Pada Gambar 4.5 dapat dilihat persen kehilangan berat dalam scaffold dipengaruhi oleh kandungan kitosan dalam scaffold. Semakin banyak kandungan kitosan dalam
campuran bahan semakin besar persen kehilangan berat scaffold dengan meningkatnya suhu pemanasan. Hal ini disebabkan karena kitosan memiliki sifat degradasi termal yang
lebih baik dibandingkan dengan kolagen. Kehilangan massa scaffold kitosankolagen terjadi dalam dua tahap: pertama
ditandai dengan kehilangan dari struktur ikatan air, diikuti dengan degradasi termal rantai polimer pada tahap akhir. Scaffold kitosankolgen menunjukkan kehilangan massa dalam
tiga tahap yang berbeda. Tahap pertama ikatan air, tahap kedua ikatan struktur air terikat, tahap terakhir degradasi rantai polimer.
Tabel 4.2 Ringkasan Hasil Uji Termal TGA Sampel
Suhu degradasi
maksimum,
o
Kehilangan berat,
C Suhu
degradasi minimum,
o
Kehilangan berat,
C KitosanKolagen 20:80
250 1,651
50 72,00
KitosanKolagen 40:50 250
3,174 50
74,00 KitosanKolagen 50:50
250 3,434
50 75,25
KitosanKolagen 60:40 250
3,482 50
75,00 KitosanKolagen 80:20
250 3,120
50 78,00
Degradasi scaffold kitosankolagen ditunjukkan maksimum pada 48,81°C, dengan kehilangan berat scaffold 2,15 mg, dan minimum pada 245
o
C dengan kehilangan berat 3,484 mg. Semakin banyak kandungan kitosan dalam bahan menunjukkan perubahan
sedikit dalam degradasi temperatur. Sifat degradasi termal diperlukan untuk proses sterilisasi scaffold dengan cara pemanasan sebelum sel ditumbuhkan diatas scaffold.
4.3 Uji Pertumbuhan Sel
Pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa sel fibroblast dapat melekat diatas permukaan scaffold kitosankolagen dengan perbandingan 20:80, dan bentuk sel yang
melekat bertambah meluas, tetapi jumlah sel tidak bertambah banyak.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 Foto pertumbuhan sel diatas scaffold kitosankolagen dengan perbandingan
20:80, pada waktu 2, 3, 4, 5 hari, dengan mikroskop inverted 9perbesaran 10x.
Hal ini bisa disebabkan karena metode sterilisasi yang belum tepat dan komposisi scaffold yang menyebabkan sel tidak dapat memperbanyak diri diatas scaffold,
dibandingkan dengan sel yang melekat di dasar dish pada medium yang di bagian pinggir scaffold.
sel sel
chi:coll= 20:803d
chi:coll= 20:802d
sel
sel chi:coll=
20:805d chi:coll=
20:804d
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.7 Foto pertumbuhan sel diatas scaffold kitosankolagen dengan perbandingan
80:20, pada waktu 2, 3, 4, 5 hari, dengan mikroskop inverted perbesaran 10x. Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa sel fibroblast dapat melekat diatas
permukaan scaffold kitosankolagen dengan perbandingan 80:20, dan bentuk sel yang melekat bertambah meluas. Jumlah sel lebih banyak dibandingkan dengan scaffold
dengan perbandingan 20:80. Hal ini bisa disebabkan karena scaffold dengan kandungan kitosan lebih banyak lebih tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan sel.
sel sel
chi:coll= 80:203d
chi:coll= 80:202d
sel sel
chi:coll= 80:205d
chi:coll= 80:204d
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.8 Foto pertumbuhan sel diatas scaffold kitosankolagen dengan perbandingan
40:60, pada waktu 2, 3, 4, 5 hari, dengan mikroskop inverted perbesaran 10x. Pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa sel fibroblast dapat melekat diatas
permukaan scaffold kitosankolagen dengan perbandingan 40:60, dan jumlah sel berkembang sangan baik. Jumlah sel lebih banyak dibandingkan dengan scaffold dengan
perbandingan 80:20, meskipun pertumbuhan bentuk sel tidak cepat terjadi.
sel sel
chi:coll= 40:603d
chi:coll= 40:602d
sel sel
chi:coll= 40:607d
chi:coll= 40:605d
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9 Foto pertumbuhan sel diatas scaffold kitosankolagen dengan perbandingan
60:40, pada waktu 2, 3, 4, 5 hari, dengan mikroskop inverted perbesaran 10x. Pada Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa sel fibroblast dapat melekat diatas
permukaan scaffold kitosankolagen dengan perbandingan 60:40, dan jumlah sel berkembang sangat baik, tetapi pertumbuhan bentuk sel tidak cepat. Jumlah sel lebih
sedikit dibandingkan dengan scaffold dengan perbandingan kitosan kolagen 40:60,
meskipun pertumbuhan bentuk sel sama tidak cepat terjadi.
Gambar 4.10 Foto pertumbuhan sel diatas scaffold kitosankolagen dengan perbandingan
50:50, selama waktu 1 hari, dengan mikroskop inverted perbesaran 10x.
sel sel
chi:coll= 60:404d
chi:coll= 60:401d
sel sel
chi:coll= 60:407d
chi:coll= 60:405d
jamur jamur
chi:coll= 50:501d
chi:coll= 50:501d
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa sel fibroblast dapat melekat diatas permukaan scaffold kitosankolagen dengan perbandingan 50:50, dan jumlah sel
berkembang sangat baik, tetapi terjadi kontaminasi oleh jamur, hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan perlakuan pada saat sterilisasi sehingga terjadi kontaminasi oleh jamur,
sehingga pengamatan pertumbuhan sel di atas scaffold kitosankolagen dengan
perbandingan 50:50 tidak dapat dilanjutkan.
Pada Gambar Pertumbuhan sel fibroblast di atas scaffold kitosankolagen Gambar 4.6 sampai Gambar 4.9, menunjukkan kemampuan dan biokopatibilitas dari scaffold
untuk rekayasa jaringan kulit. Meskipun permukaan scaffold nonporos, sel fibroblast dapat melekat dan berkembang di atas scaffold. Metode sterilisasi scaffold dan sifat
adhesi sel fibroblast manusia di atas scaffold perlu diteliti lebih lanjut. Ini berkaitan dengan kenyataan bahwa meskipun gugus amino dari polimer berinteraksi dengan gugus
aldehid dari glutaraldehid, yang menyebabkan gugus amino bebas dari rantai polimer berinteraksi secara elektrostatik dengan muatan negatif dari permukaan membran sel. Ini
berarti juga bahwa glutaraldehid tidak suka berinteraksi dengan polimer yang menyebabkan sifat adhesi dan proliferasi sel.
Kemungkinan yang lain adalah interaksi biospesifik antara penerima sel dengan molekul kitosan atau kolagen sejak adesi dan proliferasi yang diberikan sel tergantung
kuat pada permukaan penerima sel spesifik yang digunakan oleh sel untuk berinteraksi dengan scaffold, yang menyebabkan melekatnya sel-sel di atas scaffold.
Penciptaan jaringan yang berfungsi memerlukan kultur yang ekstensif dengan memperhatikan aneka faktor seperti oksigen, keasaman, kelembapan, suhu, nutrisi dan
osmosis. Umumnya, dalam kultur sel biasa, pemberian nutrisi cukup melalui difusi. Namun karena jaringan bertambah besar dan kompleks, cara yang digunakan pun
bertambah rumit. Selain itu, diperlukan faktor atau rangsangan untuk menciptakan fungsionalitas. Hormon, growth factor, metabolit dan nutrisi, rangsangan kimia dan fisik
juga perlu. Misalnya kondrosit memerlukan kondisi rendah oksigen dalam pembentukan rangkanya Bernice, 1994.
Masalah lain dengan kultur jaringan, faktor rangsangan yang tepat diperlukan untuk mendorong fungsi. Dalam banyak kasus, perawatan kultur sederhana tidak cukup.
Faktor pertumbuhan, hormon, metabolit tertentu atau nutrisi, rangsangan kimia dan fisik kadang-kadang diperlukan. Misalnya, sel-sel tertentu merespon perubahan tekanan
oksigen sebagai bagian dari perkembangan normal mereka, seperti kondrosit, yang harus
Universitas Sumatera Utara
beradaptasi dengan kondisi oksigen rendah atau hipoksia selama pengembangan tulang. Hal lainnya, seperti sel-sel endotel, menanggapi tegangan geser dari aliran fluida, yang
ditemui dalam pembuluh darah. Rangsangan mekanik, seperti tekanan pulsa tampaknya bermanfaat untuk semua jenis jaringan kardiovaskular seperti katup jantung, pembuluh
darah atau perikardium Fedik, et al., 2011; Freshney, 2005; dan Bernice, 1994.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN