43
peranan orang tua atau keluarga menjadi penting. Dengan menghargai anugerah kebebasan pribadi, orang tua mengarahkan anaknya kepada hidup sebagai orang
beriman, sedemikian rupa sehingga akhirnya anak sendirilah merasa bahwa iman itu sebagai yang dipilihnya sendiri secara bebas. Ayah dan ibu bertindak seperti
itu karena timbul dari kasih kepada anak-anaknya dan demi keselamatan anak- anaknya pula.
b. Fungsi Komunikasi Orang Tua Dalam Rangka Pembentukan Karakter
dan Iman Anak Dalam Keluarga Katolik. 1.
Pembentukan Karakter dan Iman Anak yang Didambakan Dalam Keluarga Katolik
a. Pembentukan Karakter atau Kepribadian Anak yang Didambakan
Pada bagian ini penulis terlebih dahulu akan menguraikan tentang pengertian karakter dan kepribadian. Menurut Samuel Lusi dalam buku
”Seip Intelligence” 2014: 45-46 dikatakan bahwa: akar kata “karakter” berasal dari
“karasso” Yunani yang berarti cetak biru atau format dasar. Sedangkan dalam tradisi Yahudi, karakter dikaitkan dengan alam, misalnya laut, angin, badai yang
tidak dikuasai manusia. Ini memberi gambaran bahwa karakter adalah sesuatu yang hakiki, dan tidak dapat diintervensi dari luar. Karakter yang dimiliki oleh
seseorang selalu dikaitkan dengan kualitas moral yang mencakup nilai-nilai hakiki seperti: kejujuran, kesantunan, integritas keberanian, kebaikan, keadilan dan
kesabaran. Sebuah kualitas yang muncul sebagai nilai khas seseorang menjadi acuan moral dalam bertindak dan berperilaku. Nilai diri seseorang tidak
dipengaruhi oleh “objek di luar diri”, melainkan sepenuhnya pancaran dari
44
kualitas interior diri. Sedangkan kepribadian menurut Widyapranawa dalam buku “Pendididikan Kepribadian Diri Sendiri” 2008: 2 dijelaskan bahwa: kepribadian
merupakan ciri yang khas unik yang tidak dapat terpisahkan dari kemanusiaan seseorang. Kepribadian seorang anak tidak boleh dibiarkan begitu saja atau
berkembang sendiri, tetapi perlu dibina dan dididik sepanjang hidupnya serta diarahkan ke arah yang lebih baik dan posistif sejak masih kecil sampai dewasa.
Untuk itu pembentukan karakter anak menjadi tujuan utama yang ingin dicapai oleh keluarga. Pertama-tama perlu diketahui bahwa kepribadian keluarga
merupakan identitas yang khas dari sebuah keluarga. Identitas khas ini lahir dan berkembang dari interaksi dan komunikasi yang dibiasakan dalam keluarga.
Keluarga yang terbiasa berinteraksi dan berkomunikasi secara terbuka, dialogis, luwes, akan membentuk kepribadian keluarga yang baik Alfonsus Sutarno, 2013:
26. Menurut David Field, sebagaimana dikutip oleh Alfonsus Sutarno 2013:
27-30 terdapat 5 tipe kepribadian keluarga yang sering muncul dalam lingkungan keluarga. Lima 5 Tipe keluarga tersebut adalah:
1 Kepribadian keluarga kacau. Tipe kepribadian keluarga ini dicirikan oleh
rendahnya kualitas dan kuantitas interaksi dari anggota keluarga. Masing- masing anggota kelurga sibuk dengan dirinya sendiri individualis, egois,
kekanak-kanakan. Dalam rangka pendidikan anak, sebaiknya tipe kepribadian ini dihindari.
2 Kepribadian keluarga otoriter. Dalam keluarga berkepribadian otoriter,
biasanya ada pemegang kekuasaan mutlak. Keputusan yang dibuat tidak bisa
45
didiskusikan, akibatnya anak-anak menjadi korban sehingga mereka akhirnya menjadi sangat kesal, benci dan takut kepada orang tua. Kepribadian keluarga
seperti ini sebaiknya dihindari. 3
Kepribadian keluarga overprotective. Jika orang tua terlalu melindungi overprotective, maka anak-anak akan merasa ketakutan, terkekang, dan
tertekan. Dampaknya kedewasaan dan kemandirian anak tidak berkembang secara wajar.
4 Kepribadian keluarga simbiotik. Adanya relasi yang sangat lekat di antara
anggota keluarga. Saking lekatnya, anggota keluarga merasa saling membutuhkan, saling mendukung, dan tergatung satu sama lain, namun
resikonya bahwa anak-anak akan menjadi tidak mandiri dan tidak berani menjadi dirinya sendiri. Untuk itu orang tua wajib mengarahkan agar
kedekatan relasi dan interaksi antaranggota keluarga tidak menjadikan anak tidak mandiri
5 Kepribadian keluarga seimbang. Kondisi khas dari kepribadian keluarga
seimbang adalah adanya interaksi dan komunikasi dalam keluarga secara luwes. Wewenang dan tanggung jawab keluarga diperankan secara seimbang
oleh bapak dan ibu. Anakpun bisa mendengarkan dan menuruti kehendak orang tuanya. Demikianpun sebaliknya orang tua rela mendengar dan bahkan
mau belajar dari anak-anaknya. Semua anggota keluarga dapat bekerja sama dengan baik dengan menghargai keunikan sikap dan pola pikir masing-masing.
Kepribadian keluarga seimbang inilah yang perlu dikembangkan.
46
Dalam buku “Catholic Parenting”, Alfonsus Sutarno 2013: 95-98
mengemukakan beberapa tips membangun keluarga yang berkepribadian positif yakni:
a Orang tua sebaiknya bisa berinteraksi dan berkomunikasi kepada anak dengan
terbuka, dialogis, luwes, dan akrab. Dengan demikian keberadaan keluarga akan lebih dinamis, demokratis, harmonis, dan terhindar dari salah paham.
b Semua anggota keluarga perlu saling peduli dan memberi perhatian. Hindarilah
kesibukan dan keasyikan dengan diri sendiri. Hal ini akan membuat keluarga menjadi solid, solider, altruis; jauh dari sikap individualis.
c Hendaknya komunikasi verbal dan non-verbal menjadi saran pengenalan dan
ekspresi diri antaranggota keluarga. Jika terjadi kesalahpahaman maka hendaknya disiasati dengan bijak dan sabar, bukan dengan sikap emosi dan
marah. d
Sebagai penentu keputusankebijakan keluarga, sebaiknya orang tua tidak menjadikan anak-
anaknya menjadi ‘korban’ dikuasai, diperdaya, atau hanya dijadikan seorang penurut. Hindarilah kesan orang tua sebagai ‘penguasa’
tunggal dalam rumah. e
Sebaiknya orang tua bisa menjadi sahabat bagi anak dan bukan penguasa. Orang tua bisa bermain, berdiskusi, bercerita, belajar, atau nonton bersama
anak-anak. Dengan demikian, relasi orang tua dengan anak akan semakin akrab dan anak-anak akan merasa dihargai.
f Orang tua sebaiknya bisa melindungi anaknya secara proporsional, tidak
berlebihan overprotective. Lindungilah anak-anak dengan wajar agar mereka
47
tetap merasa ‘bebas’ berekspresi, berpendapat, bertindak, dan berperasaan, serta bertumbuh-kembang dalam kedewasaan dan kemandirian secara
memadai. g
Sebaiknya orang tua menciptakan relasi yang sehat antara anak dengan anggota keluarga. Tumbuhkanlah dalam diri anak rasa saling membutuhkan dan saling
mendukung, tanpa harus bergantung. h
Orang tua perlu menciptakan kepribadian keluarga seimbang. Hal ini dicirikan oleh interaksi dan komunikasi keluarga yang luwes, ada pembagian peran
secara seimbang, dan bisa saling menggantikan atau partnership. Dalam kepribadian keluarga yang seimbang, orang tua akan menghargai keunikan
sikap dan pola pikir masing-masing anak dan semua anggota keluarga dapat bekerja sama dengan baik.
Menurut Ryan dan Lickona, sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari 2012: 96 dikatakan bahwa: Keluarga dipandang sebagai pendidik karakter yang utama
pada anak. Hal ini disebabkan karena pengaruh sosialisasi orang tua pada anak yang terjadi sejak usia dini sampai dewasa. Melalui interaksi dengan orang tua,
anak dapat merasakan dirinya berharga yang selanjutnya dijadikan dasar untuk menghargai orang lain. Nilai dasar yang menjadi landasan dalam membangun
karakter tersebut adalah hormat respect. Hormat tersebut mencakup respek pada diri sendiri, orang lain, semua bentuk kehidupan, maupun lingkungan. Dengan
memiliki sikap hormat maka seseorang akan memandang dirinya dan orang lain sebagai sesuatu yang berharga dan memiliki hak yang sederajat.
48
Dalam buku “Psikologi Remaja”, Sri Lestari mengutip pandangan Ryan dan Lickon 2012: 96 mengenai lima cara yang dilakukan orang tua terhadap
pembentukan karakter anak yakni: a
Pertama, dengan menyayangi anak, orang tua membantu anak untuk merasakan dirinya berharga
b Kedua, orang tua menjadikan dirinya sebagai model bagi anak dalam
memperlakukan orang lain c
Ketiga, hubungan yang hangat antara orang tua dan anak menjadi kekuatan dalam menghadapi pengaruh moral
d Keempat, kasih sayang berperan dalam perkembangan penalaran moral.
e Kelima, kasih sayang mendorong terjadinya komunikasi orang tua-anak yang
menjadi variabel mediator antara kasih sayang dan perkembangan penalaran moral.
b. Pembentukan Iman Anak yang Didambakan