titik putus tidak akan terjadi sampai ada gaya intermolekul yang besar Robertson, 1993.
2. Laju transmisi oksigen dan laju transmisi uap air Permeabilitas merupakan suatu proses perpindahan melalui suatu
bahan Robertson, 1993. Permeabilitas adalah laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan dari material yang permukaannya datar sebagai
akibat dari perbedaan tekanan uap pada kedua sisi permukaannya pada suhu dan kelembaban tertentu ASTM, 1989. Pada umumnya
permeabilitas berkaitan dengan gas. Permeabilitas sangat dipengaruhi oleh pori-pori dan kondisi lingkungan Robertson, 1993.
Menurut Gontard dan Guilbert 1994, permeabilitas merupakan parameter dasar untuk mendefinisikan kecocokan bahan polimer untuk
kemasan produk dan desain kemasan yang cocok untuk produk pada kondisi tertentu. Produk membutuhkan suatu barrier yang efektif dimana
strukturnya mempunyai permeabilitas gas dan uap air yang rendah. Sifat barrier suatu bahan kemasan berhubungan dengan kemampuan
kemasan dalam menahan penyerapan gas, uap air dan radiasi Catala dan Gavara, 1997. Pada permeabilitas untuk gas oksigen, difusi dan kelarutan
tidak dipengaruhi oleh konsentrasi. Permeabilitas polimer untuk air dan komponen-komponen organik sering disebut laju transmisi uap air
WVTR. Laju transmisi uap air adalah kemampuan suatu bahan untuk melewatkan uap pada suatu unit luasan bahan dan waktu tertentu, dimana
laju transmisi uap air dipengaruhi oleh tekanan atau konsentrasi permanen Robertson, 1993.
Proses transmisi uap dan gas pada suatu material menurut Robertson 1993 terjadi karena dua hal, yaitu:
a. Efek pori-pori, di mana gas dan uap mengalir melalui pori-pori
mikroskopik, lubang dan celah material. b.
Efek difusi-kelarutan, di mana gas dan uap larut pada permukaan. Struktur polimer yang baik sebagai barrier gas kemungkinan akan
memberikan barrier yang jelek untuk uap air. Polimer non polar baik
untuk barrier uap air tetapi jelek sebagai barrier untuk gas, tetapi dapat diperbaiki dengan peningkatan densitas Robertson, 1993.
Permeabilitas merupakan parameter dasar untuk mendefinisikan kecocokan bahan polimer untuk kemasan produk dan desain yang cocok
untuk produk pada kondisi tertentu. Penyimpanan beberapa produk membutuhkan barrier yang efektif dimana strukturnya mempunyai
permeabilitas gas dan uap air yang rendah Catala dan Gavara, 1997.
E. BAHAN KEMASAN
Menurut Bureau and Multon 1995, bahan kemasan yang baik harus mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung
terhadap kotoran dan kontaminasi lain. b.
Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran cahaya.
c. Mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya selama
proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan. d.
Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi.
e. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan standar yang
ada, mudah dibuang, mudah dibentuk dan dicetak. f.
Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan.
Dalam menentukan fungsi perlindungan dari pengemasan, maka perlu dipertimbangkan pula aspek-aspek mutu yang akan dilindungi. Mutu produk
ketika mencapai konsumen tergantung kepada kondisi bahan mentah, metode pengolahan dan kondisi penyimpanan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelobot jagung super sweet
umur panen 72 hari dan kelobot jagung pioneer umur panen 75 hari yang diperoleh dari Kampung Gunung Leutik Desa Benteng Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor. Bahan yang digunakan untuk pengujian antara lain CuSO
4
, Na
2
SO
4
, H
2
SO
4
pekat, NaOH 50, HCl 0,02 N, NaOH 0,02N, kertas saring, heksan, H
2
SO
4
0,325 N, NaOH 1,25 N, alkohol teknis, air destilata dan indikator mensel.
Alat-alat yang digunakan adalah mikrometer sekrup, alat pengukur kekuatan tarik Tensile Strength, alat pengukur laju transmisi O
2
Speedivac 2, alat pengukur laju transmisi uap air Bergerlahr, termometer, alat
pengukur RH udara Hygrometer, gunting, cawan alumunium, cawan porselen, neraca analitik, tanur, desikator, pipet, labu Erlenmeyer 100 ml dan
250 ml, gelas piala, labu kjeldahl, buret, sokhlet, penangas air, oven, pendingin tegak, corong buchner dan cabinet drier.
B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
¾ Penentuan kadar air acuan
Penentuan kadar air acuan dilakukan dengan mengukur kadar air kelobot jagung manis varietas super sweet dan kelobot jagung varietas
pioneer yang telah dikeringkan di pohon. Pengeringan berlangsung
selama 15 hari setelah waktu panen. Waktu pengeringan kelobot jagung didapatkan berdasarkan survei kepada petani pengrajin kelobot
jagung di daerah Karangpawitan, Garut. Kadar air ini digunakan sebagai kadar air acuan untuk sampel. Penentuan waktu pengeringan
dilakukan berdasarkan kebiasaan masyarakat yang telah memproduksi kelobot jagung kering untuk kemasan wajit dan dodol.