Hubungan antara Lereng dengan Produktivitas Kelapa Sawit
Hal ini terlihat dari adanya produktivitas kelapa sawit yang rendah untuk wilayah datar 31,99-16,89 TonTBStahun. Bentuk wilayah di PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang yang bergelombang dengan produktivitas yang sedang sampai paling rendah 24,85-10,95 TonTBStahun. Selain itu, bentuk wilayah
berbukit yang mayoritas terletak di sebelah timur kebun kelapa sawit memiliki produktivitas yang sedang sampai rendah 22,4-13,03 TonTBStahun.
Kemiringan lereng tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang, karena pengelolaan bentuk
wilayah sudah dilakukan dengan berbagai tindakan konservasi. Tindakan konservasi ini berkaitan dengan bentuk topografi areal yang berombak sampai
bergelombang dan bergelombang sampai berbukit, selain itu sifat fisik tanah yang mudah tererosi labil dan kondisi curah hujan yang tinggi di PT. Perkebunan
Nusantara VIII Cimulang sehingga tindakan konservasi mutlak untuk dilakukan. Tindakan konservasi yang dilakukan antara lain dengan pembangunan tapak kuda
untuk areal dengan kemiringan lereng 16-25 dan pembangunan teras kontur pada areal dengan kemiringan lereng 26-40.
Untuk kebun yang mempunyai areal pada bagian-bagian tertentu dengan topografi yang berbukit memerlukan bangunan tapak kuda maupun teras kontur
secara selektif. Pembangunan tapak kuda dan teras kontur tersebut dilakukan pada saat persiapan lahan dan sesuai dengan standar. Bangunan konservasi di PT.
Perkebunan Nusantara VIII Cimulang juga dapat mempermudah pada saat pemanenan dan pemeliharaan tanaman.
Bentuk wilayah erat hubungannya dengan besar kecilnya erosi, semakin besar kemiringan lereng mengakibatkan laju erosi semakin besar juga. Hal ini
mengakibatkan hilangnya unsur hara terutama pada lapisan atas dari lereng bagian atas, dan terakumulasi pada lereng yang lebih bawah. Di wilayah bergelombang
sampai berbukit kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik melalui upaya pengelolaan tertentu seperti pembuatan teras. Pada daerah dengan
kemiringan lereng besar 40 sebaiknya tidak diusahakan untuk perkebunan kelapa sawit, karena pada saat pemanenan akan menimbulkan permasalahan, yaitu
sukarnya pemanenan dan hasil panen akan mengalami kerusakan Gustiar, 1999.
Gambar 12. Grafik Hubungan Antara Kemiringan Lereng dengan Produktivitas Kelapa Sawit
Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa rataan produktivitas yang paling tinggi dari 38 blok terdapat di kemiringan lereng 0-8 dengan bentuk
topografinya datar yaitu sebesar 21,92 TonTBS. Rataan produktivitas paling rendah ditemui pada kemiringan lereng 25-40 dengan bentuk wilayah
berbukit sebesar 17,39 TonTBS.
Tabel 10. Uji Sidik Ragam Variabel Kemiringan Lereng Sumber
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F Sig
Lereng 71.333
3 23.778
1.594 0.209
Galat 507.202
34 14.918
Total 578.535
37 Dari hasil pengujian dengan menggunakan pengujian uji beda pada Tabel
10, variabel lereng tidak berpengaruh secara nyata dengan produktivitas kelapa sawit karena nilai signifikan yang diperoleh 0,05. Hal ini disebabkan karena
produktivitas dipengaruhi oleh banyak variabel, antara lain pengendalian gulma, manajemen pengelolaan, pengendalian hama dan penyakit, dan lain-lain yang
dalam penelitian ini tidak diinvestigasi. Selain itu, sampel yang dipakai dalam penelitian cenderung terbatas dan tidak didesain untuk pengujian uji nyata.