Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA

TESIS

Oleh

FRISKA T.H. SIAHAAN 107032247/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRISKA T.H. SIAHAAN 107032247/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA Nama Mahasiswa : Friska T.H. Siahaan

Nomor Induk Mahasiswa : 107032247

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S) (

Ketua Anggota

dr. Surya Dharma, M.P.H)

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 28 Januari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ramli, S.E, M.S

Anggota : 1. dr. Surya Dharma, M.P.H

2. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELAIKAN KANTIN SEHAT DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN MEDAN KOTA

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2015

Friska T.H. Siahaan 107032247/IKM


(6)

ABSTRAK

Anak-anak sekolah terutama usia Sekolah Dasar sangat menyukai pangan jajanan. Dan pangan jajanan tersebut sebagian besar diperoleh di kantin sekolah. Sementara kualitas makanan yang dijajakan sangat dipengaruhi oleh kelaikan kantin yaitu suatu kondisi tentang penerapan hygiene dan sanitasi kantin.

Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota. Populasi berjumlah 39 orang, sehingga sampel merupakan seluruh bagian dari populasi. Hasil analisis univariat ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden menunjukkan 62,2% responden dengan pendidikan tidak tamat SD, SD dan SMP, 56,8% responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang kantin sehat, 48,6% responden memiliki perjanjian dengan pihak sekolah, 62,2% responden dengan status kepemilikan bangunan kantin adalah sewa, 62,2% responden dengan omset harian rendah yaitu ≤ Rp. 200.000,-, 62,2% responden tidak pernah mendapatkan pengawasan internal pihak sekolah, 70,3% responden tidak mendapatkan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.

Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan 67,6% kantin sekolah yang diobservasi merupakan kantin tidak sehat. Dan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota adalah pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat, status kepemilikan bangunan kantin dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.

Kata Kunci : Kelaikan Kantin, Pendidikan, Pengetahuan, Perjanjian, Pengawasan


(7)

ABSTRACT

Students, especially elementary school student, favor snacks which most of them can be found in school canteens, whereas the quality of snacks is highly influenced by the condition of the canteen in applying hygiene and sanitation.

The research was an explanatory research which was aimed to analyze some factors which influenced the feasibility of the canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict. The population was 39 canteen owners, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate analysis which was presented in the tables of distribution frequency.

The result of the research, based on the respondents’ characteristics, showed that 61.5% of respondents did not graduate from Elementary school, Elementary school graduates, and Junior High School graduates, 59% of respondents lacked of knowledge of healthy canteens, 51.3% of respondents had contracts with the management of the schools, 61.5% of respondents were the tenants, 64.1% of respondents had low income of less than Rp. 200,000, 61.5% of respondents were never monitored by the management of the schools, and 71.8% of respondents were not controlled by the local government.

Besides that, 69.2% of the school canteens were not healthy. The factors which had significant influence on the feasibility of healthy canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict, were knowledge of managing canteen about healthy canteens, status of canteen building ownership, and control by the local government.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas berkat rahmat dan pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kelaikan Kantin Sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyrakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Ramli, S.E, M.S dan dr. Surya Dharma, M.P.H selaku komisi pembimbing yang dengan sabar dan tulus serta banyak memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan dari awal hingga selesai tesis ini.


(9)

5. Dr.Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Ir. Evi Naria, M.Kes selaku komisi penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Dosen Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan selaku pimpinan penulis, yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

8. Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, yang memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Kota.

9. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Angkatan 2010.

10. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda tercinta Hamonangan Siahaan (Alm.) dan ibunda tercinta R. Br. Hutajulu (Alm.)/ L. Br.Aritonang, Suami tercinta Chandra H. Sinaga, STP, Putri kesayanganku Charis Chelsea Amazia Sinaga dan seluruh keluarga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis hingga mampu menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjana dengan baik. KiraNya Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang yang mencurahkan berkat-berkat tak terhingga kepada kita sekalian.


(10)

Akhir kata penulis berharap, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan yang bermakna bagi penulis dan pembaca sekalian. Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang pendidikan, pengawasan pangan, kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2015 Penulis

Friska T.H. Siahaan 107032247/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Friska T.H. Siahaan lahir di Pematangsiantar, 5 Februari 1984, anak kedua dari lima bersaudara dari Ayahanda H. Siahaan dan Ibunda R. Br. Hutajulu/ L. Br. Aritonang.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar YP. HKBP 4 Pematangsiantar tamat Tahun 1995, SMP Swasta RK. Bintang Timur Pematangsiantar tamat Tahun 1998, SMU Negeri 3 Pematangsiantar tamat Tahun 2001, kemudian penulis melanjutkan S-1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia Universitas Sumatera Utara Medan tamat Tahun 2007, selanjutnya Penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri (MKLI) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis bekerja di Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Unit Kerja Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan sebagai Staf Seksi Pemeriksaan dari tahun 2006 sampai dengan sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Kantin ... 8

2.1.1. Definisi Kantin ... 8

2.1.2. Fungsi Kantin Sekolah ... 8

2.2. Tinjauan Umum tentang Hygiene dan Sanitasi ... 9

2.3. Tinjauan Umum tentang Personal Hygiene ... 12

2.4. Sanitasi Kantin Sekolah ... 13

2.4.1. Bangunan ... 14

2.4.2. Konstruksi ... 14

2.4.3. Pencahayaan ... 15

2.4.4. Ventilasi ... 16

2.4.5. Fasilitas Sanitasi ... 16

2.4.6. Ruang Dapur, Ruang Makan dan Penyajian ... 17

2.5. Prinsip Dasar Hygiene Sanitasi Makanan ... 18

2.5.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan ... 19

2.5.2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan ... 20

2.5.3. Prinsip III : Pengolahan Makanan ... 22

2.5.4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi ... 24

2.5.5. Prinsip V : Pengangkutan Makanan ... 24

2.5.6. Prinsip VI : Penyajian/Penjajaan Makanan ... 25

2.5.7. Empat Aspek Hygiene Sanitasi Makanan Menurut Depkes (2004)... 26


(13)

2.7. Makanan Jajajanan ... 29

2.7.1. Aspek Positif dan Aspek Negatif Makanan Jajanan ... 31

2.7.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumsi Makanan Jajanan ... 32

2.8. Anak Sekolah Dasar ... 34

2.9. Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar ... 35

2.10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat ... 37

2.10.1. Tingkat Pendidikan Pengelola Kantin ... 37

2.10.2. Pengetahuan Pengelola Kantin ... 37

2.10.3. Omset Harian... 40

2.10.4. Perjanjian Pihak Sekolah dengan Pengelola Kantin 42 2.10.5. Status Kepemilikan Bangunan Kantin ... 43

2.10.6. Pengawasan Internal dan Eksternal ... 44

2.11. Landasan Teori ... 45

2.12. Kerangka Konsep ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN... 47

3.1. Jenis Penelitian ... 47

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 47

3.2.2. Waktu Penelitian ... 47

3.3. Populasi dan Sampel ... 48

3.3.1. Populasi ... 48

3.3.2. Sampel ... 48

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.4.1. Data Primer ... 48

3.4.2. Data Sekunder ... 48

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.5.1. Variabel Dependen ... 49

3.5.2. Variabel Independen ... 50

3.6. Metode Pengukuran ... 53

3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen ... 53

3.6.2. Pengukuran Variabel Independen ... 53

3.7. Metode Analisis Data ... 55

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 57

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 57

4.2. Analisis Univariat ... 59

4.2.1. Faktor Kelaikan Kantin ... 59

4.2.2. Kantin Sehat ... 62

4.3. Analisis Bivariat ... 62


(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 71

5.1. Pengaruh Pendidikan Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 71

5.2. Pengaruh Pengetahuan Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 71

5.3. Pengaruh Perjanjian Sekolah dengan Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 73

5.4. Pengaruh Status Kepemilikan Bangunan Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 74

5.5. Pengaruh Omset Harian Pengelola Kantin Terhadap Kelaikan Kantin... 75

5.6. Pengaruh Pengawasan Internal Sekolah Terhadap Kelaikan Kantin... 76

5.7. Pengaruh Pengawasan Instansi Pemerintah Terkait Terhadap Kelaikan Kantin... 77

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 80

6.1. Kesimpulan ... 81

6.2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan per Orang per Hari

Bagi Anak Usia Sekolah ... 36 3.1. Definisi Operasional ... 50 4.1. Daftar Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Kota ... 57 4.2. Distribusi Pendidikan Pengelola Kantin di Sekolah Dasar

Kecamatan Medan Kota ... 59 4.3. Distribusi Pengetahuan Pengelola Kantin di Sekolah Dasar

Kecamatan Medan Kota ... 59 4.4. Distribusi Perjanjian Pihak Sekolah dengan Pengelola Kantin

di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota ... 60 4.5. Distribusi Status Kepemilikan Bangunan Kantin di Sekolah

Dasar Kecamatan Medan Kota... 60 4.6. Distribusi Omset Harian Pengelola Kantin di Sekolah Dasar

Kecamatan Medan Kota ... 60 4.7. Distribusi Pengawasan Pihak Internal Sekolah di Sekolah

Dasar Kecamatan Medan Kota ... 61 4.8. Distribusi Pengawasan dari Instatnsi Pemerintah Terkait di Sekolah

Dasar Kecamatan Medan Kota ... 61 4.9. Distribusi Kelaikan Kantin di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota .... 62 4.10. Analisis Hubungan karakteristik pengelola kantin sekolah dan

pengawasan terhadap kelaikan kantin ... 63 4.11. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat di Sekolah Dasar

Kecamatan Medan Kota ... 67 4.12. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat di Sekolah Dasar


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 87

2. Lembar Pengamatan ... 91

3. Lampiran SPSS Penelitian ... 98

4. Foto-foto Penelitian ... 117

5. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM USU ... 118


(18)

ABSTRAK

Anak-anak sekolah terutama usia Sekolah Dasar sangat menyukai pangan jajanan. Dan pangan jajanan tersebut sebagian besar diperoleh di kantin sekolah. Sementara kualitas makanan yang dijajakan sangat dipengaruhi oleh kelaikan kantin yaitu suatu kondisi tentang penerapan hygiene dan sanitasi kantin.

Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research untuk menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota. Populasi berjumlah 39 orang, sehingga sampel merupakan seluruh bagian dari populasi. Hasil analisis univariat ini akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden menunjukkan 62,2% responden dengan pendidikan tidak tamat SD, SD dan SMP, 56,8% responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang kantin sehat, 48,6% responden memiliki perjanjian dengan pihak sekolah, 62,2% responden dengan status kepemilikan bangunan kantin adalah sewa, 62,2% responden dengan omset harian rendah yaitu ≤ Rp. 200.000,-, 62,2% responden tidak pernah mendapatkan pengawasan internal pihak sekolah, 70,3% responden tidak mendapatkan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.

Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan 67,6% kantin sekolah yang diobservasi merupakan kantin tidak sehat. Dan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kelaikan kantin sehat di Sekolah Dasar Kecamatan Medan Kota adalah pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat, status kepemilikan bangunan kantin dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait.

Kata Kunci : Kelaikan Kantin, Pendidikan, Pengetahuan, Perjanjian, Pengawasan


(19)

ABSTRACT

Students, especially elementary school student, favor snacks which most of them can be found in school canteens, whereas the quality of snacks is highly influenced by the condition of the canteen in applying hygiene and sanitation.

The research was an explanatory research which was aimed to analyze some factors which influenced the feasibility of the canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict. The population was 39 canteen owners, and all of them were used as the samples. The data were analyzed by using univatriate analysis which was presented in the tables of distribution frequency.

The result of the research, based on the respondents’ characteristics, showed that 61.5% of respondents did not graduate from Elementary school, Elementary school graduates, and Junior High School graduates, 59% of respondents lacked of knowledge of healthy canteens, 51.3% of respondents had contracts with the management of the schools, 61.5% of respondents were the tenants, 64.1% of respondents had low income of less than Rp. 200,000, 61.5% of respondents were never monitored by the management of the schools, and 71.8% of respondents were not controlled by the local government.

Besides that, 69.2% of the school canteens were not healthy. The factors which had significant influence on the feasibility of healthy canteens at the Elementary Schools in Medan Kota Subdistrict, were knowledge of managing canteen about healthy canteens, status of canteen building ownership, and control by the local government.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kualitas SDM merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional, dan untuk mencapai SDM berkualitas, faktor gizi memegang peranan penting, dimana gizi yang baik akan menghasilkan SDM yang berkualitas yaitu sehat, cerdas dan memiliki fisik yang tangguh serta produktif. Perbaikan gizi diperlukan pada seluruh siklus kehidupan, mulai sejak masa kehamilan, bayi, anak balita, prasekolah, anak SD, remaja, dan dewasa hingga usia lanjut.b

Kualitas SDM yang menjadi penggerak pembangunan dimasa yang akan datang ditentukan oleh bagaimana pengembangan SDM saat ini, termasuk pada usia sekolah. Pembentukan kualitas SDM sejak masa sekolah akan mempengaruhi kualitasnya pada saat mereka mencapai usia produktif (Andarwulan et al. 2009). Dengan demikian, kualitas anak sekolah penting untuk diperhatikan karena pada masa ini merupakan masa pertumbuhan anak dan sangat pentingnya peranan zat gizi serta keamanan makanan yang dikonsumsi disekolahnya.

Peraturan pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan, memberikan wewenang kepada Badan POM untuk melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian khusus Badan POM RI adalah pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Pangan jajanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan


(21)

manusia, selain harga yang murah dan jenisnya yang beragam, pangan jajanan juga menyumbangkan kontribusi yang cukup penting akan kebutuhan gizi dimana pangan jajanan memberikan asupan energi dan gizi bagi anak-anak usia sekolah. Berdasarkan hasil survey Badan POM menunjukkan bahwa 30% kebutuhan energi anak sekolah diperoleh dari makanan jajanan. (Majalah Keamanan Pangan Badan POM RI, 2011)

Anak-anak sekolah terutama anak usia sekolah dasar sangat menyukai pangan jajanan. Oleh sebab itu, para pedagang berupaya untuk memberikan penampilan yang menarik dan rasa yang disenangi anak-anak dengan menambahkan bahan-bahan tertentu tanpa memperdulikan keamanannya. Data KLB keracunan pangan yang dihimpun oleh Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan (SPKP) Badan POM dari 26 Balai POM di seluruh Indonesia pada tahun 2006 menunjukkan (21.4%) kasus terjadi di lingkungan sekolah dan (75.5%) kelompok siswa anak sekolah dasar (SD) paling sering mengalami keracunan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) (Andarwulan et al. 2009).

Tingkat keamanan pangan jajanan konsumsi anak sekolah yang masih buruk, sebagaimana hasil temuan diatas jika tidak ditanggulangi akan memperparah masalah rendahnya status gizi anak-anak sekolah. Apalagi dampak mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan kimia berbahaya berlebihan secara terus menerus baru akan terlihat dalam jangka panjang. Rendahnya status gizi anak-anak sekolah akan menyebabkan mereka terkena penyakit infeksi, hal ini akan berdampak terhadap angka ketidakhadiran anak-anak di sekolah yang cukup tinggi, kemampuan belajar


(22)

dan hasil belajar karena sakit. Hal ini akan berdampak kepada kualitas SDM Indonesia pada masa yang akan datang.

Data yang diperoleh dari Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Badan POM RI hasil monitoring dan verifikasi profil pangan jajanan anak sekolah tahun 2008, anak-anak memperoleh pangan jajanan dari : kantin (69%), penjaja pangan jajanan keliling disekitar sekolah (28%), lainnya(1 %). Sementara banyak sekali kantin-kantin yang tersedia di sekolah-sekolah tersebut tidak memenuhi standar kesehatan, baik dari segi hygiene-sanitasi maupun kualitas makanan yang dijual. Hal ini menyebabkan tidak sedikit anak-anak yang menderita sakit setelah mengkonsumsi makanan yang tersedia dikantin. Tetapi kasus yang paling membahayakan adalah zat-zat berbahaya dari makanan jajanan tersebut terakumulasi didalam tubuh si anak, dan baru menampakkan gejala setelah beberapa tahun sehingga seringkali tidak terdeteksi penyebabnya. (Andarwulan et al. 2009).

Hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah tahun 2005 yang dilakukan oleh 18 balai besar/ Balai BOM dengan cakupan pengambilan sampel makanan jajanan anak sekolah seluruhnya 861 sampel yang diperiksa/diuji, yang memenuhi syarat sebanyak 517 sampel (60.04%), dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 344 sampel (39.96%). Sedangkan pada tahun 2006 hasil pengawasan PJAS oleh Badan POM menunjukan bahwa dari 2.903 sampel yang diambil dari 478 SD di 26 ibukota propinsi di Indonesia sebesar 50.6% sampel yang memenuhi syarat (MS) dan 49.4% tidak memenuhi syarat (TMS). (Majalah Keamanan Pangan Badan POM RI, 2011)


(23)

Selain masalah bahan tambahan pangan (BTP), perilaku penjaja PJAS juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan, dimana masalah yang sering timbul mulai dari proses persiapan, pengolahan dan saat penyajian makanan dilokasi jualan serta kebiasaan penjual makanan jajanan yang patut mendapat perhatian adalah penggunaan bahan tambahan non pangan seperti pemanis, pewarna, pengeras dan lain-lain yang digunakan hampir pada setiap makanan. Residu insektisida berbahaya seperti dieldrin dan aldrin juga ditemui pada sebagian makanan jajanan yang dijual (Fardiaz & Fardiaz, 1994).

Hasil monitoring dan verifikasi profil keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) nasional tahun 2008 oleh SEAFAST, PT. Sucofindo dan Badan POM RI menunjukkan (71.4%) penjaja PJAS menyatakan bahwa pangan jajanan yang mereka jual aman dan 14.3% mempunyai presepsi bahwa PJAS yang dijual tidak aman, untuk praktek keamanan pangan (>70.0%) penjaja PJAS menerapkan praktek keamanan pangan yang kurang baik, dan (<53.0%) penjaja PJAS yang mengaku menambahkan BTP ke dalam produk minuman. Kondisi usaha makanan jajanan yang belum dibarengi dengan perhatian khusus terhadap aspek fisik, lokalisasi, kontrol higiene, pembinaan manajemen, ketiadaan pengaturan dan ketidakpastian keamanan dalam berusaha akan menimbulkan ketiadaan kontrol dan pengarahan terhadap kualitas makanan yang dijual dan pengolahan makanan yang higiene menyebabkan penjaja PJAS menangani pengolahan makanan menurut pengetahuan yang mereka miliki.(Fardiaz & Fardiaz, 1994).


(24)

Kurangnya praktek keamanan pangan penjaja PJAS di lingkungan sekolah, dikarenakan kurang perhatian pihak sekolah dan kemungkinan masih kurangnya akses informasi mengenai gizi dan keamanan pangan. Wilayah sekolah serta mutu sekolah juga sangat menentukan kualitas penjaja PJAS di lingkungan sekolah. Hasil monitoring dan verifikasi profil keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) nasional tahun 2008 menunjukkan bahwa pengetahuan gizi dan keamanan penjaja PJAS di luar jawa lebih baik dibandingkan di jawa, serta pengetahuan gizi dan keamanan pangan penjaja PJAS di sekolah dengan status akreditasi A lebih baik daripada Akreditasi B. Mengingat pentingnya peranan kantin yang memenuhi kaidah-kaidah keamanan pangan serta pentingnya pangan jajanan yang sehat bagi anak sekolah dan masih banyaknya sekolah terutama SD yang belum memiliki kantin yang memenuhi standart kantin sehat, dan adanya perbedaan kantin berdasarkan mutu sekolah, maka peneliti menganggap perlu untuk melakukan analisis faktor kesiapan sekolah dalam mengelola kantin sehat di sekolah dasar kecamatan medan kota.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah tingkat pendidikan pengelola kantin, pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat, perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin, status kepemilikan bangunan kantin, omset harian pengelola kantin, ada tidaknya pengawasan internal pihak sekolah dan ada tidaknya pengawasan dari intansi pemerintah terkait berpengaruh terhadap kelaikan kantin sehat di sekolah dasar Kecamatan Medan Kota.


(25)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelaikan kantin sehat (tingkat pendidikan pengelola kantin, pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat, perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin dan status kepemilikan bangunan kantin, omset harian pengelola kantin, pengawasan internal pihak sekolah dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait) di sekolah dasar kecamatan Medan Kota.

1.4. Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada pengaruh tingkat pendidikan pengelola kantin terhadap kelaikan kantin sehat. 2. Ada pengaruh pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat terhadap

kelaikan kantin sehat.

3. Ada pengaruh perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin terhadap kelaikan kantin sehat.

4. Ada pengaruh status kepemilikan bangunan kantin terhadap kelaikan kantin sehat. 5. Ada pengaruh omset harian pengelola kantin terhadap kelaikan kantin sehat. 6. Ada pengaruh pengawasan internal pihak sekolah terhadap kelaikan kantin sehat. 7. Ada pengaruh pengawasan dari instansi pemerintah terkait terhadap kelaikan

kantin sehat.

8. Ada pengaruh tingkat pendidikan pengelola kantin, pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat, perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin, status


(26)

kepemilikan bangunan kantin, omset harian pengelola kantin, pengawasan internal pihak sekolah dan pengawasan dari instansi pemerintah terkait terhadap kelaikan kantin sehat di sekolah dasar Kecamatan Medan Kota.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tersedia makanan yang berkualitas dan sehat untuk anak-anak sekolah dasar di sekolah dasar Kecamatan Medan Kota.

2. Memberikan informasi dan masukan kepada pihak pengelola sekolah dan Guru di sekolah dasar kecamatan Medan Kota tentang pentingnya keberadaan kantin sehat sehingga perlu dilakukan peningkatan pengawasan dan pembinaan dalam menciptakan kantin sehat.

3. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada pihak pengelola kantin tentang bahaya yang ditimbulkan akibat kondisi hygiene sanitasi yang buruk di kantin dan kualitas makanan yang tidak memenuhi standar terhadap pengunjung kantin, dan anak-anak sekolah dasar pada khususnya.

4. Sebagai informasi dan peningkatan pengetahuan pengelola kantin tentang kantin sehat sehingga pengelola kantin dapat mewujudkan kantin yang sehat di sekolah. 5. Sebagai pengembangan keilmuan dalam bidang kesehatan masyarakat yang


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kantin

2.1.1. Definisi Kantin

Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin merupakan salah satu bentuk fasilitas umum, yang keberadaannya selain sebagai tempat untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya segala macam masyarakat dalam hal ini mahasiswa maupun karyawan yang berada di lingkungan kampus, dengan segala penyakit yang mungkin dideritanya (Depkes RI, 2003).

Kantin sekolah adalah suatu ruang atau bangunan yang berada di sekolah maupun perguruan tinggi, di mana menyediakan makanan pilihan/sehat untuk siswa yang dilayani oleh petugas kantin. (Depdiknas, 2007)

2.1.2. Fungsi Kantin Sekolah

Berikut adalah fungsi kantin sekolah :

1. membantu pertumbuhan dan kesehatan siswa dengan jalan menyediakan makanan yang sehat, bergizi, dan praktis;

2. mendorong siswa untuk memilih makanan yang cukup dan seimbang; 3. untuk memberikan pelajaran sosial kepada siswa;

4. memperlihatkan kepada siswa bahwa faktor emosi berpengaruh pada kesehatan seseorang;


(28)

5. memberikan batuan dalam mengajrkan ilmu gizi secara nyata;

6. mengajarkan penggunaan tata krama yang benar dan sesuai dengan yang berlaku di masyarakat;

7. sebagai tempat untuk berdiskusi tentang pelajaran-pelajaran di sekolah, dan tempat menunggu apabila ada jam kosong. (Depdiknas, 2007)

2.2. Tinjauan Umum tentang Hygiene dan Sanitasi

Pada hakikatnya Higiene sanitasi mempunyai pengertian dan tujuan yang hampir sama yaitu mencapai kesehatan yang prima.

Sudira (1996) mengemukakan bahwa : “Hygiene adalah ilmu kesehatan dan pencegahan timbulnya penyakit. Hygiene lebih banyak membicarakan masalah bakteri sebagai penyebab timbulnya penyakit, sedang sanitasi lebih memperhatikan masalah kebersihan untuk mencapai kesehatan”.

Hygiene erat hubungannya dengan perorangan, makanan dan minuman karena merupakan syarat untuk mencapai derajat kesehatan. Sedang sanitasi menurut WHO merupakan suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup.

Menurut Depkes (2004) hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk


(29)

melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sedangkan menurut Gea (2009:19) sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan cuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan.

Perbedaan sanitasi dan hygiene adalah hygiene lebih mengarahkan aktivitasnya pada manusia, sedangkan sanitasi lebih menitik beratkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia. Tujuan diadakannya usaha sanitasi dan hygiene adalah untuk mencegah timbulnya penyakit dan keracunan serta gangguan kesehatan lain sebagai akibat dari adanya interaksi faktor-faktor lingkungan hidup manusia.

Hygiene sendiri merupakan usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia sehingga timbul upaya mencegah timbulnya penyakit akibat pengaruh lingkungan kesehatan yang buruk dan membuat kondisi lingkungan yang baik agar terjamin pemeliharaan kesehatannya. Dengan kata lain hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang lebih menitikberatkan pada kegiatan usaha kesehatan individu maupun usaha kesehatan pribadi hidup manusia.

Ni Wayan (2009) mengemukakan bahwa “tujuan hygiene dan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan yaitu : (1) tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan konsumen; (2) menurunkan kejadian resiko penularan penyakit


(30)

atau gangguan kesehatan melalui makanan; (3) terwujudnya perilaku yang sehat dan benar dalam penanganan makanan”.

Hygiene sebagaimana yang dijelaskan SoekresNo. (2004) dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene di tempat kerja meliputi : (a) hygiene perorangan,

(b) hygiene makanan,

(c) sanitasi dan hygiene tempat kerja,

(d) sanitasi dan hygiene barang dan peralatan, (e) limbah dan linen; serta

2. Hygiene perorangan meliputi : (a) rambut,

(b) hidung, (c) mulut, (d) telinga, (e) kaki, (f) kosmetik,

(g) pakaian seragam juru masak.

Kusmayadi (2009) mengemukakan bahwa : “terdapat 4 (empat) hal penting yang menjadi prinsip hygiene dan sanitasi makanan meliputi perilaku sehat dan bersih orang yang mengelola makanan, sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan sanitasi tempat pengolahan”.


(31)

2.3. Tinjauan Umum tentang Personal Hygiene

Personal hygiene merupakan tindakan pencegahan yang menyangkut tanggung jawab individu untuk meningkatkan kesehatan serta membatasi menyebarnya penyakit menular terutama yang ditularkan melalui kontak langsung.

Personal higiene penjamah makanan sangatlah perlu dipelajari dan diterapkan dalam pengolahan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular melalui makanan. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh setiap penjamah makanan ketika mengolah dan menyajikan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular yaitu : selalu mencuci tangan sebelum menjamah makanan, minuman dan peralatan. Hygiene perorangan mencakup semua segi kebersihan diri pribadi karyawan (penjamah makanan) tersebut. Menjaga hygiene perorangan berarti menjaga kebiasaan hidup bersih dan menjaga kebersihan seluruh anggota tubuh yang meliputi: a. mandi dengan teratur, bersih dan sehat sebelum memasuki ruangan dapur, b. mencuci tangan sebelum dan sesudah menjamah makanan,

c. kuku dipotong pendek dan tidak di cat (kutex), d. rambut pendek dan bersih,

e. selalu memakai karpus (topi khusus juru masak) atau penutup kepala lainnya, f. wajah; tidak menggunakan kosmetik secara berlebihan,

g. hidung; tidak meraba-raba hidung sambil bekerja dan tidak menyeka wajah dengan menggunakan tangan tetapi menggunakan sapu tangan,

h. mulut; menjaga kebersihan mulut dan gigi, tidak merokok saat mengolah makanan, jangan batuk menghadap makanan, tidak mencicipi makanan


(32)

langsung dari alat memasak,

i. kaki; mempergunakan sepatu dengan ukuran yang sesuai, kaos kaki diganti setiap hari, kuku jari harus dipotong pendek (Depkes, 2004)

2.4. Sanitasi Kantin Sekolah

Jika kita bicara kesehatan lingkungan sekolah, maka kantin menjadi salah satu ruang lingkup penting hygiene dan sanitasi sekolah. Tentu kita juga paham, bahwa aspek sanitasi lain di sekolah akan banyak berbicara masalah lingkungan fisik secara umum, fasilitas sanitasi, aspek konstruksi umum (ventilasi, jarak tempat duduk siswa dan papan tulis, ergonomi, dan lainnya. Sementara pada kantin, banyak aspek kesehatan lingkungan terkait pada kantin, seperti aspek perilaku penjamah, aspek peralatan, aspek sanitasi tempat, sanitasi air bersih, dan lain-lain.

Salah satu fungsi dari kantin adalah sebagai tempat memasak atau membuat makanan dan selanjutnya dihidangkan kepada konsumen, maka kantin dapat menjadi tempat menyebarnya segala penyakit yang medianya melalui makanan dan minuman. Dengan demikian makanan dan minuman yang dijual di kantin berpotensi menyebabkan penyakit bawaan makanan bila tidak dikelola dan ditangani dengan baik (Mukono., 2000).

Persyaratan sanitasi kantin antara lain di jelaskan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang kelaikan higiene sanitasi pada kantin. Namun sebelum kita berbicara lebih jauh tentang sanitasi kantin, perlu kita ingatkan kembali pengertian sanitasi yang merupakan upaya


(33)

kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan (Depkes, 2003)

Persyaratan sanitasi kantin sesuai Kepmenkes diatas meliputi faktor bangunan, konstruksi, dan fasilitas sanitasi, sebagai berikut :

2.4.1. Bangunan

1. Bangunan kantin kokoh, kuat dan permanen.

2. Ruangan harus ditata sesuai fungsinya, sehingga memudahkan arus tamu, arus karyawan, arus bahan makanan dan makanan jadi serta barang barang lainnya yang dapat mencemari makanan.

2.4.2. Konstruksi

1. Lantai harus dibuat kedap air, rata, tidak licin, kering dan bersih. 2. Dinding. Permukaan dinding harus rata, kedap air dan dibersihkan.

3. Ventilasi. Ventilasi alam harus cukup menjamin peredaran udara dengan baik, dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau dan debu dalam ruangan. Ventilasi buatan diperlukan bila ventilasi alam tidak dapat memenuhi persyaratan.

4. Pencahayaan. Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup untuk melakukan pekerjaan pengolahan makanan secara efektif dan kegiatan pembersihan ruangan. 5. Atap. Tidak bocor, cukup landai dan tidak menjadi sarang tikus dan serangga

lainnya.


(34)

2.4.3. Pencahayaan

Pencahayaan untuk jasaboga telah diatur dalam Kepmenkes No.. 715 tahun 2003 disetiap tempat seperti dapur, tempat masak, dan tempat cuci peralatan. Intensitas pencahayaan sedikitnya 10 foot candle pada titik 90 cm dari lantai. Pencahayaan harus tidak menyilaukan dan tersebar merata, sehingga sedapat mungkin tidak menimbulkan bayangan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara menempatkan beberapa lampu dalam satu ruangan.

Pencahayaan dapat diketahui dengan alat ukur lux meter (foot candle meter). Untuk perkiraan secara kasar dapat dilakukan sebagai berikut :

- Lampu listrik 1 watt menghasilkan 1 candle cahaya. Maka jarak 1 kaki, 1 watt menghasilkan 1 foot candle (jarak 1 kaki = 30 cm).

- Satu watt pada jarak 1 meter (3 kaki) menghasilkan cahaya lebih rendah yaitu 1/3 foot candle.

- Satu watt pada jarak 2 meter (6 kaki) menghasilkan 1/3 x 1/ 2 =1/ 6foot candle. - Satu watt pada jarak 3 meter (9kaki) menghasilkan 1/3 x 1/3 = 1/9foot candle.

Maka untuk 60 watt pada jarak 2 meter (6 kaki) akan menghasilkan 1/ 6 x 60fc = 60/6 fc = t 10 fc.

- Jadi syarat minimal pemakaian lampu listrik adalah 60 watt untuk menghasilkan 10 fc pada jarak 2 meter.


(35)

2.4.4. Ventilasi

Dalam Kepmenkes No. 715 tahun 2003 ventilasi pada ruangan tempat pengolahan makanan harus baik berkisar antara 28oC — 32oC. Sejauh mungkin ventilasi harus cukup untuk mencegah udara ruangan tidak terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, dan menghilangkan bau, asap, dan pencemaran lain dalam ruangan.

Ventilasi dapat diperoleh secara alamiah dengan membuat lubang penghawaan yang cukup. Lubang penghawaan bisa berupa lubang penghawaan tetap dan lubang insidental (misalnya jendela yang bisa dibuka dan ditutup). Jumlah lubang penghawaan minimal 10 % luas lantai. Aliran ventilasi yang dipersyaratkan adalah minimal 15 kali per menit.

Bila ventilasi alamiah tidak dapat memenuhi persyaratan maka dapat dibuat ventilasi buatan berupa ventilasi mekanis, misalnya kipas angin, exhaust fan, AC.

2.4.5. Fasilitas Sanitasi

1. Air bersih. Kualitas air bersih harus memenuhi syarat fisik (tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, jernih), serta jumlahnya cukup memadai untuk seluruh kegiatan.

2. Air limbah. Air limbah mengalir dengan lancar, sistem pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, saluran pembuang air limbah tertutup.


(36)

3. Toilet. Tersedia toilet, bersih. Di dalam toilet harus tersedia jamban, peturasan dan bak air. Tersedia sabun/deterjen untuk mencuci tangan. Di dalam toilet harus tersedia bak dan air bersih dalam keadaan cukup.

4. Tempat sampah. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, mempunyai tutup. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah. Sampah dibuang tiap 24 jam.

5. Tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah dicapai oleh tamu dan karyawan. Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan air mengalir, sabun/deterjen, bak penampungan yang permukaanya halus, mudah dibersihkan dan limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup.

6. Tempat mencuci peralatan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 bilik/bak pencuci yaitu untuk mengguyur, menyabun dan membilas.

7. Tempat mencuci bahan makanan. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan.

8. Tempat penyimpanan air bersih (tandon air) harus tertutup sehingga dapat menahan masuknya tikus dan serangga.

2.4.6. Ruang Dapur, Ruang Makan dan Penyajian

1. Dapur. Dapur harus bersih, ruang dapur harus bebas dari serangga, tikus dan hewan lainnya.


(37)

2. Ruang makan. Ruang makan bersih, perlengkapan ruang makan (meja, kursi, taplak meja), tempat peragaan makanan jadi harus tertutup, perlengkapan bumbu kecap, sambal, merica, garam dan lain-lain bersih.

Penerapan beberapa parameter diatas pada dasarnya bertujuan untuk meminimalisasi faktor makanan sebagai media penularan penyakit dan masalah kesehatan. Persyaratan sanitasi tersebut juga sebagai salah satu bentuk sistem kewaspadaan dini, juga sebagai alat untuk menilai faktor resiko. Prosedur ini umum, dalam kaitan dengan hygiene dan sanitasi makanan, kita kenal sebagai system Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Sistem ini pada dasarnya merupakan pendekatan yang mengidentifikasikan hazard spesifik dan tindakan untuk mengendalikannya. Yang dimaksud dengan hazard - dapat berupa agens biologis, kimiawi, atau agen fisik pada makanan yang berpotensi menyebabkan efek yang buruk pada kesehatan. (Depkes, 2003)

2.5. Prinsip Dasar Higiene Sanitasi Makanan

Faktor-faktor dalam higiene dan sanitasi makanan adalah tempat, peralatan (orang) dan makanan, Dalam upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan, maka perlu diketahui enam prinsip higiene sanitasi makanan yang tujuannya adalah untuk mencapai tersedianya makanan sehat. Atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu yamg ditetapkan. (Mudjajanto, 2009).


(38)

Syarat-syarat bahan makanan yang ditetapkan oleh Depkes RI (2003) adalah: 1. Bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak membusuk

2. Bahan makanan berasal dari sumber resmi yang terawasi.

3. Bahan tambahan dan penolong sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Mudjajanto, 2009).

2.5.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan

Untuk menghasilkan roti yang berkualitas baik maka harus menggunakan bahan dasar yang bermutu, sebaik apapun proses yang dilakukan tidak akan dihasilkan roti yang berkualitas jika bahan dasarnya tidak baik. Oleh karena itu pilihlah bahan makanan dalam kondisi baik, tidak rusak, tidak membusuk, tidak berbau dan berasal dari sumber resmi yang terawasi seperti telur, susu, tepung. (Mudjajanto, 2009)

2.5.1.1 Ciri-ciri Makanan yang Baik

Makanan yang baik adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran penting dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang mengonsumsinya (Astawan, 2010).


(39)

2.5.1.2. Sumber Bahan Makanan yang Baik

Untuk mendapatkan bahan makanan yang baik perlu diketahui sumber-sumber makanan yang baik. Sumber bahan makanan yang baik sering kali tidak mudah kita temukan karena jaringan perjalanan makanan yang demikian panjang dan melalui jaringan perdagangan. (Depkes RI, 2004)

2.5.2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan

Bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi, baik bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara penyimpanan yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat penurunan mutu dan keamanan makanan. (Depkes RI, 2004)

Bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong masing-masing disimpan terpisah satu sama lain didalam ruangan yang bersih, bebas hama, cukup penerangan, terjamin aliran udaranya dan pada suhu yang sesuai. Penyimpanan jenis bahan makanan seperti tepung dan biji menurut lama penyimpanannya <3 hari 25ºC, <1 minggu 25ºC, 1 minggu 25ºC. (Depkes RI, 2004).

Syarat- syarat penyimpanan menurut Depkes RI (2003) adalah:

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih 2. Penempatannya terpisah dari makanan jadi

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan : a. Dalam suhu yang sesuai

b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm c. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80%-90%


(40)

4. Bila bahan makanan disimpan digudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang masuk lebih dahulu merupakan yang pertama keluar, sedangkan bahan makanan yang masuknya belakangan terakhir dikeluarkan atau disebut dengan sistem FIFO (First In First Out)

Bahan baku, bahan tambahan dan bahan peNo.long sebaiknya disimpan dengan

sistem kartu dengan menyebutkan: a. Nama bahan

b. Tanggal penerimaan c. Asal bahan

d. Jumlah penerimaan digudang e. Sisa akhir didalam kemasan f. Tanggal pemeriksaan g. Hasil pemeriksaan


(41)

2.5.3 Prinsip III : Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan jalan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan. (Arisman, 2009)

a. Tenaga Penjamah Makanan a.1. Peranan Penjamah Makanan

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan republic Indonesia No.mor 942/MENKES/SK/VII/2003 : Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain : a. Tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare,

penyakit perut sejenisnya;

b. Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya); c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian; d. Memakai celemek, dan tutup kepala;

e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

f. Menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan; g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau


(42)

h. Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.

a.2. Pelatihan Penjamah Makanan

Program pelatihan sebaiknya dilakukan secara berkesinambungan untuk menjamin mutu makanan. Setiap petugas yang berhubungan dengan penyelenggaraan makanan hendaknya mengetahui tugas dan tanggung jawab, antara lain penyakit yang ditularkan melalui makanan serta cara-cara pengolahan makanan sehat. (Depkes, 2003)

a.3. Sarana Bagi Penjamah Makanan

Sarana hendaklah dipersiapkan sehingga tenaga penjamah makanan memungkinkan untuk berperilaku hidup sehat. Sarana yang harus disiapkan oleh pengelola pabrik tersebut antara lain :

1. Ruang ganti pakaian, sehingga mereka dapat berfungsi menyimpan sebelum bekerja

2. Loker khusus untuk karyawan yang berfungsi menyimpan barang-barang bawaan karyawan

3. Adanya baju kerja yang khusus

4. Ruang istirahat tenaga penjamah makanan memadai 5. Tersedianya toilet yang memenuhi syarat kesehatan 6. Tersedinya tempat cuci tangan

7. Sarana tersebut disediakan untuk menghindari tenaga penjamah untuk mengobrol, merokok.


(43)

2.5.4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi

Penyimpanan makanan merupakan akhir dari proses produksi, setelah roti matang lalu didinginkan beberapa jam. Roti termasuk makanan yang mudah busuk dengan masa simpan 3-4 hari setelah keluar dari pemanggangan. Pembusukan roti disebabkan oleh rusaknya protein dan pati, secara langsung pembusukan roti disebabkan oleh mikroorganisme pembusuk (Mudjajanto, 2009).

Prinsip penyimpanan makanan terutama ditujukan untuk : 1. Mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri

2. Mengawetkan makanan dan mengurangi pembusukan 3. Mencegah timbulnya sarang hama

2.5.5. Prinsip V : Pengangkutan Makanan

Makanan yang berasal dari tempat pengolahan memerlukan pengangkutan untuk disimpan, kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan, bila cara pengangkutan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik dari segi kualitasnya baik/buruknya pengangkutan dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Tempat/alat pengangkut 2. Tenaga pengangkut 3. Tekhnik pengangkutan

Syarat- syarat pengangkuatan makanan memenuhi aturan sanitasi: 1. Alat/tempat pengangkutan harus bersih

2. Cara pengangkutan makanan harus benar dan tidak terjadi kontaminasi selama pengangkutan


(44)

3. Pengangkutan makanan yang melewati daerah kotor harus dihindari 4. Cara pengangkutan harus dilakukan dengan mengambil jalan singkat 2.5.6 Prinsip VI : Penyajian/Penjajaan Makanan

Proses terakhir adalah penjualan/penjajaan/Penyajian makanan. Makanan yang akan dijajakan tempatnya harus bersih, peralatan yang digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih, rapi, menggunakan tutup rambut. Tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan. (Depkes RI, 2004)

2.5.6.1 Perlengkapan/Sarana Penjaja

Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan disarankan menggunakan perlengkapan/sarana penjaja yang juga memenuhi syarat kesehatan. Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran, antara lain (DepKes RI, 2003):

1. Mudah dibersihkan

2. Harus terlindungi dari debu dan pencemaran 3. Tersedia tempat untuk :

a. Air bersih

b. Penyimpanan bahan makanan

c. Penyimpanan makanan jadi/siap disajikan d. Penyimpanan peralatan


(45)

2.5.7. Empat Aspek Hygiene Sanitasi Makanan Menurut Depkes (2004 ) 2.5.7.1. Kontaminasi

Kontaminasi atau pencemaran adalah masuknya zat asing kedalam makanan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu : (a) pencemaran mikroba seperti bakteri, jamur, cendawan; (b) pencemaran fisik seperti rambut, debu tanah, serangga dan kotoran lainnya; (c) pencemaran kimia seperti pupuk, pestisida, mercury, cadmium, arsen; serta (d) pencemaran radioaktif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma dan sebagainya.

Ada 2 cara yang menyebabkan terjadinya kontaminasi pada makanan yaitu : a. Kontaminasi Langsung

Kontaminasi langsung pada makanan dapat terjadi karena adanya kontak langsung makanan dengan lingkungannya. Sumber kontaminasi dapat berupa bahan kimia dan biologi seperti bakteri yang terkandung dalam udara, tanah, dan air.

b. Kontaminasi Silang

Kontaminasi silang merupakan perpindahan mikroorganisme ke makanan melalui suatu media. Penyebab utama kontaminasi ini adalah manusia sebagai pengolah makanan yang mampu memindahkan kontaminan yang bersifat biologis, kimiawi dan fisik kedalam makanan ketika makanan tersebut diproses, dipersiapkan, diolah atau disajikan.

2.5.7.2. Keracunan

Keracunan makanan adalah timbulnya gej ala klinis suatu penyakit atau gangguan kesehatan lain akibat mengonsumsi makanan yang tidak hygienis.


(46)

Terjadinya keracunan pada makanan disebabkan karena makanan tersebut telah mengandung unsur-unsur seperti fisik, kimia dan biologi yang sangat membahayakan kesehatan.

2.5.7.3. Pembusukan

Pembusukan adalah proses perubahan komposisi makanan baik sebagian atau seluruhnya pada makanan dari keadaan yang normal menjadi keadaan yang tidak No.rmal. Pembusukan dapat terjadi karena pengaruh fisik, enzim dan mikroba. Pembusukan karena mikroba disebabkan oleh bakteri atau cendawan yang tumbuh dan berkembang biak di dalam makanan sehingga merusak komposisi makanan yang menyebabkan makanan menjadi basi, berubah rasa, bau serta warnanya.

2.5.7.4. Pemalsuan

Pemalsuan adalah upaya perubahan tampilan makanan yang secara sengaja dilakukan dengan cara menambah atau mengganti bahan makanan dengan tujuan meningkatkan tampilan makanan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga hal tersebut memberikan dampak buruk pada konsumen (Depkes, 2004).

Menurut Fatonah (dalam Moro, 2011) manfaat penerapan hygiene dan sanitasi makanan yaitu : (1) menyediakan makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi; (2) mencegah penyakit menular; (3) mencegah kecelakaan akibat kerja; (4) mencegah timbulnya bau yang tidak sedap; (5) menghindari pencemaran; (6) mengurangi jumlah (persentase) sakit; serta (7) lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman.


(47)

2.6. Tinjauan Umum tentang Keamanan Makanan

Kontaminasi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan berubahnya makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-borne disease).

Departemen kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan menjadi lima kelompok yaitu : yang disebabkan oleh virus, bakteri, amuba/protozoa, parasit dan penyebab bukan kuman. Sedangkan menurut Karla dan Blaker membagi menjadi tiga kelompok yaitu : penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit. Penjamah makanan memegang peranan penting dalam penularan ini. Golongan kedua adalah keracunan makanan atau infeksi karena bakteri. Golongan ketiga adalah penyebab yang bukan mikroorganisme (Susanna, 2003).

Keamanan makanan dapat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang menentukan keamanan makanan diantaranya jenis makanan olahan, cara penanganan bahan makanan, cara penyajian, waktu antara makanan matang dikonsumsi dan suhu penyimpanan baik pada makanan mentah maupun makanan matang dan perilaku penjamah itu sendiri.

Purawidjaja (dalam Susanna, 2003) mengemukanan bahwa :”Upaya pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan; peralatan pengolahan makanan serta proses pengolahannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya


(48)

keracunan makanan antara lain hygiene perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih”.

Secara umum untuk keberhasilan program sanitasi makanan diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan mencegah terjadinya “food borne disease”. Selain itu diperlukan pula pengumpulan data harian perihal makanan dan data penyakit apabila wabah kejadian luar biasa (KLB). Dari pengalaman telah ditemukan bahwa penyebab terjadinya KLB adalah karena tidak adekuat dalam proses memasaknya, penyimpanan dan penyajian kurang higinis, serta kebersihan pelaksana/pekerja yang jelek (Mukono, 2006:140).

Untuk menjamin keamanan makanan tanggung jawab pengusaha jasa boga adalah menyelenggarakan jasa boga yang memenuhi syarat-syarat hygiene dan sanitasi. Pengusaha harus menciptakan hubungan yang saling percaya dengan pekerja memberikan pelayanan kesehatan yang profesional dan bertanggung jawab serta melibatkan mereka dalam evaluasi kesehatan.

2.7. Makanan Jajanan

Dengan meningkatnya penghasilan dan meluasnya peranan media massa sampai ke tiap pelosok tanah air, makanan jajanan akan berperan lebih penting dalam menu makanan kita. Hubeis (1995 : 149) mengemukakan bahwa wilayah studi IPB di Jabotabek sekitar 30% penghasilan keluarga digunakan untuk membeli makanan jajanan, kecenderungan ini juga meningkat disebabkan karena (Muhilal, 1998):


(49)

1. Lebih banyak orang bekerja atau sekolah dari pagi sampai sore sehingga makan pagi atau makan siang dilakukan di tempat kerja/sekolah.

2. Orang tua lebih suka memberi uang saku untuk jajan daripada membuat bekal makanan dan anak pun lebih senang dengan alasan lebih praktis dan tidak cepat membosankan.

Selain karena kebiasaan makan, makanan jajanan juga mempunyai fungsi antara lain (Muhilal, 1998) :

1. Makanan jajanan berfungsi sebagai sarapan pagi.

2. Bagi segolongan orang, makanan jajanan berfungsi sebagai selingan yang dimakan di antara waktu makan makanan utama.

3. Makanan jajanan juga mempunyai fungsi sosial ekoNo.mi yang penting, dalam arti pengembangan usaha makanan jajanan dapat meningkatkan status sosial ekoNo.mi pedagang makanan jajanan.

4. Makanan jajanan dapat berfungsi sebagai makan siang terutama bagi mereka yang tidak sempat makan siang di rumah.

5. Makanan jajanan sebagai penyumbang zat gizi dalam menu sehari – hari terutama bagi mereka yang berada dalam masa pertumbuhan.

Susanto (1986) mengamati mengapa anak-anak sekolah senang mengkonsumsi makanan jajanan dan menemukan alasan sebagai berikut :

1. Anak sekolah tidak sempat makan pagi di rumah, keadaan ini berkaitan dengan kesibukan ibu yang tidak sempat menyediakan makan pagi ataupun karena jarak sekolah yang jauh dari rumah atau mereka tergesa-gesa berangkat ke sekolah.


(50)

2. Anak tidak punya nafsu makan/lebih suka jajanan daripada makanan di rumah. 3. Karena alasan psikologis pada anak, jika anak tidak jajan di sekolah, anak ini

merasa tidak punya kawan dan merasa malu.

4. Anak biasanya mendapatkan uang saku dari orang tua yang dapat digunakan untuk membeli makanan jajanan.

5. Walaupun di rumah sudah makan tetapi tambahan makanan dari jajan tetap masih diperlukan oleh karena kegiatan fisik di sekolah yang memerlukan tambahan energy (Susanto, 1986).

2.7.1. Aspek Positif dan Aspek Negatif Makanan Jajanan

Sebagai makanan yang banyak diminati oleh masyarakat makanan jajanan mempunyai aspek positif sebagai berikut (Wardiatmo,dkk, 1987):

1. Makanan jajanan sebagai penyumbang gizi yang cukup penting dalam menu sehari-hari konsumen tertentu.

2. Makanan jajanan meningkatkan status sosial ekoNo.mi pedagang.

Selain mempunyai aspek positif makanan jajanan juga mempunyai aspek negatif yaitu:

1. Kue yang dibeli biasanya terbuat dari tepung dan gula yang hanya mengandung karbohidrat saja, walaupun ada zat gizi lain jumlahnya sangat sedikit.

2. Anak menjadi terlalu kenyang terutama bila frekuensi jajan sering. 3. Kebersihan makanan jajanan diragukan.


(51)

2.7.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumsi Makanan Jajanan

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi jajanan pada anak sekolah dasar adalah :

1. Uang Saku

Menurut Engel, et al (1994), setiap orang membawa tiga sumber daya dalam setiap sisi pengambilan keputusan, yaitu waktu, uang, dan perhatian. Berhubungan dengan sumber daya uang, maka seseorang akan menggunakan uang yang diperolehnya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk barang atau jasa tertentu. Begitu pula halnya dengan anak usia sekolah yang biasanya diberi uang saku oleh orang tuanya baik anak dari keluarga berpendapatan tinggi maupun keluarga berpendapatan tinggi. Pemberian uang saku kepada anak merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga kepada anak untuk keperluan harian, mingguan atau bulanan, baik untuk keperluan jajan maupun keperluan lainnya, seperti untuk alat tulis, menabung dan lain-lain. Namun, anak usia sekolah biasanya diberi uang saku untuk keperluan jajan di sekolah. Pemberian uang saku ini memberikan pengaruh kepada anak untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimilikinya (Thoha, 2003). Salah satu alasan penting yang menyebabkan anak mengkonsumsi makanan yang lebih beragam adalah peningkatan pendapatan yang dalam hal ini adalah uang saku (Kurniawan, 2000). Berdasarkan hasil penelitian Yuflida (2001) diketahui bahwa besar uang jajan berhubungan dengan frekuensi jajan anak.


(52)

2. Ketersediaan Makanan Jajanan

Menurut Harper, et al (1984), faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan makan individu pada tingkat masyarakat maupun nasional, adalah ketersediaan pangan, pola sosial budaya, dan faktor individu. Ketersediaan bahan makanan secara fisik meliputi produksi pangan, distribusi pangan, dan proses penyimpanannya. Apabila tiga hal tersebut dapat berjalan dengan baik, maka bahan makanan akan tersedia secara kontinu. Ketersediaan baik dalam keluarga maupun lingkungan akan menentukan kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang (Suhardjo, 1989).

3. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan (Engel et al, 1994). Pengetahuan termasuk di dalamnya pengetahuan gizi, jajan dan makanan jajanan dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan pendidikan informal. Kekurangan pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, merupakan salah satu penyebab yang penting dari gangguan gizi. Sebagian besar anak tidak tahu alasan membeli makanan jajanan yang ditawarkan penjual. Suatu hal yang meyakinkan pentingnya pengetahuan gizi berdasarkan pada tiga kenyataan, antara lain (Muhilal, 1998):

a. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan atau keselamatan dan kesejahteraan.


(53)

b. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu memberikan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal.

c. Penduduk dapat menggunakan pengetahuan gizi dengan baik untuk kesejahteraan.

Rendahnya pengetahuan gizi akan dapat menimbulkan sikap acuh terhadap bahan makanan. Walaupun bahan makanan tersebut cukup tersedia dan bergizi. Pengetahuan gizi seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk dan kerabat dekat. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu, sehingga berprilaku sesuai kenyataan tersebut.

4. Harga Makanan Jajanan

Perubahan harga berpengaruh terhadap besarnya permintaan terhadap pangan. Bila harga pangan tinggi maka daya beli terhadap pangan berkurang (Mudanijah, 2004). Harga makanan jajanan anak Sekolah Dasar disesuaikan dengan kemampuan daya beli anak. (Rahayu, 1995).

2.8. Anak Sekolah Dasar

Secara internasional pengelompokan Anak Sekolah dimulai pada usia 6 – 12 tahun, sedangkan pengelompokkan di Indonesia adalah usia 7 sampai 12 tahun (Rahmawati, 2001). Menurut Hurlock (1999), masa ini sebagai akhir masa kanak-kanak (late childhood) yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai tiba saatnya anak menjadi matang secara seksual, yaitu 13 tahun bagi anak perempuan dan 14 tahun


(54)

bagi anak laki-laki. Namun, secara umum anak usia sekolah adalah anak yang masuk Sekolah Dasar. Anak sekolah dasar dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok umur 7-9 tahun dan kelompok umur 10-12 tahun (Hardinsyah dan Tambunan, 2004).

Anak usia sekolah berada pada usia pertumbuhan dan perkembangan. Walaupun tidak secepat pertumbuhan dan perkembangan pada anak remaja, anak usia sekolah tetap membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik jenis dan jumlahnya. Pada usia ini mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah sehingga lebih mudah menjumpai aneka bentuk dan jenis makanan jajanan, baik yang dijual di sekitar sekolah, lingkungan bermain, atau pemberian teman. Mereka selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya. Kondisi yang demikian membutuhkan perhatian khusus agar makanan yang mereka konsumsi adalah makanan yang sehat dan bergizi (Pertiwi, 1998).

Menurut Alford dan Bogle (1982), di usia sekolah ini keterlibatan anak di beberapa kelompok aktivitas di luar rumah mengakibatkan menurunnya pengaruh orang tua dan anggota keluarga terhadap kebiasaan makan anak. Dalam hal ini, teman sebaya memiliki pengaruh yang lebih besar daripada anggota keluarga dalam hal penentuan kebiasaan makan. Anak juga cenderung untuk menuruti kata-kata gurunya dalam segala hal termasuk makanan yang baik untuk dikonsumsi.

2.9. Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar

Untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, seorang anak harus mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang cukup (Rahmawati, 2001). Apabila


(55)

makanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah dasar tidak mencukupi kebutuhan gizinya, maka akan dapat mengakibatkan gangguan gizi pada anak sekolah dasar. Hal ini akan dapat berakibat menurunnya konsentrasi belajar serta prestasi di sekolah. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa anak usia sekolah dasar mengkonsumsi zat gizi kurang dari kecukupan yang dianjurkan disebabkan karena jarang sarapan pagi, pemilihan makanan jajanan yang kurang baik serta jarang mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan (Thoha, 2003). Angka kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan, umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi (Muhilal dan Hardinsyah, 1998).

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan tahun 2004 bagi anak sekolah dasar dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan per Orang per Hari Bagi Anak Usia Sekolah

Golongan Umur (tahun)

Energi (Kkal)

Protein (g) Pria

Wanita

7—9 1800 45

10—12 2050 50

10—12 2050 50


(56)

2.10. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kantin Sehat 2.10.1. Tingkat Pendidikan Pengelola Kantin

Tingkat pendidikan adalah suatu kondisi jenjang pedidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui pendidikan formal yang dipakai oleh pemerintah serta disahkan oleh departemen pendidikan.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Pendidikan dapat dikategorikan menjadi : a. Tidak pernah sekolah

b. Dasar : SD sampai SMP c. Menengah : SMU

d. Tinggi : perguruan tinggi. ( Saputra, 2015).

2.10.2. Pengetahuan Pengelola Kantin

Pengertian Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman,


(57)

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Soekidjo, Notoadmodjo 2003).

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran) (Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). (Soekidjo, Notoadmodjo 2003).

Benjamin Bloom (1956), seorang ahli pendidikan, membuat klasifikasi (taxonomy) pertanyaan-pertanyaan yang dapat dipakai untuk merangsang proses berfikir pada manusia. Menurut Bloom kecakapan berfikir pada manusia dapat dibagi dalam 6 kategori yaitu :

1. Pengetahuan (Knowledge) : Mencakup ketrampilan mengingat kembali faktor-faktor yang pernah dipelajari.

2. Pemahaman (Comprehension) : Meliputi pemahaman terhadap informasi yang ada.

3. Penerapan (Application) : Mencakup ketrampilan menerapkan informasi atau pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru.

4. Analisis (Analysis) : Meliputi pemilahan informasi menjadi bagian-bagian atau meneliti dan mencoba memahami struktur informasi.

5. Sintesis (Synthesis) : Mencakup menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah ada untuk menggabungkan elemen-elemen menjadi suatu pola yang tidak ada sebelumnya.


(58)

6. Evaluasi (Evaluation) : Meliputi pengambilan keputusan atau menyimpulkan berdasarkan kriteria-kriteria yang ada biasanya pertanyaan memakai kata: pertimbangkanlah, bagaimana kesimpulannya.

2.10.2.1. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Soekidjo (2003) pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.

Cara Memperoleh Pengetahuan : Menurut Soekidjo (2005) ada 2 cara yaitu : 1. Cara Tradisional atau Non Ilmiah

a. Cara coba salah (Trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja.

Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering dipergunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Cara kekuasaan atau otoritas

Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintahan, tokoh agama maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang mempunyai otoritas, tanpa terlebih


(59)

dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang ditemukannya adalah sudah benar.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

d. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara pikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mempu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

2. Cara Modern atau Cara Ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah.

2.10.3. Omset Harian

Omset / omzet adalah nilai transaksi yang terjadi dalam hitungan waktu tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan, tahunan. Omset bukan nilai keuntungan, juga bukan nilai kerugian. Nilai omset yang besar dengan nilai keuntungan yang kecil atau terjadi kerugian adalah bukti ketidak efisienan


(60)

manajeman, dan sebaliknya. Jadi omset penjualan berarti jumlah penghasilan/laba yang diperoleh dari hasil menjual barang/jasa.

Menurut Sutamto (1997) tentang pengertian penjualan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang dan jasa kebutuhan yang telah dihasilkannya kepada mereka yang membutuhkan dengan imbalan uang menurut harga yang telah ditentukan sebelumnya. Sedang Winardi (1991) menyatakan penjualan adalah proses dimana si penjual atau produsen memastikan mengaktifkan dan memuaskan kebutuhan atau keinginan pembeli/konsumen agar dicapai mufakat dan manfaat baik bagi si penjual maupun Si pembeli yang berkelanjutan dan menguntungkan kedua belah pihak.

Dari pendapat tersebut maka penjualan itu merupakan kegiatan menawarkan/memasarkan barang dan jasa kepada pembeli yang berminat yang nantinya akan dibayar jika telah terjadi kesepakatan mengenai harga barang/jasa itu.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Omset penjualan adalah keseluruhan jumlah penjualan barang/jasa dalam kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh. Seorang pengelola usaha dituntut untuk selalu meningkatkan omzet penjualan dari hari kehari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan dan dar tahun ke tahun. Hal ini diperlukan kemampuan dalam mengelola modal terutama modal kerja agar kegiatan operasional perusahaan dapat terjamin kelangsungannya. Dalam pengelolaan kantin, omset juga menentukan kemajuan pengelolaan kantin tersebut. Semakin tinggi omset suatu kantin sekolah, makin semakin tinggi juga laju pergerakan penjualan barang/jasa yang dijajakan di


(61)

kantin, tetapi belum tentu berbanding lurus dengan kondisi penerapan higiene – sanitasi di dalam kantin. Karena jika kantin semakin ramai dijunjungi siswa-siswi bisa jadi, kondisi higiene-sanitasi semakin berkurang.

(Nurfitria, 2015)

2.10.4. Perjanjian Pihak Sekolah dengan Pengelola Kantin

Perjanjian adalah ikatan antar kedua belah pihak sebagai kesepakatan keduanya,yang diucapkan dengan lisan maupun tulisan.

Berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata dapat diketahui bahwa perikatan di bagi menjadi dua golongan besar yaitu :

1. Perikatan perikatan yang bersumber pada persetujuan (perjanjian ) 2. Perikatan prikatan yang bersumber pada undang undang .

Ada beberapa pengertian perjanjian menurut para ahli :

1. Menurut pendapat Sri Soedewi Masjehoen Sofwan menyebutkan bahwa perjanjian itu adalah “suatu perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengingatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih”.

2. Menurut pendapat A,Qirom Samsudin Meliala bahwa perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana seorang lain itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.

Jadi kesimpulan dari pengertian perjanjian diatas adalah : perjanjian disebut sebagai persepakatan atau persetujuan, sebab para pihak yang membuatnya tentunya menyepakati isi dari perjanjian yang dibuat untuk melaksanakan sesuatu prestasi tertentu.


(62)

Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban. Pihak yang berkewajiban memenuhi isi perjanjian disebut debitur. sedangkan pihak lain yang berhak atas pemenuhan kewajiban itu disebut kreditur.

Dalam penyelenggaraan kantin di sekolah, perlu dilakukan perjanjian antara pengelola kantin dan pihak sekolah, dimana pengelola kantin sebagai kreditur berjanji untuk dapat menerapkan higiene – sanitasi selama penyelenggaraan operasional kantin. (Lelafariza, 2015)

2.10.5. Status Kepemilikan Bangunan Kantin

Kepemilikan adalah kekuasaan yang didukung secara sosial untuk memegang kontrol terhadap sesuatu yang dimiliki secara eksklusif dan menggunakannya untuk tujuan pribadi.

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

Status kepemilikan bangunan kantin adalah suatu keadaan seberapa kuat pengelola kantin untuk memegang kontrol atas bangunan kantin dalam penyelenggaraan kegiatan usahanya. (Latumeten, 2015).


(63)

2.10.6. Pengawasan Internal dan Eksternal

Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui atau menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.

Pengawasan Internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan atau orang yang ada di lingkungan unit organisasi yang diperiksa. Hubungan antar aparat pengawasan dengan pihak yang diawasi adalah keduanya berada dalam satu unit organisasi yang sama.

Dalam hal ini pihak sekolah sebagai pihak yang merupakan pihak internal, melakukan pengawasan terhadap pemilik kantin, apakah penyelenggaraan kantin senantiasa menerapkan higiene dan sanitasi yang baik.

Pengawasan Eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan atau orang yang berasal dari unit organisasi lain selain unit organisasi yang diperiksa. Hubungan antar aparat pengawasan dengan pihak yang diawasi adalah keuanya tidak berbeda dalam satu unit organisasi yang sama.

Dalam hal ini, pengawasan eksternal dilakukan oleh instansi pemerintah terkait seperti Dinas Kesehatan, Badan POM RI, dll, untuk memastikan apakah pelaksanaan operasional kantin telah menerapkan higiene dan sanitasi yang baik. (UPT. Perpustakaan Universitas Pasundan, 2015)


(64)

2.11. Landasan Teori

Anak-anak usia sekolah sangat menyukai pangan jajanan yang ada di sekolah. Oleh sebab itu, para pedagang berupaya untuk memberikan penampilan yang menarik dan rasa yang disenangi anak-anak dengan menambahkan bahan-bahan tertentu tanpa memperdulikan keamanannya.

Tingkat keamanan pangan jajanan konsumsi anak sekolah yang masih buruk dan jika tidak ditanggulangi akan memperparah masalah rendahnya status gizi anak-anak sekolah, salah satu upaya yang dapat dilakukan pihak sekolah adalah dengan mengadakan kantin yang sehat untuk meningkatkan status gizi anak-anak sekolah.

Kantin sekolah adalah suatu ruang atau bangunan yang berada di sekolah maupun perguruan tinggi, di mana menyediakan makanan pilihan/sehat untuk siswa yang dilayani oleh petugas kantin. (Depdiknas, 2007)

Jika kita bicara kesehatan lingkungan sekolah, maka kantin menjadi salah satu ruang lingkup penting hygiene dan sanitasi sekolah. Aspek sanitasi di sekolah akan membahas masalah lingkungan fisik, fasilitas sanitasi, aspek konstruksi umum (ventilasi, jarak tempat duduk siswa dan papan tulis, ergonomi, dan lainnya. Sementara pada kantin, banyak aspek kesehatan lingkungan terkait pada kantin, seperti aspek perilaku penjamah, aspek peralatan, aspek sanitasi tempat, sanitasi air bersih, dan lain-lain.

Persyaratan sanitasi kantin antara lain di jelaskan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang kelaikan higiene sanitasi pada kantin. Persyaratan sanitasi kantin sesuai Kepmenkes diatas meliputi faktor bangunan, konstruksi, dan fasilitas sanitasi (Depkes, 2003).


(65)

2.11. Kerangka Konsep

Dari uraian yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut (Gambar 2.1) :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Pendidikan

pengelola kantin

Kelaikan Kantin Sehat Pengetahuan

tentang kantin sehat

Perjanjian pihak sekolah dengan pengelola kantin

Status kepemilikan bangunan kantin

Omset harian pengelola kantin

Pengawasan internal pihak sekolah

Pengawasan dari instansi

pemerintah terkait Sertifikasi


(66)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian explanatory research untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelaikan kantin sehat di sekolah - sekolah dasar kecamatan Medan Kota.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dalam lingkungan sekolah di sekolah-sekolah dasar kecamatan Medan Kota Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini membutuhkan waktu selama 6 (enam) bulan terhitung bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

No. Jenis

Kegiatan

Bulan/Minggu

Juli Agustus September Oktober November Desember

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1. Pengajuan

Judul Proposal

2. ACC Judul Proposal

3. Penulisan Proposal

4. Bimbingan Proposal

5. Seminar Proposal

6. Perbaikan Proposal


(67)

7. Pengumpulan data

8. Seminar Hasil

9. Perbaikan

10. Sidang Tesis

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Yang dimaksud dengan populasi/objek dari penelitian ini adalah pengelola kantin di sekolah-sekolah dasar di kecamatan Medan Kota yang berjumlah 37 orang pengelola kantin sekolah dasar.

3.3.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah sampling jenuh dimana jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 37 orang pengelola kantin sekolah dasar di Kecamatan Medan Kota.

3.4. Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari responden dan pengamatan langsung terhadap kantin sekolah yang ada di sekolah-sekolah dasar kecamatan Medan Kota. 3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari publikasi resmi dari Kantor Kecamatan Medan Kota setempat, Dinas Pendidikan Kota Medan dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.


(68)

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel pada analisis reliability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel (Sugiyono, 2006). Nilai r Tabel dalam penelitian ini menggunakan critical value of the product moment pada taraf signifikan 95%.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Dependen

Kantin sehat yaitu kantin yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan persyaratan sanitasi kantin menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003, tentang kelaikan higiene sanitasi pada kantin.

Pemeriksaan syarat kantin sehat dilihat dari pemberian skor dari masing-masing aspek penilaian yang terlampir pada kuesioner, selanjutnya sanitasi kantin dikategorikan menjadi :


(1)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1(a) PDDKN -.337 1.173 .082 1 .774 .714

PENG 3.909 1.557 6.305 1 .012 49.858

STAT 3.196 1.759 3.300 1 .069 24.431

OMSE -1.217 1.362 .798 1 .372 .296

PINTERN

A .209 1.495 .019 1 .889 1.232

PPEMER

IN 2.908 1.457 3.981 1 .046 18.318

Constant -12.388 4.509 7.548 1 .006 .000

a Variable(s) entered on step 1: PDDKN, PENG, STAT, OMSE, PINTERNA, PPEMERIN.

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 37 100,0

Missing Cases 0 ,0

Total 37 100,0

Unselected Cases 0 ,0

Total 37 100,0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value

dime

nsio

n0

Sehat 0


(2)

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed Predicted

Pengematan Kelaikan Kantin Sehat Tidak Sehat Step 0 Pengematan Kelaikan

Kantin

Sehat 0 12

Tidak Sehat 0 25

Overall Percentage a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Classification Tablea,b

Observed Predicted

Percentage Correct Step 0 Pengematan Kelaikan

Kantin

Sehat ,0

Tidak Sehat 100,0

Overall Percentage 67,6

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant ,734 ,351 4,368 1 ,037 2,083

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables peng 11,630 1 ,001

stat 6,275 1 ,012

ppemerint 6,955 1 ,008


(3)

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 23,805 3 ,000

Block 23,805 3 ,000

Model 23,805 3 ,000

Model Summary Step -2 Log

likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 22,822a ,474 ,662

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed Predicted

Pengematan Kelaikan Kantin Sehat Tidak Sehat Step 1 Pengematan Kelaikan

Kantin

Sehat 10 2

Tidak Sehat 3 22

Overall Percentage a. The cut value is ,500

Classification Tablea

Observed Predicted

Percentage Correct Step 1 Pengematan Kelaikan

Kantin

Sehat 83,3

Tidak Sehat 88,0

Overall Percentage 86,5


(4)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a peng 3,474 1,338 6,743 1 ,009 32,271

stat 2,937 1,301 5,094 1 ,024 18,861

ppemerint 2,234 1,124 3,950 1 ,047 9,335

Constant -12,415 4,244 8,557 1 ,003 ,000


(5)

Lampiran 4

FOTO PENELITIAN


(6)