Perempuan yang Akan Dinikahi Bukan Mahram

2. Pernikahan Dihadiri oleh Saksi Saksi memiliki dasar hukum dari Al- Qur‟an, yakni: ...أوع لاملا ِ الءأ شال ْآيا ... ل ل: با ٧٨٧ Artinya : “.....dan janganlah saksi-saksi itu enggan memberi keterangan apabila mereka dipanggil.....” Dalam surat lainnya disebutkan: لا ل َشألاو ت ل لبل لِاء َ ِ افلا يل م ل ل: با ٧٨٦ Artinya : “.....dan janganlah kamu para saksi menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa menyembunyikannya maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.....” Di samping itu, dalam surat lainnya Allah Swt berfirman: لَذالا َُآي ... ََلءأ هل س ِلْمَو لاووكلاو ماءل ي ل ل:ءآس ا ١٦١ Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar- benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah.....” Imam Abu Hanifah dan Syafi‟i sependapat bahwa saksi termasuk syarat sah pernikahan. Namun ada sebagian fuqaha berbeda pendapat, bagi fuqaha yang berpendapat bahwa saksi merupakan hukum syarak, mengatakan bahwa saksi menjadi salah satu syarat sahnya pernikahan. Sedang bagi fuqaha yang berpendapat bahwa kedudukan saksi untuk menguatkan pernikahan menganggap saksi sebagai syarat kelengkapan. 31 31 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, h. 430 Dasar persoalan ini adalah apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., yaitu: ل اشبلَا ِ ال ا ا . ه ملل ل عل ل ي هبال ا 32 Artinya: “Tidak ada pernikahan kecuali dengan adanya dua orang saksi yang adil dan seorang wali yang cerdik. ” HR. Baihaqi Tidak ada seorang di antara sahabat yang menentang hadis ini. Oleh karena itu, kebanyakan orang yang menganggap tiadanya sikap menentang dari kalangan sahabat sebagai ijma‟. Tetapi pendapat ini lemah. 33 Akad pernikahan adalah diantara semua akad dan transaksi yang mengharuskan saksi menurut jumhur fuqaha’, hukumnya sah menurut syara‟. Akad dan transaksi selain nikah, persaksiannya sunnah menurut pendapat mayoritas fuqaha’. 34 Adapun tujuan persaksian adalah memelihara ingatan yang benar karena khawatir lupa. Sedangkan persaksian dalam pernikahan hukumnya wajib karena beberapa alasan, diantaranya yang paling penting adalah sebagai berikut : a. Akad nikah menempati kedudukan yang agung dalam Islam dan dalam aturan masyarakat untuk mengatur maslahat dunia dan agama. Oleh 32 Abu Bakar Ahmad bin Al-Husain bin Ali Al-Baihaqi, As-Sunan Al-Kubro wa fii Dzilihi Al- Jauhari An-Naqii, India: Majlis Dairah Al-Maarif An-Nidzomiyah Al-Kainah, 1344 H Cet-1. Pentahqiq: Alaudin Ali bin Ustman Al-Maridiyniy, Juz VII, h. 126 33 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, h. 430 34 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, h. 100 karena itu, patut ditampakkan, disiarkan dan dipersaksikan khalayak ramai sebagai kehormatan dan mengangkat derajatnya. b. Persaksian mencegah tersiarnya isu yang tidak baik dan untuk memperjelas perbedaan antara halal dan haram sehingga tidak ada tempat untuk mengingkari pernikahannya. c. Pernikahan berkaitan dengan banyak hukum yang pengaruhnya langgeng sepanjang zaman seperti menetapkan keturunan, haramnya mertua dan hak harta warisan. Oleh karena itu, diantara kewajiban pelaksanaan pernikahan adalah mengumumkan pernikahan di hadapan orang banyak dengan cara persaksian. 35

3. Shighat Akad

Dalam pernikahan, ridhanya laki-laki dan perempuan serta persetujuan antara keduanya merupakan hal yang pokok untuk mengikat hidup berkeluarga. Perasaan ridha dan setuju bersifat kejiwaan yang tidak dapat dilihat dengan jelas. Karena itu, harus ada perlambang yang jelas dan tegas untuk menunjukkan kemauan mengadakan ikatan bersuami istri. Perlambang itu diutarakan dengan 35 Ibid kata-kata oleh kedua belah pihak yang akan melangsungkan akad. Inilah yang merupakan Shighat dalam pernikahan. 36 Shighat akad memberi makna untuk selamanya. Artinya, tidak ada kata yang menunjukkan pembatasan waktu dalam pernikahan, baik dinyatakan maupun tidak dinyatakan, baik dalam masa yang lama maupun pada waktu yang pendek. Pernikahan yang dibatasi dengan waktu adalah fasid rusak, karena tidak bertujuan sebagaimana yang dimaksud pernikahan syar‟i, yakni pergaulan abadi, memperoleh keturunan, dan pendidikannya. Ia bermaksud dalam pernikahannya tersebut untuk memenuhi kebutuhan sementara, masa pernikahan habis karena kebutuhannya telah habis. Misalnya, seorang laki-laki berkata kepada seorang perempuan: “Aku nikahi engkau selama aku tinggal di negri ini”. Inilah yang disebut dengan nikah mut‟ah dan dalam pengucapannya akad tidak berlaku untuk selamanya. 37

C. Sahnya Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Sejak disahkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Departemen Agama RI dalam hal ini Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam telah mengambil peranan secara langsung dan aktif untuk melaksanakan Undang- undang itu, yang melibatkan dua Direktorat, yakni Direktorat Urusan Agama Islam 36 Lihat H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, h. 79 37 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, h. 115 dan Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam berdasarkan KMA Nomor 18 Tahun 1975. 38 Pernikahan merupakan salah satu ibadah dan memiliki syarat-syarat guna mencapai suatu keabsahan sebagaimana ibadah lainnya. Syarat dimaksud, tersirat dalam Undang-Undang Perkawinan. 39 Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa. 40 Jadi menurut Undang-undang ini pernikahan perkawinan barulah ada apabila dilakukan antara seorang pria dan seorang wanita, tentulah tidak dinamakan pernikahan apabila yang terikat dalam perjanjian itu 2 dua orang pria saja homo seksual ataupun 2 dua orang wanita saja Lesbian. Demikian juga tidaklah merupakan pernikahan bila dilakukan antara banyak pria dan banyak wanita seperti Groop meriage yang terdapat di masyarakat Masai di Afrika, 5 lima orang pria sekaligus mengawini saudara perempuannya seperti terdapat di Tibet atau pada suku Margisan dan mungkin juga dikalangan suku Yadaan Kanaits di India. Dan tentulah juga mungkin tidak merupakan pernikahan kalau 38 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, h. 130 39 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2006 h. 12 40 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sekiranya ikatan lahir batin itu tidak bahagia, atau pernikahan itu tidak kekal dan tidak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 41 Tidak hanya sampai disitu saja, selanjutnya pada pasal 2 ayat 1 dan 2 dinyatakan pula sebagai berikut: 42 Ayat 1 “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing Agamanya dan kepercayaannya itu.” Ayat 2 “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.” Sesuai dengan pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pernikahan yang telah dilakukan harus dicatatkan. Selanjutnya berdasarkan pasal tersebut, pencatatan pernikahan bukanlah merupakan syarat yang menentukan sahnya suatu pernikahan. Sekalipun demikian, jika kita perhatikan dengan seksama penjelasan umum dari undang-undang perkawinan yang menyebutkan, “Dan disamping itu, tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku” serta ketentuan pasal 2 ayat 2 dan pasal 10 ayat 1 PP Nomor 9 Tahun 1975 yang merupakan Peraturan Pelaksanaan dari undang-undang tersebut, dapat disimpulkan bahwa sekalipun bukan 41 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, h. 53 42 Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Keluarga, Cet. 1, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993 h. 32

Dokumen yang terkait

Praktek Nikah Tahlil (Studi Pada Desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin Vii, Kabupaten Bungo, Jambi)

2 41 74

Praktek nikah wisata di Puncak Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor (Jawa Barat) di tinjau dari hukum islam

1 27 102

Pengaruh Nikah Di Bawah Tangan Terhadapa Psikologis Istri Dan Anak (Studi Kasus Di Kelurahan Cinere Depok)

1 11 0

Penetapan permohonan dispensasi nikah tahun 2012-2014 (studi pada pengadilan agama rengat provinsi Riau)

0 10 0

Itsbat nikah akibat pernikahan di bawah tangan bagi pasangan menikah di bawah umur (studi analisis penetapan pengadilan agama Cibinong Nomor: 499/Pdt.P/2014/PA.Cbn)

4 22 105

Praktik pemberian dispensasi nikah (studi penetapan pengadilan agama Tigarakasa Kabupaten Tangerang tahun 2013)

0 9 0

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGABULKAN PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH DI BAWAH UMUR DILIHAT DARI SEGI Pertimbangan Hakim Dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah Di Bawah Umur Dilihat Dari Segi Manfaat Dan Mudharot (Studi Kasus Pengadilan Agama Surakarta

0 2 19

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS DISPENSASI PERMOHONAN NIKAH Tinjauan Yuridis Dispensasi Permohonan Nikah Bagi Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Wonogiri).

0 2 12

NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS DISPENSASI PERMOHONAN NIKAH Tinjauan Yuridis Dispensasi Permohonan Nikah Bagi Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Wonogiri).

0 1 17

PERWALIAN ANAK HASIL NIKAH SIRRI( Studi Kasus di Desa Banyukuning Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang)

0 0 90