butuhkan. 5.
Efesiensi dan Efektivitas Efficiency Effectiveness Savas 1987: 115 ada tiga kriteria fundamental dalam pelayanan publik
yaitu efesiensi, efektivitas dan keadilan equity. Untuk meningkat efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, serta prospek pelayanan publik di masa
datang mengisyaratkan perlu dilakukan reformasi mendasar terutama dalam kinerjanya.
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan yang efisien, efektif dan ekonomis Arif, 2008: 22. antara lain:
a. melakukan reformasi internal dari aparatbirokrasi tentang tugas yang
diembannya. Persepsi selama ini ia dibutuhkan rakyat atau publik harus dirubah bahwa dialah yang membutuhkan rakyat.
b. Peningkatan suasana kompetensi dengan sesame aparat dalam
memberikan layanan. Dengan kompetensi output layanan menjadi lebih baik namun tidak menambah biaya.
c. Mendeskripsikan dan mempublikasikan secara jelas-tegas, kriteria
efisien dan efektif suatu kegiatan layanan publik. Efisien atau efektif tidaknya aktivitas layanan publik menjadi indikasi kinerja dan
jenjang karies aparat yang bersangkutan.
d. Adanya otonomi, demokratisasi serta keterlibatan aparat dalam
merumuskan suatu kebijakan. e.
Peningkatan moralitas aparat, ini berangkutan dengan kesadaran masing-masing aparatbirokrasi sebagai aktor pelayanan publik.
6. Partisipasi Participation dalam pelayanan publik
Pada pelayanan publik, prinsip partisipasi dalam upaya mewujudkan good governance, sejalan dengan pandangan baru yang berkembang di
dalam upaya meningkatkan pelayanan publik dengan cara melihat masyarakat tidak hanya sebagai pelanggan customer melainkan sebagai
warga negara yang memiliki negara dan sekaligus pemerintahan yang ada di dalamnya owner. Pergeseran pandangan ini mengisyaratkan
bahwa masyarakat sejak awal harus dilibatkan dalam merumuskan berbagai hal yang menyangkut pelayanan publik, misalnya mengenai
jenis pelayanan yang mereka butuhkan, cara terbaik untuk
18
menyelenggarakan pelayanan publik, mekanisme untuk mengawasi proses pelayanan dan yang tak kalah pentingnya adalah mekanisme
untuk mengevaluasi pelayanan Purwanto, 2008: 190.
Pentingnya partisipasi publik dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik juga memperoleh momentum yang tepat seiring dengan
munculnya era otonomi daerah di Indonesia yang memberikan keleluasaan lebih besar kepada daerah untuk merancang dan menentukan sendiri jenis
pelayanan yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. “Kewenangan yang dimiliki daerah tersebut tentunya dapat mendatangkan manfaat besar bagi
masyarakat apabila pemerintah daerah mampu membangun demokrasi pada kepuasannya Darodjat, 2015: 90”.
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara UU ASN tingkat lokal local level democracy,
melalui peningkatan partisipasi publik dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut pelayanan publik, pemerintah
daerah akan memperoleh berbagai keuntungan.
2.2. Sumber Daya Manusia