Langkah D: Kapasitas D1.

72 g = C A − × PR = , − × , = , detik Berikut tabel waktu siklus dan waktu hijau pada persimpangan Tabel 4. 8 Waktu Siklus dan Waktu Hijau PENDEKAT RASIO FASE PR WAKTU HIJAU g detik Utara 0.25 35,03 Selatan 0.13 18,41 Timur 0.32 44,12 Barat 0.29 40,08 c = 157,63 Sumber: Data Perhitungan Keterangan: c = Waktu siklus disesuaikan

4.2.5. Langkah D: Kapasitas D1.

Kapasitas Kapasitas C diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau gc pada masing – masing pendekat, dengan rumus: C = S x gc Sebagai contoh perhitungan untuk pendekat timur C = , × , , = , �mpjam Derajat kejenuhan DS diperoleh dari hasil bagi arus dengan kapasitas, Universitas Sumatera Utara 73 DS = QC = , , = . Jika penentuan waktu sinyal sudah dikerjakan secara benar, derajat kejenuhan akan hampir sama dalam semua pendekat-pendekat kritis. Hasil perhitungan untuk kapasitas dan derajat kejenuhan dapat dilihat pada tabel di bawah Tabel 4. 9 Kapasitas dan Derajat Kejenuhan PENDEKAT ARUS JENUH smpjam VOLUME smpjam KAPASITAS smpjam DERAJAT KEJENUHAN Utara 2550,18 504,9 566,65 0,89 Selatan 5116,37 532,3 597,41 0,89 Timur 5022,05 1252,4 1405,58 0,89 Barat 5555,66 1258,7 1412,65 0,89 Sumber: Data Perhitungan D2. Keperluan Untuk Perubahan Jika waktu siklus yang dihitung pada langkah C-6 lebih besar dari batas atas yang disarankan pada bagian yang sama, derajat kejenuhan DS umumnya juga lebih tinggi dari 0,85. Ini berarti bahwa simpang tersebut mendekati lewat jenuh, yang akan menyebabkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak. Kemungkinan untuk menambah kapasitas simpang melalui salah satu dari tindakan berikut, oleh karenanya harus dipertimbangkan: a. Penambahan lebar pendekat Jika mungkin untuk menambah lebar pendekat, pengaruh terbaik dari tindakan seperti ini akan diperoleh jika pelebaran dilakukan pada pendekat-pendekat dengan nilai FR kritis tertinggi. b. Perubahan fase sinyal Universitas Sumatera Utara 74 Jika pendekat dengan arus berangkat terlawan tipe 0 dan rasio belok kanan PRT tinggi menunjukan nilai FR kritis yang tinggi FR 0,8, suatu rencana fase alternatif dengan fase terpisah untuk lalu lintas belok kanan mungkin akan sesuai. c. Pelarangan gerakan-gerakan belok kanan Pelarangan bagi satu atau lebih gerakan belok kanan biasanya menaikkan kapasitas, terutama jika hal itu menyebabkan pengurangan jumlah fase yang diperlukan. Langkah D2 berguna untuk keperluan perbaikan simpang.

4.2.6. Langkah E: Perilaku Lalu Lintas E1.

Dokumen yang terkait

Analisa Traffic Light Pada Persimpangan Jalan Tritura (Jalan Bajak) Medan Dengan Menggunakan Metode MKJI & Webster (Studi Kasus : Jl. Tritura/ Jl. Bajak)

44 243 151

Analisa Panjang Antrian Dengan Tundaan Pada Persimpangan Bersignal Sei Sikambing Medan (Studi Kasus : Persimpangan Jl. Gatot Subroto Dengan Jl.Sunggal – Jl.Kapten Muslim )

14 82 89

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN GATOT SUBROTO ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN GATOT SUBROTO KABUPATEN CILACAP.

0 3 16

PENGUMUMAN PEMENANG PEMBANGUNAN TROTOAR JL.GATOT SUBROTO POLEWALI

0 0 1

Analisa Lalu Lintas Terhadap Kebutuhan Pembangunan Jalan Layang pada Persimpangan (Studi Kasus: Jl. Gatot Subroto-Jl. Sunggal-Jl. Kapten Muslim)

0 0 11

Analisa Lalu Lintas Terhadap Kebutuhan Pembangunan Jalan Layang pada Persimpangan (Studi Kasus: Jl. Gatot Subroto-Jl. Sunggal-Jl. Kapten Muslim)

0 0 1

Analisa Lalu Lintas Terhadap Kebutuhan Pembangunan Jalan Layang pada Persimpangan (Studi Kasus: Jl. Gatot Subroto-Jl. Sunggal-Jl. Kapten Muslim)

0 0 5

Analisa Lalu Lintas Terhadap Kebutuhan Pembangunan Jalan Layang pada Persimpangan (Studi Kasus: Jl. Gatot Subroto-Jl. Sunggal-Jl. Kapten Muslim)

0 0 42

Analisa Lalu Lintas Terhadap Kebutuhan Pembangunan Jalan Layang pada Persimpangan (Studi Kasus: Jl. Gatot Subroto-Jl. Sunggal-Jl. Kapten Muslim)

0 0 2

Analisa Lalu Lintas Terhadap Kebutuhan Pembangunan Jalan Layang pada Persimpangan (Studi Kasus: Jl. Gatot Subroto-Jl. Sunggal-Jl. Kapten Muslim)

0 0 16