Pembagian, Pembentukan dan Susunan daerah

224 225 Penting untuk diperhatikan bahwa berdasarkan Pasal UU No.22999, yang dimaksud sebagai wilayah daerah provinsi tidak saja mencakup wilayah darat tetapi juga wilayah laut sejauh 2 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas danatau ke arah perairan kepulauan. Dengan demikian, wilayah perbatasan antar daerah provinsi ini perlu diadakan pengaturan lebih lanjut, karena di masa yang akan datang dapat saja timbul permasalahan perbatasan wilayah, terutama berkenaan dengan batas perairan. Sampai tahun 998, wilayah Negara Kesatuan Republik Indone- sia dibagi ke dalam 27 daerah provinsi. Untuk menampung aspirasi masyarakat mengenai demokratisasi dan pemekaran wilayah bersa- maan dengan berpisahnya Timor Timur dari Republik Indonesia sejak tahun 999 telah dibentuk pula 7 provinsi baru, yaitu daerah provinsi Maluku Utara, Banten, Gorontalo, Bangka Belitung, Riau Kepulauan, dan 2 provinsi tambahan di Irian Jaya. Setelah terbentuknya Pemerin- tahan Kabinet Persatuan di bawah pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, pemekaran provinsi Irian Jaya menjadi tiga propinsi ditunda pelaksanaannya. Akan tetapi, pada masa pemerintahan Megawati, pemekaran Irian Jaya menjadi tiga provinsi diusahakan untuk di- percepat perwujudannya, sehingga tambahan provinsi baru tercatat 7 buah, sehingga seluruhnya menjadi 2 provinsi, yaitu dikurangi Timor Timur dan ditambah propinsi Maluku Utara, Gorontalo, Banten, Bangka-Belitung, Riau Kepulauan, dan dua provinsi di Papua atau Irian Jaya. Sementara itu, beberapa daerah kabupaten dalam satu provinsi juga mengalami pemekaran, penciutan wilayah ataupun pemindahan wilayah ke daerah provinsi baru. Karena itu, dalam waktu dekat, kita belum dapat menentukan jumlah secara persis daerah-daerah kabupaten, daerah kota dan daerah provinsi seluruh Indonesia. Semua daerah itu, baik berbentuk provinsi ataupun kabupaten dan kota, dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan-pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah. Pembentukan, nama, batas, dan ibukota daerah yang bersangkutan ditetapkan dengan Undang- Undang. Sedangkan perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah, perubahan nama daerah serta perubahan nama dan pemindahan ibukota daerah ditetapkan dengan Peraturan pula dengan perkembangan pemikiran modern dalam hubungan an- tara state and civil society yang telah kita kembangkan dalam gagasan masyarakat madani. Dalam pengembangan masyarakat madani, tidak saja masyarakat desa dikembangkan sebagai self governing communities, tetapi keter- libatan fungsi-fungsi organisasi pemerintahan secara umum dalam dinamika kegiatan masyarakat pada umumnya juga perlu dikurangi secara bertahap. Hanya fungsi-fungsi yang sudah seharusnya ditan- gani oleh pemerintah, tetap harus dipertahankan di wilayah yang berada dalam daya jangkau kekuasaan negara. Sedangkan hal-hal yang memang dapat dilepaskan dan dapat tumbuh sendiri dalam dinamika masyarakat, cukup diarahkan untuk menjadi bagian dari urusan bebas masyarakat sendiri. Sudah tentu pelepasan urusan tersebut menjadi urusan masyara- kat perlu dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Pelepasan urusan dimaksudkan untuk mendorong kemandirian dan keprakarsaan masyarakat sendiri, bukan dimaksudkan untuk melepas beban dan tanggungjawab pemerintah karena didasarkan atas sikap yang tidak bertanggungjawab ataupun karena disebabkan ketidakmampuan pemerintah menjalankan tugas dan kewajiban yang dibebankan ke- padanya. Pelepasan urusan juga tidak boleh dilakukan tiba-tiba tanpa perencanaan yang cermat dan persiapan sosial yang memadai yang pada gilirannya justru dapat menyebabkan kegagalan total dalam agenda penguatan sektor masyarakat secara keseluruhan.

d. BENTUK dAN SUSUNAN PEMERINTAHAN dAERAH

1. Pembagian, Pembentukan dan Susunan daerah

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam daerah provinsi, kabupaten, dan daerah kota yang bersifat otonom. Daerah provinsi di samping memiliki status sebagai daerah otonom, juga berkedudukan sebagai wilayah administrasi. Sedangkan daerah kabupaten dan daerah kota sepenuhnya berkedudukan sebagai dae- rah otonom, yang menurut ketentuan UU No.22999 diartikan seb- agai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah ter- tentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, dalam ikatan wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 226 227 TNI menjalankan fungsi pertahanan, sedangkan POLRI menjalankan fungsi keamanan. Di samping kelima atau keenam bidang tersebut, kewenangan yang juga dikecualikan menurut ketentuan Pasal 7 UU No.22999 juga meliputi kewenangan I perencanaan nasional dan ii pengendalian pembangunan nasional secara makro, iii dana perimbangan keuangan, iv sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, v pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, vi pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi tinggi yang strategis, vii konservasi, dan viii standarisasi nasional. Selain dari yang dikecualikan tersebut di atas, sepenuhnya merupakan kewenangan daerah masing-masing, yaitu daerah kabupaten dan kota serta daerah propinsi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan. Segala kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada dae- rah dalam rangka desentralisasi ditentukan harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang dis- erahkan tersebut. Kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka dekonsentrasi harus disertai pula dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan. Dengan demikian, pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya mengalihkan beban dan tanggungjawab ke daerah tetapi juga mengalihkan berbagai kewenan- gan dan hak-hak yang dikuasai oleh pusat kepada daerah. Bahkan, untuk melaksanakan agenda otonomi tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat daerah diberdayakan dengan dukungan fasilitas dan dana yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan kebijakan otonomi daerah tersebut sebagaimana mestinya. Dalam rangka kewenangan propinsi, dapat pula dikemukakan bahwa kewenangan sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya. Ke- wenangan propinsi sebagai daerah otonom termasuk juga kewenan- gan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Kewenangan propinsi sebagai wilayah administratif mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpah- kan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah pusat. Selain dari itu dapat dikatakan bahwa kewenangan pemerintahan dan kewenangan dalam pelaksanaan tugas-tugas pembangunan seluruhnya berada di tangan daerah kabupaten dan daerah kota. Pemerintah. Daerah-daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah dan dapat pula dihapus danatau digabung dengan daerah lain, karena pertimbangan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. Syarat-syarat pembentukan daerah, kriteria penghapusan, penggabungan dan pemekaran daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan penghapusan, penggabungan dan pemekaran daerah seperti dimaksud di atas ditetapkan dengan UU. Yang juga penting untuk diperhatikan dalam perumusan UU No. 22 Tahun 999 tersebut adalah dihilangkannya istilah Tingkat I dan Tingkat II untuk provinsi dan kabupatenkota. Dengan demikian, hubungan yang bersifat hirarkis di antara daerah-daerah tersebut secara vertikal ditiadakan sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 4 ayat 2 yang menyatakan bahwa daerah-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat , yaitu daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota, masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkis satu sama lain. Namun, prinsip hirarkis ini telah dikoreksi oleh UUD 945 dengan dirumuskannya ketentuan Pasal 8 ayat yang menegaskan bahwa pola hubungan antara Pusat, Provinsi dan KabupatenKota itu kembali bersifat hirarkis.

2. Kewenangan daerah