102
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Manusia sering melakukan kesalahan-kesalahan, di antaranya manusia sering lupa. Lupa tentang jati dirinya di dunia ini sehingga terkadang manusia itu
bersifat sombong akan kekayaan yang dimiliki, jabatannya, kedudukannya, kekuatannya, dan lain sebagainya.
Dalam bait tembang tersebut, terdapat ajaran bahwa sebagai manusia, kita harus selalu mengingatkan antara manusia yang satu dengan yang lain. Manusia
mengingatkan akan kekhilafan yang dilakukan, baik secara sadar maupun secara tidak sadar. Dengan saling mengingatkan, maka kualitas hidup manusia di dunia
ini akan semakin baik. Oleh karena itu, paling tidak manusia selalu sigap dan tanggap dalam situasi apapun atau tanggap ing sasmita. Hanya dengan itu,
manusia dapat meniti zaman global ini dengan penuh kesiapan. Pada bait tembang Asmaradana, digambarkan pula bahwa dalam menjalani
kehidupan di dunia, manusia akan selalu berhubungan dengan orang lain. dalam setiap kesempatan, manusia tidak akan luput yang namanya salah atau
kekhilafan. Maka, sudah selayaknya jika orang yang melakukan kesalahan harus meminta maaf tansah ngapura ing salah. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan
sebagai berikut:
Kutipan: Kang santosa ing reh titi,
prawira prayit neng jagad, myang paramarta artine,
tansah ngapura ing salah, ing nguni sampun kocap,
yen manggur keket wong ngagung, karya sepining paseban.
Terjemahan: Aturan pranata yang telah dikukuhkan atau disepakati,
yang dimulai sejak terciptanya dunia ini, kepada seluruh manusia,
selalu meminta maaf jika telah berbuat salah, di dalam perkataan yang sudah terucap,
jika hal tersebut dilakukan maka seperti orang yang memiliki derajat yang tinggi, hal itu merupakan hasil dari perenungan diri kontemplasi.
Bait tembang Asmaradana di atas menjelaskan bahwa manusia diciptakan ke dunia oleh Tuhan YME bukan berarti sebagai makhluk sempurna yang memiliki
kelebihan-kelebihan, akan tetapi manusia juga memiliki kelemahan, yaitu dapat berbuat salah. Oleh karena itu, manusia harus meminta maaf jika berbuat salah
kepada manusia lain karena derajat orang yang meminta maaf dan yang memaafkan derajatnya akan diangkat yang lebih tinggi.
4. Nilai hubungannya manusia dengan alam sekitar
Pada bait Serat Sewaka juga membahas mengenai masalah lingkungan atau alam semesta. Berikut data tembang Asmaradana:
103
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Kutipan: 1.
Kang taberi barang kardi, tan nana bedane liya,
saosiking jagad kiye, ngawulaa myang tapaa,
dagang miwah ngajiya, sawah nanandura pantun,
anepiya sabeng wana. 2.
Barang karya nora becik, kalamun leson sungkanan,
mung ngamaning sawah bae, winilis wilis ing ngetang,
puser lodhoh bang-bangan, walang menthek tikus busung,
den kawruh isining gahan. Terjemahan:
1. Rajin dan tekun dalam bekerja,
tidak ada bedanya dengan yang lain, seisi dunia ini,
mengabdi seperti beribadah, berdagang sambil mengaji,
tanamilah sawah dengan padi, singgahlah di setiap hutan.
2. Melakukan suatu pekerjaan dengan tidak baik,
jika sungkan untuk beristirahat, hanya untuk mengawasi sawahnya saja,
hijau ketua-tuaan dalam hitungan, di tengah tanaman padi terserang hama hingga berwarna kemerah-merahan,
belalang kekenyangan tikus kurus, dan ketahuilah bahwa sesuatu itu tak dapat disangka.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa seseorang yang rajin dan tekun dalam bekerja akan mendatangkan kebaikan. Rajin dan tekun dalam bekerja sama derajatnya dengan
yang lain. Bekerja dengan sungguh-sungguh akan mendatangkan kemaslahatan bagi diri sendiri. Bekerja diibaratkan seperti beribadah kepada Tuhan. Manusia mengolah tanah
sawah dengan baik untuk mencukupi kebutuhan hidupnya seperti halnya mencintai alam. Alam menyediakan begitu banyak sumber dan hasilnya bagi manusia sehingga
manusia dituntut untuk selalu menjaga alam. Pada bait yang kedua, menunjukkan bahwa manusiayang hanya mementingkan
kehidupan duniawi saja, hidupnya akan selalu dibayang-bayangi ketakutan, seperti halnya petani yang pekerjaan setiap harinya hanya menjaga padi karena menganggap padi
sebagai bahan pokok. Maka, padi dianggap sesuatu yang sangat penting untuk dijaga. Padahal, sewaktu-waktu apa yang dimiliki oleh manusia dapat diambil oleh Tuhan.
Manusia di ciptakan ke dunia tidak memiliki apa-apa sehingga manusia harus sadar akan keberadaannya. Manusia hanya berpikir bahwa seolah-olah akan hidup kekal atau abadi.
Padahal dalam kenyataannya, manusia itu pasti akan mati. Hal itu yang tidak disadari oleh manusia sekarang ini.
104
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
Dalam pembelajaran, sastra memiliki peranan penting dalam pendidikan karakter. Pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter dapat diwujudkan melalui
pengoptimalan peran sastra. Sastra diberlakukan sebagai salah satu media pendidikan moral atau kepribadian. Dalam karya sastra khususnya serat sewaka banyak
mengandung nilai-nilai etika dan moral yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia. Karya sastra banyak membicarakan tentang religiusitas, masyarakat, dan
lingkungan atau alam semesta. I si dalam serat sewaka sarat dengan pendidikan karakter. Hal ini dikarenakan
ajaran yang ada banyak membahas masalah tentang kehidupan manusia diciptakan alam ini untuk senantiasa bersyukur dan melakukan kewajiban sebagai Makhluk ciptaanNya.
Perananan sastra khususnya serat sewaka dalam pendidikan karakter tidak bisa terwujud dengan mudah tanpa peran serta atau perangkat yang terdapat dalam pembelajaran.
Salah satu yang bisa berperan dalam pendidikan karakter kaitannya dengan pembelajaran sastra yaitu pengajar atau guru sebagai apresiator yang sangat menentukan keberhasilan.
Pada kegiatan apresisasi sastra khususnya nilai nilai dalam serat sewaka diharapkan dapat membuat pembelajaran menjadi ktitis, dan peserta didik peka dan halus
terhadap isi yang ada. Dengan memahami isi diharapkan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari hari sehingga pendidikan karakter akan terwujud. Hal tersebut sangat
beralasan karena
karena penulis
membuat karyanya
tidak hanya
untuk kesenangan keindahan semata tetapi juga memberikan maanfaat dulce et utile.
SI MPULAN, I MPLI KASI , DAN SARAN
Serat Sewaka berisi tentang nilai-nilai luhur yang di dalamnya mengajarkan tentang bagaimana manusia menjalankan kewajibannya sebagai makhluk-Nya dengan
mengedepankan kejujuran, keikhlasan, kesediaan berkorban, dan kesetiaan. Selain itu, pesan moral yang positif untuk dijadikan pedoman dan dapat diambil hikmahnya
menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, mengabdi pada Tuhan, menuntut ilmu, bekerja keras, tidak mudah putus asa, merupakan nilai nilai keyakinan terhadap Tuhan,
peribadatan, serta nilai-nilai kemanusian dalam hubungannya dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitarnya. Nilai-nilai dalam Serat Sewaka mengajarkan bahwa
manusia dalam menjalani kehidupan harus mengutamakan atau setidaknya bisa mengisi dengan hal-hal yang baik.
Serat Sewaka dapat dijadikan sebagai bahan pengajaran untuk mencapai keluhuran hidup atau pelajaran hidup agar selamat. Serat Sewaka yang ditulis dalam
bentuk tembang mengandung nilai nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Kaitannya dengan pembelajaran sastra, khususnya tembang Macapat merupakan
bentuk pengajaran sastra yang banyak mengandung nilai didik yang cukup baik dan patut diajarkan di sekolah, sehingga harus dilestarikan serta dimanfaatkan sesuai dengan fungsi
karya sastra. Serat Sewaka yang berupa tembang banyak memberikan suatu cerita dan ajaran-ajaran sehingga membuat pembaca lebih terkesan bila mengetahui isi dari
tembang tersebut. Upaya-upaya nyata dalam proses pembinaan moral dan pendidikan dalam Serat
Sewaka dapat dilakukan oleh para pendidik guru atau tokoh masyarakat. Para pengajar dapat mengajarkan sastra Jawa kaitannya dengan tembang berdasarkan teks-teks
tembang Serat Sewaka dengan memberikan kajian terhadap nilai yang ada dalam teks
105
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
tersebut. Hal itu sangat relevan mengingat ajaran nilai-nilai moral, pendidikan, dan sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan budi pekerti bagi peserta didik. Selain itu, para
tokoh masyarakat dapat menggunakan hasil penjabaran tembang dalam Serat Sewaka tersebut sebagai bahan pembinaan moral, pendidikan masyarakat. Cara tersebut
diharapkan dapat diterima karena sesuai dengan kultur masyarakat Jawa pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asia Padmopuspita. 1990. “Citra Wanita dalam Sastra” Dalam Cakrawala Pendidikan. Yogyakarta: Lembaga Pengabdian Masyarakat.
Asmani, Jamal Ma’aur. 2011. Buku Panduan I nternalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press
Burhan Nurgiyantoro. 1991. Dasar-dasar Kajian Fiksi Sebuah Teori Pendekatan Fiksi. Yogyakarta: Usaha Mahasiswa.
. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nani Tuloli. 1999. Peranan Sastra dalam Masyarakat Modern. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa. Padmosoekotjo, S. 1956. A Ngengrengan Kasusutraan Djawa I . Jogjakarta: Hien Hoo.
Sing. Padmosoekotjo, S. 1956. B Ngengrengan Kasusutraan Djawa I I . Jogjakarta: Hien Hoo.
Sing. Poerwadarminto, W. J. S. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters Uitgevers
Maatschappij. NV. Sadjijo Prawirodisastra. 1991. Pengantar Apresiasi Seni Tembang. Yogyakarta: I KI P
Yogyakarta. Subalidinata, dkk. 1990. Ajaran Moral dalam Susastra Suluk. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Subalidinata, R. S. 1994. Kawruh Kasustraan Jawa. Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusantara. Suharianto, S. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta Widya Duta.
Zulfahnur, dkk.1996. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
106
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
NI LAI DALAM KARYA SASTRA JAWA KUNA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA
Hardiyanto, M Hum
Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta
hardiyantouny.ac.id
Abstrak
Peradaban bangsa dibangun ditentukan oleh warga bangsanya yang berkarakter. Bangsa itu terdiri dari para warga yang memiliki karakter yang menjunjung tinggi nilai-nilai
peradaban manusia. Nilai-nilai yang beradab adalah nilai-nilai yang mengandung moral dan standar etika demi kebaikan bersama di antara warga di dalam bermasyarakat dan
berbangsa. Nilai-nilai itu yang membentuk karakter setiap warga dan menentukan ciri khas sebagai pedoman perilaku berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang membentuk karakter
sebagai dasar berperilaku berbangsa dan bernegara perlu digali dari karya-karya sastra Jawa Kuna. Penggalian terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai upaya
keberlangsungan karya sastra itu sendiri dalam sumbangannya sebagai rujukan kebermanfaatan untuk pembentukan karakter bangsa.
1. Pendahuluan