Teori Perilaku Pritchard dan Pendidikan Karakter

145 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 dalam tahap perkembangan melalui teladan kehidupan. Akan tetapi, dalam penanaman pendidikan karakter yang utama adalah keteladanan. Orang tua memberikan contoh perilaku yang positif kepada anak-anaknya, guru memberi contoh kepada siswanya. Sementara itu, para pemimpin memberikan teladan karakter yang baik kepada masyarakat. Krisis moral dapat diatasi dengan pembinaan watak. Dalam lingkup sekolah, misalnya pembinaan watak dapat diterapkan melalui pengajaran sastra. Artinya, pengajaran sastra yang berdimensi moral. Sejatinya, pengajaran sastra mampu dijadikan sebagai penanaman nilai-nilai moral. Apabila karya sastra itu dibaca, dipahami isi, dan maknanya, serta ditanamkan pada diri siswa, tentu mereka semakin menjunjung nilai moral. Mengapa pendidikan moral begitu penting? Karena ketika siswa telah memiliki moral yang baik, kepribadian yang menyenangkan, tutur kata yang lembut, dan kepedulian yang tinggi terhadap sesama, dia akan terhindar dari perbuatan merugikan, baik merugikan diri sendiri, keluarga, masyarakat, maupun agama. Ketika nanti dia diamanahi suatu pekerjaan sikap jujur akan tertanam dalam dirinya. Pengajaran sastra memiliki peran bagi meningkatkan kecerdasan siswa dalam semua aspek, termasuk moral. Siswa tidak hanya terlatih untuk membaca saja tetapi juga mampu mencari makna dan nilai dalam sebuah karya sastra. Dengan membaca karya sastra, diharapkan sejumlah nilai moral dapat dipahami, serta dipraktikkan siswa, baik di sekolah, rumah, maupun masyarakat. Tulisan ini yang membahas tentang menanamkan pendidikan karakter kepada siswa melalui sastra.

1.2 Teori Perilaku Pritchard dan Pendidikan Karakter

Pritchard 1988: 467 memberi kata kunci tentang pembentukan karakter, yakni pembiasaan dan pencontohan to put something into habit. Menurut Haryadi 1994 pendidikan karakter sebaiknya diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan yang holistik menggunakan metode pengetahuan tentang kebaikan knowing the good, ditumbuhkan perasaan senang atau cinta terhadap kebaikan feeling the good, dan perbuatan yang baik acting the good. Pengetahuan tentang kebaikan knowing the good mudah diberikan karena bersifat kognitif. Setelah pengetahuan tentang kebaikan knowing the good perlu ditumbuhkan perasaan senang atau cinta terhadap kebaikan feeling the good. Selanjutnya, feeling the good diharapkan menjadi mesin penggerak sehingga siswa secara suka reka melakukan perbuatan yang baik acting the good. Penanaman dengan model seperti itu, akan mengantarkan siswa kepada kebiasaan berlaku baik. Pembentukan karakter setidaknya diadaptasi dari frasa character building dalam bahasa I nggris. Pendidikan berkarakter bukanlah perkara mudah. Pentingnya penanaman pendidikan berkarakter sejak usia dini karena sesuatu yang sudah tertanam sampai pada usia dewasa, sulit untuk berubah. Menurut Pritchard, dalam teori prilaku dikenal dengan istilah pembiasaan. Sesuatu yang sudah dibiasakan akan melekat dalam tindak spontan. Pepatah Melayu “alah bisa karena biasa” mengisyaratkan bahwa karakter itu harus bertumbuh dari pembiasaan, dengan kata lain ia merupakan sesuatu yang melewati proses panjang, tidak instan. Tidak semudah membalik telapak tangan. 146 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 Berkaitan dengan latar belakang di atas, dalam makalah ini akan dipaparkan: 1 pengertian karakter dan pendidikan karakter; 2 relevansi kekuatan dongeng dan pendidikan karakter; 3 fungsi sastra sebagai pembentuk karakter siswa; 4 pembinaan karakter siswa sejak usia dini melalui sastra; 5 upaya-upaya membangun karakter siswa melalui bacaan. 2. Pembahasan 2.1 Pengertian Karakter, Pendidikan Karakter, dan Ranah- Ranahnya