Analisis pengendalian persediaan anti sawit Studi kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan

(1)

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT

(Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan)

Oleh

SANTY WIDYASTUTI A14103586

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

RINGKASAN

SANTY WIDYASTUTI. Analisis Pengendalian Persediaan Inti Sawit (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto.

Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil,PKO) merupakan salah satu minyak yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit selain CPO. Minyak inti sawit diperoleh dari biji (seed) di dalam buah kelapa sawit yang disebut inti sawit (Palm Kernel, PK). Biasanya PKO lebih banyak digunakan untuk industri oleokimia. Di Indonesia masih sedikit perusahaan kelapa sawit yang memproduksi dan menghasilkan produk turunan dari PKO.

PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi minyak inti sawit (PKO). Crushing Plant (Departemen PKC) adalah salah satu unit pengolahan PT. SAP yang mengolah inti sawit untuk menghasilkan minyak inti sawit (PKO) sebagai produk utama dan bungkil kelapa sawit (PKM) sebagai produk sampingannya. Selama ini, Departemen PKC berproduksi berdasarkan target dan untuk memenuhi stok minyak inti sawit perusahaan (menggunakan inti sawit sebanyak 28 750 ton per bulan untuk menghasilkan 12 362.5 ton PKO).

Pembelian bahan baku inti sawit, selama ini dilakukan oleh kantor pusat (HO) di Medan. Sedangkan, perencanaan dan pengadaan inti sawit dilakukan oleh bagian PPIC dan bagian logistik PT. SAP. Inti sawit dibeli dari beberapa PKS (PKS dalam satu grup dan PKS lain). Hal ini dilakukan karena PT. SAP tidak memiliki perkebunan sendiri. Selama tahun 2006 volume pemakaian bahan baku inti sawit berfluktuasi setiap bulannya. Perubahan volume pemakaian inti sawit menuntut pihak perusahaan melakukan perubahan terhadap rencana produksinya. Dampak dari naik turunnya persediaan bahan baku inti sawit, selain membuat siklus produksi perusahaan terganggu juga menyebabkan biaya produksi meningkat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem pengadaan dan pengendalian persediaan inti sawit yang diterapkan oleh perusahaan dan menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan inti sawit yang dapat diterapkan pada perusahaan.

Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari PT. SAP yang berlokasi di Jalan Sabar Jaya, Desa Prajin, Mariana, Musi Banyuasin – Sumatera Selatan, pada bulan Juli 2006-Juni 2007. Data tersebut diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder diperoleh dari dokumen perusahaan berupa laporan tahunan atau bulanan yang meliputi data historis, data biaya dan data pendukung lainnya. Selain itu ditambah dengan studi literatur berupa skripsi, makalah, laporan penelitian, dan internet. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Microsoft Exel. Untuk menganalisis digunakan model MRP dengan teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB yang akan dibandingkan dengan metode perusahaan.


(3)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode perusahaan diperoleh biaya persediaan sebesar Rp 223 052 921.3 dan biaya pembelian yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 480 643 330 440. Sedangkan teknik LFL biaya persediaan sebesar Rp 54 544 851.9 dan untuk biaya pembelian inti sawit sama dengan teknik POQ dan PPB yaitu Rp 455 555 255 704. Untuk biaya persediaan POQ dan PPB berturut-turut sebesar Rp 538 275 111.8 dan Rp 208 705 799.3. Teknik EOQ biaya persediaan dan biaya pembelian yang diperoleh sebesar Rp 219 850 227.9 dan Rp 456 388 702 240.

Alternatif pengendalian persediaan inti sawit di PT. SAP adalah teknik PPB, hasil perbandingan antara keempat teknik Metode MRP dengan metode perusahaan. Teknik PBB dapat menghemat biaya persediaan sebanyak 6.43 persen dan menghemat biaya pembelian sebesar 5.22 persen. Teknik ini pun sesuai dengan kondisi perusahaan karena pada teknik ini masih terdapat persediaan pada periode/minggu yang digabung dan pada teknik ini kuntitas pemesanan dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat di dukung dari kapasitas silo yang besar, kapasitas mesin, julah tenaga kerja yang cukup serta karakteristik dari inti sawit yang dapat disimpan dalam waktu yang agak lama.


(4)

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT

(Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan)

Santy Widyastuti A 14103586

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(5)

Judul Penelitian : Analisis Pengendalian Persediaan Inti Sawit (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan)

Nama Mahasiswa : Santy Widyastuti Nomor Pokok : A 14103586

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec NIP. 131 578 796

Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT STUDI KASUS DI DEPARTEMEN PALM KERNEL CRUSHING PT. SINAR ALAM PERMAI (PT SAP), MARIANA, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN” INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2009

Santy Widyastuti


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 08 November 1981 di Plaju, Sumatera Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan ayahanda Suwitno dan ibunda Tri Mulyati.

Penulis memulai pendidikan dasar di SD Taman Siswa I Sei Gerong pada tahun 1988, pada tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP YKPP (Yayasan Kesejahteraan Pegawai Pertamina) 3 Sei Gerong dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun 2000 penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di SMU YKPP 2 Sei Gerong.

Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program Diploma III Program Teknisi Usaha Ternak Unggas (TUTU), Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan hingga tahun 2003. Tahun 2004 penulis diterima di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengendalian Persediaan Inti Sawit (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing (PKC) PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mencari metode alternatif yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan dalam pengadaan bahan baku, dengan memberikan tingkat persediaan dan biaya persediaan yang optimal serta dapat meghemat biaya pembelian bahan baku. Model pengendalian persediaan yang digunakan adalah model Material Requirement Planning (MRP) dengan teknik

Lot For Lot (LFL), teknik Economic Order Quantity (EOQ), teknik Period Order Quantity (POQ), dan teknik Part Period Balancing (PPB). Model pengendalian tersebut dibandingkan dengan metode pengendalian persediaan perusahaan untuk mendapatkan alternatif dalam pengendalian persediaan bahan baku yang menghasilkan biaya persediaan minimum.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa hasil dari penelitian ini jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Terima kasih

Bogor, Januari 2009 Santy Widyastuti A 14103586


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahhirobil Alamin

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberi bimbingan, bantuan dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan masukan selama proses penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen evaluator, atas masukannya berupa saran dan kritik dalam kolokium proposal penelitian.

3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS sebagai dosen penguji utama, yang telah memberikan kritikan dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Eva Yolanda, MM sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang

telah memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

5. Papa, Mama, Mas Enjen, dan adik-adikku (Supri, Jayanti dan Rama) atas segenap daya upaya yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, dorongan dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga saat ini.

6. Om Warsito dan keluarga atas bantuan ketika penulis akan melakukan penelitian di PT. SAP.

7. Ibu Jusmarni, Ibu Shintia dan Bapak Ginting sebagai pembimbing lapang penulis, terima kasih atas bimbingan dan bantuan data-datanya, Mr. Lou


(10)

sebagai general manajer yang telah mengizinkan penulis untuk penelitian di PT. SAP. serta karyawan di departemen PKC, Lab PK dan Timbangan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas ilmu, informasi dan bantuan serta bimbingan selama penulis berada di PT. SAP

8. Adik-adikku di Neo Yasmin (Nanik, Ila, Agnes, Vera, Ela, Supreh, Uke dan Arnis) atas doa, kebersamaan, keceriaan, semangat dan kasih sayang selama ini.

9. Teman-teman ekstensi (Nora, Mini, Dewi, Nde, Wawan, Novalina dan Yunita) terima kasih atas bantuan dan semangatnya sehingga penelitian dan skripsi ini dapat selesai.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(11)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit ... 10

2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia ... 10

2.1.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit ... 12

2.1.3 Inti Sawit... 13

2.1.4 Proses Pembuatan Palm Kernel Oil (Minyak Inti Sawit, PKO) ... 13

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Bahan Baku ... 19

3.1.1 Pengadaan Bahan Baku ... 19

3.1.2 Persediaan Bahan Baku 3.1.3 Persediaan ... 23

3.1.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan ... 24

3.1.3.2 Jenis Persediaan ... 25

3.1.3.3 Biaya Persediaan ... 27

3.1.3.4 Pengendalian Persediaan ... 30

3.1.3.5 Kebijakan Pengendalian Persediaan ... 30

3.1.4 Model Pengendalian Persediaan ... 31

3.1.4.1 MRP Teknik Lot For Lot ... 34

3.1.4.2 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) ... 35

3.1.4.3 MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) ... 39

3.1.4.4 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) ... 40


(12)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu ... 43

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 43

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 44

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 44

4.4.1 Identifikasi Kondisi Perusahaan dalam Manajemen Pengendalian Persediaan Inti Sawit ... 45

4.4.2 Analisis Persediaan Bahan Baku ... 45

4.4.3 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan ... 46

4.4.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 47

4.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan ... 52

4.6 Definisi Operasional ... 52

V. GAMBARAN UMUM PT. SAP 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 54

5.2 Lokasi Perusahaan ... 55

5.3 Visi, Misi, Kebijakan Mutu Perusahaan dan sasaran Mutu Perusahaan ... 58

5.4 Struktur Organisasi ... 59

5.5 Ketenagakerjaan ... 63

5.6 Proses Produksi ... 65

5.6.1 Bahan Baku ... 65

5.6.2 Proses Pembuatan PKO (Palm Kernel Oil) ... 65

5.7 Pemasaran ... 67

VI. SISTEM PERSEDIAAN INTI SAWIT DEPARTEMEN PALM KERNEL CRUSHING PT. SAP 6.1 Jenis, Asal dan Kualitas Persediaan ... 69

6.2 Perencanaan Pengadaan Bahan Baku ... 70

6.3 Prosedur Pembelian dan Penerimaan Inti Sawit ... 72

6.3.1 Prosedur Pembelian Inti Sawit ... 72

6.3.2 Penerimaan Bahan Baku ... 74

6.4 Sistem Pengadaan Persediaan Inti Sawit ... 75

VII. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT PT. SINAR ALAM PERMAI 7.1 Biaya Persediaan ... 77

7.2 Pemakaian Inti Sawit dan Waktu Tenggang PT. SAP ... 79

7.3 Waktu Tunggu (Lead Time) dan Persediaan Pengaman (Safety Stock) ... 81

7.4 Sistem Pengendalian Persediaan Inti Sawit PT. Sinar Alam Permai ... 82

7.4.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Sinar Alam Permai ... 83

7.4.2 Metode Material Requirement Planning (MRP) ... 84

7.4.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL) ... 85

7.4.2.2 Metode MRP Teknik Economic Quantity Order (EOQ) ... 86


(13)

7.4.2.3 Metode MRP Teknik Periode Order Quantity

(POQ) ... 88 7.4.2.4 Metode MRP Teknik Part Period Balancing

(PPB) ... 89 7.4.3 Analisis Perbandingan Metode Perusahaan Dengan

Metode MRP ... 90 7.4.4 Analisis Penghematan Terhadap Metode

MRP dan Metode Perusahaan ... 93 7.4.5 Alternatif Model Pengendalian Persediaan Inti Sawit ... 94 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan ... 97 8.2 Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA ...100


(14)

DAFTAR TABEL

No Teks Hal

1. Perkembangan Penerimaan Devisa dari Sektor Pertanian Tahun

1995-Agustus 2008 ... 1

2. Perkembangan Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999-2006 ... 3

3. Perkembangan Produksi dan Volume Ekspor Minyak Inti Sawit (PKO) Tahun 1996-2005 ... 4

4. Perkembangan Jumlah PK yang digunakan dan Produksi PKO pada Departemen PKC Tahun 2006 ... 7

5. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kelapa Sawit ... 10

6. Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 15

7. Cara Perhitungan Lot dengan Bagian PPB ... 40

8. Format Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku (MRP) ... 48

9. Fasilitas yang Terdapat di PT. Sinar Alam Permai ... 56

10. Fasilitas dan Kapasitas di Plant 1 dan Plant 2 di Departemen KPC ... 57

11. Standar Losses (Penyusutan/kehilangan) yang Terjadi di Setiap Pabrik Pengolahan PT. SAP ... 59

12. Spesifikasi Standar Kadar Inti Sawit PT. SAP ... 69

13. Perkembangan Pembelian Inti Sawit Juli 2006 – Juni 2007 ... 76

14. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Inti Sawit Periode Juli 2006-Juni 2007 ... 77

15. Biaya Penyimpanan Inti Sawit Periode Juli 2006-Juni 2007 ... 79

16. Perkembangan Volume Pemakaian Inti Sawit Departemen PKC PT. SAP Periode Juli 2006-Juni 2007 ... 80

17. Perkembangan Persediaan Inti Sawit (kg) Periode Juli 2006-Juni 2007... 81

18. Frekuensi Pemesanan Inti Sawit PT. SAP Bulan Juli 2006-Juni 2007 ... 84

19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot Bulan Juli 2006-Juni 2007 ... 86

20. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Economic Quantity Order (EOQ) Bulan Juli 2006-Juni 2007 ... 87

21. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) Bulan Juli 2006-Juni 2007 ... 88


(15)

22. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP

Teknik Part Period Balancing (PPB) Bulan Juli 2006-Juni 2007 ... 89 23. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan PT. SAP dan Keempat

Teknik Metode MRP Periode Juli 2006-Juni 2007 ... 90 24. Frekuensi Pemesanan dan Biaya Pemesanan PT. SAP dan Keempat

Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ... 91 25. Jumlah Persediaan dan Biaya Penyimpanan PT. SAP dan Keempat

Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ... 92 26. Biaya Persediaan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP

Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ... 93 27. Persentase Penghematan Teknik Metode MRP Terhadap Metode


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Hal

1. Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan... 36 2. Tingkat Persediaan Versus Waktu bagi EOQ ... 39 3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional ... 42 4. Skema Pembuatan Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil, PKO)

PT. Sinar Alam Permai (SAP) ... 67 5. Diagram Alir Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Struktur Organisasi PT. Sinar Alam Permai ... 102

2. Struktur Organisasi Departemen Palm Kernel Crushing (PKCPlant) ... 103

3 Suku Bunga Simpanan Berjangka Rupiah Bank Umum Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ... 104

4. Perhitungan Biaya Persediaan Inti Sawit Dengan metode Perusahaan Bulan Juli 2006-Juni 2007 ... 104

5. Perhitungan EOQ, EPP (EconomicPartPeriod) dan POQ ... 105

6. Metode MRP Teknik Lot for Lot ... 106

7. Metode MRP Teknik EOQ ... 107

8. Metode MRP Teknik POQ ... 108

9. Cara Perhitungan PPB Persediaan Inti sawit ... 109


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan komparatif yang didukung oleh sumber daya alam dalam pembangunan sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia karena berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi terlihat dari kontribusi sektor ini Produk Domestik Bruto (PDB) dan terhadap devisa negara. Pada tahun 2007 sektor ini memberikan kontribusi pada PDB sebesar 13.83 persen1. Kontribusi sektor pertanian terhadap devisa negara dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Penerimaan Devisa dari Sektor Pertanian Tahun 1995-Agustus 2008

Tahun Penerimaan Devisa (USD)

1995-1997 5.12 Juta

1998-1999 4.58 Juta

2000-2003 5.03 Juta

2007 9.52 Juta

Januari-Agustus 2008 16.21 Juta

Sumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, 20082

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa penerimaan devisa dari sektor pertanian cukup besar. Pada tahun 1998-1999 penerimaan devisa dari sektor pertanian mengalami penurunan sebesar USD 54 juta dari tahun

1

Perkembangan Domestik Bruto “Perekonomian Indonesia Pada Tahun 2007 Mengalami Ekspansi”. 2007. www.bi.go.id

2

Ekspor Pertanian Masih Yang Tertinggi dan Ekspor Impor Produk Pertanian Pasca Krisis. 2008. www.deptan.go.id


(19)

sebelumnya. Hal ini disebabkan pada tahun 1998-1999 sedang terjadi krisis moneter. Pasca krisis moneter (Tahun 2000-2003) pendapatan dari sektor ini mulai mengalami peningkatan kembali (USD 5.03 juta) dan sektor ini tetap menjadi salah satu andalan bagi negara ketika terjadinya krisis keuangan global. Pada tahun 2008 pendapatan dari sektor ini sebesar USD 16.21 juta (periode Januari-Agustus 2008) naik 70.25 persen dari tahun 2007 pada periode yang sama.

Perkebunan merupakan salah satu subsektor pertanian dan salah satu komoditi primadona pada subsektor perkebunan adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit memberikan kontribusi sebesar 1 persen terhadap PDB non-migas dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 8,5 juta orang3. Kelapa sawit mempunyai beberapa keunggulan baik dari segi produktivitas, ragam kegunaan maupun harga produk. Terdapat trend bahwa ke depan tingkat pertumbuhan konsumsi minyak sawit dunia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan produksinya.

Berdasarkan data perkembangan produksi, luas areal dan produktivitas kelapa sawit Indonesia (Tabel 2), rata-rata produksi per tahun kelapa sawit nasional selama periode tahun 1999-2006 sebesar 9 749 820 ton dengan peningkatan sebesar 11.1 persen per tahun. Peningkatan rata-rata produktivitas kelapa sawit pada periode 1999-2006 sebesar 1.93 ton per ha. Areal perkebunan kelapa sawit nasional mengalami perkembangan yang semakin meningkat setiap tahunnya (Tabel 2). Pada tahun 2006 luas areal perkebunan telah mencapai 6 074 926 ha. Rata-rata tingkat pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 6.62 persen per tahun. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.

3

Pola Pengembangan dan Prospek Industri Kelapa Sawit dan Produk Turunannya di Indonesia. Agustus 2007. www.visdatin.com


(20)

Tabel 2. Perkembangan Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999-2006

Produksi Luas Areal Produktivitas Tahun

Ton %/Th Ha %/Th Ton/Ha %/Th

1999 6 455 590 3 901 802 - 1.65

-2000 7 000 508 8.44 4 158 077 6.57 1.68 1.76 2001 8 396 472 19.94 4 713 435 13.36 1.78 5.81 2002 9 622 345 14.60 5 067 058 7.50 1.90 6.60 2003 10 440 834 8.51 5 283 557 4.27 1.98 4.06 2004 10 830 389 3.73 5 284 723 0.02 2.05 3.71 2005 11 861 615 9.52 5 453 817 3.20 2.17 6.13 2006 *) 13 390 807 12.89 6 074 926 11.39 2.20 1.35 Rata-Rata 9 749 820 11.10 4 992 174 6.62 1.93 4.20 Sumber : Statistik Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007

Keterangan : *) Angka Sementara

Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil,PKO) merupakan salah satu minyak yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit selain CPO. Minyak inti sawit (PKO) diperoleh dari biji (seed) di dalam buah kelapa sawit yang disebut inti sawit (Palm Kernel, PK). Biasanya PKO lebih banyak digunakan untuk industri oleokimia. Di Indonesia masih sedikit perusahaan kelapa sawit yang memproduksi dan menghasilkan produk turunan dari PKO. Ekstraksi PK rata-rata 2 persen dari berat tandan buah segar (TBS), sedangkan rendemen (ukuran persentase perolehan minyak dari buah segar) untuk PKO dari inti sawit/biji kelapa sawit, secara teoritis untuk tiap kelas kelapa sawit, pada usia puncak adalah 6 persen. Namun demikian, pada prakteknya rendemen PKO berkisar antara 4 persen-5 persen.

Peningkatan produksi TBS (Tandan Buah Segar) dan produksi CPO berpengaruh terhadap produksi PKO dan permintaan PKO, hal ini dapt dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 3 perkembangan produksi PKO dan khususnya volume ekspor minyak inti sawit (PKO) mengalami fluktuasi. Produksi minyak inti sawit (PKO) selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, dengan rata-rata peningkatan sebesar 138 985.6 ton.


(21)

Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Volume Ekspor Minyak Inti Sawit (PKO) Tahun 1996-2005

Tahun Produksi PKO (Ton)

Volume Ekspor

PKO (Ton) Nilai (000 USD)

1996 1 084 676 341 318 235 168

1997 1 095 273 502 979 294 255

1998 1 186 083 347 009 195 447

1999 1 291 118 597 843 347 975

2000 1 400 102 578 825 239 120

2001 1 675 676 581 926 146 259

2002 1 831 069 738 416 256 234

2003 2 104 722 659 894 264 678

2004 2 267 271 904 327 502 681

2005 2 474 532 1 042 613 602 606

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006

Sedangkan, permintaan akan minyak inti sawit (PKO) tidak mengalami penurunan yang signifikan meskipun mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Permintaan akan minyak inti sawit dapat dilihat dari volume ekspor inti sawit setiap tahunnya. Volume ekspor minyak inti sawit mengalami peningkatan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2005 yaitu 1 042 613 ton.

Nilai ekspor minyak inti sawit mengalami fluktuasi dari tahun 1996 sampai tahun 2003. Nilai ekspor minyak inti sawit terendah terjadi pada tahun 2001 dengan nilai sebesar USD 146 juta. Namun, pada tahun 2004 nilai ekspor minyak inti sawit mengalami peningkatan yang sangat signifikan sebesar USD 238 juta dari tahun sebelumnya.

Produksi minyak inti sawit (PKO) selama ini masih di bawah produksi minyak sawit mentah CPO. Harga minyak sawit mengalami peningkatan selama dua tahun terakhir ini, tetapi menurut Derom Bangun (Ketua Gabungan Kelapa Sawit Indonesia, GAPKI) meskipun harga minyak sawit mentah (CPO) mengalami peningkatan tetapi hal itu tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk keuntungan perusahaan. Menurut Bangun, dalam industri kelapa sawit, pengusaha


(22)

mengambil keuntungan dari penjualan minyak inti sawit (PKO). Para pengusaha memperoleh keuntungan sebesar Rp 1 550 per kilogram minyak inti sawit (PKO).4

Industri kelapa sawit terdiri dari beberapa segmen industri yaitu budidaya perkebunan, mill (Pabrik Kelapa Sawit), industri pengolahan dan perdagangan. Umumnya industri yang banyak diusahakan di Indonesia adalah segmen perkebunan dan mill5. Salah satu perusahaan yang bergerak dalam beberapa segmen industri kelapa sawit adalah Wilmar Corporation.

Salah satu anak perusahaan dari Wilmar Corporation adalah PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP). Perusahaan ini bergerak dalam industri hilir yang mengolah minyak sawit kasar (CPO) menjadi minyak goreng (merek ”Fortune”) dan turunan dari CPO lainnya serta mengolah inti sawit untuk menghasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO). Untuk menjalankan produksinya, PT. SAP memiliki lima unit pengolahan sesuai dengan fungsinya masing-masing. 1.2Perumusan Masalah

Crushing Plant (Departemen PKC) merupakan salah satu unit pengolahan PT. SAP yang mengolah inti sawit untuk menghasilkan minyak inti sawit (PKO) sebagai produk utama dan bungkil kelapa sawit (Palm Kernel Meal, PKM) sebagai produk sampingannya. Selama ini, Departemen PKC berproduksi berdasarkan target dan untuk memenuhi stok minyak inti sawit perusahaan.

Inti sawit (PK) merupakan bahan baku yang digunakan oleh departemen PKC untuk memproduksi PKO. PT. SAP tidak mempunyai perkebunan sendiri maka bahan baku inti sawit diperoleh dari beberapa Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

4

B. Josie Susilo. 2003. Kelapa Sawit Indonesia Tidak Sekedar CPO. www.kompas.com

5


(23)

Inti sawit tersebut diperoleh dari dua sumber yaitu PKS yang tergabung dalam satu grup dengan PT. SAP dan PKS dari grup yang lain. PKS tersebut berada di provinsi Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung.

Selama ini pengadaaan inti sawit (PK) untuk departemen PKC dilakukan oleh kantor pusat (Head Office,HO) dari Wilmar Corporation yang berada di Medan. Perencanaan dan pengadaan bahan baku inti sawit di PT. SAP dilakukan oleh bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) dan bagian logistik. Pembelian inti sawit dilakukan dengan sistem kontrak oleh PT. SAP kepada pihak PKS dan kesepakatan kontrak (kualitas dari inti sawit yaitu kadar air, kadar minyak, dan persentase kotoran) dilakukan di awal kontrak pembelian.

Perusahaan melakukan produksi berdasarkan target (jumlah hari kerja dalam satu bulan adalah 28.75 hari) yaitu mengolah 28 750 ton inti sawit (Palm Kernel, PK) per bulan, untuk menghasilkan minyak inti sawit (PKO) sebanyak 12 362.5 ton per bulan. Berdasarkan data perkembangan jumlah PK dan produksi PKO pada Departemen PKC (Tabel 4), PK yang digunakan untuk memproduksi PKO selama tahun 2006 mengalami fluktuasi setiap bulannya.

Rata-rata PK yang digunakan sebesar 18 174 178.08 kg per bulan dengan jumlah PKO yang dihasilkan rata-rata 7 670 326.25 kg per bulan. Hal ini menunjukkan pada tahun 2006 departemen PKC hanya dapat memenuhi target mengolah inti sawit sebesar 63.21 persen dan target produksi PKO sebesar 62.05 persen. Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan pemakaian inti sawit dan PKO yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.


(24)

Tabel 4. Perkembangan Jumlah PK yang digunakan dan Produksi PKO pada Departemen PKC Tahun 2006

Sumber : Departemen PKC

Naik turunnya penggunaan inti sawit berpengaruh pada persediaan inti sawit di perusahaan. Fluktuasi penggunaan inti sawit disebabkan oleh beberapa faktor yaitu (1) harga inti sawit yang tidak stabil dipengaruhi dari permintaan akan CPO dan PKO serta produk turunannya. (2) Perusahaan memiliki pesaing yaitu PT. Musim Mas, sehingga perusahaan harus bersaing mendapatkan inti sawit. (3) Karakteristik inti sawit yang tidak cepat busuk, tetapi bila kelamaan disimpan akan mengurangi kadar minyak yang terkandung didalamnya. Untuk memenuhi target produksinya PT. SAP memesan serta melakukan persediaan inti sawit dalam jumlah yang besar, untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku.

Dampak dari naik turunnya persediaan bahan baku inti sawit, dapat menyebabkan siklus produksi perusahaan terganggu dan juga menyebabkan biaya produksi meningkat. Persediaan bahan baku yang berfluktuasi, bagian PPIC perusahaan harus menyesuaikan kembali jumlah bahan baku yang akan diolah

Bulan Jumlah PK (Kg) Produksi PKO (Kg)

Januari 16 020 537.00 6 645 444.00

Februari 14 919 505.00 6 180 272.00

Maret 16 312 147.00 6 887 905.00

April 17 205 840.00 7 365 963.00

Mei 18 242 380.00 7 820 716.00

Juni 19 126 182.00 8 238 251.00

Juli 18 839 767.00 8 094 648.00

Agustus 17 325 105.00 7 425 643.00

September 19 069 151.00 8 159 094.00

Oktober 17 527 382.00 6 602 157.00

November 22 752 271.00 9 766 022.00

Desember 20 749 870.00 8 857 800.00


(25)

dengan mengubah rencana produksi. Persediaan yang berfluktuasi berdampak pada biaya penyimpanan yang ikut berfluktuasi.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka rumusan masalah penelitian ini yaitu :

1. Apakah sistem pengendalian persediaan inti sawit yang dilakukan oleh perusahaan sudah efisien, sehingga diperoleh biaya persediaan yang minimum?

2. Bagaimanakah model alternatif pengendalian persediaan inti sawit yang dapat meminimalkan biaya, sesuai dengan kondisi perusahaan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sistem pengadaan dan pengendalian persediaan inti sawit yang diterapkan oleh perusahaan.

2. Menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan inti sawit yang dapat diterapkan pada perusahaan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perusahaan, penulis maupun pembaca. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat membantu manajer dalam memberikan alternatif model pengendalian persediaan bahan baku yang optimal sehingga dapat meminimumkan biaya produksi perusahaan. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan menambah


(26)

pengetahuan, serta sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, dan bagi pembaca penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat, dan sebagai masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit terdiri dari dua spesies yaitu Elaeis guineensis, berasal dari Afrika Barat dan Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon, tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan dan bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Adapun, klasifikasi ilmiah tanaman kelapa sawit terdiri dari (Wikipedia Indonesia, Maret 2008) :

Tabel 5. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kelapa Sawit Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan Plantae

Divisi Magnoliophita

Kelas Liliopsida

Ordo Arecales

Famili Arecaceae

Genus Elaeis

2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya di tanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya di tanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada pertengahan abad ke-19 saat permintaan minyak nabati meningkat akibat Revolusi Industri. Muncul ide untuk membuat perkebunan kelapa sawit, bibit kelapa sawit diperoleh dari Bogor dan Deli, yang di kenal dengan jenis sawit "Deli Dura".

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia,


(28)

yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaysia pada tahun 1911-1912.

Pada tahun 1919 Indonesia mulai mengekspor minyak sawit mentah sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai mendominasi ekspor minyak sawit dunia, hal ini sejalan dengan meningkatnya permintaan di pasar dunia karena semakin berkembangnya industri di Eropa yang membutuhkan bahan mentah/bahan baku minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Namun, saat masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Pada tahun 1948-1949 lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16 persen dari total luas lahan yang ada.

Namun, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia Pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit terbesar di dunia bergeser menjadi nomor dua setelah Malaysia.


(29)

Pada masa pemerintahan orde baru pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka untuk menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebagai penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294 560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721 172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN) (Guritno P, 2000).

2.1.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit

Berdasarkan tebal tempurung varietas tanaman kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah, tetapi tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18 persen. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Tenera dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul, dengan persentase daging perbuahnya dapat mencapai 90 persen dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28 persen. Tenera dapat menghasilkan minyak kelapa sawit (CPO) sebanyak 4-5 ton per hektarnya, ditambah sekitar 0.5 ton minyak inti sawit (PKO) dan 0.6 ton palm kernel meal (PKM) (Guritno P, 2000).


(30)

generatif. Bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun. Untuk bagian generatif terdiri dari bunga dan buah (Guritno, P, 2000).

2.1.3 Inti Sawit

Inti sawit merupakan buah kelapa sawit yang dipisahkan dari daging buah dan tempurungnya. Dari tandan buah segar (TBS) diperoleh inti sawit sebanyak 4%-5% dan diperoleh minyak inti sawit sebanyak 45-48 % yang kaya akan gugus Asam laurat bersifat cair pada suhu kamar. Spesifikasi inti sawit harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan yaitu (Departemen Perindustrian, 2007):

a) Kadar minyak minimum b) Kadar air maksimum c) Kontaminasi maksimum d) Kadar inti pecah maksimum

2.1.4 Proses Pembuatan Palm Kernel Oil (Minyak Inti Sawit, PKO)

Palm kernel oil (PKO) diperoleh dari inti sawit. Proses pembuatan minyak inti sawit (PKO) hampir sama dengan pembuatan minyak kedelai, sama-sama menghasilkan minyak dan meal (bungkil/ampas). Inti sawit dipisahkan dari daging buah dan tempurungnya, serta telah dikeringkan. Untuk mengeluarkan minyaknya, inti sawit di pres dengan mesin pres.

Pengolahan palm kernel oil (PKO) agak sedikit rumit, hal ini tergantung penggunaan PKO lebih lanjut. Beberapa pengolahan PKO diantaranya (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), 2001) :

1. Dimurnikan (refined) untuk pembuatan margarin, confectioneries, filled milk, dan es krim.


(31)

2. Dipisahkan (split) dalam pembuatan oleo-chemicals.

3. Dimurnikan (refined) dan dihidrogenasi (hydrogenated), dalam pembuatan confectioneries, coffee whitener dan lain sebagainya.

4. Difraksionasi (fractionated) dan dimurnikan (refined) menjadi palm kernel olein dalam pembuatan confectionery fats atau menjadi palm kernel stearin dalam pembuatan margarine.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang berbagai komoditi perkebunan termasuk kelapa sawit dan produk olahannya telah banyak dilakukan, begitu pula dengan penelitian tentang pengendalian persediaan bahan baku. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan meningkatkan persediaan bahan baku sehingga meminimalkan biaya persediaan. Pada penelitian ini yang menjadi tinjauan pustaka dari penelitian terdahulu tentang kelapa sawit yaitu penelitian Risma (2005) dan Sahat (2005). Sedangkan, untuk metode pengendalian bahan baku yaitu peneltian Sary (2004), Reza (2004) dan Dessy (2002). Untuk penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6.


(32)

Tabel 6. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Risma (2005) dengan penelitian Analisis Kinerja Ekspor CPO dan PKO Indonesia di Pakistan, melakukan analisis dengan metode kuantitatif dengan peramalan, analisis keunggulan komparatif (RCA), dan analisis pangsa pasar konstan (CMSA). Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya saing CPO/PKO Indonesia di Pakistan, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh efek total impor Pakistan, efek permintaan CPO/PKO Pakistan dan efek daya saing terhadap pertumbuhan ekspor CPO/PKO Indonesia.

Hasil yang diperoleh dari perhitungan RCA dapat diketahui bahawa Indonesia mempunyai daya saing pada komoditi CPO/PKO yang bervariasi. Hal ini disebabkan jumlah ekspor CPO/PKO Indonesia mengalami fluktuasi dari

No. Peneliti Tahun Komoditi Topik Alat Analisis

1 Risma 2005 CPO dan PKO

Analisis Kinerja Ekspor CPO/PKO Indonesia di Pakistan

Analisis RCA dan analisis CMSA

2 Sahat 2005 CPO dan PKO

Peramalan Produksi CPI dan PKO PT PAMTAMA Kebun Teluk Dalam, Asahan, Sumatera Utara

Metode

Peramalan Time Series

3 Sary 2004 Kelapa

Peramalan Produksi dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kelapa pada PT. Riau Sakti United Plantation, Riau

Metode Material Requirements Planning (MRP) dengan teknik EOQ,LFL dan PPB

4 Reza 2004 Kayu Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu pada PT. Jaya Cemerlang Industry, Banten

Metode Material Requirements Planning (MRP) dengan teknik EOQ,LFL dan PPB

5 Dessy 2002 Crumb Rubber

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Crumb Rubber PT. VIRCO, Sumatera Utara

Metode Material Requirements Planning (MRP) dengan teknik EOQ,LFL dan POQ


(33)

tahun ke tahun. Hasil analisa CMSA menunjukkkan bahwa efek daya saing paling menentukan dalam meningkatkan/menurunkan nilai ekspor CPO/PKO Indonesia di Pakistan.

Sahat (2005), melakukan identifikasi terhadap pola data produksi CPO dan PKO di PT. PANAMTAMA, Sumatera Utara dan mencari metode peramalan time series yang terbaik untuk produksi CPO dan PKO. Berdasarkan metode kuantitatif yang diterapkan, diperoleh metode peramalan terbaik untuk produksi CPO dan PKO adalah metode ARIMA yang ditentukan berdasarkan nilai MAPE yang dihasilkan dan keefisienan dalam menerapkan metode. Hasil peramalan dapat dijadikan pedoman bagi pihak manajemen untuk menyusun strategi atau kebijakan yang berkaitan dengan bagian produksi, keuangan dan pemasaran.

Sary (2004) melakukan peramalan produksi dan pengendalian persediaan bahan baku kelapa di PT. Riau Sakti United Plantation dalam menentukan persediaan kelapa yang optimal. Sistem pengendalian persediaan yang direncanakan oleh perusahaan adalah teknik Lot For Lot. Perencanaan kebutuhan bahan baku pada perusahaan diturunkan dari rencana panen kebun sendiri per periode satu tahun. Berdasarkan rencana panen tersebut, perusahaan kemudian menentukan berapa bahan baku kelapa grade A yang akan di proses menjadi kelapa parut kering, santan kelapa murni dan santan cair.

Biaya pemesanan yang dihasilkan dengan teknik PPB adalah yang paling kecil yaitu Rp 0.636 milyar/ tahun dengan jumlah pemesanan sebanyak 170 kali. Untuk biaya penyimpanan teknik PPB sebesar Rp 0.564 milyar, dengan total biaya persediaan sebesar Rp 1.271 milyar. Dengan menggunakan teknik PPB,


(34)

perusahaan dapat menghemat biaya persediaan sebesar 6.8 persen yaitu dari Rp 1.271 milyar menjadi 1.18 milyar.

Penelitian yang dilakukan oleh Reza (2004) pada PT. Jaya Cemerlang Industry, Tangerang, Banten menganalisis pengendalian persediaan bahan baku kayu dalam rangka meningkatkan efisiensi produksi, termasuk penghematan biaya persediaan. Pada penelitian Reza terdapat dua jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku di perusahaan tersebut yaitu kayu pinus dan kayu prupuk. Pada penelitian ini Reza membandingkan metode perusahaan dengan metode MRP. Metode MRP yang digunakan dalam penelitian Reza adalah teknik LFL, EOQ dan PPB.

Hasil perbandingan antara metode perusahaan dan metode MRP pada tiap jenis kayu diperoleh, penghematan persediaan pada kayu pinus terdapat pada teknik Lot For Lot (44.30 persen) dan teknik PPB (43.16 persen), sedangkan kayu prupuk terjadi pada metode perusahaan. Pada penelitian Reza dipilih teknik LFL sebagai metode alternatif untuk persediaan kayu pinus. Metode ini mampu mengurangi biaya penyimpanan, meskipun biaya pemesanan pada teknik ini tinggi. Pada kayu prupuk metode yang dilakukan oleh perusahaan sudah baik.

Penelitian Dessy (2002) pada PT. Virginia Indonesia Rubber Company menganalisis pengendalian persediaan bahan baku crumb rubber dengan menggunakan (BOKAR) berupa lump. Perusahaan tidak memiliki perkebunan sendiri, bahan baku diperoleh dari agen pemasok. Penelitian ini menawarkan alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku yang sesuai dengan kebijakan perusahaan. Metode pengendalian bahan baku yang digunakan adalah


(35)

metode MRP dengan teknik LFL, EOQ dan POQ yang dibandingkan dengan metode perusahaan.

Hasil penelitian Dessy diperoleh biaya persediaan berturut-turut yaitu teknik LFL (Rp 18 693 042), EOQ (Rp 104 974 043) dan teknik POQ (Rp 160 525 154). Teknik yang direkomendasikan sebagai metode alternatif adalah teknik EOQ, dengan alasan kapasitas perusahaan seperti gudang, mesin dan tenaga kerja mendukung penggunaan teknik EOQ.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai pengendalian persediaan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian yang menerapkan metode MRP pada berbagai perusahaan dapat menghemat biaya persediaan. Hasil perhitungannya menghasilkan kuantitas dan frekuensi pemesanan yang optimal sehingga dapat meminimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.


(36)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Bahan Baku

Bahan baku adalah salah satu unsur atau bagian dari sumber daya disamping modal, tenaga kerja dan lain-lain. Bahan yang dapat digunakan dalam proses produksi dapat dibedakan menjadi (Burton dalam Reza, 2004) :

1. Bahan langsung (direct materials)

Bahan yang menjadi bagian dari barang-barang jadi dan merupakan bagian pengeluaran yang besar dalam memproduksi sesuatu.

2. Bahan tidak langsung (indirect materials)

Bagian dari produk jadi yang dipergunakan dalam jumlah kecil sehingga biaya bahan tidak besar jika dibandingkan dengan biaya langsung.

3. Pelengkapan (supplies)

Bahan yang digunakan dalam proses produksi tetapi tidak mengambil bagian dalam barang jadi.

Bahan baku merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses produksi. Tanpa bahan baku, proses produksi tidak dapat berjalan sehingga industri tidak dapat menghasilkan barangnya. Bahan baku merupakan komponen yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi (Mulyadi, 2000). Bahan baku dapat diperoleh dari luar atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.

Pengadaan bahan baku berhubungan dengan kegiatan pembelian bahan baku secara aktual. Pada analisis pengadaan bahan baku perlu diperhatikan : (1) Jenis dan asal bahan baku, (2) Identifikasi kebutuhan bahan baku, (3) Prosedur


(37)

pembelian dan spesifikasi bahan baku, (4) seleksi sumber persediaan bahan baku, dan (5) pengawasan kualitas bahan baku.

Kegiatan utama dalam pengadaan bahan baku adalah pembelian bahan baku, yang dilakukan sesuai dengan prosedur pembelian. Prosedur pembelian bahan baku yang dilakukan tiap-tiap perusahaan berbeda satu sama lain, tergantung dari jenis bahan baku, volume kegiatan dan pembebanan tanggungjawab persediaan pada masing-masing perusahaan (Assauri, 1999).

3.1.1 Pengadaan Bahan Baku

Ketersediaan bahan baku sangat menunjang kelancaran proses produksi. Ketepatan dalam pemenuhan kualitas maupun kuantitas bahan baku merupakan suatu hal yang patut diperhatikan perusahaan. Menurut Mulyadi (2000), bahan baku yang diperoleh dapat berupa pembelian lokal, impor, atau dari pengolahan sendiri.

Bahan baku yang diperoleh dengan cara memproduksi sendiri dapat lebih terjamin ketersediaannya bila dibandingkan dengan membeli bahan baku tersebut. Namun, tidak semua perusahaan dapat memproduksi sendiri kebutuhan bahan bakunya, oleh sebab itu perlu diadakan pembelian dari luar perusahaan.

Pembelian merupakan proses pengambilan keputusan yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan akan barang dan jasa, mengidentifikasi, menilai, dan memilih berbagai alternatif merek dan pemasok (Webster dan Wind dalam Kotler, 2000). Pembelian merupakan fungsi yang penting dalam operasi suatu perusahaan.

Berdasarkan sifatnya, pembelian dibagi menjadi tiga macam (Manullang,1994) :


(38)

1. Pembelian yang teratur (Hand - to Mouth Buying)

Pembelian berdasarkan atas besarnya kebutuhan sekarang dan bertujuan untuk mencegah kerugian atau keburukan yang diakibatkan oleh adanya persediaan bahan yang berlebih di gudang.

2. Pembelian spekulatif (Speculative Purchasing)

Pembelian yang didasarkan karena motif untuk mendapatkan keuntungan akan naiknya harga bahan pada waktu yang akan datang.

3. Pembelian sebelumnya (Forward Buying)

Pembelian yang bertujuan untuk menjaga ketersediaan bahan mentah secara kontinyu selama waktu tertentu.

Perusahaan yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku sebagian besar akan melakukan pembelian sebelumnya. Hal ini disebabkan produk pertanian memiliki sifat tidak berkesinambungan dalam ketersediaannya. Fungsi pembelian dibagi menjadi dua, yaitu

1. Fungsi pembelian sentralisasi

Pembelian dilakukan oleh satu departemen untuk menghindari pembelian dalam jumlah kecil yang tidak ekonomis. Fungsi pembelian ini memiliki keuntungan antara lain pelaksanaan kebijakan pembelian konsisten, kekuatan pembelian maksimal, catatan pembelian terorganisir dan seragam, tetapi fungsi pembelian ini tidak ditangani oleh spesialisnya.

2. Fungsi pembelian desentralisasi

Pembelian dilakukan oleh masing-masing bagian yang membutuhkan bahan baku. Keuntungan penggunaan sistem ini pembelian dapat fleksibel terhadap perubahan penggunaan bahan baku, hubungan pemakai bahan dengan


(39)

pemasok menjadi lebih erat, dan tanggungjawab pembelian tiap lokasi dapat lebih terfokus.

3.1.2 Persediaan Bahan Baku

Pelaksanaan persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan, ditentukan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut adalah (Ahyari, 1999) :

1. Perkiraan pemakaian

Perkiraan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi suatu produk, dilakukan sebelum kegiatan pembelian. Perkiraan kebutuhan bahan baku ini merupakan perkiraan tentang besarnya jumlah bahan baku yang akan dipergunakan untuk keperluan proses produksi yang akan datang. 2. Harga bahan baku

Harga bahan baku merupakan dasar penyusunan perhitungan berapa besar dana yang harus disediakan perusahaan untuk investasi dalam persediaan bahan baku.

3. Biaya-biaya persediaan

Biaya-biaya persediaan secara umum terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Selain itu, terdapat biaya variabel yang harus diperhitungkan dalam penentuan biaya persediaan, seperti biaya penyiapan dan biaya kekurangan bahan baku.

4. Kebijakan pembelian

Kebijakan pembelian merupakan ketentuan seberapa besar persediaan bahan baku dalam mendapatkan dana dari perusahaan yang tergantung pada pembelanjaan dari dalam perusahaan tersebut.


(40)

5. Pemakaian sesungguhnya

Menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku agar mendekati kenyataan dengan menganalisa besarnya penyerapan bahan baku yang sudah disusun. Selain itu, perlu diperhatikan faktor pemakaian bahan baku sesungguhnya dari periode-periode lalu (actual demand).

6. Waktu tunggu (lead time)

Waktu tunggu merupakan tenggang waktu yang diperlukan antara pemesanan suatu bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri. Waktu tunggu harus diperhatikan karena berhubungan dengan penentuan saat pemesanan kembali bahan baku. Sehingga resiko penumpukkan persediaan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin. 3.1.3 Persediaan

Setiap perusahaan, baik itu perusahaan perdagangan, perusahaan jasa ataupun perusahaan pabrik akan selalu mengadakan persediaan. Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual kembali dalam satu periode usaha yang normal, ataupun persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi (Handoko, 2000).

Persediaan merupakan salah satu asset yang paling mahal di banyak perusahaan. Persediaan adalah semua sumber daya yang tersimpan, yang dapat digunakan untuk memberikan kepuasan baik pada kebutuhan sekarang maupun untuk kebutuhan yang akan datang


(41)

3.1.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan

Menurut Handoko (2000) yang dimaksud dengan fungsi persediaan adalah:

1. Fungsi Decoupling

Mempertahankan tingkat persediaan sebagai keputusan untuk menghadapi penawaran dan permintaan terhadap persediaan yang tidak teratur. Jika kebutuhan perusahaan berfluktuasi, persediaan bahan mentah diperlukan sebagai input bagi proses transformasi produksi.

2. Fungsi Economic Size

Perusahaan melakukan penyimpanan persediaan dalam jumlah besar dengan pertimbangan adanya diskon atas persediaan bahan,diskon atas kualitas yang dipergunakan dalam proses konversi, serta didukung kapasitas gudang yang memadai.

3. Fungsi Antisipasi

Fungsi yang berguna untuk menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan pemesanan akan barang-barang selama periode pemesanan kembali, sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman (safety stock inventories).

Peranan persediaan berkaitan dengan tujuan dari diadakannya persediaan. Persediaan yang diadakan mulai dari bahan mentah sampai barang jadi menurut Assauri (1999) antara lain berguna untuk :

1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan oleh perusahaan.


(42)

2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan lagi.

3. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan tersebut tidak ada di pasaran.

4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi.

5. Mencapai penggunaan mesin secara optimal.

6. Memberikan pelayanan (service) kepada langganan dengan sebaik-baiknya dimana keinginan langganan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut.

7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualannya.

Persediaan timbul karena tidak pasnya antara permintaan dengan penyediaan dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan persediaan. Oleh karena itu, terdapat empat faktor yang dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan, yaitu faktor waktu, faktor ketidakpastian waktu datang, faktor ketidakpastian penggunaan dalam pabrik dan faktor ekonomis.

3.1.3.2 Jenis Persediaan

Persediaan yang terdapat dalam perusahaan dapat dibedakan berdasarkan beberapa cara. Berdasarkan jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas (Handoko, 2000) :


(43)

1. Persediaan bahan mentah (Raw materials), yaitu persediaan barang-barang yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau diperoleh dari supplier dan atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.

2. Persediaan komponen-komponen rakitan (Purchased Parts), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. 3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (Supplies), yaitu persediaan

barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

4. Persediaan barang dalam proses (Work in Process) yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (Finished Goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada langganan.

Selain perbedaan menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu (Assauri, 1999) :

1. Batch Stock atau Lot Size Inventory

Persediaan yang diadakan karena adanya pembelian atau pembuatan bahan-bahan dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Jadi dalam hal ini pembelian atau pembuatan yang dilakukan dalam


(44)

jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluarannya dalam jumlah kecil.

2. Fluctuation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak diramalkan. Dalam hal ini, perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen.

3. Anticipation Stock

Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan maupun permintaan yang meningkat. Selain itu, anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu jalannya produksi.

3.1.3.3 Biaya Persediaan

Biaya persediaan adalah biaya-biaya yang ditimbulkan akibat adanya persediaan. Menurut Handoko (2000), biaya-biaya persediaan terdiri dari :

1. Biaya Pemesanan (Ordering Costs)

Biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari penjual. Sejak pesanan (order) dibuat dan dikirim kepada penjual, sampai bahan-bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta diperiksa di gudang atau daerah pengolahan. Jadi, biaya ini berhubungan dengan peranan, tetapi sifatnya agak konstan, dimana besarnya biaya yang dikeluarkan tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya barang yang dipesan. Yang termasuk biaya-biaya pemesanan adalah :


(45)

a. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi. b. Upah.

c. Biaya telepon.

d. Pengeluaran surat-menyurat.

e. Biaya pengepakan dan penimbangan. f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan. g. Biaya utang lancar.

h. Biaya pengiriman ke gudang.

2. Biaya Penyimpanan ( Holding Costs atau Carrying Costs)

Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak. Biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan merupakan bagian dari biaya penyimpanan. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah :

1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan ( termasuk penerangan, pemanasan atau pendinginan).

2. Biaya modal (Opportunity Cost of Capital) yaitu, alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.

3. Biaya keusangan.

4. Biaya Perhitungan fisik dan konsolidasi laporan. 5. Biaya asuransi persediaan.

6. Biaya pajak persediaan.

7. Biaya Pencurian, kerusakan atau perampokan. 8. Biaya penanganan persediaan.


(46)

3. Biaya kekurangan atau kehabisan bahan

Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya kekurangan bahan adalah yang paling sulit diperkirakan. Biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :

1. Kehilangan penjualan 2. Kehilangan langganan 3. Biaya pemesanan khusus 4. Biaya ekspedisi

5. Selisih harga

6. Terganggunya operasi

7. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan sebagainya 4. Biaya Penyiapan (Manufacturing)

Bila bahan-bahan tidak dibeli tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan. Perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up cost) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari :

1. Biaya mesin-mesin menganggur. 2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung. 3. Biaya scheduling.

4. Biaya ekspedisi dan sebagainya

Seperti biaya pemesanan, biaya penyiapan total per periode adalah sama dengan biaya penyiapan dikalikan jumlah per periode.


(47)

5. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas

Biaya ini terjadi karena adanya penambahan atau pengurangan kapasitas, atau biaya terlalu banyak atau terlalu sedikitnya kapasitas yang digunakan pada suatu waktu. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas adalah biaya kerja lembur, biaya latihan, biaya kematian dan pengangguran.

3.1.3.4 Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi persediaan rakitan, bahan baku dan barang hasil/produk sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan (Assauri,1999). Kelebihan maupun kekurangan persediaan akan mengakibatkan kerugian, karena kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya diperoleh perusahaan.

Kelebihan persediaan mengakibatkan timbulnya resiko kerusakan, kenaikkan biaya-biaya penyimpanan, asuransi, dan biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan persediaan akan meningkat. Kekurangan persediaan akan mengganggu jalannya proses produksi, tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan meningkatnya biaya pemesanan sejalan dengan meningkatnya frekuensi pembelian.

3.1.3.5 Kebijakan Pengendalian Persediaan

Pengaturan persediaan bahan baku sangat memerlukan kebijakan-kebijakan baik mengenai pemesanan maupun mengenai tingkat persediaan optimum. Dalam penentuan kebijaksanaan persediaan diperlukan standar kuantitas (Quantity Standard), yaitu (Ismail, 2007) :


(48)

1. Persediaan minimum (Minimum Point Stock) / Persediaan Pengaman

Persediaan minimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling rendah yang harus ada untuk satu jenis bahan. Persediaan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kekurangan bahan (stock out) sehingga kelancaran produksi dapat berjalan lancar.

2. Besarnya pesanan standar (Standard Order)

Jumlah pesanan yang telah ditentukan besarnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan, dengan tujuan tidak terjadi kelebihan persediaan bahan baku atau kekurangan bahan baku, agar perusahaan dapat meminimalkan jumlah biaya pesanan dan biaya penyimpanan.

3. Persediaan maksimum (Maximum Point Stock)

Tingkat persediaan yang menghasilkan biaya persediaan yang paling minimum. Dalam hal ini perlu ditentukan bagaimana cara pemesanannya, jumlah yang harus dipesan dan kapan pemesanan itu dilakukan sehingga pemesanan tersebut dapat dinilai cukup ekonomis.

4. Titik pemesanan kembali (Reorder Point Level)

Titik pemesanan yang telah ditentukan sebelumnya, bila sediaan bahan telah mencapai persediaan minimum maka pemesanan barang akan dilakukan. Sebab, permintaan selama waktu tenggang tidak pasti, karena sediaan adakalanya menurun sehingga mengakibatkan kehilangan penjualan (loss sales) atau tunggakan pesanan (back order) sampai pesanan diterima.

3.1.4 Model Pengendalian Persediaan

Model persediaan akan sangat tergantung kepada sifat bahan atau barang, apakah bahan tersebut bersifat bebas (independent) atau sebagai permintaan


(49)

terikat (dependent). Permintaan bebas adalah suatu permintaan yang bebas, tidak ada keharusan untuk membelinya sebagai kepentingan proses konversi sedangkan permintaan terikat disebabkan jika bahan atau barang tersebut tidak ada, maka proses konversi suatu perusahaan tidak dapat berjalan (Tampubolon, 2004).

Dengan berbedanya jenis permintaan tersebut, maka model persediaan yang digunakan juga berbeda. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai pengendalian persediaan bahan baku yang memiliki jenis permintaan terikat. Pembahasan mengenai jenis-jenis pengendalian persediaan akan dititik beratkan pada model-model yang sesuai untuk jenis permintaan terikat.

Untuk model jenis-jenis barang permintaan terikat yang lebih sesuai adalah Sistem Rencana Kebutuhan Barang (Material Requirement Planning/MRP

System). MRP adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan/fase atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan diolah (Buffa dan Sarin, 1996).

Metode perencanaan kebutuhan bahan (MRP) memanfaatkan informasi tentang kebergantungan pada permintaan ini untuk memanajemeni sediaan dan pengendalian ukuran lot produksi dari berbagai komponen yang diperlukan untuk membuat suatu produk akhir. Sasaran manajerial dalam menggunakan perencanaan kebutuhan bahan (MRP) adalah menghindari kehabisan sediaan


(50)

sehingga produksi berjalan mulus, sesuai rencana, dan menekan investasi sediaan bahan baku dan barang setengah jadi.

Menurut Heizer dan Render (2005), untuk menggunakan MRP pada dasarnya memiliki empat prasarat dasar yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Ketersediaan jadwal induk produksi (master production schedule)

Jadwal induk produksi merupakan rencana yang terperinci tentang jumlah barang yang akan diproduksi pada beberapa satuan waktu dalam horizon pemesanan. Rencana produksi diturunkan dari teknik perencanaan agregat. Rencana ini mencakup perencanaan jenis-jenis input, keuangan, permintaan pelanggan, kemampuan secara teknik, ketersediaan tenaga kerja, fluktuasi persediaan, keragaan pemasok dan pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dari rencana inilah jadwal dibuat. Jadwal induk produksi memberitahukan apa yang dubutuhkan untuk memenuhi permintaan dan memenuhi rencana produksi.

2. Struktur produk dan Bill of Materials

Bill of Materials merupakan daftar kuantitas komponen. Kandungan dan kebutuhan bahan untuk membuat produk yang menggambarkan struktur produk. Bill of Materials tidak hanya menjabarkan kebutuhan, tetapi juga penting dalam pembiayaan dan dapat memberikan daftar barang-barang yang harus diproduksi atau dirakit.

3. Kejelasan dan akurasi catatan produksi

Sistem MRP didasarkan atas keakuratan persediaan yang dimiliki sehingga keputusan untuk membuat atau memesan barang pada suatu saat dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu tingkat persediaan komponen dan


(51)

material harus selalu diamati. MRP tidak mungkin dijalankan tanpa adanya catatan persediaan yang akurat.

4. Waktu tunggu (lead time)

Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai dari saat pesanan unit dilakukan sampai dengan saat unit tersebut diterima dan siap untuk digunakan, baik untuk produksi yang harus dibuat sendiri maupun unit produk yang dipesan dari luar perusahaan. Sistem MRP dapat diterapkan dengan baik apabila waktu tunggu pemesanan komponen diketahui. Waktu tunggu ini digunakan dalam hal perencanaan waktu serta mempengaruhi kapan rencana pemesanan akan dilakukan.

3.1.4.1 MRP Teknik Lot For Lot

Teknik lot for lot merupakan teknik penentuan ukuran lot, dalam hal ini perusahaan akan memesan kuantitas bahan baku tepat sebesar yang dibutuhkan, tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut. Prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu rendah dan permintaan terikat (Buffa dan Sarin, 1996). Teknik ini dapat menekan biaya yang ditanamkan dalam persediaan barang-barang terikat, apabila perusahaan mampu menyediakan fasilitas yang memadai bagi teknik ini dan memiliki bahan baku dengan sifat yang sesuai.

Pesanan dalam teknik Lot for Lot dilakukan sebelum barang tersebut digunakan sebesar kebutuhan bersih, yaitu kebutuhan kotor dikurangi persediaan yang ada di tangan untuk periode-periode awal dan diharapkan pesanan akan diterima pada saat persediaan tersebut dibutuhkan, untuk periode-periode berikutnya. Setelah persediaan awal dihabiskan tidak terdapat persediaan yang ada


(52)

di tangan, sehingga kebutuhan kotor adalah sama dengan kebutuhan bersih yang kemudian di pesan sebelumnya dengan harapan akan diterima tepat pada waktunya.

Teknik ini memberikan penghematan pada biaya penyimpanan, karena bahan baku di pesan sesuai dengan kebutuhan bersih produksinya. Sehingga penumpukkan bahan baku yang di gudang dalam jumlah yang melimpah dapat dihindari. Kekurangan dari teknik lot for lot adalah teknik ini tidak dapat digunakan apabila bahan baku yang digunakan jumlahnya sedikit di pasaran sehingga permintaan tepat pada waktunya tidak dapat dilakukan.

3.1.4.2 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)

Metode manajemen persediaan yang paling terkenal adalah model

economic order quantity (EOQ) atau Economic Lot Size (ELS). Metode ini dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Model ini mengidentifikasi kuantitas pemesanan/pembelian optimal dengan tujuan meminimalkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan dan penyimpanan.

Model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan persediaan. Gambar 1 akan menunjukkan hubungan antara kedua biaya tersebut, biaya penyimpanan (holding atau carrying cost) dan biaya pemesanan (Ordering atau Set UpCost), dalam bentuk grafik.

Berdasarkan gambar tersebut, jumlah pesanan yang ekonomis terletak antara perpotongan biaya penyimpanan (

2 Q

H ) dan biaya pemesanan ( Q D S ).


(53)

Gambar 1. Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan Sumber : Handoko, 2000

Jumlah pemesanan akan optimal jika biaya penyimpanan dengan biaya pemesanan mencapai nilai minimum. Kuantitas pemesanan yang optimal terjadi pada titik Q, yaitu pada saat biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan yang merupakan perpotongan keduanya. Pada titik Q tersebut, total biaya pengendalian persediaan adalah minimal. Pada biaya pemesanan dan biaya penyimpanan memiliki hubungan negatif, artinya semakin banyaknya kuantitas yang dipesan, biaya pemesanan cenderung menurun. Sebaliknya, untuk biaya penyimpanan meningkat, dimana hubungan berkorelasi positif dengan kuantitas pesanan yang meningkat juga.

Kuantitas dibawah titik EOQ menunjukkan bahwa biaya pemesanan lebih tinggi dari pada biaya penyimpanan. Biaya pemesanan cenderung besar, karena semakin kecil jumlah pesanan, maka biaya pesanan semakin tinggi, sedangkan biaya penyimpanan cenderung kecil, karena semakin sedikit jumlah bahan baku yang dipesan, maka biaya penyimpanannya akan kecil. Sebaliknya jika kondisi di atas EOQ, maka biaya penyimpanan semakin tinggi


(54)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penentuan kuantitas yang optimal dapat dirumuskan sebagai berikut :

Biaya penyimpanan = 2

Q ... (H)

Biaya Pemesanan =

Q

D ... (S)

Biaya Total Persediaan = 2

Q + Q D

... (H) + (S) Nilai Q akan optimal apabila TC mencapai nilai minimal. Hal ini akan dicapai apabila turunan pertama TC terhadap variabel Q sama dengan nol dan turunan kedua lebih besar nol, atau dapat ditulis dengan :

1)

dQ

dTC = 0

2) d2 TC > 0 dQ2

Maka hasilnya adalah : Q2 =

H SD 2

Jadi Q =

H SD

2

di mana :

D : Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu S : Biaya pemesanan (persiapan pesanan dan penyiapan mesin) per pesanan

H : Biaya penyimpanan per unit per tahun

Model EOQ dapat diterapkan bila asumsi-asumsi berikut terpenuhi (Handoko, 2000) :

1. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui (deterministik).


(55)

3. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan. 4. Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan.

5. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (lead time, L) adalah konstan.

6. Tidak terjadi kekurangan barang atau back order

Berdasarkan pernyataan di atas, karena permintaan akan produk adalah konstan dan seragam maka grafik tingkat persediaan dari waktu ke waktu berbentuk seperti dalam Gambar 2 (ini yang menyebabkan mengapa EOQ sering disebut model “continuous”). Q adalah jumlah yang dipesan kapan saja persediaan mencapai titik pemesanan kembali (Reorder Point, R), d adalah tingkat permintaan atau penggunaan per hari, dan L adalah lead time.

Waktu tunggu (lead time) perlu diperhatikan untuk mengatasi ketidakpastian bahan baku yang berasal dari luar perusahaan, karena seringkali tenggang waktu yang terjadi antara pemesanan dengan saat pengiriman atau diterimanya bahan tersebut tidak selalu sama. Sedangkan persediaan pengaman berfungsi melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan baku yang disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan.


(56)

Gambar 2. Tingkat Persediaan Versus Waktu bagi EOQ. Sumber : Handoko, 2000

Keuntungan penggunaan teknik EOQ adalah pemesanan dilakukan lebih besar dari kebutuhan bersihnya, sehingga apabila perubahan kuantitas produksi menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan teknik ini memberikan biaya penyimpanan yang lebih besar bila dibandingkan dengan teknik lot for lot.

3.1.4.3MRP Teknik Part Period Balancing (PPB)

Teknik PPB (Teknik Penyeimbang Bagian Periode) merupakan pendekatan yang lebih dinamis untuk menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. PPB membentuk bagian periode ekonomis, yang merupakan risiko antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai EPP (Economic Part Period).

Teknik ini memiliki prinsip untuk mencoba menggabungkan suatu periode berikutnya, lalu menghitung kumulatif bersih dari periode gabungan tersebut dan juga menghitung kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode dapat


(1)

Lampiran 6. Metode MRP Teknik Lot for Lot

Persediaan Awal = 1 349 996

Minggu Uraian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan Kotor 4 709 941 4 618 823 4 755 501 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Persediaan di Tangan 1 349 996 5 739 344 1 120 521 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 3 359 945 0 3 634 980 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Rencana Penerimaan Pesanan 9 099 289 0 3 634 980 4 755 502 4 331.277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 3 634 980 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 3 672 532

Minggu Uraian

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Kebutuhan Kotor 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5 306 787 5 306 787 5 306 787 Persediaan di Tangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5 306 787 5 306 787 5 306 787 Rencana Penerimaan Pesanan 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5 306 787 5 306 787 5 306 787 Rencana Pelaksanaan Pesanan 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5 306 787 5 306 787 5 306 787 4 337 454

Minggu Uraian

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Kebutuhan Kotor 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Persediaan di Tangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Rencana Penerimaan Pesanan 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5809 617 5 809 616 Rencana Pelaksanaan Pesanan 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 4 478 376

Minggu Uraian

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

Kebutuhan Kotor 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Persediaan di Tangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Rencana Penerimaan Pesanan 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Rencana Pelaksanaan Pesanan 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 0

Biaya Pemesanan

46 x Rp 580 300

= Rp 26 693 800

Biaya Penyimpanan

6 859 865 x Rp 4.05 = Rp 27 851 051.9 +

Biaya Persediaan

Rp

54.544.851,9


(2)

Lampiran 7. Metode MRP Teknik EOQ

Persediaan Awal = 1 349 996 EOQ = 1 211 660

Minggu Uraian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan Kotor 4 709 941 4 618 823 4 755 501 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Persediaan di Tangan 1.349.996 5 739 344 1 120 521 0 91 138 606 501 10 305 1 737 227 1 040 930 110 623 80 975 68 337 146 679 Kebutuhan Bersih 3 359 945 0 3 634 980 4 755 502 4 240 139 3 624 675 4 321 073 0 3 524 357 0 4 778 303 0 Rencana Penerimaan Pesanan 9 099 289 0 3 634 980 4 846 640 4 846 640 3 634 980 6 058 300 3 634 980 3 634 980 4 846 640 4 846 640 4 846 640 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 3 634 980 4 846 640 4 846 640 3 634 980 6 058 300 3 634 980 3 634 980 4 846 640 4 846 640 4 846 640 8 481 620

Minggu Uraian

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Kebutuhan Kotor 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5. 306 787 5 306 787 5 306 787 Persediaan di Tangan 4 955 767 1 114 150 4 322 494 370 877 326 158 849 209 298 088 758 628 775 759 315 612 1 067 125 606 978 Kebutuhan Bersih 3 525 853 0 2 947 466 0 4 520 482 6 420 751 6 971 872 7 722 992 4 070 881 4 531 028 4 991 175 4 239 662 Rencana Penerimaan Pesanan 8 481 620 0 7 269 960 0 4 846 640 7 269 960 7 269 960 8 481 620 4 846 640 4 846 640 6 058 300 4 846 640 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 7 269 960 0 4 846 640 7 269 960 7 269 960 8 481 620 4 846 640 4 846 640 6 058 300 4 846 640 8 481 620

Minggu Uraian

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Kebutuhan Kotor 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Persediaan di Tangan 4 751 144 183 481 592 667 511 225 4 257 398 314 012 217 266 120 520 369 204 617 888 866 571 1 115 255 Kebutuhan Bersih 3 730 476 0 4 253 973 4 335 415 4 224 222 0 4 629 374 4 726 120 5 689 096 5 440 412 5 191 729 4 943 045 Rencana Penerimaan Pesanan 8 481 620 0 4 846 640 4 846 640 8 481 620 0 4 846 640 4 846 640 6 058 300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 4 846 640 4 846 640 8 481 620 0 4 846 640 4 846 640 6 058 300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 3 634 980

Minggu Uraian

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

Kebutuhan Kotor 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5.598.459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6.202.905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Persediaan di Tangan 271 859 566 701 1 026 542 274.723 980 023 775 318 760 506 615.901 911 726 775 319 648 780 109 745 Kebutuhan Bersih 3 363 121 5 491 599 5 031 758 4.571.917 5 078 277 6 263 005 5 297 794 5.442.399 5 146 574 5 282 981 5 409 520 5 948 555 Rencana Penerimaan Pesanan 3 634 980 6 058 300 6 058 300 4.846.640 6 058 300 6 058 300 6 058 300 6.058.300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 Rencana Pelaksanaan Pesanan 6 058 300 6 058 300 4 846 640 6.058.300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 6.058.300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 0

Biaya Pemesanan

42 x Rp 580.300

=

Rp 24 372 600

Biaya Penyimpanan

48 147 199 x Rp 4 05 =

Rp 195 477 627.9 +

Biaya Persediaan

Rp 219 850 227.9


(3)

Lampiran 8. Metode MRP Teknik POQ

Persediaan Awal = 1 349 996 Periode yang digabung = 2 minggu

Minggu Uraian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan Kotor 4 709 941 4 618 823 4 755 501 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Persediaan di Tangan 1 349 996 5 739 344 1 120 521 4 755 502 0 4 231 176 0 4 331 277 0 4 876 288 0 4 768 298 0 Kebutuhan Bersih 3 359 945 0 3 634 980 0 4 331 277 0 4 331 378 0 4 565 287 0 4 859 278 0 Rencana Penerimaan Pesanan 9 099 289 0 8 390 482 0 8 562 453 0 8 662 655 0 9 441 575 0 9 627 576 0 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 8 390 482 0 8 562 453 0 8 662 655 0 9 441 575 0 9 627 576 0 7 514 149

Minggu Uraian

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Kebutuhan Kotor 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5 306 787 5 306 787 5 306 787 Persediaan di Tangan 3 841 617 0 3 951 617 0 6 420 751 0 8 021 080 0 5 306 787 0 5 306 787 0 Kebutuhan Bersih 3 672 532 0 4 061 616 0 4 891 359 0 7 821 081 0 4 829 509 0 5 306 787 0 Rencana Penerimaan Pesanan 7 514 149 0 8 013 233 0 11 312 110 0 15 842 161 0 10 136 296 0 10 613 574 0 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 8 013 233 0 11 312 110 0 15 842 161 0 10 136 296 0 10 613 574 0 8 905 117

Minggu Uraian

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Kebutuhan Kotor 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 9433 86 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Persediaan di Tangan 4 567 663 0 4 928 082 0 3 943 386 0 4 9433 86 0 5 809 616 0 5 809 616 0 Kebutuhan Bersih 4 337 454 0 4 437 454 0 4 735 447 0 4 9433 86 0 5 809 616 0 5 809 617 0 Rencana Penerimaan Pesanan 8 905 117 0 9 365 536 0 8 678 833 0 9 886 772 0 11 619 232 0 11 619 233 0 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 9 365 536 0 8 678 833 0 9 886 772 0 11 619 232 0 11 619 233 0 10 241 834

Minggu Uraian

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

Kebutuhan Kotor 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Persediaan di Tangan 5 763 458 0 5 598 459 0 6 263 005 0 6 202 905 0 6 194 707 0 6 597 335 0 Kebutuhan Bersih 4 478 376 0 5 598 459 0 5 353 000 0 6 073 112 0 5 762 475 0 6 184 839 0 Rencana Penerimaan Pesanan 10 241 834 0 11 196 918 0 11 616 005 0 12 276 017 0 11 957 182 0 12 782 174 0 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 11 196 918 0 11 616 005 0 12 276 017 0 11 957 182 0 12 782 174 0 0

Biaya Pemesanan

23 x Rp 580 300

= Rp 13 346 900

Biaya Penyimpanan

129 292 663 x Rp 4.05

= Rp 524 928 211.8

+

Biaya Persediaan

Rp 538 275 111.8


(4)

Lampiran 9. Cara Perhitungan PPB Persediaan Inti sawit

Periode yang Digabung

Kebutuhan Bersih

Kumulatif (kg)

Kumulatif Bagian Periode (kg)

3

3 634 980

0

4

4 755 502

0

5-6

8 562 453

0+(2-1) 4 231 176 = 4 231 176

7-8

8 662 655

0+(2-1) 4 331 277 = 4 331 277

9-10

9 441 575

0+(2-1) 4 876 288 = 4 876 288

11

4 859 278

0

12

4 768 298

0

13-14

7 514 149

0+(2-1) 3 841 617 = 3 841 617

15-16

8 013 233

0+(2-1) 3 951 617 = 3 951 617

17

4 891 359

0

18

6 420 751

0

19

7 821 081

0

20

8 021 080

0

21-22

10 136 296

0+(2-1) 5 306 787 = 5 306 787

23

5 306 787

0

24-25

9 644 241

0+(2-1) 4 337 454 = 4 337 454

26-27

9 005 117

0+(2-1) 4 437 454 = 4 437 454

28

4 928 082

0

29-30

8 678 833

0+(2-1) 3 943 386 = 3 943 386

31

4 943 386

0

32

4 943 386

0

33

5 809 616

0

34

5 809 616

0

35

5 809 617

0

36

5 809 616

0

37

4 478 376

0

38

5 763 458

0

39

5 598 459

0

40

5 598 459

0

41

5 353 000

0

42

6 263 005

0

43

6 073 112

0

44

6 202 905

0

45

5 762 475

0

46

6 194 707

0

47

6 184 839

0


(5)

Lampiran 10. Metode MRP Teknik PPB

Persediaan Awal = 1 349 996 EPP = 143 284

Minggu Uraian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kebutuhan Kotor 4 709 941 4 618 823 4 755 501 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Persediaan di Tangan 1 349 996 5 739 344 1 120 521 0 0 4 231 176 0 4 331 277 0 4 876 288 0 0 0 Kebutuhan Bersih 3 359 945 0 3 634 980 4 755 502 4 331 277 0 4 331 378 0 4 565 287 0 4 859 278 4 768 298 Rencana Penerimaan Pesanan 9 099 289 0 3 634 980 4 755 502 8 562 453 0 8 662 655 0 9 441 575 0 4 859 278 4 768 298 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 3 634980 4 755 502 8 562 453 0 8 662 655 0 9 441 575 0 4 859 278 4 768 298 7 514 149

Minggu Uraian

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Kebutuhan Kotor 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5.306 787 5 306 787 5 306 787 Persediaan di Tangan 3 841 617 0 3 951 617 0 0 0 0 0 5 306 787 0 0 4 337 454 Kebutuhan Bersih 3 672 532 0 4 061 616 0 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 0 5 306 787 5 306 787 Rencana Penerimaan Pesanan 7 514 149 0 8 013 233 0 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 10 13 296 0 5 306 787 9 644 241 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 8 013 233 0 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 10 136 296 0 5 306 787 9 644 241 0

Minggu Uraian

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Kebutuhan Kotor 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Persediaan di Tangan 0 4 437 454 0 0 3 943 386 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 0 4 567 663 0 4 928 082 4 735 447 0 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Rencana Penerimaan Pesanan 0 9 005 117 0 4 928 082 8 678 833 0 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Rencana Pelaksanaan Pesanan 9 005 117 0 4 928 082 8 678 833 0 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 4 478 376

Minggu Uraian

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48

Kebutuhan Kotor 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Persediaan di Tangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Rencana Penerimaan Pesanan 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Rencana Pelaksanaan Pesanan 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 0

Biaya Pemesanan

37 x Rp 580.300

= Rp 21.471.100

Biaya Penyimpanan

46.116.921 x Rp 4,06 = Rp 187.234.699,3 +

Biaya Persediaan

Rp 208.705.799,3


(6)