Ekstraksi Sel Metode Pemasangan Sel

sakit atau lansia, serta pasien yang menderita luka bakar parah, mungkin tidak memiliki jumlah yang cukup sel-sel autologous untuk membangun jalur sel. Apalagi karena jenis sel ini perlu dikultur dari pasien, ada juga beberapa kekhawatiran berkaitan dengan perlunya melakukan operasi bedah seperti yang mungkin menyebabkan infeksi donor atau penyakit kronis. Sel autologous juga harus dikultur dari sampel sebelum mereka dapat digunakan: ini memakan waktu, sehingga solusi autologus mungkin tidak cepat. 2. Allogenik, yaitu sel yang diperoleh dari tubuh donor dengan spesies yang sama. Walaupun masih ada kontroversi, tetapi penggunaan sel manusia dalam penanaman kulit terbukti aman. 3. Xenogenik, yaitu sel yang diperoleh dari spesies yang berbeda, dan telah diuji secara ekstensif dalam upaya konstruksi organ transportasi tubuh. Sel xenogenic ini terisolasi dari individu spesies lain. Secara khusus sel-sel hewan telah digunakan cukup luas dalam eksperimen yang ditujukan untuk pembangunan implan kardiovaskular. 4. Singeneik, yaitu sel yang diambil dari organisme identik secara genetik, seperti kembar, klon, atau model penelitian hewan bawaan. 5. Primer, yaitu sel dari organisme. 6. Sekunder, yaitu sel dari bank sel. 7. Stem sel sel induk, yaitu sel yang belum berdiferensiasi yang dapat membelah dalam kultur dan berubah menjadi aneka macam sel, adalah sel-sel terdiferensiasi dengan kemampuan untuk membagi dalam kultur dan menimbulkan berbagai bentuk sel-sel khusus Bernice, 1994, dan Fedik et al., 2011.

2.6 Ekstraksi Sel

Bersumber dari jaringan cair seperti darah, sel diekstrak dengan alat sentrifugal. Biasanya jaringan solid dicincang, lalu diberi enzim pencerna seperti tripsin atau kolagenase untuk menghilangkan matriks ekstraselular yang mengikatmenyatukan sel. Setelah itu sel akan mengambang bebas dan dapat diekstrak secara sentrifugal. Penggunaan tripsin sangat bergantung pada suhu, semakin tinggi suhu semakin cepat matriks diurai, tetapi kerusakan sel bertambah banyak. Kolagenase kurang bergantung pada suhu dan kerusakannya kecil tetapi lebih sulit memakan waktu lebih lama dan mahal Fedik et al., 2009. . Universitas Sumatera Utara

2.7 Metode Pemasangan Sel

Umumnya masalah yang paling umum adalah keterbatasan sistem transpor. Jaringan buatan umumnya kekurangan suplai darah awal sehingga sulit untuk memperoleh oksigen dan nutrisi yang cukup untuk bekerja dengan baik. Karenanya, sangat penting untuk menciptakan struktur dengan skala yang tepat, agar mudah menyatu dengan pembuluh darah. Beberapa strategi pemasangan sel dalam rekayasa jaringan: a. Injeksi Sel Strategi ini dikembangkan dengan langsung melakukan transplantasi sel pada daerah yang akan diperbaiki jaringannya. b. Pendekatan konduksi Pada dunia kedokteran gigi telah digunakan pada perawatan penyakit periodontal yaitu menggunakan membran barier pada teknik bedah Guided Tissue Regeneration GTR. c. Pendekatan Induksi Strategi ini meliputi aktivasi sel di daerah sekitar yang rusak dengan menggunakan signal biologis yang spesifik. Mekanisme induksi dimulai dengan ditemukannya protein pembentuk jaringan tulang yang dikenal dengan nama Bone Morphogenetics Protein BMPs. d. Transplantasi sel Metode ini merupakan refleksi suatu kerja sama tim multi disiplin seperti ahli bedah dengan ahli bioengineering dan ahli biomaterial serta biologi molekuler. Klinisi atau ahli bedah untuk melakukan biopsi sebagian jaringan sehat dari donor, ahli biologi molekuker untuk proses mengembangbiakkan sel menjadi jutaan pada media scaffold yang telah dipersiapkan lebih dulu oleh ahli biomaterial di laboratorium. Ahli bioengineering bertugas memproduksi jaringan dari sel yang tumbuh dalam bioreaktor untuk ditransplantasikan ke individu penerima jaringan. Pada akhirnya, para klinis atau ahli bedah akan melakukan transplantasi untuk rekayasa jaringan menggantikan jaringan yang rusak atau hilang. Setelah transplantasi, biodegradable polymer yang berfungsi sebagai scaffold akan hancur melalui proses biologis dan terjadi remodeling atau pembentukan kembali jaringan yang rusak oleh tubuh sendiri Bernice, 1994. Universitas Sumatera Utara

2.8 Fisiologi Kulit