65
dimengerti, kebutuhan untuk dipahami, kebutuhan untuk diterima apa adanya, kebutuhan untuk dipercaya, kebutuhan untuk keterlibatan, dan kebutuhan-
kebutuhan dasar lainnya akan menentukan tingkat keharmonisan dalam keluarga J. Hardiwiratno, 1994: 12. Dalam keluarga terdapat interaksi dan komunikasi,
baik verbal maupun nonverbal antaranggota keluarga. Keharmonisan keluarga bisa sangat tergantung dari cara dan intensitas anggota keluarga berinteraksi dan
berkomunikasi satu sama lain Alfonsus Sutarno, 2013: 20. Kemudian dalam buku yang berjudul “Catholic Parenting” Alfonsus Sutarno, 2013: 30 jelas
dikatakan bahwa: Kondisi khas dari kepribadian keluarga seimbang adalah adanya interaksi
dan komunikasi dalam keluarga secara luwes. Wewenang dan tanggung jawab keluarga diperankan secara seimbang oleh bapak dan ibu. Di antara
bapak dan ibu, berkembang sikap saling menggantikan. Anak pun bisa mendengarkan dan menuruti kehendak orang tuanya. Demikian juga orang
tua rela mendengar, bahkan belajar dari anak-anaknya. Kemandirian dan kebersamaan berkembang secara seimbang dan sehat. Semua anggota
keluarga dapat bekerja sama dengan baik. Anggota keluarga dapat menghargai keunikan sikap dan pola pikir masing-masing.
e. Tujuan Komunikasi Orang Tua-Anak Dalam Keluarga Katolik
Menurut pandangan Clark dan Shileds sebagaimana dikutip oleh Sri Lestari dalam buku “Psikologi Keluarga” 2012: 61-62 dikatakan bahwa:
komunikasi yang baik antara orang tua dan anak merupakan indikator yang membangun rasa percaya diri dan kejujuran dalam diri anak. Sedangkan menurut
Fitzpatrick dan Badzinski menyebutkan dua karakteristik dalam relasi orang tua dan anak, pertama:komunikasi yang mengontrol yakni tindakan yang
mempertegas otoritas orang tua terhadap anak. Kedua, komunikasi yang mendukung yang mencakup persetujuan, membesarkan hati, ekspresi afeksi,
66
pemberian bantuan dan kerja sama. Komunikasi antara orang tua dan anak sangat penting bagi orang tua dalam upaya melakukan kontrol, pemantauan, dan
dukungan pada anak. Tindakan orang tua ini dapat dipahami secara positif dan negatif oleh anak, tergantung dari cara bagaimana orang tua berkomunikasi Sri
Lestari, 2012: 62
67
BAB III PENELITIAN TENTANG DINAMIKA KOMUNIKASI ORANG TUA
DALAM RANGKA PEMBENTUKAN KARAKTER DAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK
DI PAROKI ADMINISTRATIF SANTO PAULUS PRINGGOLAYAN
1. Deskripsi Paroki Santo Paulus Pringgolayan
Berdasarkan buku Program Kerja Paroki 2014: 5-19 dirumuskan mengenai profil Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan dan Keadaan
umat di Paroki Administratif St. Paulus Pringgolayan sebagai berikut:
1. Profil Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan
a. Latar Belakang Berdirinya Paroki Administratif Santo Paulus
Pringgolayan
Perjalanan sejarah Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan tentu tidak dapat dilepaskan dari Paroki induk yaitu Gereja Santo Yusuf Bintaran.
Paroki Administratif Santo Paulus Pringgolayan ini pada awalnya masih bergabung dengan Kring Kota Gede, Sekarsuli, Gamelan dan Mantup. Pada waktu
itu wilayah Gedongkuning dalam kegiatan rohani masih bergabung dengan Kring Sorowajan Paroki Baciro. Demikian pula wilayah Pleret masih menjadi bagian
dari Paroki Klodran Bantul. Atas kebijakan Rm. Blasius Pujaraharja, Pr selaku Pastor Kepala Paroki
Santo Yusuf Bintaran sekaligus Vikep DIY yang berkarya pada tahun 1972-1978, memutuskan bahwa wilayah Gedongkuning masuk wilayah Paroki Santo Yusuf
Bintaran. Pada tanggal 24 Februari 1977 wilayah Gedongkuning dan sekitarnya