II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan
Muhandri dan Kadarisman 2005, menjelaskan bahwa mutu produk pangan ditentukan oleh berbagai karakteristik yang terus berkembang mengikuti
kebutuhan konsumen yang spektrumnya semakin luas. Karakteristik mutu yang paling umum adalah karakteristik fungsional. Namun, belakangan juga banyak
dikembangkan karakteristik mutu yang lain seperti, karakteristik daya tahan simpan shelf life, karakteristik kemudahan penggunaan, karakteristik psikologi
dan karakteristik keamanan.
1. Karakteristik Fungsional
Karakteristik fungsional dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar yaitu: sifat fisik seperti, morfologi, sifat termal, sifat reologi, dan sifat spektral.
Sifat kimia seperti, komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan, bahan kimia pengolahan. Sifat mikrobiologi seperti, mikroba alami, mikroba
kontaminan, mikroba patogen, mikroba pembusuk.
2. Karakteristik Psikologi
Karakteristik psikologi yang paling mendasar pada produk-produk pangan adalah karakteristik sensori organoleptik. Karakteristik ini hanya dapat diukur,
dikenali dan diuji dengan uji organoleptik. Penilaian karakteristik ini dapat menentukan apakah suatu produk disukai atau tidak dan sampai tingkat mana
kesukaan tersebut Muhandri dan Kadarisman, 2005. Berdasarkan alat indera yang digunakan, karakteristik sensori dapat digolongkan menjadi :
a. Karakteristik visual meliputi, warna, kekeruhan kilap, kejernihan, dsb.
b. Karakteristik bau meliputi, keharuman, bau busuk, tengik, apek dsb.
c. Karakteristik rasa meliputi, rasa dasar manis, asam, asin, pahit, pedas,
dingin, lezat dsb d.
Karakteristik tekstual meliputi, sifat lengket, halus, keras, lunak dsb. Karakteristik ini telah terbukti dapat diandalkan untuk mengetahui
penerimaan dan preferensi konsumen terhadap suatu produk. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah produk kita sama, diatas atau dibawah
4 produk pesaing. Karakteristik psikologi lainnya muncul akibat konsumen
menginginkan keindahan dekorasi kemasan, bentuk-bentuk kemewahan luxury
3. Karakteristik Masa Simpan Shelf Life
Produk-produk pangan yang telah melalui proses produksi dan telah dikemas, mempunyai umur simpan shelf life tertentu. Penyimpanan yang
melewati masa tersebut menyebabkan penurunan mutu. Selanjutnya, terjadi kerusakan yang menyebabkan produk menjadi kadaluwarsa. Waktu kadaluwarsa
adalah jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu pangan tidak lagi dapat diterima. Produk pangan dikatakan rusak apabila telah mengalami
perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi, atau tidak aman lagi dikonsumsi karena dapat menganggu kesehatan. Lebih lanjut ditambahkan bahwa bahan pangan
disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluwarsa, atau telah melampaui masa simpan optimumnya. Umumnya kondisi yang digunakan baik
pada saat proses pengolahan atau saat penyimpanan akan mempengaruhi atribut mutu produk Singh, 2000.
Umur simpan produk pangan menurut Institute of Food Technologist merupakan selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana
produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Sedangkan National Food Prosessor
Association mendefinisikan umur simpan sebagai masawaktu suatu produk
dianggap berada pada kisaran umur simpannya apabila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan
selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta melindungi isi kemasan Arpah, 2001, atau dengan kata lain umur simpan merupakan masa atau periode
pada saat bahan pangan masih dalam tingkat mutu konsumsi eating quality yang dapat diterima dari segi organoleptik dan keamananya.
Syarief et al. 1989, menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi umur simpan bahan pangan diantaranya adalah:
a. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya
perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.
b. Ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume.
5 c.
Kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.
d. Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan
bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Untuk dapat menduga umur simpan maka perlu ditentukan parameter
kerusakan produk. Kerusakan produk tersebut dapat diketahui berdasarkan karakteristik mutu fisik, kimia, mikrobiologi serta karakteristik mutu
organoleptik. Terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk menduga umur simpan
suatu produk. Extended storage studies ESS yaitu cara konvensional dengan melakukan penyimpanan dan mengikuti perubahan parameter hingga mencapai
kadaluarsa. Accelerated Shelf-Life Test ASLT dilakukan dengan cara akselerasidipercepat dengan membuat kondisi sedemikian rupa sehingga produk
lebih cepat rusak, misalnya dengan menggunakan faktor suhu atau RH. Metode pendugaan umur simpan secara ASLT berdasarkan suhu dapat dilakukan dengan
mengikuti model Arhenius yaitu mempercepat umur simpan dengan meningkatkan suhu secara terukur dan dilakukan minimal pada tiga tingkat suhu.
Metode arrhenius dilakukan pada kelembaban yang sama 90 dan beberapa suhu yang berbeda 37
C, 45 C, 55
C. Beberapa asumsi yang menjadi dasar untuk menduga umur simpan dengan metode arrhenius adalah.
a. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam dan reaksi saja
misalnya kadar air. b.
Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatan perubahan mutu. c.
Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap. d.
Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses yang terjadi sebelumnya.
4. Karakteristik Kemudahan Penggunaan.