dengan golongan wanita itu, saling butuh membutuhkan untuk mengadakan ikatan lahir batin sebagai suami isteri yang sah dan terang dalam hukum agama atau
Undang-undang negara yang berlaku.
19
Dalam salah satu hadis Rasulullah SAW bersabda :
ل ََال ََصل ََال وس ل ا : ََس ل يلع
ل مل اب َ شالَعملا ل ءابالعاطت سا
ل غَأل َ ِ
افل َ َيلف لل
لَبل ل و َ ِل يلعفلعطت سيلمل م ل لل فَأ
لءاج لَل ِ
اف ا ل.
ل َسم
20
Artinya: “Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu
biaya nikah, menikahlah Sesungguhnya ia lebih memejamkan pandangan mata dan lebih memelihara faraj alat kelamin. Barangsiapa
yang tidak mampu, hendaklah ia berpuasa. Sesungguhnya ia sebagai peris
ai baginya”.HR. Muslim
Dari ayat-ayat dan Hadis tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa
pernikahan merupakan sesuatu yang dasarnya suci dan mulia pada sisi Allah maupun pada sisi manusia, karena itu seseorang yang telah berumah tangga
hendaklah menghargai dan memuliakan pernikahannya.
21
19
Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan dalam Islam Tuntutan Keluarga Bahagia, Cet- 3, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994 h. 30
20
Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hujaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naysaburiy, Al-Jami As- Shohih Al-Musama Shohih Muslim, Beirut: Daar Al-Afaaq Al-Jadidah, t.th Juz IV. h. 128
21
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Keluarga, Cet. 1, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993 h. 5
B. Sahnya Pernikahan Menurut Fiqh
Syarat sahnya pernikahan merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi agar pernikahan yang dilaksanakan merupakan pernikahan yang sah dan
diakui secara hukum sehingga hak dan kewajiban yang berkenaan dengan pernikahan dapat berlaku.
22
Syarat sah nikah adalah yang membuat akad itu patut menimbulkan beberapa hukum. Jika satu syarat saja tidak ada, maka akadnya
rusak.
23
Sahnya pernikahan juga antara lain yakni terpenuhinya rukun dan syarat- syarat pernikahan di dalamnya.
Para ulama Madzhab sepakat bahwa pernikahan baru dianggap sah jika dilakukan dengan akad, yang mencakup ijab dan qabul antara wanita yang dilamar
dengan lelaki yang melamarnya, atau antara pihak yang menggantikannya seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak sah hanya semata-mata berdasarkan suka sama
suka tanpa adanya akad.
24
Adapun syarat sahnya pernikahan diantaranya:
1. Perempuan yang Akan Dinikahi Bukan Mahram
Perempuan yang dinikahi syaratnya bukan yang diharamkan selamanya seperti ibu dan saudara perempuan atau haram secara temporal seperti saudara
22
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Penerjemah: Moh. Abidin, Lely Shofa Imama dan Mujahidin Hayyan, Cet. 2, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2010 h. 271
23
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, h. 100
24
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Penerjemah: Masykur A.B, Afif Muhammad dan Idrus Al-Kaff, Cet. 2, Jakarta: PT Lentera Basritama, 1996 h. 309
perempuan istri atau bibi istri dan atau bibi perempuannya.
25
Tidak setiap perempuan halal diperbolehkan untuk dinikahi. Jadi, perempuan yang hendak
dinikahi bukanlah perempuan yang diharamkan untuk dinikahi, baik haram untuk sementara waktu muaqqat maupun haram untuk selamanya muabbad.
26
Masing-masing mempunyai faktor penyebab. Status keharaman abadi selamanya menyebabkan laki-laki di haramkan untuk menikahi perempuan itu
untuk selamanya, kapanpun, sedangkan mahram sementara hanya mengharamkan laki-laki untuk menikahi perempuan selama waktu tertentu dan pada keadaan
tertentu.
27
Diantara sesuatu yang harus diingat adalah tinjauan bahwa syarat jadi dan syarat sah dalam pernikahan memiliki makna yang sama, karena pengaruh yang di
timbulkan oleh kedua syarat itu sama, yaitu rusak atau batalnya nikah. Keduanya memiliki makna yang sama dalam pernikahan. Perbedaan pengaruh akan tampak
antara syarat jadi dan syarat sah pada transaksi harta.
28
Beberapa faktor yang menjadi penyebab keharaman perempuan secara selamanya muabbad ada tiga, yaitu hubungan nasab kerabat, hubungan
pernikahan persambungan dan hubungan persusuan. Sedangkan beberapa faktor
25
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, h. 114
26
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 271
27
Ibid h. 291
28
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat,h. 114
keharaman menikahi perempuan secara sementara muaqqat karena adanya pencegah
mani’ ada lima penyebab, yaitu menikahi perempuan mendatangkan poligami antara dua mahram, adanya hak orang lain bergantung kepada
perempuan yang ingin dinikahi, seorang suami yang menalak perempuan yang dinikahi tiga kali talak, seorang laki-laki menikahi empat orang wanita merdeka
selain istri yang dinikahi, dan wanita tidak beragama samawi.
29
Dalam sumber yang lain menyebutkan, keharaman menikahi perempuan secara sementara muaqqat ada 11 sebelas penyebab,
30
yaitu: a.
Menikahi dua perempuan yang mahram b.
Menikahi istri orang lain dan perempuan yang dalam masa „iddah c.
Menikahi perempuan yang status pernikahannya yang ditalak tiga d.
Menikahi budak perempuan e.
Menikahi perempuan yang berzina f.
Menikahi perempuan yang pernah dituduh berzina g.
Menikahi perempuan musyrik h.
Menikahi perempuan ahlul kitab i.
Menikahi perempuan shabi’ah yang tidak memiliki agama j.
Menikahi perempuan majusi k.
Menikahi perempuan yang memiliki kitab suci selain Yahudi dan Nasrani
29
Ibid h. 136
30
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 317
2. Pernikahan Dihadiri oleh Saksi
Saksi memiliki dasar hukum dari Al- Qur‟an, yakni:
...أوع لاملا ِ
الءأ شال ْآيا ... ل
ل: با ٧٨٧
Artinya : “.....dan janganlah saksi-saksi itu enggan memberi keterangan
apabila mereka dipanggil.....” Dalam surat lainnya disebutkan:
لا ل َشألاو ت
ل لبل لِاء َ
ِ افلا يل م
ل ل: با
٧٨٦
Artinya : “.....dan janganlah kamu para saksi menyembunyikan
persaksian. Dan barangsiapa menyembunyikannya maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.....”
Di samping itu, dalam surat lainnya Allah Swt berfirman:
لَذالا َُآي ... ََلءأ هل س ِلْمَو لاووكلاو ماءل ي
ل ل:ءآس ا
١٦١
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang
yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah.....”
Imam Abu Hanifah dan Syafi‟i sependapat bahwa saksi termasuk syarat
sah pernikahan. Namun ada sebagian fuqaha berbeda pendapat, bagi fuqaha yang berpendapat bahwa saksi merupakan hukum syarak, mengatakan bahwa saksi
menjadi salah satu syarat sahnya pernikahan. Sedang bagi fuqaha yang berpendapat bahwa kedudukan saksi untuk menguatkan pernikahan menganggap
saksi sebagai syarat kelengkapan.
31
31
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, h. 430