BAB 4 HASIL PENELITIAN
Sampel pada penelitian ini berjumlah 66 mahasiswa FKG USU yang terdiri dari 33 mahasiswa laki-laki dan 33 mahasiswa perempuan. Sampel penelitian
merupakan mahasiswa yang masih aktif kuliah di FKG USU yang belum pernah mendapatkan perawatan ortodonti serta memiliki gigi permanen lengkap kecuali
molar tiga. Pengukuran kesimetrisan lengkung gigi dilakukan menggunakan fotometri model studi mahasiswa FKG USU. Kemudian dilakukan analisis untuk
mengetahui kesimetrisan lengkung gigi pada model studi tersebut. Sehingga dapat diperoleh diagnosis lebih awal dan dibuat rencana perawatan ortodonti sederhana
untuk mencegah perawatan yang lebih kompleks di kemudian hari. Asimetri lengkung gigi dikelompokkan menjadi dua, yaitu asimetri dalam
batas normal dan asimetri secara klinis. Besarnya prevalensi asimetri lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU jenis kelamin laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan Frekuensi
orang Persentase
Frekuensi orang
Persentase
Asimetri dalam batas normal
20 60
24 73
Asimetri klinis 13
40 9
27
Total
33 100
33 100
Tabel 1 menunjukkan dari 33 sampel laki-laki, sebanyak 20 orang 60 memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal dan 13 orang 40 memiliki
asimetri lengkung gigi secara klinis. Sedangkan dari 33 sampel perempuan, sebanyak
24 orang 73 memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal dan 9 orang 27 memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis.
Asimetri dapat terjadi pada lengkung gigi dengan sisi kanan atau kiri yang lebih lebar. Besarnya prevalensi asimetri lengkung gigi pada sisi kanan dan kiri dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi sisi kanan dan kiri pada mahasiswa FKG USU
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan Frekuensi
orang Persentase
Frekuensi orang
Persentase
Asimetri kanan
9 69
3 33
Asimetri kiri 4
31 6
67
Total 13
100 9
100
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kelompok laki-laki, dari 13 sampel penelitian yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, sebanyak 9 orang
69 memiliki asimetri lengkung gigi dengan sisi kanan yang lebih lebar dan 4 orang 31 memiliki asimetri lengkung gigi dengan sisi kiri yang lebih lebar.
Sedangkan pada kelompok perempuan menunjukkan bahwa dari 9 orang sampel penelitian yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, sebanyak 3 orang
33 memiliki asimetri lengkung gigi dengan sisi kanan yang lebih lebar dan sebanyak 6 orang 67 memiliki asimetri lengkung gigi dengan sisi kiri yang lebih
lebar. Lengkung gigi maksila dan mandibula dapat mengalami asimetri dalam batas
normal atau asimetri secara klinis. Asimetri tersebut dapat terjadi pada salah satu lengkung gigi maksila atau mandibula saja, dan dapat juga terjadi pada keduanya.
Prevalensi asimetri lengkung gigi pada maksila dan madibula dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi maksila dan mandibula pada mahasiswa FKG USU
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan Maksila
Mandibula Maksila
Mandibula
Freku- ensi
orang Persen-
tase Freku-
ensi orang
Persen- tase
Freku- ensi
orang Persen-
tase Freku-
ensi orang
Persen- tase
Asimetri dalam
batas normal
4 31
1 8
4 44
Asimetri klinis
9 69
12 92
5 56
9 100
Total
13 100
13 100
9 100
9 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 13 mahasiswa laki-laki yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, sebanyak 4 orang 31 ditemukan maksila
mengalami asimetri dalam batas normal, dan sebanyak 9 orang 69 ditemukan maksila mengalami asimetri secara klinis. Kemudian sebanyak 1 orang 8
ditemukan mandibula mengalami asimetri dalam batas normal dan sebanyak 12 orang 92 ditemukan mandibula mengalami asimetri secara klinis. Sedangkan pada
kelompok perempuan menunjukkan bahwa dari 9 orang yang memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis, sebanyak 4 orang 44 ditemukan maksila mengalami
asimetri dalam batas normal, dan sebanyak 5 orang 56 ditemukan maksila mengalami asimetri secara klinis. Kemudian pada mandibula, tidak ada 0
ditemukan mandibula yang mengalami asimetri dalam batas normal dan sebanyak 9 orang 100 ditemukan mandibula mengalami asimetri secara klinis.
BAB 5 PEMBAHASAN
Dalam diagnosis perawatan ortodonti, pemeriksaan kesimetrisan wajah merupakan prosedur wajib untuk memperoleh hasil perawatan ortodonti yang
memuaskan dari segi fungsi dan estetika. Keadaan ini juga berkaitan dengan kestabilan hasil perawatan. Tujuan utama seseorang mencari perawatan ortodonti
adalah untuk memperbaiki beberapa aspek yang berhubungan dengan dentofasial atau penampilan wajah.
27
Kesimetrisan wajah dipengaruhi oleh faktor skeletal, dental, fungsional, dan jaringan lunak. Evaluasi kesimetrisan lengkung gigi merupakan
bagian dari analisis dental. Dalam penelitian ini, dilakukan evaluasi kesimetrisan lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU menggunakan fotometri model studi.
Populasi penelitian berasal dari mahasiswa FKG USU yang belum pernah mendapat perawatan ortodonti dan memiliki gigi permanen lengkap serta tidak pernah
mengalami riwayat trauma. Besar sampel penelitian 66 orang, terdiri dari 33 mahasiswa laki-laki dan 33 mahasiswa perempuan.
Asimetri lengkung gigi dapat ditemui pada individu dengan oklusi normal, walaupun sebenarnya lebih banyak ditemukan pada kondisi maloklusi.
Pada subjek dengan wajah simetris juga dapat ditemukan asimetri lengkung gigi.
8
Pemeriksaan oklusal lengkung gigi dengan menggunakan fotometri model studi biasanya dapat
dilakukan untuk mengetahui asimetri lengkung gigi selain pemeriksaan langsung pada model.
4
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran asimetri lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU. Hasil pemeriksaan ini
diharapkan dapat membantu mahasiswa mengetahui asimetri lengkung gigi yang ada pada dirinya agar diperoleh diagnosis lebih awal sehingga dapat meminimalisasi
kebutuhan perawatan ortodonti yang lebih kompleks dikemudian hari. Dampak
asimetri lengkung gigi yang bersifat intermaksila atau intramaksila, kemungkinan dapat mengganggu struktur dan fungsi dari sendi temporomandibula.
11
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 20 orang 60 mengalami asimetri lengkung gigi dalam batas normal dan sebanyak 13 orang 40 mengalami asimetri
lengkung gigi secara klinis, pada kelompok laki-laki. Sedangkan sebanyak 24 orang 73 mengalami asimetri lengkung gigi dalam batas normal, dan sebanyak 9 orang
27 mengalami asimetri lengkung gigi secara klinis, pada kelompok perempuan. Dari tabel 1 dapat dilihat prevalensi laki-laki yang mengalami asimetri lengkung gigi
secara klinis lebih tinggi dibandingkan prevalensi perempuan yang mengalami asimetri lengkung gigi secara klinis. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian
Ghasemianpour dkk., tentang asimetri dentofasial tahun 2004 pada siswa SMA di Timur Laut usia 14-17 tahun yang menyatakan bahwa 46,4 laki-laki dan 44,6
perempuan mengalami asimetri.
15
Hal ini disebabkan karena dimensi lengkung gigi laki-laki nilainya lebih tinggi dibandingkan perempuan.
29
Zubair dkk., juga mengatakan bahwa lengkung gigi laki-laki pada umumnya mengalami pertumbuhan
lebih besar dan masa pertumbuhannya lebih lama dibandingkan lengkung gigi pada perempuan.
8
Kemudian Shresta dkk., dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa dimensi lengkung gigi laki-laki lebih besar dibandingkan lengkung gigi perempuan.
16
Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan asimetri lengkung gigi seperti kebiasaan mengunyah satu sisi, kebiasaan menghisap ibu jari, dan kehilangan
kontak karena adanya pencabutan gigi.
4
Pada gigi yang hilang cendrung terjadi pergeseran migrasi gigi tetangga mengisi ruang yang kosong tersebut. Ketika
kehilangan gigi terjadi unilateral, maka hal ini akan menyebabkan asimetri.
28
Selain itu, tingkat kesadaran akan perawatan ortodonti juga dapat mempengaruhi terjadinya
asimetri. Penelitian Carlos dkk., tentang kebutuhan perawatan ortodonti pada populasi dewasa muda di Spanyol menyatakan bahwa perempuan lebih menyadari
dirinya membutuhkan perawatan ortodonti 23,9 dibandingkan laki-laki 14,4. Perawatan ortodonti dini bertujuan untuk mencegah terjadinya asimetri yang lebih
parah dikemudian hari.
12,31
Tabel 2 menunjukkan sebanyak 9 orang 69 mengalami asimetri lengkung gigi secara klinis dengan sisi kanan yang lebih lebar dan sebanyak 4 orang 31
mengalami asimetri lengkung gigi secara klinis dengan sisi kiri yang lebih lebar, pada
kelompok laki-laki. Sedangkan sebanyak 3 orang 33 mengalami asimetri lengkung gigi secara klinis dengan sisi kanan yang lebih lebar dan sebanyak 6 orang
67 mengalami asimetri lengkung gigi secara klinis dengan sisi kiri yang lebih lebar, pada kelompok perempuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
asimetri lengkung gigi lebih tinggi di sisi kanan pada laki-laki. Kondisi pada tabel 2 hampir sama dengan penelitian Lavelle dan Plant yang
menyatakan bahwa dimensi lengkung gigi sisi kanan lebih besar dibandingkan lengkung gigi pada sisi kiri, tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan. Asimetri
lengkung gigi pada sisi kanan dan kiri dapat disebabkan karena pengaruh faktor kebiasaan, seperti kebiasaan mengunyah di satu sisi. Kemudian dari hasil
pemeriksaan asimetri lengkung gigi pada perempuan, dapat disimpulkan bahwa asimetri lengkung gigi pada perempuan menunjukkan prevalensi asimetri pada sisi
kiri lebih tinggi. Hasil ini berbeda dengan penelitian Zubair dkk., tentang asimetri lengkung gigi, hasilnya menunjukkan pola asimetri lengkung gigi maksila dan
mandibula, pada sisi kanan dan kiri menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna antara jenis kelamin.
Selisih terbesar lengkung gigi kiri dan kanan yaitu pada insisal-kaninus mandibula pada perempuan 0,137 mm, dan jarak terkecil 0,014 mm pada
lengkung gigi maksila perempuan. Hal ini juga menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Zubair
kemungkinan disebabkan karena perbedaan dalam metode pengukuran serta ras.
8
Tabel 3 menunjukkan sebanyak 9 orang 69 ditemukan asimetri lengkung gigi pada maksila dan sebanyak 12 orang 92 ditemukan asimetri lengkung gigi
pada mandibula, pada kelompok laki-laki. Sedangkan sebanyak 5 orang 56 ditemukan asimetri lengkung gigi pada maksila dan sebanyak 9 orang 100
ditemukan asimetri lengkung gigi pada mandibula, pada kelompok perempuan. Dari tabel 3 tersebut dapat disimpulkan bahwa prevalensi asimetri lengkung gigi
mandibula lebih besar daripada maksila. Kondisi pada tabel 3 ini hampir sama dengan hasil penelitian Scanavini dkk.,
tentang asimetri lengkung gigi pada kelompok individu oklusi normal dan maloklusi
Klas II yang menyatakan bahwa tingkat asimetri lengkung gigi mandibula lebih tinggi dibandingkan maksila tanpa menghiraukan ada atau tidaknya maloklusi.
4
Ghasemianpour dkk., pada penelitiannya mengenai asimetri lengkung gigi juga menyatakan 80 sampel perempuan 20 dan 99 sampel laki-laki 24,6 mengalami
asimetri mandibula.
15
Asimetri dentokraniofasial paling banyak terjadi pada mandibula
dibandingkan maksila karena mandibula lebih banyak didukung oleh jaringan lunak sedangkan maksila lebih banyak didukung oleh jaringan keras. Asimetri pada maksila
biasanya merupakan akibat dari pertumbuhan mandibula yang asimetri.
3
Proses perkembangan dentokraniofasial diatas usia 20 tahun lebih banyak dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Pertumbuhan dan perkembangan mandibula juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik.
15
Asimetri pada mandibula tidak hanya berdampak pada estetika tetapi juga masalah fungsional yang dapat mempengaruhi kerja sistem
stomatognasi.
30
Penelitian mengenai asimetri lengkung gigi ini dilakukan dengan menganalisis permukaan oklusal pada fotometri model studi. Median palatal plane
MPP digunakan sebagai garis referensi untuk menentukan kesimetrisan lengkung gigi. Maurice dkk., menyatakan bahwa kelemahan dari metode ini yaitu apabila hasil
trimming pada bagian belakang model studi tidak membentuk sudut 90 maka akan
mempengaruhi proyeksi garis median palatal plane MPP maksila ke mandibula. Oleh karena itu diperlukan keahlian dalam trimming model studi untuk
mengupayakan agar bagian belakang model studi benar-benar rata dan membentuk sudut 90
.
11,26
Selain itu, metode analisis fotometri Maurice juga memiliki kelemahan pada saat proyeksi median palatal plane MPP maksila ke mandibula. Hal ini disebabkan
karena pada mandibula tidak ada titik landmark sebagai panduan sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya pergeseran garis proyeksi median palatal
plane MPP mandibula.
11,26
Pemeriksaan kesimetrisan lengkung gigi juga sebaiknya mempertimbangkan analisis midline wajah terhadap midline dental rahang atas dalam prosedur
diagnosis. Hal ini disebabkan ada kemungkinan midline dental pada rahang atas yang salah sehingga diperlukan juga pemeriksaan midline wajah.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU
menunjukkan sebanyak 20 orang 60 memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal dan sebanyak 13 orang 40 memiliki asimetri lengkung gigi secara klinis,
pada kelompok laki-laki. Kemudian, sebanyak 24 orang 73 memiliki asimetri lengkung gigi dalam batas normal dan sebanyak 9 orang 27 memiliki asimetri
lengkung gigi secara klinis, pada kelompok perempuan. 2.
Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi sisi kiri dan kanan menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang 69 memiliki asimetri lengkung gigi dengan sisi kanan
lebih lebar, dan sebanyak 4 orang 31 memiliki asimetri lengkung gigi dengan sisi kiri lebih lebar, pada kelompok laki-laki. Kemudian sebanyak 3 orang 33
memiliki asimetri lengkung gigi dengan sisi kanan lebih lebar, dan sebanyak 6 orang 67 memiliki asimetri lengkung gigi dengan sisi kiri lebih lebar, pada kelompok
perempuan. 3.
Prevalensi kesimetrisan lengkung gigi antara maksila dan mandibula menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang 69 memiliki asimetri lengkung gigi pada
maksila dan sebanyak 12 orang 92 memiliki asimetri lengkung gigi mandibula, pada kelompok laki-laki. Kemudian sebanyak 5 orang 56 memiliki asimetri
lengkung gigi pada maksila dan sebanyak 9 orang 100 memiliki asimetri
lengkung gigi pada mandibula, pada kelompok perempuan.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar untuk mendapatkan hasil penelitian dengan validitas yang lebih tinggi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kesimetrisan
lengkung gigi dengan metode analisis yang mempertimbangkan midline wajah 3.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai asimetri lengkung gigi dengan variabel yang berbeda.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai asimetri lengkung gigi
dengan mengetahui faktor etiologi.