Sahnya Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

merupakan syarat sahnya suatu pernikahan, pencatatan memegang peranan yang sangat menentukan dalam suatu pernikahan. 43 Hal ini karena pencatatan merupakan syarat diakui atau tidaknya suatu pernikahan oleh negara dan ini membawa banyak konsekuensi hukum bagi yang bersangkutan. Selanjutnya, dikatakan dalam penjelasan umum UUP bahwa pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan peristiwa-peristiwa yang penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian, yang dinyatakan dalam surat keterangan, dan suatu akta yang juga dimuat dalam daftar pencatatan. 44 Bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undang-undang Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum pernikahan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat kita. 45 Jika melihat dan membaca pasal 10 PP No. 9 Tahun 1975, akan memperoleh kesan bahwa babak final dari pelangsungan pernikahan terjadi di hadapan Pegawai Pencatat Nikah, dan pegawai tersebutlah yang memberikan keabsahan kepada pernikahan. Oleh karena itu, pencatatan dinilai sangatlah 43 Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, h. 56 44 Ibid h. 56-57 45 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, h. 54 penting guna menghindari berbagai macam kemadharatan yang timbul akibat tidak dicatatnya suatu pernikahan. 46 Adanya kesadaran orang yang beragama Islam untuk mencatatkan pernikahannya kepada Pegawai Pencatat Nikah PPN menunjukkan bahwa orang tersebut ikut berpartisipasi dalam mewujudkan ketaatannya kepada pemerintah. 47 Dalam Undang-undang ini menganut prinsip bahwa calon suami itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan pernikahan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan pernikahan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya pernikahan antara calon suami istri yang masih di bawah umur. 48 Di samping itu, pernikahan mempunyai hubungan masalah kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk menikah mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi daripada jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Berhubung dengan itu maka Undang-undang ini menentukan batas umur untuk menikah bagi laki-laki maupun bagi perempuan ialah 19 Sembilan belas tahun bagi laki-laki dan 16 enam belas tahun bagi perempuan. 49 46 Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, h. 58 47 Ibid, h. 59 48 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, h. 56 49 Ibid, h. 57 Setelah memenuhi persyaratan dan rukun nikah berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat 1 dan 2, juga telah memenuhi syarat dan rukun dalam hukum perkawinan Islam, sebagai orang yang beragama Islam harus mencatatkan pernikahannya di hadapan Pegawai Pencatat Nikah pada Kantor Urusan Agama. Undang-undang Perkawinan ini telah menampung di dalamnya unsur-unsur dan ketentuan-ketentuan Hukum Agamanya dan Kepercayaan itu dari yang bersangkutan. 50 Dari penjelasan umum Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang perkawinan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bagi orang-orang Islam Indonesia sahnya pernikahan apabila dilakukan menurut Hukum Agamanya, menurut pasal 2 ayat 1 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, dan sahnya pernikahan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 diantaranya harus : 51 1 Didasarkan kepada persetujuan bebas antara calon suami dan calon istri, berarti tidak ada paksaan di dalam pernikahan tersebut. 2 Pada asasnya pernikahan itu adalah satu istri bagi satu suami dan sebaliknya hanya satu suami bagi satu istri, kecuali mendapat dispensasi oleh Pengadilan Agama dengan syarat-syaratnya yang berat untuk boleh beristri lebih dari satu dan harus ada izin dari istri 50 Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, h. 59 51 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam, h. 57 pertama, adanya kepastian dari pihak suami bahwa mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak serta jaminan bahwa suami akan berlaku adil, terhadap istri-istri dan anak-anak mereka. 3 Laki-laki harus telah berumur 19 Sembilan belas tahun dan perempuan 16 enam belas tahun. 4 Harus mendapat izin masing-masing dari kedua orang tua mereka, kecuali dalam hal-hal tertentu dan calon pengantin telah berusia 21 dua puluh satu tahun atau lebih, atau mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama apabila umur para calon kurang dari 19 dan 16 tahun. 5 Tidak termasuk larangan-larangan pernikahan antara 2 dua orang yang : a Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas. b Berhubungan darah dalam garis keturunan ke samping yaitu antara saudara, antara saudara dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. c Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dengan IbuBapak tiri. d Perhubungan susuan, yaitu orang tua susuan dan bibipaman susuan. e Berhubungan saudara dengan istri ipar atau sebagai bibi atau keponakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri, lebih dari seorang. f Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang nikah. 6 Seorang yang masih terikat tali pernikahan dengan orang lain, kecuali dispensasi oleh Pengadilan. 7 Seorang yang telah bercerai untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan pernikahan lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain. 8 Seorang perempuan yang pernikahannya terputus untuk nikah lagi telah lampau tenggang waktu tunggu. 9 Pernikahan harus dilangsungkan menurut tata cara pernikahannya yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 tentang Pencatatan Nikah Talak dan Rujuk.

D. Cakap Hukum

Kewenangan Hukum rechtsbevoegdheid adalah kewenangan untuk menjadi pendukung mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum. 52 Karena kewenangan – hukum persoon – alamiah dikaitkan dengan kepribadian manusia, maka manusia mempunyai kewenangan hukum sejak ia dilahirkan sampai kepada ia meninggal dunia. Kecakapan bertindak handelingsbekwaamheid adalah kewenangan umum, yang dipunyai oleh persoon pada umumnya, untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya . Perhatikan kata ”persoon pada umumnya” dan ”tindakan hukum pada umumnya ”. Kewenangan bertindak handelingsbevoegdheid adalah kewenangan khusus, yang dipunyai oleh persoon tertentu, untuk melakukan tindakan hukum atau tindakan-tindakan hukum tertentu. 53 Perhatikan kata ”tertentu”. Persoon yang berwenang melakukan tindakan hukum tertentu, dan tindakan hukum yang boleh dilakukan olehnya, maka selanjutnya ditentukan oleh undang-undang. Perlu diperhatikan bahwa istilah-istilah di atas -kewenangan hukum, kecakapan bertindak, dan kewenangan bertindak-merupakan istilah teknis hukum. Kata-kata tersebut dalam satu kesatuan mempunyai arti teknis hukum tertentu. Istilah teknis adalah istilah-istilah dengan arti tertentu, terlepas dari arti 52 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXXIV, Jakarta: Intermasa, 2010 h. 20, menggunakan istilah ”pembawa hak”. 53 J. Satrio, Hukum Pribadi, Bagian I, Persoon Alamiah, Cet-1, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999 h. 56 harfiah dari kata-kata yang bersangkutan, dan terlepas dari arti yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari, dan karenanya tidak boleh dipotong menjadi dua kata yang berdiri sendiri. Kata ”wenang” sebagai kata yang berdiri sendiri bisa mempunyai arti yang sangat berbeda dengan kata ”wenang” dalam satu kesatuan dengan kata ”bertindak”. Pada dasarnya, setiap orang yang telah dewasa adalah cakap untuk melakukan perbuatan hukum, karena memenuhi syarat umur menurut hukum. Akan tetapi apabila orang dewasa tersebut sakit ingatan atau boros sehingga tidak dapat mengurus dirinya sendiri, maka ia tidak bisa dikatakan cakap menurut hukum. 54 Kedewasaan ialah tingkat kematangan seseorang untuk berfikir lembut dan bijak apapun kapasitas dan pengetahuan yang dimilikinya dalam menerima masukan, merespect masukan, mengatasi perbedaan tanpa menimbulkan distorsi maupun disharmonies, juga tidak merugikan siapapun disekitarnya. Kedewasaan tidak ditentukan oleh kapasitas umur dan tidak hanya terukur oleh IQ intelegensi, maupun faktor yang hanya nampak terlihat secara fisik. Kedewasaan merupakan kemampuan untuk membuat serta mengambil keputusan. 55 54 Komeng, Makalah Hukum Perorangan, diakses dari http:komenkcb.blogspot.com, 14 Nopember 2013. 55 Pengertian Dewasa Dan Tingkat Kedewasaan, Perbedaan dewasa, pintar, cerdas, dan kritis, diakses dari http:www.mcscv.com, 14 Nopember 2013. Istilah kedewasaan menunjuk kepada keadaan sesudah dewasa, yang memenuhi syarat hukum. Sedangkan istilah Pendewasaan menunjuk kepada keadaan belum dewasa yang oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa. Hukum membeda-bedakan hal ini karena hukum menganggap dalam lintas masyarakat menghendaki kematangan berfikir dan keseimbangan psikis yang pada orang belum dewasa masih dalam taraf permulaan, sedangkan sisi lain dari pada anggapan itu ialah bahwa seorang yang belum dewasa dalam perkembangan fisik dan psikisnya memerlukan bimbingan khusus. Karena ketidakmampuannya maka seorang yang belum dewasa harus diwakili oleh orang yang telah dewasa sedangkan perkembangan orang kearah kedewasaan ia harus dibimbing. 56 Berikut adalah cakap hukum dan dewasa menurut berbagai disiplin hukum, diantaranya: 1 Menurut Konsep Hukum Perdata Pendewasaan ini ada 2 macam, yaitu pendewasaan penuh dan pendewasaan untuk beberapa perbuatan hukum tertentu terbatas. Keduanya harus memenuhi syarat yang ditetapkan undang-undang. Untuk pendewasaan penuh syaratnya telah berumur 20 tahun penuh. Sedangkan untuk pendewasaan terbatas syaratnya ialah sudah berumur 18 tahun penuh. 57 56 Konsultasi Hukum, Umur Dewasa, diakses dari http:www.asiamaya.com, 14 Nopember 2013. 57 Lihat pasal 421 dan 426 KUHPerdata. Dalam hukum Perdata, belum dewasa adalah belum berumur umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila mereka yang kawin belum berumur 21 tahun itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa. Perkawinan membawa serta bahwa yang kawin itu menjadi dewasa dan kedewasaan itu berlangsung seterusnya walaupun perkawinan putus sebelum yang kawin itu mencapai umur 21 tahun. 58 2 Menurut konsep Hukum Pidana Hukum pidana juga mengenal usia belum dewasa dan dewasa. Yang disebut umur dewasa apabila telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun, akan tetapi sudah atau sudah pernah menikah. Hukum pidana anak dan acaranya berlaku hanya untuk mereka yang belum berumur 18 tahun, yang menurut hukum perdata belum dewasa. Yang berumur 17 tahun dan telah kawin tidak lagi termasuk hukum pidana anak, sedangkan yang disebut belum cukup umur adalah ia yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin sebelumnya. 59 Bila sebelum umur 21 tahun perkawinannya diputus, ia tidak kembali menjadi belum cukup umur. 58 Lihat pasal 330 KUHPerdata. 59 Lihat pasal 294 dan 295 KUHP.

Dokumen yang terkait

Praktek Nikah Tahlil (Studi Pada Desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin Vii, Kabupaten Bungo, Jambi)

2 41 74

Praktek nikah wisata di Puncak Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor (Jawa Barat) di tinjau dari hukum islam

1 27 102

Pengaruh Nikah Di Bawah Tangan Terhadapa Psikologis Istri Dan Anak (Studi Kasus Di Kelurahan Cinere Depok)

1 11 0

Penetapan permohonan dispensasi nikah tahun 2012-2014 (studi pada pengadilan agama rengat provinsi Riau)

0 10 0

Itsbat nikah akibat pernikahan di bawah tangan bagi pasangan menikah di bawah umur (studi analisis penetapan pengadilan agama Cibinong Nomor: 499/Pdt.P/2014/PA.Cbn)

4 22 105

Praktik pemberian dispensasi nikah (studi penetapan pengadilan agama Tigarakasa Kabupaten Tangerang tahun 2013)

0 9 0

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGABULKAN PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH DI BAWAH UMUR DILIHAT DARI SEGI Pertimbangan Hakim Dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah Di Bawah Umur Dilihat Dari Segi Manfaat Dan Mudharot (Studi Kasus Pengadilan Agama Surakarta

0 2 19

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS DISPENSASI PERMOHONAN NIKAH Tinjauan Yuridis Dispensasi Permohonan Nikah Bagi Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Wonogiri).

0 2 12

NASKAH PUBLIKASI TINJAUAN YURIDIS DISPENSASI PERMOHONAN NIKAH Tinjauan Yuridis Dispensasi Permohonan Nikah Bagi Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Wonogiri).

0 1 17

PERWALIAN ANAK HASIL NIKAH SIRRI( Studi Kasus di Desa Banyukuning Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang)

0 0 90