90 9
menyangkut persoalan teknis dan rasional, melainkan menyangkut pula soal-soal psikologis serta soal-soal kerahasiaan pribadi dan
keluarga yang perlu penanganan dan pengelolaan yang khusus bersifat. Lagi pula, keberadaan lembaga-lembaga peradilan agama
itu juga sangat akrab dengan kehidupan keseharian masyarakat luas, termasuk dalam hubungan dengan tokoh-tokoh ulama yang dekat
dengan masyarakat. Sistem administrasi dan manajemen pengadilan agama ini tidak boleh dibuat kaku dan dibiarkan terasing dari ma-
syarakatnya. Bahkan setelah Indonesia merdeka, sejarah lembaga pengadilan agama itu terkait erat dengan sejarah Departemen Agama,
pilar utama keberadaan Departemen Agama itu adalah Pengadilan Agama. Jika suatu hari nanti Departemen Agama dianggap tidak lagi
diperlukan keberadaannya dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia, barulah keberadaan Pengadilan Agama dalam lingkungan
pembinaan administratif di lingkungan Departemen Agama dapat dipindahkan ke Mahkamah Agung.
Atas dasar pertimbangan demikian itulah maka saya mengu- sulkan agar dalam upaya mengembangkan sistem kekuasaan keha-
kiman yang utuh di bawah Mahkamah Agung, kedudukan Penga- dilan Agama untuk sementara waktu tetap dibiarkan terbina di
bawah organisasi pemerintah, yaitu di bawah Departemen Agama. Namun pada saatnya nanti, administrasi pembinaan pengadilan
agama tidak mungkin terus menerus dipisahkan dari lingkungan kekuasaan kehakiman pada umumnya. Jika pembinaannya terus
menerus disendirikan, besar kemungkinan perkembangannya akan mengalami hambatan. Karena itu, memang perlu dilakukan langkah-
langkah konkrit, terencana dan sistematis sehingga pada saatnya nanti, administrasi pembinaan peradilan agama juga diintegrasikan
ke dalam sistem pembinaan oleh Mahkamah Agung.
Dalam proses persiapan ke arah itu, sudah seharusnya pembina- an profesionalisme dan pengembangan kesejahteraan hakim serta
penataan kelembagaan pengadilan agama perlu terus ditingkatkan dan dimantapkan sesuai dengan perkembangan keadaan. Semua hak
dan kewajiban hakim dan badan-badan pengadilan agama harus di- kembangkan sama dengan apa yang dikembangkan dengan lembaga
pengadilan lainnya. Dengan demikian, tidak akan ada anak tiri dan anak emas, ataupun badan peradilan agama yang dipandang lebih
tinggi ataupun lebih rendah daripada lembaga pengadilan lainnya.
2. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan puncak perjuangan keadilan bagi setiap warga negara. Hakikat fungsinya berbeda dari Mahkamah
Konstitusi yang tidak berhubungan dengan tuntutan keadilan bagi warga negara, melainkan dengan sistem hukum yang berdasarkan
konstitusi. Dalam lingkungan Mahkamah Agung terdapat empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, pera-
dilan tata usaha negara, dan peradilan militer. Karena latar belakang sejarahnya maka administrasi lingkungan peradilan umum berada di
bawah Departemen Kehakiman, administrasi peradilan agama berada di bawah Departemen Agama, dan administrasi peradilan militer
berada di bawah pengendalian organisasi tentara. Namun demikian, sejalan dengan semangat reformasi, keempat lingkungan peradilan itu
sejak lama diimpikan agar dikembangkan di bawah satu atap. Hal ini dianggap penting dalam rangka perwujudan kekuasaan kehakiman
yang menjamin tegaknya negara hukum yang didukung oleh sistem kekuasaan kehakiman yang ‘independen’ dan ‘impartial’.
Pembinaan kekuasaan kehakiman dalam satu atap itu dianggap penting, sehingga pembinaan administrasi badan-badan peradilan
yang selama ini di tangani secara terpisah-pisah di bawah beberapa departemen pemerintahan, dapat direorganisasikan seluruhnya di
bawah pembinaan Mahkamah Agung. Akan tetapi, hal ini haruslah dilaksanakan secara bertahap dan hati-hati. Kita tidak boleh mengge-
neralisasikan tingkat perkembangan masing-masing cabang peradilan yang tumbuh dan berkembang dalam sejarah peradilan di tanah air
kita. Pengadilan Agama sebagai satu satu jenis peradilan yang diakui dalam sistem hukum nasional, termasuk di antara lembaga peradilan
yang memerlukan pengkajian yang bersifat khusus. Di dalamnya terkait faktor kesejarahan yang panjang sebagai benteng sistem
hukum dan peradilan kaum pribumi Muslim yang secara langsung berhadapan dengan penjajah Belanda yang memaksakan berlakunya
sistem hukum Barat yang bersifat sekuler.
Di samping itu, bidang hukum yang menjadi kompetensi sistem peradilan agama juga bersifat sangat khusus, yaitu berkenaan deng-
an perkara kekeluargaan yang sangat sensitif dan memerlukan pen- dekatan berbeda dari kebanyakan permasalahan hukum yang timbul
dalam masyarakat. Masalah hukum kekeluargaan tidak semata-mata
92 9
perlu, agar Mahkamah Agung benar-benar dapat berfungsi sebagai rumah keadilan bagi siapa saja dan lembaga mana saja yang memer-
lukan pendapat hukum mengenai suatu masalah yang dihadapi. Dalam rumusan Pasal 24A ayat hasil Perubahan Ketiga UUD 945
dinyatakan: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang terhadap undang-undang Dasar dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.
3. Mahkamah Konstitusi