Kategori “Non-Perilaku” Hasil Penelitian
Pada era sekarang, pandangan terkait seksualitas mengalami banyak perubahan pada budaya Indonesia. Tingginya arus informasi
menyebabkan perubahan pandangan serta sikap dan perilaku masyarakat Francoeur Noonan, 2004. Hal ini mempengaruhi orang tua dan guru
yang merupakan produk dari budaya lampau. Mereka dihadapkan pada benturan keyakinan pada masa lampau dengan fenomena perilaku seksual
anak. Pada era terdahulu, seksualitas hanyalah topik bagi orang dewasa, dan perilaku seksual merupakan perilaku yang seharusnya muncul pada
orang dewasa. Akan tetapi, saat ini keduanya dihadapkan pada kenyataan bahwa banyak anak telah menunjukkan ketertarikannya akan seksualitas.
Hal tersebut menjadi sebuah konflik tersendiri bagi para orang tua dan guru. Di satu sisi, mereka memiliki pandangan dan keyakinan bahwa
seksualitas adalah hal yang privasi dan merupakan topik di antara orang dewasa. Akan tetapi di satu sisi, mereka dihadapkan pada kenyataan
bahwa anak-anak mereka sekerang sudah menunjukkan ketertarikan akan seksualitas.
Fenomena tersebut tampak pada hasil penelitian ini. Secara umum, dapat diketahui bahwa para orang tua dan guru memiliki kecemasan dan
ketakutan terkait perilaku seksual pada anak. Hal ini terlihat dari beberapa hal. Yang pertama adalah, alih-alih diminta untuk memberikan perilaku
seksual anak yang mereka ketahui, subjek juga memberikan konsekuensi- konsekuensi negatif terkait perilaku seksual. Subjek juga turut
menyebutkan emosi dan pemahaman anak terkait seksualitas. Berdasarkan
variasi jawaban yang diberikan, dapat dilihat bahwa subjek lebih banyak menyebutkan variasi emosi yang bersifat negatif dibanding emosi yang
bersifat positif. Yang ketiga adalah selain menyebutkan perilaku seksual anak, subjek juga menyebutkan perilaku-perilaku lain yan gbahkan sama
sekali tidak terkait dengan seksualitas. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pandangan tertentu terkait
seksualitas, dalam hal ini terkait dengan budaya. Sebagaimana yang telah disebutkan di awal, generasi tua masyarakat Indonesia memiliki
pandangan bahwa seksualitas merupakan sebuah upaya untuk melanjutkan keturunan dan hanya orang yang dinilai sudah dewasa dan terikat dalam
pernikahan sajalah yang pantas untuk terlibat di dalamnya. Pangkahila, dalam Francoeur, 2004. Masyarakat Indonesia seringkali menilai
menstruasi pada perempuan dan sunat pada laki-laki sebagai tanda kedewasaan. Ritual keduanya biasa muncul pada anak-anak usia akhir
setara SMP, sehingga ketika anak-anak pada usia tersebut menunjukkan ketertarikan akan seksualitas, para orang tua dan guru akan menganggap
itu sebagai hal yang wajar. Akan tetapi ketika anak-anak usia yang lebih rendah menunjukkan perilaku seksual tertentu, orang tua dan guru
menganggap hal tersebut tidak wajar karena belum waktunya. Selain itu, kecemasan para orang tua dan guru juga terjadi karena
mereka beranggapan bahwa anak-anak yang sejak dini sudah memiliki intensi terkait seksualitas akan menjadi abnormal atau menjadi aktif secara
seksual kelak ketika dewasa Francoeur Noonan, 2004. Kecemasan
tersebut bersumber pada keyakinan dan nilai yang dianut oleh para orang tua dan guru bahwa keperawanan merupakan hal yang penting Pangkahila
dalam Francoeur, 2004. Oleh karena itu mereka cenderung mengasosiasikan perilaku seksual anak dengan konsekuensi-konsekuensi
negatif yang dapat terjadi pada anak, seperti hamil di luar pernikahan dan menjadi korban pelecehan seksual. Bagi masyarakat Indonesia, adanya
anak perempuan yang hamil di luar pernikahan adalah suatu musibah yang besar karena dianggap mencoreng nama baik keluarga Ramsey, dalam
Francoeur, 2004. Atas dasar hal tersebut, para orang tua dan guru cemas anak mereka terlibat perilaku seksual.
Para subjek juga menunjukkan pandangan negatif terkait perilaku seksual pada anak. Hal ini terlihat dari jawaban emosi negatif anak terkait
seksualitas yang lebih bervariasi dibanding emosi positif. Emosi negatif yang disebutkan oleh subjek adalah seperti malu, takut, cemas, dan tidak
nyaman. Sedangkan emosi positif yang disebutkan subjek hanya emosi senang. Hal tersebut menunjukkan adanya persepsi negatif oleh orang tua
dan guru mengenai perilaku seksual anak. Menurut Martin Nakayama 2007, proses seleksi banyak dipengaruhi harapan, motivasi, kebutuhan,
kecemasan dan pengetahuan masa lalu. Kecemasan dan ketakutan orang tua serta guru, terefleksikan ke dalam perbuatan mereka menyebutkan
emosi-emosi negatif terkait perilaku seksual anak. Hasil temuan di atas juga menunjukkan variasi perilaku seksual
anak yang sangat luas. Para orang tua dan guru menyatakan bahwa