74 75
oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum; Pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan
sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar. Lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi
Presiden dan Wakil Presiden; 4 Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang mem-
peroleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum, dipilih oleh rakyat secara langsung, dan pasangan yang memperoleh
suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden; 5 Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
lebih lanjut diatur dalam undang-undang”.
7. Kewenangan Presiden
Adapun mengenai wewenang Presiden, biasanya dirinci se- cara tegas dalam Undang-Undang Dasar. Perincian kewenangan
ini penting untuk membatasi sehingga Presiden tidak bertindak sewenang-wenang. Sudah tentu tergantung kepada konstitusi atau
Undang-Undang Dasar negara yang bersangkutan untuk menentu- kannya. Justru misi UUD dan gerakan konstitusionalisme modern
yang berkembang dalam sejarah memang dimaksudkan sebagai gerakan untuk mengatur dan membatasi kekuasaan para kepala
pemerintahan dari kemungkinan menjadi diktator. Mengapa umat manusia memerlukan konstitusi, justru untuk maksud mengatur dan
membatasi kekuasaan yang menurut Lord Acton memiliki hukum besinya sendiri, yaitu power tends to corrupt and absolute power cor
rupts absolutely
Kekuasaan selalu cenderung berkembang menjadi sewenang-wenang, dan kekuasaan yang bersifat mutlak cenderung
mutlak pula kesewenang-wenangannya. Beberapa kewenangan Presiden yang biasa dirumuskan dalam
UUD berbagai negara, mencakup lingkup kewenangan sebagai berikut:
a. Kewenangan yang bersifat eksekutif atau menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar to govern
based on the constitution . Bahkan, dalam sistem yang lebih ketat,
semua kegiatan pemerintahan yang dilakukan oleh presiden haruslah didasarkan atas perintah konstitusi dan peraturan
pemilihan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Apakah akan ada masalah dengan legitimasinya sebagai Presiden? Menurut saya
jawabannya sangat relatif, bisa ya dan bisa juga tidak. Terlepas dari soal legitimasinya yang boleh jadi rendah, yang
pasti adalah: dialah yang paling unggul dalam pemilihan yang demokratis; 2 pada masa-masa pemilihan berikutnya, setelah se-
mua pihak mengalami sendiri sulitnya memilih presiden jika jumlah calonnya terlalu banyak maka tentu saja semua pihak akan merasa
terpaksa oleh kenyataan untuk saling bekerjasama. Hal-hal yang berkenaan dengan tingkat persebaran dukungan sudah dengan sen-
dirinya akan menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan koalisi, merger antar partai, ataupun kerjasama antar tokoh-tokoh
yang merasa layak mencalonkan diri menjadi presiden dan wakil presiden. Dengan perkataan lain, dampak negatif dari tidak adanya
ketentuan mengenai distribution requirement dan syarat dukungan mayoritas mutlak atau suara 50 persen plus , hanya bersifat jangka
pendek, yaitu khusus pada kesempatan pertama ketika sistem pemi- lihan presiden langsung diterapkan pertama kali. Pada masa-masa
selanjutnya, kelemahan itu dengan sendirinya akan terkoreksi secara alamiah dalam praktek di kemudian hari. Bahkan secara alamiah, hal
itu juga akan makin mendorong terjadinya penyederhanaan jumlah partai politik tanpa pemaksaan yang justru melanggar prinsip-prinsip
demokrasi dan hak asasi manusia.
6.3. Alternatif yang Telah Dipilih
Dengan telah disahkannya Perubahan Keempat UUD 945 dalam Sidang Tahunan MPR 2002 maka mekanisme pemilihan presiden se-
cara langsung itu telah ditentukan secara inal ketentuan pokoknya. Dalam rumusan Pasal 6A ayat 4 yang sempat tertunda karena be-
lum berhasil mendapat kesepakatan dalam Sidang Tahunan MPR 200 dinyatakan: “Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum, dipilih oleh
rakyat secara langsung, dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden”. Dengan
demikian, rumusan Pasal 6A selengkapnya berbunyi: “ Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat; 2 Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan
76 77
Kelima jenis kewenangan tersebut di atas sangat luas cakup- annya, sehingga perlu diatur dan ditentukan batas-batasnya dalam
UUD ataupun dengan Undang-Undang. Oleh karena itu, biasanya ditentukan: a Penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden haruslah
didasarkan atas undang-undang dasar; b Dalam sistem pemisahan kekuasaan dan checks and balances, kewenangan regulatif bersifat de-
rivatif dari kewenangan legislatif yang dimiliki oleh parlemen. Karena itu, pemerintah dianggap hanya dapat menetapkan suatu peraturan
untuk kepentingan umum, jika undang-undang atau produk hukum yang ditetapkan oleh parlemen memerintahkan hal itu. Satu-satunya
alasan yang dapat memberikan pembenaran kepada lembaga pemer- intah untuk menetapkan suatu aturan hanyalah apabila peraturan itu
dibutuhkan untuk mengatur kepentingan internal organisasi pemerin- tah yang bersangkutan. Dalam hal demikian, maka atas dasar prinsip
‘freisermessen’, pemerintah dapat menetapkan peraturan yang bersifat mengatur regels. Artinya, di luar pembatasan demikian, pemerintah
atau aparat pemerintah tidak boleh mengatur kepentingan umum, kecuali jika hal itu dituangkan dalam bentuk undang-undang yang
melibatkan peran parlemen. c Dalam sistem pemerintahan parle- menter, jabatan kepala pemerintahan biasanya dibedakan dan bahkan
dipisahkan dari kepala pemerintahan. Kepala negara biasanya diang- gap berwenang pula memberikan grasi, abolisi, dan amnesti untuk
kepentingan memulihkan keadilan terhadap dampak penderitaan yang ditimbulkan oleh putusan pengadilan terhadap pelaku tindak
pidana yang telah terbukti secara hukum dalam proses peradilan sebelumnya. Namun, dalam sistem presidensiil tidak membedakan
antara kedua jenis jabatan tersebut, kewenangan tersebut dianggap ada pada presiden yang merupakan ‘kepala negara’ dan sekaligus
‘kepala pemerintahan’. Hanya saja untuk membatasi penggunaan kewenangan ini, maka sebelum presiden menentukan akan memberi-
kan grasi, abolisi atau amnesti itu, Presiden terlebih dulu diharuskan mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Agung ataupun Dewan
Perwakilan Rakyat.
d Dalam konteks hubungan diplomatik antara satu negara deng- an negara lain ataupun subjek hukum internasional lainnya, puncak
jabatan yang bertindak sebagai wakil negara adalah presiden. Untuk membatasi jangan sampai Presiden mengadakan perjanjian dengan
negara merugikan kepentingan rakyat, misalnya, berdampak terha- perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian kecen-
derungan yang biasa terjadi dengan apa yang disebut dengan discretionary power
, dibatasi sesempit mungkin wilayahnya. b. Kewenangan yang bersifat legislatif atau untuk mengatur
kepentingan umum atau publik to regulate public affairs based on the law and the constitution
. Dalam sistem pemisahan kekua- saan separation of power, kewenangan untuk mengatur ini
dianggap ada di tangan lembaga perwakilan, bukan di tangan eksekutif. Jika lembaga eksekutif merasa perlu mengatur maka
kewenangan mengatur di tangan eksekutif itu bersifat deriva- tif dari kewenangan legislatif. Artinya, Presiden tidak boleh
menetapkan suatu, misalnya, Keputusan Presiden tidak boleh lagi bersifat mengatur secara mandiri seperti dipahami selama
ini.
c. Kewenangan yang bersifat judisial dalam rangka pemulihan keadilan yang terkait dengan putusan pengadilan, yaitu untuk
mengurangi hukuman, memberikan pengampunan, ataupun menghapuskan tuntutan yang terkait erat dengan kewenangan
pengadilan. Dalam sistem parlementer yang mempunyai kepala negara, ini biasanya mudah dipahami karena adanya peran
simbolik yang berada di tangan kepala negara. Tetapi dalam sistem presidensiil, kewenangan untuk memberikan grasi,
abolisi dan amnesti itu ditentukan berada di tangan presiden.
d. Kewenangan yang bersifat diplomatik, yaitu menjalankan per- hubungan dengan negara lain atau subjek hukum Internasional
lainnya dalam konteks hubungan luar negeri, baik dalam kea- daan perang maupun damai. Presiden adalah pucuk pimpinan
negara, dan karena itu dialah yang menjadi simbol kedaulatan politik suatu negara dalam berhadapan dengan negara lain.
Dengan persetujuan parlemen, dia jugalah yang memiliki ke- wenangan politik untuk menyatakan perang dan berdamai
dengan negara lain.
e. Kewenangan yang bersifat administratif untuk mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan-jabatan kenegaraan
dan jabatan-jabatan administrasi negara. Karena presiden juga merupakan kepala eksekutif maka sudah semestinya dia berhak
untuk mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan pemerintahan atau jabatan administrasi negara.
78 79
kali dianggap sebagai hak mutlak Presiden. Istilah yang biasa dipakai untuk ini adalah Hak Prerogatif Presiden. Meskipun dalam sistem
pemerintahan presidensiil, kedudukan Presiden dianggap sentral, pelaksanaan tugasnya di bidang-bidang administratif pun tetap
harus diatur dan dibatasi. Apalagi pada zaman modern dewasa ini, berkembang pula praktek yang mengharuskan fungsi-fungsi berbagai
lembaga dapat dijalankan secara profesional dan independen tanpa dicampuri oleh kecenderungan-kecenderungan yang timbul dalam
dinamika politik sesaat. Dalam hal ini, ada empat fungsi utama di bidang eksekutif yang dewasa ini dianggap penting untuk dijamin
independensinya, yaitu: a fungsi pertahanan negara oleh organisasi militer, b fungsi kepolisian negara, c fungsi kejaksaan agung, dan
d fungsi bank sentral. Meskipun keempat fungsi itu dijalankan oleh lembaga yang berada dalam lingkungan kekuasaan eksekutif tetapi
untuk menjamin independensinya, pengangkatan dan pemberhentian pimpinannya hanya dapat dilakukan oleh presiden setelah mendapat
atau dengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat.
8. Hubungan dengan Parlemen