Respon Remaja Islam Masjid Fathullah Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Terhadap Film Cinta Tapi Beda

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TERHADAP FILM CINTA TAPI BEDA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Disusun oleh :

ESTI NURHAYATI

NIM : 109051000003

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TERHADAP FILM CINTA TAPI BEDA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

ESTI NURHAYATI NIM: 109051000003

Di Bawah Bimbingan

Dra. Hj. Umi Musyarrafah, M.A NIP: 197108161997 03 2 002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(3)

(4)

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 3 Januari 2013

Esti Nurhayati 109051000003


(5)

i

Esti Nurhayati

Respon Remaja Islam Masjid Fathullah (Irmafa)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Terhadap Film Cinta Tapi Beda

Penelitian ini penulis beri judul Respon Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap film Cinta Tapi Beda yang merupakan media komunikasi massa. Film ini merupakan salah satu film drama Indonesia karya sutradara Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra yang menceritakan tentang sepasang remaja yang berbeda agama bertemu dan menjalin kasih serta ingin melanjutkan hubungannya kejenjang pernikahan namun mendapatkan bermacam-macam tentangan dari kedua belah pihak orangtua mereka. Objek dalam film ini tertuju kepada para remaja saat ini. Oleh karenanya penulis mengambil salah satu kalangan remaja yaitu remaja islam khususnya Remaja Islam Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karna Remaja Islam ini merupakan salah satu remaja Islam yang berada disekitar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta memiliki organisasi yang aktif dalam bermasyarakat.

Komunikator dalam penelitian ini adalah film Cinta Tapi Beda sebagai media penyiaran, dan yang menjadi komunikan adalah remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah menonton film tersebut. Suatu kegiatan komunikasi itu memberikan efek berupa respons dari proses komunikasi terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah : Bagaimana respon Kognitif (pengetahuan) Remaja Islam Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap film Cinta Tapi Beda? dan bagaimana respon afektif (perasaan) Remaja Islam Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap film Cinta Tapi Beda?

Teori yang digunakan adalah S-O-R (Stimulus-Organism-Response). Pada dasarnya, S-O-R merupakan sebuah prinsip belajar sederhana, di mana efek merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam hal ini film memberikan stimulus kepada khalayak untuk mendapatkan sebuah efek (respon). Unsur penting dalam model S-O-R menurut Dennis Mc Quail adalah pesan (stimulus), komunikan (organism), dan efek (respon)

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kuantitatif, karena pendekatan kuantitatif dapat menghasilkan data yang akurat setelah perhitungan untuk menghasilkan penaksiran kuantitatif yang tepat, dan desain penelitian yang digunakan adalah survey, metode survey merupakan metode data yang ada pada saat penelitian dilakukan, data dapat dikumpulkan melalui beberapa teknik seperti penyebaran angket dan pengamatan.

Berdasarkan hasil penelitian pada Respon Remaja Islam Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap Film Cinta Tapi Beda, didapatkan hasil respon konatif (perilaku) memiliki nilai rata-rata terbesar dengan jumlah skor 4,7. Dan respon kognitif (pengetahuan) menempati peringkat kedua dengan jumlah nilai rata-rata 4,4 serta respon afektif (perasaan) menempati peringkat terakhir dengan jumlah nilai rata-rata 4,34


(6)

ii

Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Respon Remaja Islam Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap Film Cinta Tapi Beda” sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam, pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berusaha sesuai dengan kemampuan dan dengan harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Terselesaikannya skripsi ini tentu tak lepas dari berbagai dukungan yang diberikan kepada penulis, baik moril maupun materil. Dan dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA

2. Dr. Arief Subhan, MA., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, serta Wakil Dekan Dr. Suparto, M. Ed, MA., Drs. Jumroni, M.Si., dan Drs. Wahidin Saputra, M.A.

3. Bapak Rachmat Baihaki, MA., sebagai Ketua Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam


(7)

iii

dan Penyiaran Islam sekaligus Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses skripsi ini berjalan

5. Drs. Armawati Arbi, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI A 2009

6. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah mentranformasikan ilmu, sehingga penulis mampu menyelesaikan studi maupun penulisan skripsi ini

7. Pimpinan dan para petugas perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8. Sutradara Hestu Saputra beserta segenap redaksi Dapur Film yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini

9. Semua jajaran pengurus serta rekan-rekan IRMAFA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013 khususnya kak Aries Firdaus yang telah membantu proses berjalannya penelitian

10.Mama Supini Sari, yang tidak pernah berhenti memberikan do’a dan dukungan secara moril dan materil untuk penulisan selama ini. Begitu pula ayahanda Endah Wahidin Effendi (Alm) yang memotivasi spiritual saya. 11.Kakak-kakak kandung saya, saudara Erik Permana Effendi, Erwin Saputra

Effendi serta saudari Emmy Suprimawati Effendi dan Emma Nuribadatika Effendi dengan motivasi kalian akhirnya saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

12.Teruntuk saudara Eka Septiadi yang selalu membimbing saya dalam hal apapun dan selalu memotivasi saya di dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

iv

untuk hari-hari yang menyenangkan bersama kalian.

14.Teman-teman KPI A angkatan 2009, sahabat yang selalu berbagi suka dan duka selama beberapa tahun ini saudari Dina Damayanti, Nurul Adhani, Anna Sapitri dan Fajriah Rifai. Serta teman-teman KKN SOS (Spirit Of Social) 2012 yang telah membantu penulis dalam segala hal, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT semua amal baik dikembalikan, semoga Allah SWT membalas jasa segala dukungan yang diberikan kepada penulis dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin

yaa Rabbala’lamin....

Jakarta, 3 Januari 2014

Esti Nurhayati NIM : 109051000003


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Tinjauan Pustaka ... 9

E. Teknik Penulisan... 10

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Ruang Lingkup Respons ... 13

B. Remaja ... 18

C. Film ... 24

D. Pernikahan Beda Agama Menurut Islam ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian ... 42

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 42

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

D. Populasi dan Sampling... 43


(10)

vi

G. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian ... 46

1. Variable Independent ... 47

2. Variable Dependent ... 49

H. Hipotesis Penelitian ... 51

I. Tahapan Penelitian ... 51

1. Sumber Data ... 51

2. Teknik Pengumpulan Data ... 52

3. Pengolahan Data... 53

J. Analisis Data ... 54

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Remaja Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. ... 55

B. Ruang Lingkup Film Cinta Tapi Beda ... 63

1. Sinopsis Film Cinta Tapi Beda ... 63

2. Para KRU dan Pemeran (Artis) Film Cinta Tapi Beda ... 71

BAB V HASIL DAN TEMUAN PENELITIAN A. Data-data Hasil Penelitian ... 73

1. Deskripsi Data Responden ... 73

B. Respon Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) terhadap Film Cinta Tapi Beda ... 74

1. Respon Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) terhadap Film Cinta Tapi Beda dalam skala Kognitif .... 75

2. Respon Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) terhadap Film Cinta Tapi Beda dalam skala Afektif ... 81


(11)

vii

terhadao Film Cinta Tapi Beda dalam skala Konatif…. 87 C. Perbandingan Rata-rata Respon Skala Kognitif dan Afektif

Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Terhadap Film Cinta Tapi Beda ... 106

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ... 107 B. Saran-saran... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110


(12)

viii

Tabel 1 Jenis Kelamin Responden ... 73 Tabel 2 Jenis Usia Responden ... 74 Tabel 3 Tanggapan Responden Dari Segi Efek Media Massa (Efek

Kognitif/Pengetahuan) Setelah Menyaksikan Film Cinta Tapi Beda ... 75 Tabel 4 Tanggapan Responden Dari Segi Efek Media Massa (Efek

Afektif/Perasaan) Setelah Menyaksikan Film Cinta Tapi Beda ... 81 Tabel 5 Tanggapan Responden Dari Segi Efek Media Massa (Efek

Konatif/perilaku) Setelah Menyaksikan Film Cinta Tapi Beda... 87 Tabel 6 Tanggapan Responden Terhadap Judul Film Cinta Tapi Beda ... 89 Tabel 7 Tanggapan Responden Terhadap Tema Film Cinta Tapi Beda ... 91 Tabel 8 Tanggapan Responden Terhadap Alur Cerita Film Cinta Tapi

Beda ... 94 Tabel 9 Tanggapan Responden Terhadap Karakter Pemain Film Cinta

Tapi Beda ... 96 Tabel 10 Tanggapan Responden Terhadap Efek Film Cinta Tapi Beda ... 99 Tabel 11 Tanggapan Responden Terhadap Pernikahan Beda Agama ... 102 Tabel 12 Perbandingan Skor Rata-Rata Skala Kognitif Dan Afektif


(13)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini adalah era komunikasi massa. Komunikasi telah sampai pada suatu tingkat di mana orang mampu berbicara dengan jutaan manusia secara serentak. Dalam bahasa Dovifat (1967), teknologi komunikasi mutakhir ini menciptakan apa yang disebut “Publik dunia”.1

Gerbner (1967) pun berusaha memberi pengertian komunikasi massa yang tidak lain adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berlanjut serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.2

Media massa merupakan pusat dari kajian komunikasi massa. Lahirnya media massa merupakan salah satu kemajuan dari dunia informasi dan komunikasi. Media massa menyebarkan pesan-pesan yang mampu memengaruhi khalayak yang mengonsumsikannya dan mencerminkan kebudayaan masyarakat, dan mampu menyediakan informasi secara simultan ke khalayak yang luas, anonim dan heterogen, membuat media menjadi bagian dari kekuatan institusional dalam masyarakat.3

Media massa, atau dalam hal ini disebut pula media jurnalistik, merupakan alat bantu utama dalam proses komunikasi massa. Sebab komunikasi massa sendiri, secara sederhana berarti kegiatan komunikasi yang menggunakan media (communicating with media). Menurut Bittner,

1

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet.ke-21, h.186

2

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h.188 3

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2004) Cet. Ke-18, h. 22-26


(14)

sebagaimana yang dikutip oleh Asep Saeful Muhtadi, menyatakan bahwa komunikasi massa dipahami sebagai “messages communicated through a

mass medium to a large number of people,” suatu komunikasi yang dilakukan melalui media kepada sejumlah orang yang tersebar di tempat-tempat yang tidak ditentukan. Jadi, media massa menurutnya adalah suatu alat transmisi informasi, seperti Koran, majalah, buku, radio, dan televise atau suatu kombinasi bentuk-bentuk media itu.4

Film adalah suatu media komunikasi massa, yang unik dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya bergerak secara bebas dan tetap. Penerjemahnya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata. Juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya. Berkat unsur inilah film merupakan salah satu bentuk alternatif yang banyak diminati oleh masyarakat. Karena dapat mengamati secara seksama apa yang mungkin ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada dibalik ceritanya. Film merupakan dokumen yang terdiri dari cerita dan gambaran diiringi kata-kata dan musik, jadi film adalah produksi yang multidimensional dan sangat kompleks.5

Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Bahkan film sendiri banyak yang berfungsi sebagai medium penerangan dan pendidikan secara penuh, artinya bukan sebagai alat pembantu dan juga tidak perlu

4

Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h.73

5

Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat ; Sebuah Pengantar (Jakarta : Yayasan Pusat Perfilman, H. Usmar Ismail, 1992), hal. 19


(15)

dibantu dengan penjelasan, melainkan medium penerangan dan pendidikan yang komplit.6

Mengikuti dunia perfilman, nampaknya kini film telah mampu merebut perhatian masyarakat, lebih-lebih setelah berkembang teknologi komunikasi massa dapat memberikan informasi dan solusi bagi perkembangan dunia perfilman. Meskipun masih banyak bentuk-bentuk media massa lainnya, film memiliki efek eksklusif bagi para penontonnya. Puluhan bahkan ratusan penelitian berkaitan dengan efek media massa film bagi kehidupan manusia betapa kuatnya media itu mempengaruhi pikiran, sikap dan tindakan bagi para penonton.

Film dipercaya menjadi sebuah media yang paling besar dapat memberikan pengaruh bagaimana kita menjalani hidup. Bukan hanya karena film dapat mengingatkan kita akan sebuah memori kehidupan. Kita juga dapat mengingat sebuah masa perubahan hidup seperti yang ditayangkan oleh pemeran di film yang kita tonton. Dengan begitu film tidak hanya mempengaruhi bagaimana kita hidup tetapi juga mempengaruhi cara berfikir kita. Film dapat membuat kita kembali berfikir sejenak akan sesuatu yang telah kita lewati, memasuki dan mengerti budaya yang berbeda, dan menambah pengalaman estetis melalui keindahan yang disajikan oleh sebuah film.

Di Indonesia, film sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, berfungsi sebagai media informasi, hiburan, pendidikan dan penerangan, bahkan film juga berperan sebagai pengalaman dan nilai-nilai yang dapat memenuhi kebutuhan yang bersifat spiritual, yaitu keindahan dan transedental.

6

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditya Bakti 2003), Cet. 11, h.209


(16)

Saat ini, film-film layar lebar yang diputar di bioskop-bioskop semakin banyak diminati oleh masyarakat. Jika diperhatikan secara seksama, perkembangan film yang diputar di bioskop menyuguhkan tema pertikaian, perselisihan keluarga, percintaan, horor, kemegahan dan kemewahan serta kekerasan.

Perfilman Indonesia saat ini tidak selalu mengalami kesuksesan. Hal ini dikarenakan cukup banyaknya film berunsur pornografi atau kekerasan bahkan kontroversi yang beredar di masyarakat. Sedikit sekali adanya film yang memiliki kualitas yang baik dan memiliki nilai-nilai yang bisa didapatkan secara positif, karena film adalah media komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk cerminan bagi para penonton yang menyaksikan dan sebagai media pembelajaran yang komplit.

Film “CINTA TAPI BEDA” merupakan film drama Indonesia tahun 2012 yang diangkat dari kisah mengenai sepasang remaja berbeda keyakinan yang saling jatuh cinta. Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra. Peluncuran film ini pada tanggal 27 Desember 2012, sayangnya peluncuran film ini tak sempat lama beredar. Hal ini disebabkan lahirnya kontroversi masyarakat sehingga adanya penarikan film ini beberapa minggu setelah peluncuran film di bioskop.

Film “Cinta Tapi Beda” sendiri menceritakan tentang seorang chef dari keluarga muslim yang taat, bertemu dengan seorang mahasiswi penganut Katolik taat di sebuah pertunjukan kontemporer. Mereka saling jatuh cinta hingga memutuskan berpacaran walaupun berbeda keyakinan. Bahkan mereka serius melanjutkan hubungan hingga jenjang pernikahan. Dengan perbedaan


(17)

keyakinan diantara keluarga mereka, tantangan datang dari keluarga masing-masing, hingga akhirnya salah satu dari mereka di jodohkan dengan orang sebayanya.7

Setelah beberapa hari tayang di bioskop secara nasional, film ini sempat menuai protes, khususnya dari masyarakat Minangkabau. Bahkan, sebuah forum persatuan masyarakat Minangkabau melaporkan Hanung Bramantyo selaku sutradara film ini ke Polda Metro Jaya. Pasalnya pengangkatan tokoh perempuan asal Padang yang non-muslim dianggap menyinggung masyarakat Minangkabau yang identik dengan agama Islam. Untuk mengklarifikasi kontroversi ini, melalui akun twitter-nya, Hanung Bramantyo menjelaskan bahwa tokoh Diana tidak disebutkan sebagai gadis Minangkabau. Sesungguhnya tokoh ini merupakan warga pendatang yang tinggal dan besar di Padang.

Hanung Bramantyo juga menyayangkan banyaknya protes yang datang dari masyarakat yang bahkan belum menonton sendiri film ini. Bahkan ada beberapa daerah yang tidak menginginkan jika film ini diputar di daerah tempat bermukim mereka, salah satunya adalah Tasikmalaya Jawa Barat. Menurut Acep Sofyan selaku ketua Front Pembela Islam (FPI) Tasikmalaya film Cinta Tapi Beda menceritakan pelegalan pernikahan beda agama. FPI menganggap pernikahan beda agama dalam Islam tidak boleh dan haram hukumnya.8

7

http://id.wikipedia.org/wiki/Cinta_Tapi_Beda diakses 20 Februari 2013 8

http://www.tempo.co/read/news/2013/01/07/111452667/FPI-Protes-Film-Hanung-Batal-Putar-di-Tasikmalaya diakses pada tanggal 20 Februari 2013


(18)

Sudah menjadi sebuah larangan di dalam kepercayaan khususnya agama Islam, jika seorang muslim/muslimah menikah dengan orang yang berbeda keyakinan sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 221:



























Artinya : Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

Unsur edukatif di dalam film Cinta Tapi Beda ini terletak pada keyakinan di dalam diri kita dimana Islam jelas melarang untuk menikah dengan non muslim/muslimah lainnya, sebagaimana yang telah kita ketahui di dalam surat al-Baqarah ayat 221. Dan kita sebagai umat yang beriman dalam agama Islam seharusnya kita melaksanakan segala kewajibannya dan menjauhi segala larangannya.

Film Cinta Tapi Beda berobjek kepada remaja saat ini. Sedangkan masa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung terhadap orang tua ke arah kemandirian, minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai estetika dan isu moral. Masa remaja adalah masa penentu terhadap perkembangan sekitar di era modernisasi sekarang ini. Oleh


(19)

karnanya, penulis mengambil salah satu kalangan remaja Islam yakni Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) dikarenakan kalangan remaja Islam ini berada di sekitar kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta memiliki banyak aktivitas untuk memperoleh lingkungan yang islami serta dapat mengembangkan kreatitivitas dan membaur ke dalam masyarakat

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka peneliti menyusun skripsi dengan judul “Respon Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap film Cinta Tapi Beda” .

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Upaya penelitian ini lebih terarah, dalam penelitian ini masalah yang dibahas adalah mengenai respon Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap sebuah film yang pernah beredar menjadi kontroversi masyarakat yakni film Cinta Tapi Beda.

Peneliti hanya membatasi pada permasalahan respon atau tanggapan Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap film yang membawa pesan moral, apakah film tersebut menarik perhatian, membawa kesan tersendiri dan meningkatkan minat untuk menerapkan nilai-nilai atau pesan-pesan dari film tersebut dalam benak remaja.

Yang menjadi komunikator dalam penelitian ini adalah film Cinta Tapi Beda sebagai media penyiaran, dan yang menjadi komunikan adalah Remaja Islam Masjid Fathulllah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah


(20)

Jakarta yang menonton film tersebut. Suatu kegiatan komunikasi itu memberikan efek berupa respon dari proses komunikasi terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator. Hal inilah yang nantinya akan menimbulkan respon baik kognitif maupun afektif yang dialami komunikan yakni Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menonton film tersebut.

2. Perumusan masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana respon Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilihat dari segi efek kognitif terhadap film Cinta Tapi Beda?

b. Bagaimana respon Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilihat dari segi afektif terhadap film Cinta Tapi Beda?

c. Bagaimana respon Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilihat dari segi konatif terhadap film Cinta Tapi Beda?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian, adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana respon kognitif Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) terhadap film Cinta Tapi Beda

b. Untuk mengetahui bagaimana respon afektif Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) terhadap film Cinta Tapi Beda


(21)

c. Untuk mengetahui bagaimana respon konatif Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) terhadap film Cinta Tapi Beda

2. Manfaat penelitian

a. Manfaat akademis

Semoga hasil penelitian ini dapat memperkaya penelitian model respon dan efek film dalam bidang ilmu dakwah dan ilmu komunikasi

b. Manfaat praktis

Peneliti ini diharapkan menambah wawasan baru, khususnya bagi peneliti dan remaja islam umumnya. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah kontribusi yang nyata berupa aspirasi dan informasi khususnya terhadap Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan bagi pembuat film Cinta Tapi Beda.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis melihat judul yang terdapat di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, terdapat banyak keseragaman dalam teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian respon yaitu menggunakan statistic prosentase. Hal tersebut terdapat dalam beberapa skripsi yang ditemukan, salah satunya adalah penelitian oleh Ayu Lembayun Murti yang berjudul “Respon Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Tahun Akademik 2010—2011 terhadap Film Le Grand Voyage”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi terhadap Film Le


(22)

Grand Voyage. Pada penelitian ini respon yang diamati meliputi respon kognitif, afektif dan behavioral. Hasil yang didapatkan bahwa respon mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi terhadap Film Le Grand Voyage mendapatkan respon yang positif. Dan penulis tidak memiliki keseragaman yang berkaitan dengan judul skripsi yang penulis ajukan, yaitu “Respon Remaja Islam Masjid Fathullah (IRMAFA) terhadap Film Cinta Tapi Beda”

E. Teknik Penulisan

Untuk mempermudah dalam pembahasan ini, penulis menggunakan teknik penulisan yang didasarkan pada buku pedoman penulisan skripsi, Tesis dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dicetak oleh UIN Jakarta Press anggota IKAPI, 2007.9

Dari berbagai data dan informasi yang telah diperoleh, kemudian disajikan dalam bentuk tulisan yang disertai dengan analisis penulis. Dalam hal ini, analisis dilakukan melalui elaborasi data untuk menunjukan keadaan gambaran sebenarnya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dalam penelitian ini, maka penulis membagi sistematika penyusunan ke dalam lima bab. Di mana masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sab dengan penulisan sebagai berikut :

9

Hamid Nasuhi ddk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi), (Jakarta: UIN Jakarta Press, Ceqda,2007), Cet.Ke-1


(23)

Bab I : Pendahuluan

Bab ini mengurai permasalahan masalah (latar belakang masalah, rumusan masalah, dan batasan masalah), tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan yang merupakan gambaran umum penulisan penelitian

Bab II : Tinjauan Teoritis

Bab ini membahas pengertian respon, teori S-O-R, macam-macam respons, faktor terbentuknya respon, pengertian remaja, batasan usia remaja, tahap perkembangan remaja, karakteristik remaja dan pengertian film yang di dalamnya terdapat jenis-jenis film, dan karakteristik film, fungsi film, ciri khas film, pengaruh film, film sebagai media massa, dan efek media massa

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang metodologi penelitian, variable penelitian, definisi dan indicator penelitian, hipotesis penelitian, populasi dan sampling, teknik penarikan sample, waktu dan tempat penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengolahan data dan analisa penelitian.

Bab VI : Gambaran Umum Objek Penelitian

Bab ini memuat gambaran umum Remaja Islam Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang di dalamnya terdapat sejarah singkat, visi misi dan tujuan organisasi, struktur organisasi, program kerja, gambaran umum “Cinta Tapi Beda”


(24)

yang di dalamnya terdapat sinopsis dan karakter pemain Cinta Tapi Beda

Bab V : Hasil dan Temuan Penelitian

Analisis respon penonton terhadap Film Cinta Tapi Beda, grafik dan tabel dari analisa yang didapat serta perhitungan statistika prosentase guna mengetahui kategoris respon. Terdapat perbandingan rata-rata pemirsa terhadap faktor yang mempengaruhi kesuksesan Film.

Bab VI : Penutup

Kesimpulan yang merupakan jawaban permasalahan yang dibahas. Selain itu, dalam penutup ini penulis juga mencantumkan saran-saran dari permasalahan yang dibahas


(25)

13

TINJAUAN TEORITIS

A. Ruang lingkup respon 1. Pengertian respon

Respon berasal dari kata response yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan (reaction).1 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia di sebutkan bahwa respon adalah tanggapan, reaksi dan jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi.2 Sedangkan menurut kamus lengkap Psikologi disebutkan bahwa respon adalah sebarang proses otot atau kelenjar yang dimunculkan oleh suatu perangsang, atau berarti satu jawaban, khususnya satu jawaban bagi pertanyaan tes atau satu kuesioner, atau bisa juga berarti sebarang tingkah laku, baik yang jelas kelihatan atau yang lahiriah maupun yang tersembunyi atau tersamar.3

Sedangkan Ahmad Subandi mengartikan respon sebagai istilah umpan balik (feed back) yang memiliki peranan atau pengaruh yang besar, baik atau tidaknya suatu komunikasi.4

Jadi respon adalah reaksi, jawaban atau tanggapan yang bersifat terbuka dan cenderung datang lebih cepat dan langsung terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi. Respon merupakan timbal balik dari apa yang akan dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat dalam

1

John, M Echols & Hasan Shadily, Kamus Bahasa Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2000), Cet.XXIV, h. 481

2

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012) h. 1170

3

J.P.Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet ke-9, h. 432

4


(26)

proses komunikasi dan akan muncul pada penerimaan pesan setelah sebelumnya terjadi serangkaian komunikasi. Dan dapat diambil kesimpulan, bahwa respon itu terbentuk dari proses rangsangan atau pemberian aksi atau sebab yang berjuang pada hasil reaksi dan akibat dari proses rangsangan tersebut.

2. Teori Stimulus Organism Responden (S-O-R)

Dalam pembahasan teori, respon tidak lepas dari proses teori komunikasi, karena respon merupakan timbal balik dari apa yang dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi. Dimana komunikasi itu sendiri menampakan jalinan sistem yang utuh dan signifikan, sehingga proses komunikasi hanya akan berjalan secara efektif dan efesien, apabila unsur-unsur di dalamnya terdapat keteraturan5

Dalam ilmu komunikasi tentunya kita sudah mengenal adanya teori S-O-R, dimana teori S-O-R ini merupakan singkatan dari Stimulus-Organism-Respon ini bermula berasal dari psikologi, kemudian menjadi teori komunikasi. Tidak mengherankan karena obyek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen, sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi, dan konasi.

Teori S-O-R adalah salah satu aliran yang mewarnai teori-teori yang terdapat dalam komunikasi massa. Aliran ini beranggapan bahwa media massa memiliki efek langsung yang dapat mempengaruhi individu sebagai audience (penonton atau pendengar). Prinsip stimulus respon pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, di mana efek merupakan reaksi terhadap

5

Onong Uchjana Effendy, Ilmu komunikasi, Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), h.18


(27)

stimulus tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience, dimana elemen-elemen utama dari teori ini adalah pesan (Stimulus), seseorang atau receiver (Organisme), dan efek (Respon).6

Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif, misalnya jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum, ini merupakan reaksi positif, namun jika tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Model inilah yang kemudian memengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodemic Needle atau teori jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan model S-O-R, yakni bahwa media secara langsung dapat cepat memiliki efek yang kuat terhadap komunikan. Artinya media ibaratkan sebagai jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan menghasilkan tanggapan (R) yang kuat pula.

Respon atau perubahan sikap bergantung pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada komunikan dapat diterima atau ditolak, komunikasi yang terjadi dapat berjalan apabila komunikan memberikan perhatian terhadap stimulus yang disampaikan kepadanya. Sampai pada proses komunikan tersebut memikirkannya sehingga timbul pengertian dan penerimaan atau mungkin sebaliknya. Perubahan sikap dapat terjadi berupa perubahan kognitif, afektif dan behavioral.

Kelemahan teori stimulus respon adalah penyamarataan individu. Bagaimanapun, pesan yang sama akan dipersepsi secara berbeda oleh individu dalam kondisi kejiwaan yang berbeda. Karenanya, pada tahun 1970, Melvin

6


(28)

De Fleur melakukan modifikasi terhadap teori stimulus respon dengan teorinya yang dikenal sebagai individual different theory. DeFleur mengatakan bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu yang berinteraksi berbeda-beda sesuai dengan karakteristik pribadi individu.7

Dengan demikian, dalam teori S-O-R disini yaitu sebuah pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan kemudian mampu menimbulkan efek tertentu.8

3. Macam-macam Respon

Menurut Steven M. Chaffe, dalam buku Psikologi Komunikasi dijelaskan bahwa macam-macam respon di bagi menjadi 3 bagian, yaitu : a. Respon kognitif, yaitu respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan

keterampilan dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Respon ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau di persepsi oleh khalayak. Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya, dalam efek kognitif ini bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif.9 b. Respon afektif, yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap dan

menilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan yang disenangi khalayak terhadap sesuatu. Tujuan respon afektif bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi

7

Mufid, Komunikasi dan Regulasi Pembelajaran, (Jakarta, Kencana 2005)Cet. Ke-1,h. 22-23

8

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra Aditiya Bakti, 2003), h. 256

9


(29)

tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya.10

c. Respon konatif, yaitu respon yang berhubungan dengan perilaku nyata, yang meliputi tindakan atau kebiasaan.11

4. Faktor-faktor terbentuknya respon :

a. Faktor internal

Yaitu faktor yang ada dalam diri individu manusia, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Maka seseorang yang mengadakan tanggapan terhadap sesuatu stimulus tetap dipengaruhi oleh eksistensi kedua unsur tersebut. Apabila terganggu salah satu unsur saja, maka akan melahirkan hasil tanggapan yang berbeda intensitasnya pada diri individu yang melakukan tanggapan atau akan berbeda tanggapannya tersebut antara satu orang dengan orang lain. Unsur jasmani atau fisiologis meliputi keberadaan, keutuhan dan cara bekerjanya alat indera, urat saraf dan bagian-bagian tertentu pada otak. Unsur-unsur rohani dan fisiologis yang meliputi keberadaan, perasaan (feeling), akal, fantasi, pandangan jiwa, mental, pikiran, motivasi dan sebagainya.

b. Faktor eksternal

Yaitu faktor yang ada pada lingkungan. Faktor ini intensitas dan jenis benda perangsang atau orang menyebutnya dengan faktor stimulus. Menurut Bimo Walgito dalam bukunya pengantar psikologi umum, menyatakan bahwa “faktor psikis berhubungan dengan objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera”.12

10

Sumarno dkk., Filsafat dan Etika Komunikasi (Jakarta : Universitas Terbuka, 2007) 11

Jalaludin rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung :PT. Remaja Rosdakarya, 2004)cet ke-21, h.218

12


(30)

Seseorang yang melakukan tanggapan satu waktu menerima bersama-sama stimulus. Supaya stimulus dapat disadari oleh individu, stimulus harus cukup kuat, apabila stimulus tidak cukup kuat bagaimanapun besarnya perhatian dari individu, stimulus tidak akan ditanggapi atau disadari oleh individu yang bersangkutan, dengan demikian ada batas kekuatan yang minimal dari stimulus, agar stimulus dapat memindahkan kesadaran pada individu.13

B. Remaja

1. Pengertian remaja

Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidak selarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan yang dialami remaja karena perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.

Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan termasuk masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Masa remaja adalah masa yang dianggap sebagai masa topan dan stress, karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan yang baik.

13


(31)

Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukan masa remaja antara lain puberty dan adolescentia. Istilah puberty (bahasa Inggris) berasal dalri istilah Latin, pubertas yang berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian. Sedangkan adolescentia berasal dari istilah Latin, yang berarti masa muda yang terjadi antara 17-30 tahun. Jadi, remaja (adolescence) adalah masa transisi/ peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek psikis, fisik dan psikososial.14

Piaget mengemukakan pandangannya tentang remaja secara psikologis, bahwa masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan msyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.15

Sedangkan di dalam ilmu kedokteran dan ilmu lain yang terkait (seperti Biologi dan Ilmu Faal), remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik ketika alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna.16

Dari pendapat beberapa ahli, maka penulis menyimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dimana seseorang sedang mencari jati diri sesungguhnya.

2. Batasan Usia Remaja

Penggolongan remaja menurut Thornburg (1982) terbagi tiga tahap, yaitu remaja awal (usia 13-14 tahun), remaja tengah (usia 15-17 tahun), dan

14

Dariyo, Agoes, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal.13

15

Elizabet Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), hal. 206 16

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 7


(32)

remaja akhir (usia 18-21 tahun). Masa remaja awal, 6umumnya individu telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama (SLTP), sedangkan masa remaja tengah, individu sudah duduk di sekolah menengah atas (SMU). Kemudian, mereka yang tergolong remaja akhir, umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja.17

Menurut WHO (World Health Organization), ada tiga kriteria yang ada dalam remaja, yaitu biologis, psikologis, dan social ekonomi. Jadi menurut WHO remaja adalah suatu massa ketika :

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual

b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri

Batasan usia remaja yang ditetapkan WHO adalah saat seseorang memasuki usia 10-20 tahun, walaupun batasan usia yang ditetapkan WHO didasarkan pada usia kesuburan wanita, batasan usia tersebut berlaku juga untuk remaja pria. WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.18

Sedangkan di Indonesia, batasan usia remaja mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 14-24 tahun, hal ini dikarenakan penduduk

17

Dariyo, Agoes, Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal.13

18

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h.4


(33)

Indonesia yang beraneka ragam baik suku, adat, agama, ataupun status sosialnya, walaupun demikian sebagai pedoman umum dapat digunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

a. Usia sebelas tahun adala usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak

b. Di banyak masyarakat Indonesia, usia sebelas tahun sudah dianggap akil balik, balik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak memperlakukan mereka lagi sebagai anak-anak

c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, seperti tercapainya identitas diri, fase genital dari perkembangan psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral.19

3. Tahap Perkembangan Remaja

Petro Blos berpendapat bahwa perkembangan pada hakekatnya adalah usaha penyesuaian diri (coping), yaitu untuk secara aktif mengatasi stress dan mencari jalan keluar baru dari berbagai masalah. Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja :

a. Remaja awal (Early Adolescence), dimana remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan

19

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h.14


(34)

ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego, menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

b. Remaja Madya (Midlle Adolescence), dimana tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Karena ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu harus memilih yang mana. Remaja pria membebaskan diri dengan mempererat hubungan dengan lawan jenis

c. Remaja akhir (Late Adolescence), dimana tahap ini adalah masa konsolodasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal : (a) minat yang mantap terhadap fungsi intelek, (b) egonya mencarai kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dalam pengalaman baru, (c) terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, (d) Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain, (e) tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya dan masyarakat umum.20

4. Karakteristik Remaja

Kurt Lewin menggambarkan tingkah laku yang menurut pendapatnya akan selalu terdapat pada remaja. Diantaranya :

a. Pemalu dan perasa, tetapi sekaligus juga cepat marah dan agresif sehubungan belum jelasnya batas-batas antara berbagai sektor di lapangan psikologis remaja

20


(35)

b. Ketidakjelasan batas-batas ini menyebabkan pula remaja terus menerus merasakan pertentangan antara sikap, nilai, ideologi dan gaya hidup. Konflik ini dipertajam dengan keadaan diri remaja berada di ambang peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa, yang tidak mempunyai tempat berpijak yang bisa memberinya rasa aman, kecuali dalam hubungannya dengan teman-teman sebaya.

c. Konflik sikap, nilai dan ideologi tersebut muncul dalam bentuk ketegangan emosi yang meningkat

d. Ada kecenderungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat ekstrim dan mengubah kelakuannya secara drastis, sehingga muncul tingkah laku radikal dan memberontak di kalangan remaja.

e. Bentuk-bentuk khusus dari tingkah laku remaja pada berbagai individu yang berbeda akan sangat ditentukan oleh sifat dan kekuatan dorongan yang berkonflik.

Lain halnya menurut Zulkifli. L, karakteristik remaja ditunjukan dengan adanya :21

a. Pertumbuhan fisik b. Perkembangan seksual c. Cara berfikir kausalitas d. Emosi yang meluap

e. Mulai tertarik dengan lawan jenis f. Menarik perhatian lingkungan g. Terikat dengan kelompok

21


(36)

C. Film

1. Pengertian film

Dilihat dari segi usia, film adalah cabang seni yang paling muda. Bila seni rupa atau sastra sudah berusia ribuan tahun, film baru lahir pada akhir abad 19 yang lalu. Namun, dalam waktu yang begitu singkat ia telah berhasil merebut tempat yang begitu penting di segala lapisan masyarakat modern.22

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 2012), film diartikan sebagai : 1) Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop) 2) Lakon (cerita) gambar hidup.23

Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan dan juga bisnis. Film merupakan teknologi hiburan massa dan untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan serta skal luas di samping pers, radio, dan televisi. Sebagai media rekam film menyajikan gambar figuratif dalam bentuk objek-objek fotografis yang dekat dengan kehidupan manusia (Andre Garcies).24

Definisi film menurut Effendy dalam buku komunikasi massa karya Elvinaro Ardianto yaitu film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa yang dipandang dan didengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita

22

Gayus Siagian, Menilai Film (Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 2006), h.141 23

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa

(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), hal 392 24

Muslikh Madiyant, Sinema Sastra: Mencari Bahasa Di Dalam Teks Visual. Jurnal Humaniora, Volume XV, No.2/2007


(37)

seluloid, pita video, pirigan video, atau bahan hasil penemuan tekhnologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya yang dapat dipertunjukan dan ditayangkan dengan sistem secara mekanik dan elektronik.25

Film merupakan media komunikasi massa, media komunikasi massa adalah proses komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana yaitu film. Film dibuat dengan tujuan tertentu kemudian hasilnya ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan teknis.

Sebagai media komunikasi massa, film dapat memainkan peran dirinya sebagai saluran menarik untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu dari dan untuk manusia, termasuk pesan-pesan keagamaan yang lazimnya di sebut dakwah. Film adalah medium komunikasi massa yang ampuh sekali, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Bahkan film sendiri banyak yang berfungsi sebagai medium penerangan dan pendidikan secara penuh, artinya bukan sebagai alat pembantu dan juga tidak perlu dibantu dengan penjelasan, melainkan medium penerangan dan pendidikan yang komplit26

Dengan film kita dapat memperoleh informasi dan gambaran tentang realitas tertentu, realitas yang sudah diseleksi. Seorang sutradara akan memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan, dan akan mengesampingkan tokoh lain yang tidak pas untuk ditampilkan.

25

Elvinaro Ardianto, dkk. Komunikasi Massa, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, h. 143

26

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditya Bakti 2003), Cet. 11, h.209


(38)

Dari beberapa pernyataan di atas penulis menyimpulkan bahwa film adalah gabungan antara fotografi dan sinematografi dengan serangkaian gambar dan objek bergerak yang berbetuk adegan.

2. Jenis-jenis Film

Sebagai seorang komunikator adalah penting untuk mengetahui jenis-jenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Film dapat dikelompokan pada jenis berikut ini 27: a. Film cerita

Film cerita adalah jenis film yang menggunakan suatu cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dan dengan bintang film yang tenar dan cerita yang diangkat dalam film berjenis film cerita yakni berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi atau biasanya fiktif sehingga ada unsur menarik baik dari segi jalan ceritanya maupun gambarnya.

b. Film berita

Film berita adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung unsur berita, kriteria film berita haruslah menarik dan penting serta terekam secara utuh dan mempunyai nilai berita untuk dihadirkan ke penonton apa adanya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

c. Film dokumenter

Film dokumenter berbeda dengan film berita, film berita merupakan rekaman kenyataan sedangkan film dokumenter haruslah dilakukan

27

Elvinaro Ardianto, dkk. Komunikasi Massa, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, h. 148


(39)

dengan pemikiran dan perencanaa yang matang dan seringkali film dokumenter bercerita mengenai alam dan manusia, dan tidak memiliki alur cerita seperti film cerita.

d. Film kartun

Film kartun dalam sinematografi dikategorikan sebagai bagian yang integral film yang memiliki ciri dan bentuk khusus. Dalam sinematografi film kartun adalah film yang pada awalnya dibuat dari tangan dan berupa ilustrasi di mana semua gambarnya saling berkesinambungan. Gambar-gambar tersebut digerakan secara kesinambungan untuk menghasilkan gerakan yang hidup. Dan dari serangkaian gambar ini berubah menjadi aksi yang secara terus menerus, sehingga tampak seperti gerakan sesungguhnya yang hidup dan menarik.

Film kartun dibuat untuk konsumsi anak-anak. Sebagian besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan tokohnya. Namun adapula film kartun yang membuat iba penontonnya. Sekalipun tujuan utamanya menghibur, film kartun juga mengandung unsur pendidikan.

3. Karakteristik film

Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah : a. Layar yang luas/lebar

Film dan televisi sama-sama media audio visual yang menggunakan layar, namun kelebihan dari media film adalah layarnya yang berukuran luas dan suara audio yang seolah-olah penonton melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.


(40)

b. Pengambilan gambar

Dalam hal ini, pengambilan gambar pada film haruslah dari jarak jauh dan panaromic shot, yakni pengambilan gambar secara menyeluruh digunakan untuk mendapatkan hasil yang artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik pada saat disaksikan. Sebagai contoh pada saat menyaksikan film dengan suasana bencana alam maka film tersebut diambil secara panoramic shot, sehingga penonton larut dalam suasana bencana alam yang ada difilm tersebut akibat dari efek film tersebut.

c. Konsentrasi penuh

Dari pengalaman kita masing-masing, di saat kita menonton film bioskop, bila tempat duduk sudah penuh atau waktu main sudah tiba, pintu-pintu ditutup, lampu dimatikan nampak di depan layar luas dengan gambar cerita film tersebut. Saat menonton film terbebas dari gangguan hiruk pikuk suara di luar karena dilengkapi dengan ruangan kedap suara. Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara pikiran perasaan kita tertuju pada alur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita dapat lebih mudah terbawa suasana yang terjadi dalam film.

d. Identifikasi psikologi

Jika kita berada dalam gedung, dengan suasana gedung bioskop yang telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan, karena disini penghayatan kita sangat mendalam dan sering


(41)

4. Ciri khas film

Sebuah film yang baik yaitu memenuhi delapan ciri khas sebagai berikut :

a. Film itu menarik minat

b. Film itu harus benar atau autentik

c. Up to date (mengikuti perkembangan zaman) dalam setting, pakaian, dan lingkungan

d. Sesuai dengan tingkat kematangan e. Tata bahasa yang benar

f. Merupakan kesatuan atau alurnya teratur g. Mendorong aktivitas

h. Memenuhi dan memuaskan dari segi tekhnis 28

5. Pengaruh Film

Pengaruh film terhadap khalayak cukup besar pada pola pikir dan sikap manusia, hal itu disebabkan, yang pertama oleh suasana di dalam gedung bisokop, dan yang kedua karena sifat dari film itu sendiri.29

Pengaruh film itu besar sekali terhadap jiwa manusia. Penonton tidak hanya terpengaruh sewaktu dan selama mereka menonton, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama. Yang mudah terpengaruh oleh film adalah anak-anak dan remaja. Kita sering menyaksikan mereka yang tingkah laku dan cara berpakaiannya meniru bintang film, seperti cara mereka tertawa, bersiul, merokok, duduk, berjalan, menegur, dan lain sebagainya. Pengaruh film tidak

28

Oemar Hamalik, Media Pendidikan (Bandung: PT Citra Ditya Bakti, 1994), cet ke-7, h.86

29

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003),Cet. Ke-3,H.206


(42)

hanya menimbulkan efek positif, celakanya film juga sering menimbulkan akibat yang lebih jauh, atau menimbulkan efek yang negatif, khususnya terhadap remaja yang sedang mencari jati dirinya.

Pengaruh film berakibat jauh pada masyarakat Indonesia terbukti dengan seringnya terjadi pembunuhan, perampokan, pemerkosaan yang dilakukan seperti layaknya aktor dalam sebuah film. Banyak diantara mereka yang mengaku sendiri bahwa cara yang mereka lakukan adalah hasil duplikat dari film yang mereka tonton. Jadi, pengaruh film itu tergantung dari filmnya sendiri. Jika film yang ceritanya bagus dan mendidik sudah tentu berpengaruh baik kepada masyarakat, begitu pula sebaliknya.

D. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communication, dan perkataan ini bersumber pada kata communis, yang berarti sama, dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna mengenai satu hal. Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.30

Dalam Kamus Besar Indonesia disebutkan bahwa komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami, hubungan kontak31

Komunikasi massa merupakan salah satu jenis domain komunikasi manusia yang telah banyak mengalami kemajuan yang pesat sejak bentuk-bentuk awalnya. Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa inggris, mass

30

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi,(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000),Cet Ke-4, h.3

31


(43)

communication, kependekan dari mass media communication (komunikasi media massa). Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang “mess mediated”.32

Menurut Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi, mengartikan komunikasi massa sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.33

Komunikasi massa media film ialah proses komunikasi antara komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu film. Film dibuat dengan tujuan tertentu kemudian hasilnya ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan tekhnis.34 Pesan-pesan dalam film bukan hanya bisa didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audiovisual)

E. Efek Komunikasi Massa

Efek dari pesan yang disebabkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Karena itu efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis. Mengenai efek komunikasi ini diklarifikasikan sebagai efek kognitif, efek afektif dan efek konatif

32

Wiryanto, Komunikasi Massa, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000), h.2 33

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), cet. Ke-21, h.189

34

Adi Prananjaya, Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar, (Jakarta: BP SDM CITRA, 1999), cet, Ke-2, h.11


(44)

1. Efek kognitif

Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengambangkan keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita memperoleh informais tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung.

2. Efek afektif

Efek ini berkaitan dengan perasaan. Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapar merasakannya. Perasaan akibat menonton Film Cinta Tapi Beda bisa bermacam-macam, senang sehingga tertawa terbahak-bahak, sedih sehingga bercucuran air mata dan perasaan lain yang hanya bergejolak dalam hati. Misalnya perasaan marah, benci, kesal, kecewa, penasaran, gemas dan lain sebagainya

3. Efek konatif

Efek konatif bersangkutan dengan niat. Merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Karena berbentuk perilaku, maka sebagaimana disinggung di atas efek konatif sering juga disebut efek behavioral.35 Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan efek afektif.

35

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003),Cet. Ke-3, h.206


(45)

F. Pernikahan Beda Agama menurut Islam

Peristiwa pernikahan beda agama menjadi salah satu masalah perbedaan yang cukup kompleks dalam isu pernikahan. Isu pernikahan beda agama juga merupakan isu yang sensitive jika kita tempatkan kepada pemeluk agama selain Islam. Dalam konteks agama Katolik, pernikahan beda agama merupakan sebuah hal yang sama sensitifnya dengan agama Islam. Setidaknya dua agama besar ini melihat bahwa pernikahan beda agama justru merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan jika pasangan yang melakukan pernikahan tetap berpegang kepada prinsip agamanya masing-masing dalam melangsungkan pernikahan.

Namun demikian dalam agama Katolik pernikahan yang dilakukan tetaplah sah jika pasangan yang berbeda agama tersebut menerima prinsip-prinsip, sifat dan tujuan pernikahan menurut agama Katolik.36 Persoalan ini tak jarang menimbulkan konflik antara pemeluk agama bahkan meluas menjadi persoalan antar agama, meski tak jarang dari sini kemudian lahir sebuah hubungan yang toleran, saling menghormati dan harmonis antar agama.

Pandangan Agama Islam terhadap perkawinan antar agama, pada prinsipnya tidak memperkenankannya. Dalam Al-Quran dengan tegas dilarang perkawinan antara orang Islam dengan orang musrik seperti yang tertulis dalam Al-Quran yang berbunyi :

















































































36Ahmad Ali Mas’ud, “Pengertian Pernikahan Beda agama dalam Pandangan Islam,” Artikel diakses pada 8 Agustus 2013 dari http://daruttahfidz.blogspot.com/2013/05/pernikahan-beda-agama-dalam-pandangan.html


(46)

















































































“Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musrik sebelum mereka beriman. Sesungguh nya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walupun dia menarik hati. Dan janganlah kamu menikahkah orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia

menarik hatimu”. (Al-Baqarah [2]:221)

Larangan perkawinan dalam surat al-Baqarah ayat 221 itu berlaku bagi laki-laki maupun wanita yang beragama Islam untuk kawin dengan orang-orang yang tidak beragama Islam

Akan tetapi, menurut Ahmad Nurcholish dalam buku 101 menjawab masalah nikah beda agama, di dalam perspektif Islam tentang pernikahan beda agama, para ulama Islam masih memperselisihkannya.

Pertama, ulama yang mengharamkan secara mutlak. Seperti Atha’, Ibn Umar, Muhammad ibn al- Hanafiyah, al-Hadi. Pada dasarmya mereka berpatokan kepada sejumlah ayat al-Qur’an yaitu surat al-Baqarah ayat 221 yang mengharamkan orang Islam menikah dengan musyrik. Dan surat al-Mumtahanah ayat 10 :




























































































































































































































(47)

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka, maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang-orang-orang kafir itu dan orang-orang-orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir, dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar, dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya diantara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.37

Di dalam surat ini, menjelaskan tentang larangan pernikahan umat Islam dengan orang kafir. Dua ayat ini demikian para ulama beragumen, telah menghapus kebolehan menikahi orang ahlul kitab, sebagaimana dalam surat al-Ma’idah ayat 5 yang menjelasan bahwa laki-laki muslim boleh menikah dengan perempuan ahli kitab. Sebagaimana bunyi ayat tersebut :















































































































































































Artinya : Pada masa ini dihalalkan bagi kamu (memakan makanan) yang lazat-lazat serta baik-baik. Dan makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Kitab itu adalah halal bagi kamu, dan makanan (sembelihan) kamu adalah halal bagi mereka (tidak salah kamu memberi makan kepada mereka). Dan (dihalalkan kamu berkahwin) dengan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya – di antara perempuan-perempuan yang beriman, dan juga perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya dari kalangan orang-orang yang diberikan Kitab dahulu daripada kamu apabila kamu beri mereka maskahwinnya, sedang kamu (dengan cara yang demikian), bernikah bukan berzina, dan bukan pula kamu mengambil mereka menjadi

37

Ahmad Nurcholish, Menjawab 101 Masalah Nikah Beda Agama, (Banten: Harmoni Mitra Media, 2012),cet-1, h.4


(48)

perempuan simpanan. Dan sesiapa yang ingkar (akan syariat Islam) sesudah ia beriman, maka sesungguhnya gugurlah amalnya (yang baik) dan adalah ia pada hari akhirat kelak dari orang-orang yang rugi.

Mengacu pada al-Mumtahanah, dikisahkan Umar ibn Khattab langsung menceraikan dua isterinya yang masih kafir, yaitu Binti Abi Umayyah ibn Mughirah dari Bani Makhzum dan Ummu Kultsum binti Amr bin Jarwal dari Khuza’ah. Umar pernah hendak mencambuk orang yang menikah dengan Ahli Kitab. Umar marah karena ia khawatir tindakan beberapa orang yang menikahi perempuan-perempuan Ahli Kitab itu akan diikuti umat Islam lain, sehingga perempuan-perempuan Islam tak menjadi pilihan laki-laki Islam. Namun, kemarahan Umar tak mengubah pendirian sebagian Sahabat Nabi yang tetap menikahi perempuan Ahli Kitab.

Alkisah, Umar pernah berkirim surat pada Khudzaifah agar yang bersangkutan menceraikan istrinya yang Ahli Kitab itu. Khudzaifah bertanya kepada Umar, ”Apakah anda menyangka bahwa pernikahan dengan perempuan Ahli Kitab haram?”. Umar menjawab, ”tidak. Saya hanya khawatir”. Jawaban Umar ini menunjukkan bahwa ketidak setujuan Umar itu tak didasarkan secara sungguh-sungguh pada teks al-Qur’an, melainkan pada kehati-hatian dan kewaspadaan.38

Kedua, ulama yang berpendapat bahwa keharaman menikahi orang Musyrik dan Kafir sudah dibatalkan QS, al-Maidah [5]: 5 yang membolehkan laki-laki Muslim menikahi perempuan Ahli Kitab. Para ulama berpendapat bahwa tiga ayat tersebut memang sama-sama turun di Madinah. Akan tetapi,

38 Abdul Moqsith Ghazali, “Hukum Nikah Beda Agama”, artikel ini diakses pada 20 November 2013 dari http://islamlib.com/?site=1&aid=1743&cat=content&cid=11&title=hukum-nikah-beda-agama


(49)

ayat pertama lebih awal turun, sehingga dimungkinkan untuk dianulir ayat ketiga (al-Ma'idah ayat 5).

Ibn Katsir mengutip pernyataan Ibnu Abbas melalui Ali bin Abi Thalhah berkata bahwa perempuan-perempuan Ahli Kitab dikecualikan dari al-Baqarah ayat 221. Dengan perkataan lain, keharaman menikahi orang musyrik dan orang kafir seperti tertera dalam Baqarah: 221 dan al-Mumtahanah: 10 telah ditakhshish (dispesifikasi) oleh al-Maidah: 5. Pendapat ini juga didukung oleh Mujahid, Ikrimah, Said bin Jubair, Makhul, al-Hasan, al-Dhahhak, Zaid bin Aslam, dan Rabi’ ibn Abas. Thabathabai berpendirian bahwa pengharaman itu hanya terbatas pada orang-orang Watsani (para penyembah berhala), dan tidak termasuk di dalamnya orang-orang Ahli Kitab.39

Ketiga, ulama yang membolehkan pernikahan umat Islam dengan non Islam secara mutlak. Ulama terakhir ini melanjutkan argumen ulama kedua yang tak tuntas. Jika ulama kedua hanya membolehkan laki-laki Muslim menikah dengan perempuan Ahli Kitab, maka ulama terakhir ini membolehkan hukum sebaliknya, perempuan muslimah menikah dengan laki-laki Ahli Kitab. Mereka berpendirian, al-Ma’idah ayat 5 telah menghapus larangan pernikahan dengan orang musyrik dan kafir. Dalam ushul fikih ada teori: ketika beberapa ayat saling bertentangan dan tak mungkin dikompromikan, maka solusinya adalah naskh, yaitu ayat pertama turun dibatalkan oleh ayat yang belakangan.

39


(1)

B. Identitas Responden

Nama : _______________________________ Usia : _______________________________ Jenis Kelamin : _______________________________

NO PERTANYAAN S SS TS STS

1 Saya mengetahui film Cinta Tapi Beda

2 Film Cinta Tapi Beda menceritakan tentang sepasang remaja menjalin hubungan dengan berbeda keyakinan

3

Setelah saya menonton film Cinta Tapi Beda, saya mengetahui mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan menurut pandangan Islam khususnya di dalam perbedaan agama

4 Meskipun Cahyo dan Diana berbeda keyakinan, tetapi mereka tetap menghormati kepercayaan diantara mereka 5

Film Cinta Tapi Beda mempunyai pesan social yang dapat diterapkan dalam kehidupan khususnya bertoleransi terhadap perbedaan agama

NO PERTANYAAN S SS TS STS

6 Sebuah film harus memiliki cerita yang berbobot 7 Saya senang menyaksikan film Cinta Tapi Beda 8 Saya menyukai cerita dalam film Cinta Tapi Beda

9 Setelah menonton film Cinta Tapi Beda, saya harus berhati-hati dalam memilih pasangan hidup

10 Dalam ending cerita ini tidak ada kelanjutan hubungan antara Cahyo dengan Diana

NO PERTANYAAN S SS TS STS

11 Lebih memilih orang tua dibanding kekasih yang belum sah

12 Memilih pasangan hidup karna agamanya

13 Lebih menghargai adanya toleransi dalam beragama

NO PERTANYAAN S SS TS STS

14 Film Cinta Tapi Beda judulnya bagus 15 Judul film sesuai dengan isi film

16 Judul film Cinta Tapi Beda membuat penasaran

NO PERTANYAAN S SS TS STS

17 Tema film Cinta Tapi Beda menceritakan kejadian factual 18 Tema film Cinta Tapi Beda mengulas tentang pernikahan


(2)

19 Tema film Cinta Tapi Beda merupakan cerminan kehidupan pasangan remaja yang berbeda keyakinan 20 Tema film memberikan banyak pesan moral

NO PERTANYAAN S SS TS STS

21 Alur cerita Cinta Tapi Beda sangat menarik 22 Alur cerita membuat saya hanyut dalam suasana 23 Saya mengerti alur cerita film ini

NO PERTANYAAN S SS TS STS

24 Dalam film ini, saya rasa kerja yang dilakukan para crew sudah maksimal

25 Produser dan sutradara telah berhasil membuat film ini 26 Saya rasa Agni Prasistha sudah berhasil berperan sebagai

Diana

27 Reza Nangin telah berhasil menghidupkan karakter Cahyo

28 Acting para pemain pendukung film ini sangat bagus

NO PERTANYAAN S SS TS STS

29 Rasa toleransi saya tumbuh setelah menonton film Cinta Tapi Beda

30 Keimanan saya harus semakin kuat

31 Selektif di dalam memilih pasangan hidup

NO PERTANYAAN S SS TS STS

32 Pernikahan beda agama adalah pernikahan campuran dengan perbedaan agama

33 Dalam prinsip Islam pernikahan beda agama haram dilakukan


(3)

Lampiran


(4)

Sutradara 1 (Hanung Bramantyo) Sutadara 2 (Hestu Saputra)

Cahyo sebagai seorang Chef Diana sebagai seorang penari

Diana ketika meminta restu kepada Ibundanya Ibunda Diana mengenalkan Oka kepada Diana


(5)

Lampiran Logo IRMAFA

Kegiatan-kegiatan IRMAFA Festival IRMAFA

Lomba Marawis Donor Darah

Pelatihan Jurnalistik


(6)

REMATA (Rekrutmen Masa Ta’aruf Anggota) MILAD IRMAFA