Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil

(1)

SKRIPSI

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN

TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL

Oleh :

YULIZAR VERDA FEBRIANTO F24102039

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN

(PMT) UNTUK IBU HAMIL

Oleh :

YULIZAR VERDA FEBRIANTO

F24102039

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN

TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

YULIZAR VERDA FEBRIANTO F24102039

Dilahirkan Pada Tanggal 26 Juli 1984 Di Lebak, Banten

Tanggal Lulus : ....…….2007

Menyetujui Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Dosen Pembimbing II

Mengetahui :

Dr. Ir.Dahrul Syah, MSc


(4)

Yulizar Verda F. F24102039. Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil.

Dibawah bimbingan Nurheni Sri Palupi dan Feri Kusnandar. 2007

RINGKASAN

Program pemberian makanan tambahan (PMT)/Feeding Program untuk ibu hamil merupakanprogram yang bertujuan untuk menambahkan zat gizi terhadap bahan pangan pada kelompok ibu hamil untuk meningkatkan status gizi ibu hamil dan kualitas anak yang dilahirkan (Anonim, 2005). Program ini dilaksanakan dengan cara menambahkan zat gizi seperti vitamin A, asam folat (folic acid), vitamin C, zat besi (Fe), seng (Zn) dan Iodium (iodine) pada produk bihun instan.

Analisis kandungan zat gizi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara jumlah zat gizi sebenarnya pada bihun dengan informasi nilai gizi yang dibuat produsen. Analisis ini meliputi: analisis proksimat dan analisis senyawa fortifikan yang ditambahkan. Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara bihun yang telah difortifikasi dan bihun yang tidak difortifikasi dari segi organoleptik. Uji organoleptik meliputi uji pebedaan dan uji hedonik kesukaan. Pendugaan umur simpan dilakukan untuk mengetahui umur simpan optimum produk, sehingga produk masih dapat berkontribusi dengan baik terhadap status kesehatan ibu hamil. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan cara Accelerated Shelf-Life Test (ASLT) menggunakan metode Arrhenius.

Hasil analisis menunjukan bahwa fortifikasi zat gizi pada bihun mampu meningkatkan kandungan zat gizi tersebut. Proses pengolahan bihun menurunkan beberapa fortifikan, seperti vitamin A, asam folat dan vitamin C. Namun, pengolahan meningkatkan kandungan mineral Fe, Zn dan Iod dalam bihun. Kandungan vitamin A pada bihun non fortfikasi (NF), fortifikasi (F) dan fortifikasi yang telah dimasak (FM) secara berurutan adalah 105,50 IU/100 gram, 1484,72 IU/100 gram, 854 IU/100 gram. Asam folat NF, F dan FM secara berurutan adalah 25,32 µg/100g, 159,56 µg/100g, 144,83 µg/100g. Vitamin C bihun NF, F dan FM secara berurutan adalah 3,79 mg/100g, 512,34 mg/100g, 52,15 mg/100g. Kadar Zat besi NF, F dan FM secara berurutan adalah 1,53 mg/100g, 12,08 mg/100g dan 12,40 mg/100g. Kadar seng NF, F dan FM secara berurutan adalah 0,52 mg/100g, 2,80 mg/100g dan 3,47 mg/100g. Kadar Iod NF, F dan FM secara berurutan adalah 2 μg/100g, 18,13 μg/100g, 37,07 μg/100g.

Berdasarkan uji pembedaan antara bihun NF dan F masak yang disajikan tanpa bumbu dapat diketahui bahwa bihun NF dan F berbeda nyata pada selang kepercayaan 95,42%, sedangkan bihun NF dan F masak yang disajikan lengkap dengan bumbu berbeda nyata pada selang kepercayaan 95,24%. Pada skala 1-5 (sangat tidak suka, tidak suka, biasa saja, suka dan sangat suka), panelis lebih menyukai bihun NF dengan rata-rata skor 3,50 dibandingkan dengan bihun F dengan skor rata-rata 3,15. Secara statistik (independent T-Test)hal ini dinyatakan bahwa bihun NF dan F berbeda nyata dengan nilai signifikansi 0,024.

Atribut mutu yang paling kritis pada pendugaan umur simpan bihun NF berdasarkan mutu organoleptik adalah penggumpalan bumbu dengan mengikuti model ordo 1. Penggumpalan bumbu memiliki koefisien korelasi 0,90-0,96 dan kemiringan 0,0053-0,0098. Umur simpan bihun NF pada penyimpanan suhu kamar (250C) adalah 9,94 bulan. Atribut mutu yang paling kritis pada bihun F berdasarkan organoleptik adalah kekentalan kecap pada ordo 0. Koefisien korelasi


(5)

dari atribut kekentalan kecap adalah 0,84-0,96 dengan kemiringan 0,05-0,18. Jika bihun F disimpan pada suhu ruang (25 0C) maka umur simpannya adalah 8,07 bulan.

Atribut mutu yang paling kritis pada bihun NF secara objektif dengan menggunakan kromameter adalah perubahan warna saus dengan mengikuti ordo 1. Perubahan warna saus memiliki korelasi 0,56-0,86 dan kemiringan 0,007-0,067. Umur simpan bihun NF menurut perubahan warna saus ini jika disimpan pada suhu kamar (25 0C) adalah 10,74 bulan. Atribut mutu paling kritis pada bihun F secara objektif adalah perubahan warna bihun pada ordo 0. Korelasi perubahan warna bihun adalah 0,43-0,95 dengan kemiringan 0,007-0,061. Jika bihun disimpan pada suhu ruang (250C) maka akan bertahan selama 11,68 bulan.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Yulizar Verda Febrianto. Penulis dilahirkan di Kabupaten Lebak Provinsi Banten pada tanggal 26 Juli 1984. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Suprianto dan Ibu Een Nurlaeni. Penulis menempuh pendidikan di TK Teratai Pangandaran (1989-1990), SDN Wonoharjo I, Pangandaran (1990-1996), SLTPN I Pangandaran (1996-1999), dan SMUN I Pangandaran (1999-2002).

Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) periode 2004-2005, penulis juga cukup aktif menjadi panitia dalam berbagai kegiatan seperti Lepas Landas Sarjana FATETA, National Student Paper Competition (NSPC) 3 dan 4, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XII (LCTIP XII), Open House departemen TPG 41, Suksesi HIMITEPA dan Musyawarah Anggota HIMITEPA. Penulis pernah menjadi ketua Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (BAUR) 2004. Penulis pernah mengikuti seminar IDF International Conference of FGW Student Forum for Milk and Milk Product (2005).

Penulis melakukan kegiatan Praktek Lapang di PT. Industri Susu Alam Murni, Bandung dengan topik Mempelajari Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) pada Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi di PT. Industri Susu Alam Murni, Bandung. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil” di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si dan Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T., akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil”, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si., selaku pembimbing pertama. Terima kasih atas kesabaran selama membimbing penulis dari awal mengenal Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan hingga penulis menyesaikan studi.

2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc., selaku pembimbing kedua. Terima kasih atas bimbingan, saran, dan masukan selama kuliah dan saat penulis menyelesaikan tugas akhir.

3. Nur Wulandari, S.TP. M.Si., selaku penguji pada saat ujian skripsi. Terima kasih atas waktu yang diluangkan untuk penulis.

4. Tim Manajemen SEAFAST Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

5. Ayahanda Suprianto dan Ibunda Een Nurlaeni, yang telah menyucurkan air mata dan keringat agar penulis dapat menyelesaikan studinya. Terimakasih untuk dukungan moril dan materil serta kasih sayang yang tidak pernah terhenti. Adik penulis Rama Dhani Fitrilaksono yang setia menemani hari-hari ayah dan ibu di rumah selama penulis di Bogor.

6. Bapak Icik dan Ibu Luwi, terima kasih atas bantuannya saat mengumpulkan panelis ibu hamil dan menjadi orang tua penulis saat penulis di serpong. 7. Para panelis terlatihku (Randy Adistya, Herold, Shinta, Eva Handayani, Evrin

Lutfika, Fenni Rusli, Karen, Syarifah Zarina dan Yoga Rahmawansyah) yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk datang setiap hari rabu ke lab Bu Sri.

8. Bapak Kardjio dan Ibu Sri, terima kasih telah menjadi orang tua penulis dan keluargaku Sony Frangky+Renny, Dudi, Ferryza, Fajar, CeEr, Erix dan Anton saat penulis tinggal di “Astra ABIMANYU”.


(8)

9. Marlina Sunaryo, rekan sebimbingan penulis dan Stesianasari Mileiva, rekan sebimbingan sekaligus rekan kerja saat di laboratorium. Terima kasih atas dukungan, spirit dan kerjasamanya.

10.Siti Restikawati yang selalu memberikan perhatian, semangat, dukungan, kesabaran dan pengertian kepada penulis dalam setiap langkah penantianmu. 11.Bandung ‘Gombez’ Wibisono, Achmad Fariz ‘The Men’ Sahli, Kadek ‘Molly’

Lila Antara dan Suparlan ‘Thole’, keluarga penulis ketika penulis pertama kali menginjakan kaki di kota hujan. Terimakasih atas semua canda tawa dan goresan-goresan kenangan yang terukir.

12.Ulik, Boy, Didin, Dadik, Ajeng : keceriaan, kebersamaan dan masa depan tidak akan pernah terjadi jika tidak kita mulai!.

13.Randy, Woro (thanks note book-nya!), Nanda, reBeks, Ina, Inal, terima kasih sudah mau mendengarkan dan menanggapi kegaringan penulis selama di ITP. 14.Susan, Evie, Manto dan T-min keluargaku di golongan B1 dan teman sehidup

semati dalam perjuangan menghadapi setumpuk laporan praktikum setiap minggu.

15.Teman-teman penulis di ITP : Lutfika (thanks buat masukan dan ceramahnya), Qky&Farah (thanks buat adry dan aldo), Prasna, Tina, Nuy, Deddy+Dora, Manginar, Irwan (salut sama Irwan..!), Aponk, Maya, kaNyaka, Inggrid, Elvina, Papang, ViviRus, ech-the frog, Asep ari, Nea, Hani, Pretty

16.Teman-teman Pangandaranku: Maman, Yadi, Lia Yulianti, Ropiani, Siti Aisah, Dewi, Aji Darma, Kuswan, Mareta, Tintin, Sally, dan Sri.

17.Laboran dan teknisi : Pak Wachid, Pak Rojak, Pak Koko, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Yahya, Teh Ida, Bu Rubiah, Pak Solihin, Mas Edi, Teh Darsih, Bu Sri terimaksih atas tuntunan dan kesabarannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2007


(9)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan ... 3

1. Karakteristik Fungsional ... 3

2. Karakteristik Psikologi ... 3

3. Karakteristik Masa Simpan (Shelf Life) ... 4

4. Karakteristik Kemudahan Penggunaan ... 5

5. Karakteristik Keamanan ... 6

B. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ... 6

C. Bihun Sebagai Produk pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)... 7

D. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ... 7

E. Fortifikasi Zat Gizi ... 9

1. Vitamin A ... 9

2. Asam folat ... 12

3. Vitamin C ... 14

4. Zat besi (Fe) ... 16

5. Iodium (I) ... 18

6. Seng (Zn) ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Bahan ... 23

B. Alat ... 23


(10)

D. Metode Analisis ... 25

1. Analisis Proksimat ... 25

2. Analisis Fortifikan ... 27

3. Uji Organoleptik ... 29

4. Pendugaan Umur Simpan ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Kimia Bihun ... 36

1. Kadar Air... 37

2. Kadar Lemak ... 38

3. Kadar Protein ... 38

4. Kadar Karbohidrat ... 38

5. Kadar Abu ... 39

6. Jumlah Energi ... 39

7. Kandungan Fortifikan ... 40

B. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Organoleptik ... 45

1. Mutu organoleptik berdasarkan Pembedaan ... 45

2. Mutu organoleptik berdasarkan Hedonik ... 46

C. Pengaruh Fortifikasi terhadap Umur Simpan Bihun ... 48

1. Pendugaan umur simpan berdasarkan organoleptik ... 48

2. Pendugaan umur simpan berdasarkan perubahan mutu fisik secara objektif ... ... .. 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(11)

SKRIPSI

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN

TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL

Oleh :

YULIZAR VERDA FEBRIANTO F24102039

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN

(PMT) UNTUK IBU HAMIL

Oleh :

YULIZAR VERDA FEBRIANTO

F24102039

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGUJIAN MUTU BIHUN INSTAN SEBAGAI PRODUK

DALAM PROGRAM PEMBERIAN MAKANAN

TAMBAHAN (PMT) UNTUK IBU HAMIL

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

YULIZAR VERDA FEBRIANTO F24102039

Dilahirkan Pada Tanggal 26 Juli 1984 Di Lebak, Banten

Tanggal Lulus : ....…….2007

Menyetujui Bogor, Februari 2007

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Dosen Pembimbing II

Mengetahui :

Dr. Ir.Dahrul Syah, MSc


(14)

Yulizar Verda F. F24102039. Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil.

Dibawah bimbingan Nurheni Sri Palupi dan Feri Kusnandar. 2007

RINGKASAN

Program pemberian makanan tambahan (PMT)/Feeding Program untuk ibu hamil merupakanprogram yang bertujuan untuk menambahkan zat gizi terhadap bahan pangan pada kelompok ibu hamil untuk meningkatkan status gizi ibu hamil dan kualitas anak yang dilahirkan (Anonim, 2005). Program ini dilaksanakan dengan cara menambahkan zat gizi seperti vitamin A, asam folat (folic acid), vitamin C, zat besi (Fe), seng (Zn) dan Iodium (iodine) pada produk bihun instan.

Analisis kandungan zat gizi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara jumlah zat gizi sebenarnya pada bihun dengan informasi nilai gizi yang dibuat produsen. Analisis ini meliputi: analisis proksimat dan analisis senyawa fortifikan yang ditambahkan. Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara bihun yang telah difortifikasi dan bihun yang tidak difortifikasi dari segi organoleptik. Uji organoleptik meliputi uji pebedaan dan uji hedonik kesukaan. Pendugaan umur simpan dilakukan untuk mengetahui umur simpan optimum produk, sehingga produk masih dapat berkontribusi dengan baik terhadap status kesehatan ibu hamil. Pendugaan umur simpan dilakukan dengan cara Accelerated Shelf-Life Test (ASLT) menggunakan metode Arrhenius.

Hasil analisis menunjukan bahwa fortifikasi zat gizi pada bihun mampu meningkatkan kandungan zat gizi tersebut. Proses pengolahan bihun menurunkan beberapa fortifikan, seperti vitamin A, asam folat dan vitamin C. Namun, pengolahan meningkatkan kandungan mineral Fe, Zn dan Iod dalam bihun. Kandungan vitamin A pada bihun non fortfikasi (NF), fortifikasi (F) dan fortifikasi yang telah dimasak (FM) secara berurutan adalah 105,50 IU/100 gram, 1484,72 IU/100 gram, 854 IU/100 gram. Asam folat NF, F dan FM secara berurutan adalah 25,32 µg/100g, 159,56 µg/100g, 144,83 µg/100g. Vitamin C bihun NF, F dan FM secara berurutan adalah 3,79 mg/100g, 512,34 mg/100g, 52,15 mg/100g. Kadar Zat besi NF, F dan FM secara berurutan adalah 1,53 mg/100g, 12,08 mg/100g dan 12,40 mg/100g. Kadar seng NF, F dan FM secara berurutan adalah 0,52 mg/100g, 2,80 mg/100g dan 3,47 mg/100g. Kadar Iod NF, F dan FM secara berurutan adalah 2 μg/100g, 18,13 μg/100g, 37,07 μg/100g.

Berdasarkan uji pembedaan antara bihun NF dan F masak yang disajikan tanpa bumbu dapat diketahui bahwa bihun NF dan F berbeda nyata pada selang kepercayaan 95,42%, sedangkan bihun NF dan F masak yang disajikan lengkap dengan bumbu berbeda nyata pada selang kepercayaan 95,24%. Pada skala 1-5 (sangat tidak suka, tidak suka, biasa saja, suka dan sangat suka), panelis lebih menyukai bihun NF dengan rata-rata skor 3,50 dibandingkan dengan bihun F dengan skor rata-rata 3,15. Secara statistik (independent T-Test)hal ini dinyatakan bahwa bihun NF dan F berbeda nyata dengan nilai signifikansi 0,024.

Atribut mutu yang paling kritis pada pendugaan umur simpan bihun NF berdasarkan mutu organoleptik adalah penggumpalan bumbu dengan mengikuti model ordo 1. Penggumpalan bumbu memiliki koefisien korelasi 0,90-0,96 dan kemiringan 0,0053-0,0098. Umur simpan bihun NF pada penyimpanan suhu kamar (250C) adalah 9,94 bulan. Atribut mutu yang paling kritis pada bihun F berdasarkan organoleptik adalah kekentalan kecap pada ordo 0. Koefisien korelasi


(15)

dari atribut kekentalan kecap adalah 0,84-0,96 dengan kemiringan 0,05-0,18. Jika bihun F disimpan pada suhu ruang (25 0C) maka umur simpannya adalah 8,07 bulan.

Atribut mutu yang paling kritis pada bihun NF secara objektif dengan menggunakan kromameter adalah perubahan warna saus dengan mengikuti ordo 1. Perubahan warna saus memiliki korelasi 0,56-0,86 dan kemiringan 0,007-0,067. Umur simpan bihun NF menurut perubahan warna saus ini jika disimpan pada suhu kamar (25 0C) adalah 10,74 bulan. Atribut mutu paling kritis pada bihun F secara objektif adalah perubahan warna bihun pada ordo 0. Korelasi perubahan warna bihun adalah 0,43-0,95 dengan kemiringan 0,007-0,061. Jika bihun disimpan pada suhu ruang (250C) maka akan bertahan selama 11,68 bulan.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Yulizar Verda Febrianto. Penulis dilahirkan di Kabupaten Lebak Provinsi Banten pada tanggal 26 Juli 1984. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Suprianto dan Ibu Een Nurlaeni. Penulis menempuh pendidikan di TK Teratai Pangandaran (1989-1990), SDN Wonoharjo I, Pangandaran (1990-1996), SLTPN I Pangandaran (1996-1999), dan SMUN I Pangandaran (1999-2002).

Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima pada Departemen Ilmu dan teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) periode 2004-2005, penulis juga cukup aktif menjadi panitia dalam berbagai kegiatan seperti Lepas Landas Sarjana FATETA, National Student Paper Competition (NSPC) 3 dan 4, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XII (LCTIP XII), Open House departemen TPG 41, Suksesi HIMITEPA dan Musyawarah Anggota HIMITEPA. Penulis pernah menjadi ketua Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (BAUR) 2004. Penulis pernah mengikuti seminar IDF International Conference of FGW Student Forum for Milk and Milk Product (2005).

Penulis melakukan kegiatan Praktek Lapang di PT. Industri Susu Alam Murni, Bandung dengan topik Mempelajari Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) pada Proses Pengolahan Susu Pasteurisasi di PT. Industri Susu Alam Murni, Bandung. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil” di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si dan Dr.Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.


(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T., akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Pengujian Mutu Bihun Instan Sebagai Produk Dalam Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Untuk Ibu Hamil”, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si., selaku pembimbing pertama. Terima kasih atas kesabaran selama membimbing penulis dari awal mengenal Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan hingga penulis menyesaikan studi.

2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc., selaku pembimbing kedua. Terima kasih atas bimbingan, saran, dan masukan selama kuliah dan saat penulis menyelesaikan tugas akhir.

3. Nur Wulandari, S.TP. M.Si., selaku penguji pada saat ujian skripsi. Terima kasih atas waktu yang diluangkan untuk penulis.

4. Tim Manajemen SEAFAST Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

5. Ayahanda Suprianto dan Ibunda Een Nurlaeni, yang telah menyucurkan air mata dan keringat agar penulis dapat menyelesaikan studinya. Terimakasih untuk dukungan moril dan materil serta kasih sayang yang tidak pernah terhenti. Adik penulis Rama Dhani Fitrilaksono yang setia menemani hari-hari ayah dan ibu di rumah selama penulis di Bogor.

6. Bapak Icik dan Ibu Luwi, terima kasih atas bantuannya saat mengumpulkan panelis ibu hamil dan menjadi orang tua penulis saat penulis di serpong. 7. Para panelis terlatihku (Randy Adistya, Herold, Shinta, Eva Handayani, Evrin

Lutfika, Fenni Rusli, Karen, Syarifah Zarina dan Yoga Rahmawansyah) yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk datang setiap hari rabu ke lab Bu Sri.

8. Bapak Kardjio dan Ibu Sri, terima kasih telah menjadi orang tua penulis dan keluargaku Sony Frangky+Renny, Dudi, Ferryza, Fajar, CeEr, Erix dan Anton saat penulis tinggal di “Astra ABIMANYU”.


(18)

9. Marlina Sunaryo, rekan sebimbingan penulis dan Stesianasari Mileiva, rekan sebimbingan sekaligus rekan kerja saat di laboratorium. Terima kasih atas dukungan, spirit dan kerjasamanya.

10.Siti Restikawati yang selalu memberikan perhatian, semangat, dukungan, kesabaran dan pengertian kepada penulis dalam setiap langkah penantianmu. 11.Bandung ‘Gombez’ Wibisono, Achmad Fariz ‘The Men’ Sahli, Kadek ‘Molly’

Lila Antara dan Suparlan ‘Thole’, keluarga penulis ketika penulis pertama kali menginjakan kaki di kota hujan. Terimakasih atas semua canda tawa dan goresan-goresan kenangan yang terukir.

12.Ulik, Boy, Didin, Dadik, Ajeng : keceriaan, kebersamaan dan masa depan tidak akan pernah terjadi jika tidak kita mulai!.

13.Randy, Woro (thanks note book-nya!), Nanda, reBeks, Ina, Inal, terima kasih sudah mau mendengarkan dan menanggapi kegaringan penulis selama di ITP. 14.Susan, Evie, Manto dan T-min keluargaku di golongan B1 dan teman sehidup

semati dalam perjuangan menghadapi setumpuk laporan praktikum setiap minggu.

15.Teman-teman penulis di ITP : Lutfika (thanks buat masukan dan ceramahnya), Qky&Farah (thanks buat adry dan aldo), Prasna, Tina, Nuy, Deddy+Dora, Manginar, Irwan (salut sama Irwan..!), Aponk, Maya, kaNyaka, Inggrid, Elvina, Papang, ViviRus, ech-the frog, Asep ari, Nea, Hani, Pretty

16.Teman-teman Pangandaranku: Maman, Yadi, Lia Yulianti, Ropiani, Siti Aisah, Dewi, Aji Darma, Kuswan, Mareta, Tintin, Sally, dan Sri.

17.Laboran dan teknisi : Pak Wachid, Pak Rojak, Pak Koko, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Yahya, Teh Ida, Bu Rubiah, Pak Solihin, Mas Edi, Teh Darsih, Bu Sri terimaksih atas tuntunan dan kesabarannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2007


(19)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan ... 3

1. Karakteristik Fungsional ... 3

2. Karakteristik Psikologi ... 3

3. Karakteristik Masa Simpan (Shelf Life) ... 4

4. Karakteristik Kemudahan Penggunaan ... 5

5. Karakteristik Keamanan ... 6

B. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ... 6

C. Bihun Sebagai Produk pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)... 7

D. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ... 7

E. Fortifikasi Zat Gizi ... 9

1. Vitamin A ... 9

2. Asam folat ... 12

3. Vitamin C ... 14

4. Zat besi (Fe) ... 16

5. Iodium (I) ... 18

6. Seng (Zn) ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Bahan ... 23

B. Alat ... 23


(20)

D. Metode Analisis ... 25

1. Analisis Proksimat ... 25

2. Analisis Fortifikan ... 27

3. Uji Organoleptik ... 29

4. Pendugaan Umur Simpan ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Kimia Bihun ... 36

1. Kadar Air... 37

2. Kadar Lemak ... 38

3. Kadar Protein ... 38

4. Kadar Karbohidrat ... 38

5. Kadar Abu ... 39

6. Jumlah Energi ... 39

7. Kandungan Fortifikan ... 40

B. Pengaruh Fortifikasi terhadap Karakteristik Mutu Organoleptik ... 45

1. Mutu organoleptik berdasarkan Pembedaan ... 45

2. Mutu organoleptik berdasarkan Hedonik ... 46

C. Pengaruh Fortifikasi terhadap Umur Simpan Bihun ... 48

1. Pendugaan umur simpan berdasarkan organoleptik ... 48

2. Pendugaan umur simpan berdasarkan perubahan mutu fisik secara objektif ... ... .. 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(21)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992 ... 7

2.2. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per orang per hari untuk wanita berumur 25-50 tahun ... 8

2.3. Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk vitamin A ... 10

2.4. Batas toleransi konsumsi vitamin A (retinol) ... 11

2.5. Kandungan asam folat pada beberapa bahan roti ... 12

2.6. Kandungan Zat Besi dalam beberapa Bahan Pangan ... 17

2.7. Kebutuhan lodium Menurut Kelompok umur ... 20

2.8. Beberapa gangguan kesehatan yang disebabkan oleh keracunan Iodium ... 20

2.9. Jumlah asupan gizi yang direkomendasikan/RDA untuk seng (Zn) .... 21

2.10. Batas toleransi konsumsi Zn untuk bayi, anak-anak dan dewasa ... 22

3.1. Batas atas (N0) dan batas kritis (Nt) mutu bihun berdasarkan mutu organoleptik ... 31

3.2. Nilai awal dan titik kritis parameter mutu pada bihun berdasarkan mutu fisik ... 34

4.1. Informasi yang diperoleh dari produsen mengenai penambahan zat gizi pada produk bihun instan... 37

4.2. Kandungan gizi makro dan mikro pada bihun dan bumbu bihun non fortifikasi (NF), fortifikasi (F), bihun fortifikasi setelah dimasak (FM), klaim produsen dan standar bihun berdasarkan SNI... 37

4.3. Persentase jumlah panelis yang menjawab benar pada uji pembedaan. 45 4.4. Pendugaan umur simpan bihun NF pada beberapa suhu (20, 25, 30 0 C) penyimpanan berdasarkan mutu organoleptik (bulan) ... 49

4.5. Pendugaan umur simpan bihun F pada beberapa suhu (20, 25, 30 0C) penyimpanan berdasarkan mutu organoleptik (bulan) ... 49

4.6. Pendugaan umur simpan bihun NF pada beberapa suhu (20, 25, 30 0 C) penyimpanan dengan menggunakan kromameter (bulan) ... 52

4.7. Pendugaan umur simpan bihun F pada beberapa suhu (20, 25, 30 0C) penyimpanan dengan menggunakan kromameter (bulan)... 52


(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Struktur kimia retinol ... 9 2.2. Struktur kimia asam folat ... 12 3.1. Alur penelitian pengujian mutu bihun instan sebagai produk dalam

program pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil ... 24 3.2. Laju penurunan mutu berdasarkan model persamaan ordo 0 (a) Ordo 1

dalam bentuk eksponensial (b) dan bentuk linear (c)... 33 3.3. Hubungan antara lightness dan perubahan warna ... 34 4.1. Bihun goreng fortifikasi (F) dan non fortifikasi (P). bihun masak

yang ditambahkan bumbu (kiri) dan yang tidak ditambahkan bumbu (kiri) ... 46 4.2. Nilai rata-rata skor untuk kesukaan pada bihun non fortifikasi dan

fortifikasi ... 47 4.3. Pengelompokan panelis berdasarkan skor kesukaan ... 47 4.4. Penurunan umur simpan bihun NF bihun F berdasarkan parameter

mutu organoleptik ... 50 4.5. Persamaan arrhenius pada parameter mutu perubahan warna bihun F

diukur dengan kromameter, pada ordo 1 ... 51 4.6. Persamaan arrhenius pada parameter mutu perubahan warna saus F

diukur dengan kromameter, pada ordo 1 ... 52 4.7. Penurunan umur simpan bihun NF bihun F berdasarkan pengukuran


(23)

vii

DAFTARLAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Proses pembuatan bihun ... 61 2. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar air bihun ... 63 3. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar lemak bihun... 64 4. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar protein bihun ... 65 5. Hasil Uji statistik pada pengukuran karbohidrat bihun ... 66 6. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar abu bihun... 67 7. Hasil Uji statistik pada pengukuran Energi bihun ... 68 8. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar Vitamin C bihun... 69 9. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar seng (Zn) bihun... 70 10. Hasil Uji statistik pada pengukuran kadar Zat besi (Fe) bihun... 71 11.a. Form Uji Pembedaan (Uji segitiga) ... 72 11.b. Hasil Uji segitiga bihun goreng masak (lengkap) ... 72 12. Hasil Uji segitiga bihun goreng masak tanpa bumbu ... 73 13. Tabel T8. Angka kritis untuk respon panelis yang benar pada uji

segitiga. (Meilgaard et al., 1999) ... 74 14. Form isian uji hedonik kesukaan... 75 15. Hasil pengolahan data uji hedonik kesukaan dengan menggunakan

SPSS 11 ... 76 16.a. Form isian seleksi panelis untuk penyimpanan bihun (uji segitiga)... 77 16.b. Form isian seleksi panelis untuk penyimpanan bihun (matching test)... 77 17. Daftar panelis yang lolos seleksi untuk pengujian mutu oganoleptik

selama penyimpanan ... 78 18. Lembar penilain organoleptik bihun instan ... 80 19.a. Hasil penilaian panelis terhadap bihun NF yang telah disimpan pada

beberapa suhu ... 84 19.b. Hasil penilaian panelis terhadap bihun NF yang telah disimpan pada

beberapa suhu ... 84 20. Persamaan hubungan suhu dengan perubahan mutu pada setiap

parameter penyimpanan bihun NF berdasarkan panelis ... 85 21. Persamaan hubungan suhu dengan perubahan mutu pada setiap


(24)

22. Persamaan arrhenius pada bihun NF berdasarkan penilaian organoleptik ... 87 23. Persamaan arrhenius pada bihun F berdasarkan penilaian organoleptik. 88 24.a. Tabel nilai Lightness bihun NF selama penyimpanan ... 89 24.b. Tabel nilai a bihun NF selama penyimpanan ... 89 24.c. Tabel nilai b bihun NF selama penyimpanan ... 89 24.d. Tabel total perubahan warna bihun NF ... 89 25.a. Tabel nilai Lightness bihun F selama penyimpanan ... 90 25.b. Tabel nilai a bihun F selama penyimpanan ... 90 25.c. Tabel nilai b bihun F selama penyimpanan ... 90 25.d. Tabel total perubahan warna bihun NF ... 90 26.a. Tabel nilai Lightnesssauce pada bihun NF selama penyimpanan ... 91 26.b. Tabel nilai a sauce pada bihun NF selama penyimpanan ... 91 26.c. Tabel nilai b sauce pada bihun NF selama penyimpanan ... 91 26.d. Tabel total perubahan warna sauce pada bihun NF ... 91 27.a. Tabel nilai Lightnesssauce pada bihun F selama penyimpanan ... 92 27.b. Tabel nilai a sauce pada bihun F selama penyimpanan ... 92 27.c. Tabel nilai b sauce pada bihun F selama penyimpanan ... 92 27.d. Tabel total perubahan warna sauce pada bihun F ... 92 28.a. Persamaan penurunan mutu pada perubahan warna blok bihun dan saus

pada bihun NF berdasarkan kromameter... 93 28.b. Persamaan penurunan mutu pada perubahan warna blok bihun dan saus

pada bihun F berdasarkan kromameter... 93 29.a. Persamaan arrhenius pada bihun NF berdasarkan kromameter ... 94 29.b. Persamaan arrhenius pada bihun F berdasarkan kromameter ... 94 30. SNI 01-3553-1994 mengenai syarat mutu air minum dalam kemasan


(25)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sebagian besar ibu hamil menyadari akan pentingnya kecukupan zat gizi selama kehamilan terutama bagi kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya. Kecukupan zat gizi saat kehamilan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jasmani dan rohani anak dimasa yang akan datang. Dengan cara memenuhi kebutuhan zat gizi, pencegahan terhadap penyakit yang diakibatkan oleh defisiensi zat gizi pada bayi dapat dicegah sejak dini. Masa pencegahan yang paling baik adalah pada masa kehamilan.

Ibu hamil berperan sangat besar dalam upaya perbaikan gizi bayi dan balita. Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia ini paling tepat dilakukan pada masa menjelang dan saat prenatal. Alasannya adalah: perkembangan otak manusia dimulai pada masa kehamilan, ibu hamil yang menderita defisiensi zat gizi mempunyai resiko lebih besar untuk memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi BBLR mempunyai resiko yang lebih besar untuk meninggal pada usia satu tahun, dan jika mampu bertahan hidup mempunyai resiko lebih besar untuk menderita penyakit degeneratif pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat normal.

Almatsier (2003), menyatakan bahwa defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terjadi, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Defisiensi terutama menyerang golongan rentan seperti, anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah. Anemia gizi besi (AGB) dapat disebabkan oleh rendahnya asupan vitamin C, yang sangat dibutuhkan untuk penyerapan zat besi. AGB pada ibu hamil dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR), infeksi setelah lahir dan disfungsi otak.

Sebagai upaya untuk mengurangi masalah gizi tersebut maka SEAFAST (South East Asia Food and Agriculture Science and Technology) CENTER-IPB bekerja sama dengan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, melaksanakan program pemberian makanan tambahan


(26)

(PMT)/feeding program untuk ibu hamil. Program ini dilaksanakan dengan cara membuat produk yang khusus untuk dikonsumsi oleh ibu hamil dalam bentuk bihun instan. Produk bihun ini dibuat oleh PT. Indofood Sukses Makmur (ISM)-Bogasari Flour Mill. Produk bihun instan ini telah dilengkapi dengan zat gizi yang dibutuhkan oleh wanita hamil dalam jumlah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan bihun biasa. Zat gizi tersebut adalah zat besi (Fe), seng (Zn), iodium (iodine), asam folat (folic acid), vitamin A dan vitamin C. Dengan penambahan zat-zat gizi tersebut diharapkan mampu meningkatkan sumber daya manusia dan mengurangi angka kematian ibu hamil saat melahirkan.

Sebelum digunakan sebagai produk dalam program PMT untuk ibu hamil, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap karakteristik mutu bihun. Karakteristik mutu tersebut meliputi karakteristik mutu kimia, karakteristik mutu psikologi dan karakteristik umur simpan. Analisis karakteristik mutu kimia dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara nilai gizi aktual dengan informasi nilai gizi bihun yang diberikan oleh produsen. Analisis karakteristik mutu psikologi (organoleptik) dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara bihun yang tidak difortifikasi (NF) dengan bihun yang telah difortifikasi (F) dan mengetahui tingkat kesukaan ibu hamil terhadap bihun yang telah difortifikasi. Selain kedua karakteristik mutu diatas, karakteristik lain yang diamati adalah karakteristik masa simpan (shelf life) untuk mengetahui masa simpan optimum produk bihun fortifikasi.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji mutu produk bihun instan non fortifikasi, fortifikasi dan mengetahui aspek mutu setelah bihun fortifikasi melalui proses pengolahan. Aspek mutu yang dikaji meliputi aspek kimia, organoleptik dan pendugaan umur simpan produk yang digunakan untuk program pemberian makanan tambahan (PMT)ibu hamil.

C. Manfaat

Memperoleh data ilmiah mengenai keadaan mutu produk bihun yang digunakan untuk PMT, sehingga dapat dievaluasi kontribusi produk tersebut dalam upaya untuk meningkatkan status kesehatan ibu hamil.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan

Muhandri dan Kadarisman (2005), menjelaskan bahwa mutu produk pangan ditentukan oleh berbagai karakteristik yang terus berkembang mengikuti kebutuhan konsumen yang spektrumnya semakin luas. Karakteristik mutu yang paling umum adalah karakteristik fungsional. Namun, belakangan juga banyak dikembangkan karakteristik mutu yang lain seperti, karakteristik daya tahan simpan (shelf life), karakteristik kemudahan penggunaan, karakteristik psikologi dan karakteristik keamanan.

1. Karakteristik Fungsional

Karakteristik fungsional dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar yaitu: sifat fisik seperti, morfologi, sifat termal, sifat reologi, dan sifat spektral. Sifat kimia seperti, komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan, bahan kimia pengolahan. Sifat mikrobiologi seperti, mikroba alami, mikroba kontaminan, mikroba patogen, mikroba pembusuk.

2. Karakteristik Psikologi

Karakteristik psikologi yang paling mendasar pada produk-produk pangan adalah karakteristik sensori (organoleptik). Karakteristik ini hanya dapat diukur, dikenali dan diuji dengan uji organoleptik. Penilaian karakteristik ini dapat menentukan apakah suatu produk disukai atau tidak dan sampai tingkat mana kesukaan tersebut (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Berdasarkan alat indera yang digunakan, karakteristik sensori dapat digolongkan menjadi :

a. Karakteristik visual meliputi, warna, kekeruhan kilap, kejernihan, dsb. b. Karakteristik bau meliputi, keharuman, bau busuk, tengik, apek dsb.

c. Karakteristik rasa meliputi, rasa dasar (manis, asam, asin, pahit), pedas, dingin, lezat dsb

d. Karakteristik tekstual meliputi, sifat lengket, halus, keras, lunak dsb.

Karakteristik ini telah terbukti dapat diandalkan untuk mengetahui penerimaan dan preferensi konsumen terhadap suatu produk. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah produk kita sama, diatas atau dibawah


(28)

produk pesaing. Karakteristik psikologi lainnya muncul akibat konsumen menginginkan keindahan (dekorasi kemasan), bentuk-bentuk kemewahan (luxury)

3. Karakteristik Masa Simpan (Shelf Life)

Produk-produk pangan yang telah melalui proses produksi dan telah dikemas, mempunyai umur simpan (shelf life) tertentu. Penyimpanan yang melewati masa tersebut menyebabkan penurunan mutu. Selanjutnya, terjadi kerusakan yang menyebabkan produk menjadi kadaluwarsa. Waktu kadaluwarsa adalah jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu pangan tidak lagi dapat diterima. Produk pangan dikatakan rusak apabila telah mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi, atau tidak aman lagi dikonsumsi karena dapat menganggu kesehatan. Lebih lanjut ditambahkan bahwa bahan pangan disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluwarsa, atau telah melampaui masa simpan optimumnya. Umumnya kondisi yang digunakan baik pada saat proses pengolahan atau saat penyimpanan akan mempengaruhi atribut mutu produk (Singh, 2000).

Umur simpan produk pangan menurut Institute of Food Technologist

merupakan selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Sedangkan National Food Prosessor Association mendefinisikan umur simpan sebagai masa/waktu suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya apabila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta melindungi isi kemasan (Arpah, 2001), atau dengan kata lain umur simpan merupakan masa atau periode pada saat bahan pangan masih dalam tingkat mutu konsumsi (eating quality) yang dapat diterima dari segi organoleptik dan keamananya.

Syarief et al. (1989), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi umur simpan bahan pangan diantaranya adalah:

a. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.


(29)

5 c. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat

bertahan selama transit dan sebelum digunakan.

d. Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat.

Untuk dapat menduga umur simpan maka perlu ditentukan parameter kerusakan produk. Kerusakan produk tersebut dapat diketahui berdasarkan karakteristik mutu fisik, kimia, mikrobiologi serta karakteristik mutu organoleptik.

Terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk menduga umur simpan suatu produk. Extended storage studies (ESS) yaitu cara konvensional dengan melakukan penyimpanan dan mengikuti perubahan parameter hingga mencapai kadaluarsa. Accelerated Shelf-Life Test (ASLT) dilakukan dengan cara akselerasi/dipercepat dengan membuat kondisi sedemikian rupa sehingga produk lebih cepat rusak, misalnya dengan menggunakan faktor suhu atau RH. Metode pendugaan umur simpan secara ASLT berdasarkan suhu dapat dilakukan dengan mengikuti model Arhenius yaitu mempercepat umur simpan dengan meningkatkan suhu secara terukur dan dilakukan minimal pada tiga tingkat suhu.

Metode arrhenius dilakukan pada kelembaban yang sama (90%) dan beberapa suhu yang berbeda (370C, 450C, 55 0C). Beberapa asumsi yang menjadi dasar untuk menduga umur simpan dengan metode arrhenius adalah.

a. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam dan reaksi saja misalnya kadar air.

b. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatan perubahan mutu. c. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap.

d. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses yang terjadi sebelumnya.

4. Karakteristik Kemudahan Penggunaan.

Muhandri dan Kadarisman (2005), menyebutkan bahwa karakteristik kemudahan penggunaan memberikan kemudahan dan kepraktisan bagi konsumen untuk mengkonsumsi produk pangan. Kecenderungan ini diperkuat seiring dengan era industrialisasi, konsumen semakin menyukai hal yang praktis dan hemat


(30)

waktu. Contohnya: bentuk-bentuk makanan instan (mie, kopi, bubur), bumbu siap pakai, makanan-makanan kaleng, makanan beku dan lain-lain.

5. Karakteristik Keamanan

Tuntutan akan pangan yang lebih aman untuk dikonsumsi semakin meningkat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu keamanan pangan menjadi hal yang penting diterapkan dalam industri pangan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan produk pangan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi adalah :

a. Adanya residu bahan kimia yang terbawa pada bahan pangan akibat teknologi pertanian seperti insektisida, fungisida dan antibiotik.

b. Adanya kesalahan dalam penggunaan bahan kimia tambahan baik jenis maupun dosisnya misalnya, penggunaan pewarna tekstil pada makanan jajanan (street food)

c. Terjadinya kontaminasi mikroba dan bahan kimia terhadap bahan pangan dan produk pangan dari awal produksi sampai pada tingkat pengolahan akibat kurang sanitasi.

d. Kurang cukupnya kondisi proses pengolahan menyebabkan mikroba menjadi aktif kembali pada saat penyimpanan dan pengolahan.

B. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Pemberian makanan tambahan (PMT)/Feeding program adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi dan kualitas kelompok tertentu misalnya ibu hamil dan balita dengan cara menambahkan suplemen pangan terhadap bahan pangan pada kelompok tersebut.

Kegiatan pemberian makanan tambahan ini biasanya dilakukan dengan cara memberikan makanan atau minuman yang telah ditambahkan (difortifikasi) zat gizi tertentu sesuai dengan kebutuhan kelompok target. Zat gizi yang biasa ditambahkan dalam bahan pangan untuk kelompok ibu hamil adalah zat besi (Fe), asam folat (folic acid), vitamin A, vitamin C, zinc (Zn) dan Iodium (iodine) (Anonim, 2005).


(31)

7

C. Bihun Sebagai Produk Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Menurut SNI 01-2975-1992, bihun adalah produk pangan kering yang dibuat dengan beras dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan dan berbentuk khas bihun. Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.1. Hasbullah (2001), menyatakan bahwa bihun dibuat dari beras melalui proses ekstrusi sehingga memperoleh bentuk seperti benang. Proses pembuatan bihun dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 2.1. Standar bihun menurut SNI 01-2975-1992

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan a. bau

b. rasa c. warna

Normal Normal Normal

2 Benda asing Tidak boleh ada

3 Daya tahan Tidak hancur jika

direndam dengan air panas suhu kamar selama 10 menit

4 Air % b/b Maks 13

5 Abu % b/b Maks 1

6 Protein (N x 6,25) % b/b Min 4

7 Pemutih dan pematang Sesuai

SNI 01-0222-1995

8 Cemaran logam

a. Timbal (Pb) b. Tembaga (Cu) c. Seng (Zn) d. Raksa (Hg)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.005

9 Arsen (As) - -

10 Cemaran mikroba Koloni/gram Maks 1.0 x 106

10.1 Angka lempeng total APM/gram Maks 10

10.2 E.coli Koloni/gram Maks 1.0 x 104

10.3 Kapang - -

D. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

Kebutuhan nutrisi kelompok khusus ibu hamil cenderung meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kebutuhan nutrisi wanita tidak hamil pada usia yang sama antara 20-50 tahun. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk wanita berumur 25-50 tahun dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(32)

Tabel 2.2. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per orang per hari untuk wanita berumur 25-50 tahun.

Gizi yang dibutuhkan Tidak hamil Hamil

Protein (g) 44 60

Vitamin larut lemak

Vitamin A (μg) 800 800

Vitamin D (μg) 5 10

Vitamin E (μg) 8 10

Vitamin K (μg) 65 65

Vitamin larut air

Thiamin (mg) 1,1 1,5

Ribovlavin (mg) 1,3 1,6

Niasin 15 17

Vitamin B12 (μg) 2 2,2

Asam folat (μg) 180 400

Piridoksin (mg) 1,6 2,2

Vitamin C (mg) 60 70

Mineral

Kalsium (mg) 800 1200

Fospor (mg) 800 1200

Besi (mg) 15 30

Seng (mg) 12 15

Iodium (µg) 150 175

Selenium (μg) 55 65

Magnesium (mg) 280 320

US FDA :1989

Berdasarkan Tabel 2.2. RDA (Recomended Dietary Allowances) untuk kebutuhan asam folat ibu hamil perhari meningkat hingga 400 µg dimana pada keadaan normal kebutuhan asam folat hanya 180 μg/hari. Peningkatan kebutuhan nutrisi juga terjadi pada zat besi, kalsium dan fospor. Ibu hamil membutuhkan 30 mg Fe/hari sedangkan dalam keadaan normalnya wanita hanya membutuhkan 15 mg/hari. Kalsium dan fospor diperlukan tambahan 400 mg dari jumlah normalnya. Zat gizi lain yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak adalah vitamin D. Dalam kondisi normal, hanya diperlukan 5 μg vitamin D perhari, namun pada saat hamil memerlukan 10 μg vitamin D perhari. Begitu juga dengan zat gizi yang lain, walaupun peningkatannya tidak terlalu banyak, tetapi zat-zat gizi tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin serta kesehatan ibu


(33)

9 hamil. Zat gizi yang tidak tercukupi selama kehamilan dapat berakibat fatal bagi ibu dan janin (US FDA, 1989). Sumber lain menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk ibu hamil berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) 2500 Kkal adalah 2800 Kkal atau perlu penambahan 300 Kkal setiap harinya (Haryanto, 1999).

E. Fortifikasi Zat Gizi

Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi kedalam bahan pangan, baik itu zat gizi yang secara alami terdapat dalam bahan pangan tersebut atau tidak dengan tujuan untuk mencegah atau mengoreksi kekurangan satu atau lebih zat gizi yang terjadi dalam suatu populasi atau kelompok populasi tertentu. Menurut Claudio dan Lagua (1991), fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi seperti vitamin, mineral, asam amino, atau konsentrat protein kedalam makanan sehingga seperti keadaan aslinya. Contoh: penambahan vitamin A pada margarin, vitamin D pada susu, lisin pada roti dan iod pada garam.

Fortifikasi umumnya bertujuan untuk restorasi atau mengembalikan jumlah zat gizi tertentu dalam bahan pangan, meningkatkan intake zat gizi tertentu untuk mengatasi defisiensi zat gizi tertentu dalam populasi target. Beberapa zat gizi yang dapat digunakan sebagai fortifikan diantaranya adalah:

1. Vitamin A

a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan

Retinol (alkohol) dan retinal (aldehida) sering disebut sebagai komponen pembentuk vitamin A. Retinal dapat diubah oleh tubuh menjadi asam retinoat (retinoic acid). Retinol, retinal, asam retinoat, dan komponen lain yang berhubungan dikenal sebagai retinoid. Beta karoten dan karotenoid lain dapat diubah oleh tubuh menjadi retinol atau dikenal dengan provitamin A (Gambar 2.1). Tidak semua karoten yang terserap oleh tubuh dapat diubah menjadi vitamin A. Hanya sekitar 1/6 dari kandungan karoten yang akan dimanfaatkan oleh tubuh (Winarno, 1992)


(34)

Winarno (1992), menyatakan bahwa retinol bebas umumnya ditemukan pada bahan pangan. Bentuk penyimpanan retinol banyak ditemukan pada bahan pangan hewani seperti susu, keju, kuning telur, hati dan berbagai ikan yang mengandung banyak lemak merupakan sumber utama bagi retinol. Tumbuhan mengandung karotenoid, beberapa dari karotenoid itu adalah prekursor vitamin A (α-karoten dan β-karoten). Sayuran yang berwarna hijau dan kuning mengandung kerotenoid dalam jumlah yang sangat banyak. Sayuran hijau juga mengandung banyak karotenoid, walaupun pigmennya tertutupi oleh pigmen zat hijau daun (klorofil).

b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi Vitamin A

Rekomendasi RDA (Recommended Dietary Allowance) yang terbaru untuk kecukupan vitamin A adalah berdasarkan jumlah yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat mendukung fungsi reproduksi secara normal, fungsi imun, ekspresi gen dan penglihatan. Tabel kecukupan vitamin A berdasarkan RDA dapat dilihat pada Tabel 2.3. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan xeroftalmia, noda bitot dan xerosis.

Tabel 2.3. Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk vitamin A

Kelompok Umur Pria : (IU/hari)μg/hari Wanita : (IU/hari)μg/hari

Bayi 0-6 bulan 400 (1333 IU) 400 (1333 IU)

Bayi 7-12 bulan 500 (1667 IU) 500 (1667 IU)

Anak-anak 1-3 tahun 300 (1000 IU) 300 (1000 IU)

Anak-anak 4-8 tahun 400 (1333 IU) 400 (1333 IU)

Anak-anak 9-13 tahun 600 (2000 IU) 600 (2000 IU)

Remaja 14-18 tahun 900 (3000 IU) 700 (2333 IU)

Dewasa 19 tahun dan lebih 900 (3000 IU) 700 (2333 IU)

Hamil 18 tahun dan kurang - 750 (2500 IU)

Hamil 19- tahun dan lebih - 770 (2567 IU)

Menyusui 18 tahun dan kurang - 1,200 (4000 IU)

Menyusui 19- tahun dan lebih - 1,300 (4333 IU)

Sumber : The Linus Pauling Institute, 2005

c. Keamanan Vitamin A Selama Proses Kehamilan

Kondisi yang disebabkan oleh keracunan vitamin A disebut hiperavitaminosis A. Hal ini disebabkan oleh kelebihan konsumsi vitamin A, bukan karotenoid. Vitamin A diserap dengan cepat oleh tubuh dan dikeluarkan


(35)

11 dari tubuh dengan waktu yang lambat, sehingga keracunan dapat terjadi. Keracunan secara akut dapat terjadi dengan cara mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah yang banyak pada waktu yang singkat atau secara kronis jika konsumsinya dalam jumlah yang sedikit dalam waktu yang lama.

Menurut Almatsier (2003), Keracunan vitamin A hanya bisa terjadi jika mengkonsumsi vitamin A sebagai suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan. Gejala keracunan vitamin A adalah mual, sakit kepala, lelah, rambut rontok, pening dan kulit kering. Tanda-tanda keracunan secara kronis adalah kulit yang kering dan gatal, kehilangan nafsu makan, sakit kepala serta sakit pada tulang dan persendian. Hipervitaminosis A yang berat dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati, pendarahan (hemorrhage) dan koma. Umumnya, keracunan vitamin A berhubungan dengan kosumsi vitamin A dalam waktu yang lama dan jumlah 10 kali dari jumlah yang direkomendasikan RDA (8.000-10.000 μg/hari atau 25.000-33.000 IU/hari). The Linus Pauling Institute menujukkan batas toleransi vitamin A yang boleh dikonsumsi pada beberapa kelompok usia dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Batas toleransi konsumsi vitamin A (retinol)

Kelompok usia Batas dalam μg/hari (IU/hari)

Bayi 0-12 bulan 600 (2.000 IU)

Anak-anak 1-3 tahun 600 (2.000 IU)

Anak-anak 4-8 tahun 900 (3.000 IU)

Anak-anak 9-13 tahun 1.700 (5.667 IU)

Remaja 14-18 tahun 2.800 (9.333 IU)

Dewasa 19 tahun dan lebih 3.000 (10.000 IU)

Sumber : The Linus Pauling Institute, 2005

Walaupun perkembangan janin membutuhkan asupan vitamin A yang cukup, konsumsi yang berlebihan juga dapat menimbulkan cacat lahir (birth defect). Telah diteliti bahwa tidak ada peningkatan resiko untuk mengalami cacat lahir apabila konsumsi vitamin A masih dibawah 3.000 μg/hari (10.000 IU/hari).

Etretinate dan isotretinoin (accutane), turunan sintetis dari retinol adalah yang dikenal meningkatkan resiko cacat lahir dan tidak boleh dikonsumsi selama masa kehamilan atau masa kemungkinan hamil. Tretinoin (Retin-A), turunan retinol yang lain, sebagai ramuan tropis yang digunakan untuk kulit.


(36)

2. Asam Folat

a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan

Asam folat atau PteGlu adalah asam 2-amino-4-hidroksi-6-methileneminobenzoil-L-glutamat pteridin (Gambar 2.2). Asam folat berwarna kuning dengan bobot molekul 441,4 dan mudah larut dalam air pada bentuk asamnya namun sulit larut dalam alkohol (Ottaway, 1993).

Gambar 2.2. Struktur kimia asam folat

Folat banyak terdapat pada produk pangan yang mengalami proses fermentasi. Salah satu contoh produk pangan yang mengandung banyak asam folat adalah roti tawar. Sebagian besar asam folat pada roti tawar berasal dari khamir. Kandungan asam folat pada roti tawar dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Kandungan asam folat pada beberapa bahan roti …

Produk B1

(ppm)

B2 (ppm)

Niasin (ppm)

As. Folat (ppm)

Wheat, whole kernel 4.8 1.4 51 0.49

Wheat flour, type 455 0.6 0.3 7 0.1

Wheat flour, type 550 1.1 0.8 5 0.2

Wheat germ 20.1 7.2 45 5.2

Wheat gluten 6.5 5.1 177 4

Yeast

a. Breaker’s yeast, pressed 14.3 23.1 174 0.102

b. Brewer’s yeast, dried 120 38 448 0.32

Sumber : Belitz dan Grosch (1999)

b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi

Brody (1991) menyatakan bahwa kebutuhan asam folat bervariasi menurut beberapa kondisi, seperti kehamilan, masa menyusui dan masa bayi dan balita. Kebutuhan folat selama masa kehamilan adalah 350 μg/perhari, peningkatan kebutuhan asam folat selama kehamilan disebabkan oleh pertumbuhan fetus.


(37)

13 Secara biologis folat berfungsi sebagai kofaktor dan juga sebagai akseptor serta donor bagi satu unit karbon dalam berbagai reaksi metabolisme asam amino dan nukleotida (Muchtadi et al., 1993). Folat diperlukan untuk produksi dan pemeliharaan sel baru. Hal ini menjadi penting tertutama pada periode pembelahan sel yang cepat dan masa pertumbuhan seperti masa kehamilan dan masa anak-anak. Folat diperlukan dalam pembentukan DNA dan RNA yaitu sebagai pentransfer 1-karbon dalam pembentukan asam deoksitimidilat dan asam deoksiuridilat. Kedua asam tersebut merupakan pra-zat dalam pembentukan timin dan urasil (Thenawidjaja, 1982).

Kekurangan asam folat terutama menyebabkan gangguan metabolisme DNA, akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat membelah seperti sel darah merah, sel darah putih serta sel-sel epitel lambung dan usus, vagina dan serviks rahim. Keracunan asam folat jarang sekali terjadi, dosis 5-10 mg masih dianggap aman. Dianjurkan untuk menghindari konsumsi folat melebihi 2,5 kali AKG ibu hamil (Almatsier, 2003).

Ahli obstreti ginekologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta menyatakan bahwa setidaknya 3 dari 300 wanita hamil perminggu yang merujuk ke RSCM memiliki janin dengan kelainan bubung syaraf/neural tube defect (NDT). Peran asam folat menjadi sangat penting bagi pasangan subur yang ingin mempunyai keturunan. Mengingat terjadinya NTD adalah pada minggu-minggu awal kehamilan, maka konsumsi asam folat tidak hanya penting bagi yang sudah mengandung tetapi juga bagi yang berencana mengandung. Sebaiknya konsumsi asam folat yang cukup telah dilaksakan 3 bulan sebelum kehamilan (QMA, 2003).

Kelainan bubung syaraf yang paling umum adalah spina bifida (penutupan tulang belakang yang tidak sempurna), anenchephaly (pertumbuhan otak yang terhambat) dan encephalocele (jaringan otak menonjol ke kulit melalui bukaan yang tidak normal pada tengkorak. Kelainan ini umumnya mulai terjadi pada 28 hari pertama kehamilan (Milunsky et al., 1989)

Asam folat mencegah 70 % kelainan bubung syaraf pada manusia, meskipun mekanisme pencegahannya belum jelas (Northop-Clewes dan Turnham, 2002). Uji penekanan deoksiuridin secara in vitro menunjukan gangguan metabolisme


(38)

folat pada pembentukan homozigot (Pax3) embrio tikus yang menderita kelainan bubung syaraf. Penggabungan [3H]timidin secara berlebihan pada percikan embrio mengindikasikan defisiensi metabolik penyediaan folat untuk biosintetis pirimidin. Pemberian asam folat dan timidin secara bersamaan dari luar dapat mengoreksi kesalahan biosintesis tersebut dan mencegah kelainan bubung syaraf pada percikan homozigot. Data-data tersebut mendukung normalisasi proses pembentukan jaringan syaraf dengan pemberian asam folat pada manusia (Fleming, 1998).

c. Keamanan pangan pada proses kehamilan.

Resiko keracunan asam folat sangat rendah. Tetapi beberapa kemungkinan dapat terjadi jika asam folat dikonsumsi secara berlebihan (Hathcock,1997) yaitu, Reaksi alergi, meskipun sangat jarang terjadi alergi folat mungkin terjadi seperti munculnya rasa gatal pada konsumsi 800 μg. Keracunan asam folat, hal ini mungkin terjadi meskipun beberapa studi mengindikasikan hasil yang beragam, tetapi studi yang dapat dipercaya menunjukan bahwa konsumsi folat berlebih tidak mempengaruhi tidur, tingkah laku, kecemasan, kemampuan, untuk berkonsentrasi, atau fungsi pencernaan. Studi lain tidak menunjukan adanya efek penyakit pada konsumsi 15000 μg perhari pertahun.

3. Vitamin C

a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan

Dalam bahan pangan, vitamin C terdapat dalam bentuk asam L-askorbat (L-ascorbic acid/AA) dan asam L-dehidroaskorbat (dehydro L-ascorbic acid/DHAA).Keduanya memiliki aktivitas vitamin C (Winarno, 1997). Selain itu terdapat pula asam isoaskorbat (isoascorbic acid) yang hanya memiliki 5 % aktivitas vitamin C. Total vitamin C dalam bahan pangan merupakan jumlah AA dan DHAA (Russel, 2000).

Winarno (1992), menyebutkan bahwa buah dan sayuran merupakan sumber utama, terutama buah-buahan segar (lebih dari 90 %) vitamin C dari total yang dikonsumsi manusia. Buah-buahan yang memiliki rasa asam seperti jeruk, nanas, dan jambu juga mengandung vitamin C lebih banyak dibanding buah yang tidak asam seperti pisang, apel, pear atau peach, buah sitrus, anggur


(39)

15 dan berries-yang lain. Beberapa rempah tropis dan sayuran daun juga mengandung vitamin C yang tinggi bahkan setelah sayuran tersebut dimasak seperti : lada hijau, cabe, kentang, bayam, kol, brokoli dan tomat.

Russel (2000) mengemukakan bahwa vitamin C sering digunakan sebagai indikator kerusakan atau kestabilan vitamin pada bahan pangan. Hal ini karena vitamin C merupakan vitamin yang paling tidak stabil. AA larut baik dalam air, asetonitril, asam asetat, etanol, dan metanol. Dalam larutan, AA dan DHAA dapat teroksidasi karena pengaruh suhu, oksigen, ion metal, kisaran pH basa, cahaya, dan degradasi enzim (AA oksidase). Oksidasi AA menjadi DHAA merupakan reaksi dapat balik (reversible), sedangkan oksidasi DHAA merupakan reaksi irreversible dan menghasilkan produk yang tidak aktif yaitu asam diketogulonat (2,3-diketogulonic acid).

Aplikasi vitamin C pada bahan pangan dimulai pada bir ketika tahun 1950-an, pada tahun 1954-an vitamin C digunakan sebagai pengawet daging, sampai akhir tahun 1950-an vitamin C banyak digunakan pada tepung sebagai

improver baking qualities serta pada soft drinks. Secara kimiawi, vitamin C memiliki sifat pereduksi yang berguna sebagai senyawa antioksidan dan stabilisator pada flour improving dan sebagai meat curing agent. Vitamin C terbukti dapat diterima dan aman.

Awal ditemukannya vitamin C bermula dari merebaknya penyakit “skorbut” yang pada masa itu bisa diobati dengan air jeruk lemon. Selanjutnya, zat yang terdapat pada lemon itu disebut sebagai zat anti “skorbut” yang kemudian dikenal dengan vitamin C. Studi tentang struktur vitamin C ini dimulai tahun 1918 di Institut Leister. Hingga kini, diketahui bahwa hanya lima spesies hewan yang ternyata memerlukan vitamin C. Selain manusia, hewan yang memerlukan vitamin C tersebut adalah kera, marmot (Guinea pig), kelelawar

(Indian fruit bat), dan burung red-vented bulbuls (Winarno, 1992).

b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi

Recomended daily or dietary allowance (RDA) menetapkan jumlah konsumsi vitamin C perhari adalah 60-75 mg (US FDA, 1989). Dalam tubuh, vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen intraseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat pada tulang rawan, kulit


(40)

dalam, tulang, dentin, dan vascular endothelium. Ascorbic acid (AA) sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi-prolin dan hidroksi-lisin. Diperkirakan vitamin C juga berperan dalam pembentukan hormon steroid dan kolestrol (Winarno, 1992). Vitamin C juga ikut menjaga kesehatan pembuluh darah, gigi serta membantu menyembuhkan luka dan jaringan yang rusak. Berkontribusi pada produksi haemoglobin dan sel darah merah pada tulang belakang serta mencegah penggumpalan darah. Selain itu vitamin C juga membantu menyembuhkan infeksi saluran urin dan anemia gizi besi (Almatsier, 2003). Gejala awal kekurangan vitamin C adalah lelah, kehilangan nafsu makan, penurunan ketahan tubuh terhadap infeksi dan pendarahan kapiler minor. Kekurangan vitamin C dalam waktu yang lama dapat menyebabkan struktur kolagen melemah, dan dapat menyebabkan pendarahan lebih lanjut (Northop-Clewes dan Turnham, 2002). Kajian toksikologi menunjukkan keamanan konsumsi vitamin C sampai 4 gram per hari (Klaui, 1974).

4. Zat Besi (Fe)

a. Sifat Kimia dan Keberadaannya dalam Bahan Pangan

Kandungan zat besi dalam bahan pangan sangat bervariasi dan tergantung dari jenis makanan tersebut. Beberapa macam bahan pangan yang banyak mengandung zat besi dapat dilihat pada Tabel 2.6. Menurut Muhilal et al.

(1993), bahwa jumlah zat besi yang dapat diserap sangat dipengaruhi oleh banyaknya komponen dalam bahan makanan yang dapat menghambat atau meningkatkan penyerapan zat besi, sehingga penyerapan zat besi dari makanan yang dikomsumsi bervariasai 5-10%. Orang yang banyak mengkonsumsi bahan makanan yang berasal dari hewan, tingkat penyerapan zat besinya dapat berkisar antara 10-20%.

Salah satu cara peningkatan konsumsi zat-zat gizi adalah dengan peningkat konsumsi zat gizi yang dapat dicapai dengan peningkatan mutu gizi pangan itu sendiri atau sering disebut sebagai fortifikasi. Menurut Hurrel dan Cook (1990), senyawa besi yang digunakan untuk fortifikasi dapat digolongkan menjadi empat kelompok yaitu: (1) senyawa yang larut air (fero sulfat, fero glukonat, fero


(41)

17

ammonium sitrat, feri ammonium sulfat). (2) senyawa yang sedikit larut air (fero suksinat, fero fumarat, feri sakarat). (3) senyawa yang tidak larut air dan sedikit larut dalam asam (feri ortofosfat, fero pirofosfat, besi elemental) dan (4) senyawa untuk percobaan (Na Fe-EDTA, bofina hemoglobin).

Ada dua macam komponen zat besi dalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap mekanisme absorpsi, yaitu zat besi heme (zat besi yang berikatan dengan protein) dan zat besi non heme (senyawa besi non anorganik (III) yang komplek). Zat besi heme umumnya terdapat dalam bahan pangan hewani, sedangkan zat besi non heme biasanya berasal dari bahan pangan nabati, terutama serealia, buah-buahan dan sayuran. Zat besi heme dapat diabsorpsi secara langsung dalam bentuk komplek besi forfirin. Jumlah zat besi heme yang dapat diabsorpsi lebih tinggi daripada zat besi non heme. Zat besi heme yang dapat diabsorpsi sebanyak 15-30%, sedangkan non heme hanya 2-20% (Monsen, 1988)

Tabel 2.6. Kandungan Zat Besi dalam beberapa Bahan Pangan.

Bahan Pangan Kandungan Zat Besi (mg/l00g)

Hati 6.0-14.0

Daging 2.0-4.3

Ikan 0.5-1.0

Telur ayam 2.0-3.0

Kacang-kacangan 1.9-14.0

Tepung terigu 1.5-7.0

Sayuran hijau 0.4-18.0

Umbi-umbian 0.3-2.0

Buah-buahan 0.2-4.0

Beras 0.5-8.0

Sumber : Husaeni & Karyadi, 1989

b. Kebutuhan, Fungsi dan Defisiensi

Besi merupakan mineral mikro yang sebagian terletak dalam sel-sel darah merah sebagai heme, suatu pigmen yang mengandung inti sebuah atom besi. Jumlah besi yang dikeluarkan tubuh sekitar 1,0 mg per hari dan yang diserap hanya 10 %. FAO/WHO menganjurkan bahwa jumlah zat besi yang harus dikonsumsi, sebaiknya berdasarkan jumlah kehilangan besi dalam tubuh dan jumlah bahan makanan yang terdapat dalam menu kita. Konsumsi zat besi yang dianjurkan


(1)

Lampiran 25.a. Tabel nilai

Lightness

bihun F selama penyimpanan

37

45

55

Panelis

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

1 64,98

62,55

65,29

64,78

63,62

64,98

63,17

65,7

63,43

62,51

64,98

62

65,38

62,92

62,91

2 64,78

63,44

65,68

64,4

64,19

64,78

63,96

65,13

62,5

63,18

64,78

62,01

65,02

62,41

62,79

3 64,13

63,47

62,51

63,81

64,11

64,13

-

62

- 63,49

64,13

62,45

65,19

64,29

62,98

4 64,32

63,17

63,2

63,7

63,34

64,32

- 61,67

- 62,97

64,32

62,8

65,22

64,09

62,68

X 64,55

63,16

64,17

64,17

63,82

64,55

63,57

63,63

62,97

63,04

64,55

62,32

65,2

63,43

62,84

Lampiran 25.b. Tabel nilai

a

bihun F selama penyimpanan

37

45

55

Panelis

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

1

-9,97 -8,5 -9,79 -10,02

-9,12

-9,97

-8,77

-9,85

-8,64

-8,56 -9,97

-7,94

-9,88

-7,7

-8,24

2 -9,9

-8,91

-9,95

-9,77

-9,24

-9,9

-8,87

-9,75

-8,33

-8,76

-9,9

-7,99

-9,74

-7,69

-8,15

3

-9,29

-8,59

-8,77

-8,79

-9,58

-9,29

- -7,98

- -8,77

-9,29

-7,89

-9,55

-8,58

-8,26

4

-9,49

-8,53

-8,73

-8,76

-9,36

-9,49

- -7,88

- -8,61

-9,49

-8,13

-9,55

-8,6

-8,18

Lampiran 25.c. Tabel nilai

b

bihun F selama penyimpanan

37

45

55

Panelis

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

1

-9,97 -8,5 -9,79 -10,02

-9,12

-9,97

-8,77

-9,85

-8,64

-8,56 -9,97

-7,94

-9,88

-7,7

-8,24

2 -9,9

-8,91

-9,95

-9,77

-9,24

-9,9

-8,87

-9,75

-8,33

-8,76

-9,9

-7,99

-9,74

-7,69

-8,15

3 -9,29

-8,59

-8,77

-8,79

-9,58

-9,29

-7,98

-8,77 -9,29

-7,89

-9,55

-8,58

-8,26

4

-9,97 -8,5 -9,79 -10,02

-9,12

-9,97

-8,77

-9,85

-8,64

-8,56 -9,97

-7,94

-9,88

-7,7

-8,24

Lampiran 25.d. Tabel total perubahan warna bihun NF (

E*

ab

= ((

L*)

2

+ (

a

2

) + (

b

2

))

0.5

)

37

45

55

Panelis

7

14

21

28

7

14

21

28

7

14

21

28

1 2,84

0,8

0,23

1,61

2,2

0,9

2,27

2,84

3,79

0,5

3,74

3,03

2

1,67 1,06 0,56 0,89

1,42

0,39

2,81

1,97

3,52

0,32

3,67 2,89

3

1,13 1,74 0,72 0,54

-

2,67

-

0,86

2,54

1,27

2,11 1,81

4 2,84

0,8

0,23

1,61

2,2

0,9

2,27

2,84

3,79

0,5

3,74

3,03

1,67 1,06 0,56 0,89

1,42

0,39

2,81

1,97

3,52

0,32

3,67 2,89


(2)

Lampiran 26a. Tabel nilai

Lightness

saus pada bihun NF selama penyimpanan

37

45

55

Panelis

0

7

14

21

27

0

7

14

21

27

0

7

14

21

27

1 46,655 47

46,32

45,23

45,03

46,655

45,96

46,33

43,8

44,6

46,655

45,7

45,23

42,48

43,44

2 46,52

47,04

46,36

45,11

44,53

46,52

46,07

46,36

43,84

44,6

46,52

45,71

45,22

42,28

43,45

3 44,73

46,51

46,76

44,72

45,47

44,73

46,74

46,51

43,46

44,33

44,73

45,53

45,59

42,8

43,82

4 46,655 47

46,32

45,23

45,03

46,655

45,96

46,33

43,8

44,6

46,655

45,7

45,23

42,48

43,44

X 46,52

47,04

46,36

45,11

44,53

46,52

46,07

46,36

43,84

44,6

46,52

45,71

45,22

42,28

43,45

Lampiran 26b. Tabel nilai a saus pada bihun NF selama penyimpanan

37

45

55

Panelis

0

7

14

21

27

0

7

14

21

27

0

7

14

21

27

1 6,13

5,92

5,99

6,33

5,92

6,13

5,59

4,98

4,83

4,16

6,13

4,59

3,87

3,35

3,22

2 5,92

5,94

5,94

6,21

5,78

5,92

5,6

4,9

4,82

4,19

5,92

4,65

3,8

3,34

3,27

3 6,31

5,89

6,09

6,08

6,1

6,31

5,76

4,95

4,58

4,12

6,31

4,68

3,8

3,4

3,25

4 6,14

5,92

5,99

6,33

5,92

6,14

5,59

4,98

4,83

4,16

6,14

4,59

3,87

3,35

3,22

Lampiran 26c. Tabel nilai b saus pada bihun NF selama penyimpanan

37

45

55

Panelis

0

7

14

21

27

0

7

14

21

27

0

7

14

21

27

1 -0,59

-0,88

-0,81

-0,66

-0,72

-0,59

-1,12

-1,49

-1,76

-2,13

-0,59

-1,79

-2,37

-2,78

-2,79

2 -0,84

-0,86

-0,79

-0,7

-0,83

-0,84

-1,11

-1,54

-1,76

-2,12

-0,84

-1,81

-2,35

2,79

-2,78

3 -0,51

-0,65

-0,68

-0,72

-0,65

-0,51

-1,07

-1,59

-1,82

-2,08

-0,51

-1,83

-2,39

2,79

-2,62

4 -0,59

-0,88

-0,81

-0,66

-0,72

-0,59

-1,12

-1,49

-1,76

-2,13

-0,59

-1,79

-2,37

-2,78

-2,79

Lampiran 26d. Tabel total perubahan warna saus

pada bihun NF (

E*

ab

= ((

L*)

2

+ (

a

2

) + (

b

2

))

0.5

)

37

45

55

Panelis

7

14

21

27

7

14

21

27

7

14

21

27

1

0,5 0,43 1,44 1,64

1,03

1,5

3,35

3,24

2,18

3,22

5,48 4,87

2

0,52 0,17 1,45 1,99

0,61

1,25

3,04

2,88

1,79

2,91

6,15 3,88

3 1,83

2,05

0,31

0,78

2,16

2,49

2,51

2,72

2,24

3,25

4,81

2,7

4

1,02 1,28 0,73 0,2

1,39

1,77

3,01

2,8

2,09

3,03

5,15 2,96

X

0,97 0,98 0,98 1,16

0,82

1,75

3,2

2,91

2,08

3,1

5,39 3,61


(3)

Lampiran 27a. Tabel nilai

Lightness

saus pada bihun F selama penyimpanan

37

45

55

Panelis

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

1 46,91

46,59

46,42

46,67

46,85

46,98

46,43

46,32

46,12

46,89

46,73

45,81

44,93

45,15

45,74

2 46,94

46,36

46,42

46,68

46,55

46,96

46,41

46,33

46,09

46,07

46,76

45,75

44,83

45,14

45,4

3

47,09 46,92 46,67

46,8

46,52

46,74

46,24

45,9

46,9

45,19

45,17

45,21

44,38

4

47,11 46,95 46,62 46,83

46,51

46,78

46,26

45,93

46,92

45,02

45,19

45,23

44,23

X 47,01

46,71

46,53

46,75

46,61

46,87

46,42

46,29

46,11

46,2

46,83

45,44

45,03

45,18

44,94

Lampiran 27b. Tabel nilai a saus pada bihun F selama penyimpanan

37

45

55

Panelis

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

1 4,76

4,56

4,67

4,53

4,35

4,92

4,45

4,3

3,9

3,74

4,87

3,59

3,21

3,11

3,07

2 4,81

4,62

4,65

4,5

4,45

4,89

4,48

4,32

3,93

3,66

4,91

3,68

3,21

3,12

3,07

3 4,9

4,75

4,48

4,71

4,55

4,86

4,14

3,63 4,91

3,76

3,3

3,09

3,12

4 4,8

4,73

4,51

4,71

4,58

4,84

4,13

3,69 4,91

3,65

3,36

3,1

3,07

Lampiran 27c. Tabel nilai b saus pada bihun F selama penyimpanan

37

45

55

Panelis

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

0

7

14

21

28

1 -0,95

-1,46

-1,42

-1,61

-1,25

-0,68

-1,44

-1,86

-2,33

-2,53

-0,84

-2,46

-2,83

-2,97

-2,65

2 -0,97

-1,39

-1,42

-1,6

-1,58

-0,72

-1,47

-1,86

-2,36

-2,55

-0,8

-2,49

-2,84

-2,94

-2,69

3

-0,94

-1,3

-1,41

-1,28

-1,45

-1,22

-2,07

-2,66

-9,96

-1,87

-2,76

-2,97

-2,93

4

-0,88

-1,25

-1,43

-1,28

-1,45

-1,2

-2,87

-2,66

-0,96

-2,1

-2,81

-2,99

-2,86

Lampiran 27d. Tabel total perubahan warna saus

pada bihun F (

E*

ab

= ((

L*)

2

+ (

a

2

) + (

b

2

))

0.5

)

37

45

55

Panelis

7

14

21

28

7

14

21

28

7

14

21

28

1

0,63 0,68 0,74 0,51

1,05

1,49

2,12

2,2

2,26

3,16

3,18 2,74

2

0,74 0,71 0,75 0,81

1,02

1,42

2,09

2,38

2,32

3,28

3,23 2,97

3

0,43

0,76

0,49

0,84

1,22

2,07

8,35

7,58

7,42

7,68

4

0,41

0,79

0,5

0,86

1,89

2,04

2,55

2,97

3,2

3,77

X

0,55 0,74 0,62 0,75

1,03

1,5

2,11

2,17

3,87

4,25

4,26 4,29


(4)

Lampiran 28a. Persamaan penurunan mutu pada perubahan warna blok bihun dan

saus pada bihun NF berdasarkan kromameter.

ordo 0

ordo 1

Parameter

Suhu

(

0

C)

Slope Intercept Korelasi

Slope Intercept Korelasi

37 0,0065

652,198

0,2609

0,0001

41,778

0,2614

45 0,0388

646,273

0,4488

0,0006

41,687

0,4463

Kecerahan bihun

55 0,0249

653,958

0,2754

0,0004

41,804

0,2766

37 -0,0485

465,121

0,4070

-0,0011 38,397 0,41

45 -0,0815

464,606

0,4992

-0,0018 38,388 0,499

Kecerahan saus

55 -0,1105

461,479

0,6911

-0,0025 38,321

0,6842

37 0,0037

639,074

0,1202

0,0001

41,574

0,1206

45 0,0365

633,676

0,3678

0,0006

41,490

0,3647

Perubahan warna

bihun

55 0,0088

641,173

0,0508

0,0001

41,607

0,0514

37 0,0081

0,8812

0,6167

0,0077

-0,1139

0,6214

45 0,1168

0,1556

0,8537

0,0665

-0,4987

0,8585

Perubahan warna

saus

55 0,1069

16,993

0,4444

0,0341

0,6192

0,5586

Lampiran 28b. Persamaan penurunan mutu pada perubahan warna blok bihun dan

saus pada bihun F berdasarkan kromameter.

ordo 0

ordo 1

Parameter

Suhu

(

0

C)

Slope Intercept Korelasi

Slope Intercept Korelasi

37 -0,0066

64,0648

0,0183

-0,0001 41,598

0,0175

45 -0,0538

64,2914

0,8291

-0,0008 41,634

0,8303

Kecerahan bihun

55 -0,0332

64,1255

0,0893

-0,0005 41,607

0,0883

37 -0,011

46,8740

0,4417

-0,0002

38,475

0,4412

45 -0,0236

46,7050

0,7687

-0,0005 38,438

0,7695

Kecerahan saus

55 -0,0577

46,2920

0,6794

-0,0013 38,349

0,6819

37 0,007

38,7618

0,4285

0,0109

-0,6064

0,4411

45 0,0605

38,8609

0,9449

0,0387

-0,1773

0,9281

Perubahan warna

bihun

55 0,0192

38,7015

0,7053

0,0047

13,447

0,7016

37 0,007

0,2171

0,6494

0,0109

-0,6064

0,4411

45 0,0574

0,2796

0,919

0,0367

-0,1514

0,9082

Perubahan warna

saus


(5)

Lampiran 29a. Persamaan arrhenius pada bihun NF berdasarkan kromameter.

Persamaan arrhenius umur simpan

ordo 0 ordo 1

(k) pada pers

arrhenius hari bulan

No parameter T

slope intercept korelasi Ea

(Kj/mol) slope intercept korelasi Ea

(Kj/mol) ordo 0 ordo 1 ordo 0 ordo 1

ordo 0

ordo 1

37 0,0099 0,0002 159,58 157,95 5,32 5,27

45 0,0178 0,0003 88,82 88,15 2,96 2,94

1

Kecerahan

bihun

55

-7220,78 18,678 0,4723 -60,03 -7186,68 14,39 0,4703 -59,75

0,0355 0,0005 44,45 44,26 1,48 1,48

37 0,051 0,0011 63,72 65,8 2,12 2,19

45 0,0742 0,0016 43,83 44,71 1,46 1,49

2

Kecerahan

saus

55

-4612,19 11,902 0,9614 -38,35 -4763,31 8,569 0,9631 -39,60

0,1154 0,0026 28,16 28,32 0,94 0,94

37 0,0073 0,0001 291,81 287,74 9,73 9,59

45 0,0103 0,0002 205,31 202,66 6,84 6,76

3

Perubahan

warna bihun

55

-4332,1 9,050 0,1097 -36,02 -4319,3 4,851 0,1095 -35,91

0,0156 0,0002 135,53 133,94 4,52 4,46

37 0,0139 0,0131 144,05 114,18 4,8 3,81

45 0,0435 0,0249 45,92 59,86 1,53 2

4

Perubahan

warna saus

55

-14086,5 41,163 0,6804 -117,12 -7957,37 21,332 0,407 -66,16

0,1681 0,0535 11,9 27,91 0,4 0,93

Lampiran 29b. Persamaan arrhenius pada bihun F berdasarkan kromameter.

Persamaan arhenius umur simpan

ordo 0 ordo 1

(k) pada pers

arrhenius hari bulan

No parameter T

slope intercept korelasi Ea

(Kj/mol) slope intercept korelasi Ea

(Kj/mol) ordo 0 ordo 1 ordo 0 ordo 1

ordo 0

ordo 1

37 0,0108 0,0002 146,52 148,37 4,88 4,95

45 0,0218 0,0003 72,4 72,68 2,41 2,42

1

Kecerahan

bihun

55

-8687,03 23,493 0,492 -72,22 -8794,68 19,666 0,4919 -73,12

0,0502 0,0008 31,48 31,28 1,05 1,04

37 0,011 0,0002 89,02 89,47 2,97 2,98

45 0,0235 0,0005 41,64 41,45 1,39 1,38

2

Kecerahan

saus

55

-9362,95 25,694 1 -77,84 -9482,58 22,233 1,0000 -78,84

0,0578 0,0013 16,97 16,7 0,57 0,56

37 0,0128 0,0197 164,23 2,81 5,47 0,09

45 0,0196 0,0129 107,71 4,3 3,59 0,14

3

Perubahan

warna bihun

55

-5197,77 12,412 0,1815 -43,21 5229,08 -20,795 0,1911 43,47

0,0322 0,0078 65,44 7,09 2,18 0,24

37 0,0127 0,0195 157,91 2,25 5,26 0,08

45 0,0189 0,0124 106,29 3,53 3,54 0,12

4

Perubahan


(6)

Lampiran 30. SNI 01-3553-1994 mengenai syarat mutu air minum dalam kemasan

(AMDK)