BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyediaan pangan baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan aspek yang penting untuk pemenuhan kebutuhan pokok bagi masyarakat untuk
bertahan hidup dan berkembang. Sektor peternakan adalah salah satu bagian yang penting untuk penyediaan pangan bagi masyarakat karena sektor ini merupakan
penyedia kebutuhan protein hewani yang penting bagi masyarakat Indonesia. Pada Tabel 1 terlihat konsumsi produk peternakan secara nasional mengalami
pertumbuhan yang positif dari tahun 2002-2006 kecuali produk susu. Konsumsi perkapita daging, telur dan susu juga mengalami peningkatan dengan trend
pertumbuhan paling tinggi pada produk susu.
Tabel 1 Konsumsi Daging, Telur dan Susu Indonesia Tahun 2002-2006
Tahun Keterangan
2002 2003 2004 2005 2006 Trend
Thn Konsumsi Nasional
000 Ton 1. Daging
2. Telur 3. Susu
1.808,40 945,70
1.266,40 1.910,50
974,60 1.517,40
2.020,40 1.107,30
2.136,70 1.817,03
1.051,54 2.126,30
2.070,24 1.133,84
168,00 3,82
4,87 -7,99
Konsumsi Perkapita
KgKapThn 1. Daging
2. Telur 3. Susu
5,75 4,40
7,05 6,05
4,11 6,69
6,28 4,68
9,47 5,79
4,34 9,32
6,43 4,64
9,35 3,07
1,73 8,80
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2007 Ayam ras pedaging merupakan komoditas peternakan yang banyak
dikembangkan di Indonesia. Produksi ayam ras pedaging dilihat dari jumlah populasi maupun produksi daging merupakan produksi terbesar bila dibandingkan
produksi hewan ternak lainnya. Jumlah populasi ayam ras pedaging lebih besar
67,32 persen dengan tingkat produksi daging lebih besar 46,17 persen dibandingkan ternak daging lainnya Lampiran 1. Keunggulan ternak unggas ini
terletak pada waktu panen yang cepat 5-6 minggu dengan bobot tubuh 1,4-1,6 kilogram per ekor.
Rasyaf mengemukakan bahwa ciri khas ayam ras pedaging adalah rasanya yang enak dan khas, dagingnya empuk dan banyak serta pengolahannya mudah
empuk dengan proses perebusan. Bila dilihat dari kandungan gizi, daging ayam merupakan sumber protein hewani yang berkualitas. Daging ayam memiliki kadar
protein dan mineralabu yang cukup tinggi dan kadar lemak yang paling rendah. Nilai kandungan gizi yang terdapat pada daging ayam dan hewan ternak lainnya
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan Gizi Berbagai Jenis Ternak Kadar
Jenis Ternak Air Protein
Lemak Abu
Nilai Energi kkal per 100 gram
Angsa 68,3 22,3
7,1 1,1 153
Itik 68,8 21,4
8,2 1,2
159 Ayam 73,4
20,6 4,8
1,1 126 Sapi gemuk
63,0 18,7
17,0 0,9
228 Domba gemuk
59,8 16,7
22,4 0,8
268 Babi gemuk
52,0 14,8
32,0 0,8
247 Sumber : Udayana 2001 dalam Basuki 2005
Populasi ayam ras petelur sebanyak 6,61 persen dari ternak lainnya secara nasional. Penjelasan di atas dapat dilihat pada Lampiran 1. Ayam ras petelur atau
juga dikenal dengan layer merupakan unggas petelur yang banyak dikembangkan. Hal ini dikarenakan hasil telur yang dihasilkan lebih banyak kuantitas daripada
unggas petelur lainnya. Kandungan gizi telur ayam ras juga baik untuk pemenuhan kebutuhan protein. Kandungan gizi yang terdapat pada telur ayam ras
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan Gizi Telur dalam 100 gram Zat Gizi
Satuan Telur Ayam
Telur Bebek Telur Puyuh
Kalori kalori 162,00
189,00 149,80 Protein gram
12,80 13,10
10,30 Lemak gram
11,50 14,30
10,60 Karbohidrat
gram 0,70
0,80 3,30
Kalsium miligram
900,00 56,00
49,00 Fosfor
miligram 0,10
175,00 198,00
Besi miligram 54,00
2,08 1,40
Vitamin A UI
180,00 1.230,00
2.741,00 Vitamin B
miligram 2,70
0,18 -
Air gram
74,00 70,00
- Sumber : Haryoto 1996 dalam Surya 2004
Sentra produksi ayam ras pedaging di Indonesia adalah propinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan salah satu propinsi terpadat bila dibandingkan
propinsi lainnya dengan laju pertumbuhan 1,96 persen BPS Kota Bogor, 2007. Menurut catatan publikasi BPS tahun 2007 populasi ayam ras pedaging Jawa
Barat sebesar 38,10 persen dan populasi ayam ras petelur sebesar 15,16 persen dari jumlah populasi secara nasional. Hasil produksi telur dan daging ayam ini
akan didistribusikan ke daerah-daerah Jawa Barat maupun daerah perkotaan besar seperti Jakarta.
Kebanyakan masyarakat memilih telur dan daging ayam ras untuk memenuhi kebutuhan protein hewani keluarga. Hal ini disebabkan telur dan
daging ayam ras banyak tersedia dan mudah ditemukan di pasar baik pedagang keliling, pasar tradisional maupun pasar swalayan. Dalam waktu tiga tahun
terakhir 2002-2005, perkembangan pasar di setiap kotakabupaten di Jawa Barat menunjukkan peningkatan meskipun dengan jumlah dan lokasi yang tidak merata.
Pada tahun 2005, jumlah pasar di Jawa Barat mencapai 911 terdiri dari 530 pasar tradisional dan 381 pasar modern termasuk pasar swalayan. Jumlah tersebut
menunjukkan kenaikan yang signifikan dibandingkan tahun 2002 mencapai 147 pasar. Meskipun jumlah pasar tradisional masih lebih besar daripada pasar
swalayan tetapi pertumbuhan pasar modern sangat pesat mencapai 66 persen sedangkan pasar tradisonal hanya tumbuh lima persen selama rentang waktu
2002-2005. Pertumbuhan pasar modern lebih banyak terjadi di daerah perkotaan Gambar 1
Gambar 1 Grafik Jumlah Pasar Tradisional dan Modern Tahun 2002-2005 di Jawa Barat
Harga telur dan daging ayam ras relatif lebih murah dibandingkan produk protein hewani lainnya seperti daging sapi, daging ayam buras, telur ayam buras
dan lainnya. Perbandingan harga rata-rata komoditi ternak untuk propinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Harga Rata-Rata Produk Ternak Segar Bulan Juni Tahun 2008 di Jawa Barat
Rata-Rata Rupiah Komoditi Satuan
Produsen Grosir Consumen
Daging Ayam Broiler karkas
Kg 18.725 19.516 20.675 Daging Sapi Has
Kg 52.938
55.250 60.754
Daging Sapi Bistik Kg
50.750 53.063
56.375 Daging Sapi Murni
Kg 47.063
49.375 54.000
Hati Sapi Kg
27.500 29.219
31.667 Daging KambingDomba
Kg 36.375
37.875 42.833
Telur Ayam Ras Kg
10.630 11.295
12.542 Telur Ayam Buras
Butir 1.005
1.150 1.304
Telur Itik Butir
965 1.163
1.363 Susu Segar
Liter 3.120
3.525 3.900
Sumber : Dinas Peternakan Jawa Barat 2008 Kota Bogor bukan termasuk daerah sentra produksi ayam ras baik broiler
maupun layer. Pada Gambar 2 terlihat populasi ayam ras pedaging dan petelur lebih kecil daripada unggas yang lain. Sebagian besar unggas di Kota Bogor
bukan peternakan besar tetapi peternakan keluargarakyat. Hasil ternaknya bukan untuk tujuan komersil tapi untuk kebutuhan rumah tangga atau hobbies
masyarakat. Ayam buras merupakan komoditi terbanyak dengan proporsi 75,12 persen dibandingkan dari total populasi.
Ayam Ras Petelur 2.500
BebekItik 3.094 Ayam Pedaging
178.000
Ayam Buras 554.434
Gambar 2 Populasi Ternak Unggas di Kota Bogor Tahun 2006 Sumber : Dinas Agribisnis Kota Bogor 2007
Agribisnis ayam ras mengalami gejolak pada pertengahan tahun 2003 ketika banyak terjadi kasus flu burung avian influenza di Indonesia. Kasus flu
burung terjadi pertama kali di Hongkong kemudian menyebar menjadi wabah unggas pandemi ke wilayah Korea Selatan, Jepang, Vietnam, Thailand,
Kamboja, Republik Rakyat China serta Pakistan. Kasus flu burung di Indonesia pada Maret 2007 pada unggas sudah menyebar di 30 provinsi Komnas FBPI,
2008. Hal ini bisa berdampak pada ketersediaan dan harga unggas karena banyak unggas yang mati dan kehati-hatian masyarakat untuk mengkonsumsinya.
Sejak ditemukan wabah flu burung di Indonesia pada Juli 2003 telah mematikan sekitar lima juta ekor unggas. Tetapi secara nasional produksi ayam
ras tidak mengalami penurunan yang signifikan. Data kematian terbesar terbanyak pada ayam ras yang berkisar 0,5 persen dari populasi ayam ras dan 0,4 persen dari
polulasi unggas secara keseluruhan
1
. Produksi ayam ras pedaging di Jawa Barat tahun 2003 hanya menurun sebesar 0,89 persen dibandingkan tahun 2002
Direktorat Jenderal Peternakan, 2007. Saat ini kasus flu burung telah ditangani pemerintah melalui pemberian
vaksin, kontrol kesehatan pada hewan ternak serta pemberian informasi kepada masyarakat. Tetapi penanggulangan belum sepenuhnya berhasil dengan kasus
7000 unggas mati selama tahun 2007 Departemen Pertanian. Kasus flu burung yang terjadi pada manusia di Indonesia ditemukan pertama kali Juli 2005. Kasus
flu burung yang menular pada manusia pada rentang waktu 2005-2008 ini telah menyebabkan kematian pada manusia.
1
Flu Burung di Indonesia oleh dr. Ilham Patu, SpBS dokter RS Prof.Dr. Sulianti Suroso diakses pada Februari 2008
1.2 Rumusan Masalah