40
moral;  Kelima,  kasih  sayang  mendorong  terjadinya  komunikasi  orang  tua  anak yang menjadi variabel mediator antara kasih sayang dan perkembangan penalaran
moral.  Dengan  komunikasi  yang  baik,  orang  tua  memberikan  kesempatan  pada anak  untuk  mengembangkan  kemampuan  dalam  menggunakan  perspektif  orang
lain  dan  berpikir  tentang  isu-isu  moral.  Keterbukaan  dalam  berkomunikasi  juga mendukung  orang  tua  untuk  memberikan  bantuan  pada  anak  ketika  anak
membutuhkannya.
c. Pembentukan Iman Anak
Dalam  buku  “Menuju  Keluarga  Bertanggung  jawab”  J.  Hardiwiratno, 1994: 84-85, dikatakan bahwa dalam keluarga, peran orang tua amat besar  dalam
pembentukan  perkembangan  iman  anak.  Pertama-tama  keluarga  adalah  tempat pendidikan iman yang pertama dan utama. Tanpa pendidikan, mustahil iman anak
dapat  berkembang.  Untuk  dapat  berkembang  dengan  baik,  maka  anak memerlukan  lahan  yang  subur,  sehingga  benih  iman  yang  telah  ditaburkan  oleh
Allah  sendiri  dalam  diri  anak    melalui  orangtua  dapat  berkembang  dan  berbuah. Keluarga adalah lahan subur pertama dan utama untuk perkembangan iman anak.
Keluarga  dapat  menjadi  bagian  dari  perkembangan  iman  anak  mereka,  kalau orang  tua  dapat  menciptakan  keluarganya  menjadi  suatu  komunitas  antarpribadi
yang  mengkrasankan  semua  angggota  keluarga,  yang  ditandai  dengan  semangat saling  mencintai    dengan  penuh  kesetiaan,  saling  mau  berkomunikasi  atau
berdialog  secara  terbuka  dan  jujur,  saling  mau  menerima  apa  adanya,  saling memperhatikan, saling mau memaafkan jika di antara mereka ada  yang bersalah,
41
saling  mau  menolong,  saling  mau  berkorban,  saling  mendoakan  dan  lain-lain. Kalau  orang  tua  dapat  menciptakan  keluarga  menjadi  komunitas  anatarpribadi
seperti tersebut di atas, maka keluarga dapat berfungsi sungguh-sungguh menjadi Gereja  mini,  tempat  relasi  cinta  kasih  dan  iman  kepada  Kristus  dasar  hidupnya,
sehingga  iman  anak  kemungkinan  besar  dapat  lebih  berkembang  dengan  baik. Tentu saja berkat rahmat Tuhan sendiri.
Dalam ensikliknya FC, art. 36  Paus Yohanes Paulus II berbicara tentang pendidikan dalam keluarga sebagai berikut:
Orang tua harus diakui sebagai  pendidik  yang pertama dan terutama bagi anak-anak  mereka.  Peranan  mereka  sebagai  pendidik  sedemikian
menentukan  sehingga  hampir  tiada  suatu  apa  pun  yang  dapat menggantikan bila mereka gagal menunaikan tugas itu. Menjadi kewajiban
orang tualah menciptakan suasana keluarga  yang sedemikian dijiwai  oleh cinta kasih dan sikap hormat kepada Allah dan orang-orang lain sehingga
perkembangan pribadi dan sosial yang utuh dapat dipupuk di antara anak- anak. Maka keluarga adalah sekolah pertama demi keutamaan-keutamaan
sosial yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat.
Maka  dalam  hubungan  ini  orang  tua  adalah  guru  mengajar  dan  ibu mempertumbuh-kembangkan  serta  ikut  memelihara  dalam  bidang  iman  bagi
putera  dan  puterinya.  Menurut  J.  Hardiwiratno  1994:  85-86,  orang  tua  adalah pelayan  Gereja,  sehingga  iman  diteruskan  dari  generasi  ke  generasi  melalui
keluarga.  Di  sini  keluarga  tidak  hanya  melihat  anak  sebagai  anak-anak  mereka sendiri,  tetapi  hendaknya  juga  melihat  sebagai  anak-anak  Allah,  saudara  dan
saudari  Yesus,  bait  Allah  Roh  Kudus  dan  anggota  Gereja.  Keluarga  sebagai Gereja  mini  dapat  merupakan  saluran  iman  dan  tempat  inisiasi  Kristen  dimulai
yakni  memperkenalkan  dan  menghidupi  misteri  iman  serta  misteri  keselamatan
42
yang  terjadi  dalam  perayaan  liturgi  atau  perayaan-perayaan  sakramen  dan  yang terjadi  melalui  peristiwa  hidup  sehari-hari.  keluarga  kemudian  menjadi  sekolah
mengikuti  Yesus  dan  menjadi  pusat  katekese  sakramental  bagi  anak-anaknya. Orang  tualah  yang  pertama-tama  memperkenalkan  Allah.  Keluarga  dipanggil
untuk ikut ambil bagian secara aktif dalam mempersiapkan anak untuk menerima sakramen baptis, krisma, pengakuan tobat dan Komuni pertama
Dalam  buku  “Menuju  Keluarga  Bertanggung  Jawab”,  J.  Hardiwiratno 1994:  86  menegaskan  bahwa  pengembangan  iman  sebenarnya  tidak  hanya
terjadi  dengan  katekse  eksplisit  dengan  kata-kata  atau  dengan  mengajar  secara intruksional saja, melainkan lebih-lebih di dalam keluarga adalah kesaksian hidup
keagamaan  ibu  dan  ayahnya  sendiri  FC  38-39.  Oleh  karena  itu  peranaan kesaksian  kehidupan  iman  orang  tua  dalam  memperkembangkan  iman  anak-
anaknya  adalah  vital.  Dan  inilah  sebenarnya  metode  yang  paling  efektif  dalam pendidikan iman di dalam keluarga yakni dengan contoh konkret kehidupan iman
orang tuanya serta anggota yang lain yang hidup serumah.
Memang  disadari  juga  bahwa  hidup  iman  bukanlah  sesuatu  yang  secara khusus diisi ke dalam anak oleh ayah dan ibunya. Hal tersebut ditegaskan oleh J.
Hardiwiratno  1994:  86  yang  mengatakan  bahwa:Iman  itu  pertama-tama  adalah suatu  anugerah  cuma-cuma  dari  Allah  yang  berkembang  mengikuti  dinamika
hidup  seseorang  dan  kehidupan  sekitarnya.  Iman  tidak  berkembang  secara otomatis, tetapi membutuhkan kerjasama manusia dan kehendak bebasnya dengan
rahmat  Tuhan  untuk  menghasilkan  buah.  Maka  dalam  rangka  proses  inilah,
43
peranan  orang  tua  atau  keluarga  menjadi  penting.  Dengan  menghargai  anugerah kebebasan  pribadi,  orang  tua  mengarahkan  anaknya  kepada  hidup  sebagai  orang
beriman, sedemikian rupa sehingga akhirnya anak sendirilah merasa bahwa iman itu  sebagai  yang  dipilihnya  sendiri  secara  bebas.  Ayah  dan  ibu  bertindak  seperti
itu  karena  timbul  dari  kasih  kepada  anak-anaknya  dan  demi  keselamatan  anak- anaknya pula.
b. Fungsi  Komunikasi  Orang  Tua  Dalam  Rangka  Pembentukan  Karakter